SERIGALA-SERIGALA LAPAR
Serial Pendekar Slebor
Cetakan pertama
Penerbit Cintamedia, Jakarta
Editor Puji S.
Hak cipta pada Penerbit
Dilarang mengcopy atau memperbanyak
sebagian atau seluruh isi buku rni
tanpa izin tertulis dari penerbit
Serial Pendekar Slebor
dalam episode
Serigala-Serigala Lapar
1
Dunia adalah panggung sandiwara yang kadang
justru menawarkan ketidak mengertian bagi para
pelakonnya. Di pihak lain, beberapa pelakon justru tak mau
tahu akan ketidakmengertian itu sendiri. Seolah masa
bodoh, mereka bertindak sewenang-wenang, terutama
terhadap kaum yang lemah.
Mestikah hal itu didiamkan berlarut-larut
Dan waktu pun terus bergulir tanpa ada yang dapat
mencegahnya. Pagi menyeruak, sebagai tanda dimulainya
kehidupan. Pasar Wage mulai ramai oleh pedagang dan
pembeli. Sebagian pedagang masih menata dagangannya
agar bisa memancing minat. Sebagian lagi malah sudah
mengumbar teriakan, raenjajakan dagangannya. Saking
semangatnya teriakan seorang pedagang malah diiringi
oleh suara letusan dari pantat. Sebentar dia celingak-
celinguk, takut-takut suara letusan tadi terdengar.
Di salah satu sudut pasar, tiga sosok tubuh berdiri di
depan penjual pakaian. Dua orang lelaki berusia setengah
baya, dan seorang lagi perempuan tua berusia sekitar tujuh
puluh tahun.
Mata tajam mereka menatap sepasang anak muda
yang tengah menunggu dagangan. Seolah, mereka tengah
mengenali salah satunya. Yakni, seorang pemuda berbaju
hijau pupus dengan kain bercorak catur di bahunya.
Kalian lihat sendiri, tunjuk lelakiyangberwajah codet
di pipi kiri pada kedua temannya.
Lelaki itu mengenakan pakaian berwarna hitam
pekat. Kedua tangannya dipenuhi gelang besi. Wajahnya
penuh jerawat yang bernanah, hingga sangat mengerikan.
Apalagi ditambah codet di sebelah kiri.
Diperhatikan begitu sepasang anak muda itu jadi
jengah juga. Kening mereka berkerut heran.
Sudan lima belas hari aku memperhatikan mereka.
Dan aku yakin, sepertiyang dikatakan Serigala Mata Iblis
tentang Pendekar Slebor, pemuda itulah yang sebenarnya
berjuluk Pendekar Slebor, lanjut si lelaki berjerawat
Kedua kawan lelaki berjerawat menatap tajam pada
pemuda berbaju hijau pupus.
Tuan.... Apakah Tuan ingin membeli pakaian tanya si
pemuda berusaha tenang, meskipun mulai menangkap
gelagat yang tidak enak. Di sebelahnya, gadis bersamanya
telah mengkeret sejak tadi. Sementara para pedagang
yang lain memperhatikan dengan hati kecut.
Setan! maki lelaki yang berambul panjang. Dia
mengenakan pakaian berwarna merah. Hhh! Rupanya, kau
sudah tak memiliki nyali untuk tampil kembali di rimba
persilatan, Pendekar Slebor! Sehingga kau harus
menyamar menjadi pedagang seperti ini!
Kening si pemuda berkerut Wajahnya menyiratkan
ketidak mengertian dengan apa yang dimaksud lelaki
berbaju merah itu. Ditatapnya lelaki itu dengan kening
berkerut.
Apa maksud Tuan Namaku Sudira..., kata si pemuda
yang mengaku bernama Sudira.
Pemuda keparat! Ikut dengan kami! Serigala Mata
Iblis menginginkan nyawa busukmu! bentak lelaki rambut
panjang lagi.
Mendengar bentakan itu, hati Sudira benar-benar
tidak tenang. Begitu pula gadis di sebelahnya Wajah si
gadis telah pucat pasi dengan tatapan lugu. Hatinya kebat-
kebit tak menentu. Selama ini, dia menganggap semua
orang berwatak baik-baik. Dan semua anggapan seperti itu
langsung dibuangnya begitu ketiga orang bertampang tak
bersahabat ini membentak-bentak di hadapannya.
Pendekar Slebor Siapa dia Dan siapa orang yang
dimaksud lelaki berambut panjang dengan Serigala Mata
Iblis
Tuan... Tuan salah sangka, sergah Sudira berusaha
tenang. Dia berpikir, kalau bisa menjelaskan kalau dirinya
bukan orang yang dicari, maka semuanya bisa teratasi.
Sekali lagi kukatakan. Namaku Sudira.... Dan ini adikku.
Namanya Nuning. Kami kakak beradik yang berasal dari
Desa Peterongan sebelah selatan dari kotapraja. Kami tak
mengenal orang yang Tuan maksudkan.
Bukannya menyahut, lelaki berambut panjang
langsung menendang dagangan sepasang anak muda yang
ternyata kakak beradik itu sambil menggeram bengis.
Prak!
Pakaian-pakaian dagangan itu kontan beterbangan.
Dan meskipun berasal dari dusun, namun S udira memiliki
nyali cukup besar. Diperlakukan seperti itu, amarahnya
kontan terbakar. Dicabutnya golok di pinggang. Dan sambil
melompat, diterjangnya orang yang menghambur-
hamburkan dagangannya.
Manusia hina! Kerja kalian hanya mengganggu orang
saja! seru Sudira keras.
Wuuut!
Ayunan golok si pemuda yang sekuat tenaga hanya
dihindari lelaki berambut panjang dengan hanya
memiringkan tubuhnya.
Setan alas! Sejak kapan pendekar besar seperti kau
ini mempergunakan golok! bentak lelaki berambut panjang.
Aku si Bayangan Setan jadi ingin tertawa geli....
Lalu dengan gerakan sangat cepat laksana setan
lelaki berambut panjang yang berjuluk si Bayangan Setan
mengayunkan tangannya.
Wuuut!
Pukulanyang mengandung tenaga dalam penuh itu
Input, karena Sudira dengan mempergunakan nalurinya
sudah bergulingan. Namun angin keras pukulan itu masih
menyerempct lengan kirinya. Plak!
Sudira meringis, merasakan nyeri bukan main pada
lengan kirinya.
Kau! serunya tersendat dengan wajah pias.
Kakang...! gadis adik Sudira langsung terpekik
melihat keadaan kakaknya. Segera dia menghambur dan
merangkul.
Si Bayangan Setan terbahak-bahak Rahangnya yang
keras tampak bergetar. Matanya membuka lebih lebar.
.Rupanya nama besar Pendekar Slebor hanya
omongan anak kecil belaka! ejek lelaki berambut panjang.
Cuuh! Apakah kau sudah kehilangan kemampuanmu
karena lama berdiam di pasar ini Atau... kau berlagak
menjadi pahlawan kesiangan tanpa menurunkan tangan
Kakang.... Lebih baik kita tinggalkan tempat ini, ajak
gadis bernama Nuning.
Hik hik hik... tak mudah meninggalkan tempat ini,
sela nenek berbaju keemasan. Bibirnya yang penuh gincu
meringis. Wajah keriputnya benar-benar mirip kain gombal.
Bayangan Setan! Mengapa kau tidak menangkapnya
dengan segera Serigala Mata Iblis pasti sangat bangga
padamu.
Bagai mendapat semangat baru, si Bayangan Setan
berkelebat ke arah Sudira yang nampak tegang.
Sementara itu para pedagang lain mulai menun-
jukkan rasa kesetiakawanan. Melihat salah seorang teman
mereka diperlakukan semena-mena, mereka segera
mencabut golok. Saat itu pula, lima buah golok di tangan
para pedagang menebas deras ke bagian-bagian tubuh si
Bayangan Setan, sebelum Sudira jadi korban.
Bet! Bet! Bet!
Mendapati serangan berbahaya menyerangnya, si
Bayangan Setan memutar tubuhnya.
Setan alas! Kalian hanya mencari mampus! bentak
lelaki berambut panjang.
Tanpa bergerak dari tempatnya, tangan si Bayangan
Setan mengibas ke depan. Seketika satu gelombang angin
kuat menderu.
Dess! Dess!
Aaakh...!
Dalam sekali kibas, lima pedagang yang merasa
bernasib dengan S udira kontan beterbangan ke belakang
disertai muntahan darah. Dua orang seketika mati,
sementara sisanya pingsan.
Hayo! Siapa lagi yang ingin jadi pahlawan, hah!
bentak si Bayangan Setan pada pedagang lainnya yang
perlahan-lahan menurunkan golok.
Meskipun para pedagang geram dan ingin
membantu Sudira, namun nyali mereka ciut juga melihat
kesaktian lelaki berambut panjang.
Hati Sudira pedih melihat nasib yang dialami teman-
temannya sesama pedagang. Namun dia pun tak bisa
berbuat banyak ketika si Bayangan Setan sudah berbalik
kembali ke arahnya. Kakinya melayang cepat!
Merasa ada getaran panas yang menderu ke
arahnya, Sudira langsung mendorong tubuh adiknya.
Awas, Nuning! Tinggalkan tempat ini!
Sementara pemuda itu sendiri gelagapan. Tubuhnya
dibuang ke kanan, membuat tendangan si Bayangan Setan
luput dari sasaran.
Brakkk!
Malah tendangan itu menghajar meja dagangan
seorang penjual makanan hingga seketika hancur
berantakan.
Melihat hal itu, kemarahan si Bayangan Setan
semakin tinggi.
Bangsat terkutuk! Kau hanya berpura-pura saja, hah!
Bagus! Aku ingin melihat kepandaian Pendekar Slebor yang
selama ini dibanggakan banyak orang!
Si Bayangan Setan yang menyangka kalau pemuda
di hadapannya tetap Pendekar Slebor kembali meluruk
cepat. Dan sudah tentu lelaki ini bukanlah tandingan
Sudira. Dalam satu gebrak saja, pemuda itu langsung
terhantam tendangan kerasnya.
Dukkk!
Namun rupanya, kekerasan alam yang menempa
hidupnya sejak kecil membuat tubuh pemuda itu cukup
kedot.
Si Bayangan Setan makin buas.
Hanya begini saja kehebatannya! Tak perlu Serigala
Mata Iblis menyuruh kami bertiga bila manusia seperti ini
yang perlu dihadapi, katanya dalam hati.
Melihat hal itu, Nuning menjadi pucat. Gadis ini tak
tega kakaknya dipermainkan seperti itu. Untungnya, dia
berada tak jauh dari kudanya. Saat itu pula, timbul pikiran
jernih di otaknya. Seketika dia melompat ke atas kuda dan
menggebahnya. Nuning tak peduli meskipun nanti akan
terkena hajaran si Bayangan Setan.
Si Bayangan Setan yang hendak menurunkan tangan
lagi pada Sudira, melompat ke samping dengan wajah
gusar. Pada saat yangsama Nuning mengulurkan
tangannya pada Sudira.
Cepat, Kakang! Cepat!
Tap!
Si gadis menyambar tangan Sudira yang tak berdaya.
Bagai mendapat kekuatan, tangannya disentakkan. Sudira
sendiri dengan sisa-sisa tenaga melompat naik ke
kudanya. Tubuhnya agak oleng sehingga tidak tepat di
punggung kuda. Dia menjerit keras dengkulnya terasa nyeri
terhantam tanah bebatuan. Namun Nuning tak peduli.
Yang penting mereka harus melarikan diri secepatnya.
Setan neraka! Kau tak akan bisa melarikan diri dari
tangan kami! bentak si Bayangan Setan dan berkelebat
menyusul. Begitu pula kedua temannya yang sejak tadi
hanya memperhatikan si Bayangan Setan dalam
mempermainkan pemuda berbaju hijau muda itu.
Mereka memang tidak turun tangan. Karena sekali
lihat saja mereka tahu, pemuda yang masih disangka
Pendekar Slebor tak mampu berbuat banyak menghadapi
si Bayangan Setan.
Kuda yang dipacu Nuning telah melewati lembah,
Kini malam sudah menjelang. Di satu tempat yang penuh
ditumbuhi pepohonan, Nuning menghentikan laju kudanya.
Dipegangnya tubuh kakaknya yang terasa panas. Sejak
tadi, sebenarnya Sudira sudah pingsan. Dan karena hawa
panas yang sangat kuat di tubuhnya, menyebabkan dia
mengigau tak karuan.
Hati Nuning menjadi ciut menyadari hal itu. Tanpa
pikir panjang lagi, gadis cantik itu segera menggebrak
kudanya kembali. Dia tak peduli meskipun tempat yang
dilalui semakin asing. Yang terpenting adalah, keselamatan
kakaknya.
Oh, Gusti.... Ada apa sebenarnya ini kata batin gadis
itu. Tanpa mengenal lelah kudanya terus dipacu. Mengapa
orang-orang itu menyangka Kakak Sudira adalah Pendekar
Slebor Aku sendiri tak pernah tahu, siapa Pendekar Slebor
itu.
Sementara tanpa setahu gadis itu, satu sosok
bayangan hitam berkelebat mengikuti. Sejak si gadis
tengah pertama kali menghentikan kudanya bayangan itu
terus memperhatikan. Dalam sekali pandang saja, dia
telah tahu kalau pemuda yang tergolek lemah di punggung
kuda dalam keadaan terluka parah.
Aku ingin tahu apa yang terjadi, gumam bayangan
hitam itu berkelebat menyusul Nuning. Nampak jelas sekali
gadis itu bukan hanya mengkhawatirkan keadaan pemuda
itu, tetapi juga meng-khawatirkan bahaya lain. Entah,
bahaya apa. Hmm.... Sebaiknya sebelum kupenuhi
tantangan Serigala Mata Iblis, lebih baik aku mengikuti
dulu gadis itu. Aku ingin tahu, apa yang telah menimpanya.
Sosok hitam-hitam bersanggul ke atas itu rupanya
bukan orang sembarangan. Dalam dua kali kelebat saja,
dia bisa mendekati Nuning yang masih terus memacu
kudanya sambil menjaga jarak.
Tiba-tiba saja wajah sosok hitam-hitam itu menjadi
tegang.
Gusti! Di depan sana ada sebuah jurang. Aku harus
segera memperingatkannya! Kalau tidak, dia pasti akan
tertelan jurang itu!
Memikir demikian, sosok hitam-hitam itu menambah
kecepatan larinya. Hanya sekelebatan saja, sebenarnya
gadis itu bisa disambarnya. Namun dia urung
melakukannya. Justru bayangan itu melompat ke sebuah
pohon, ketika kuda yang dipacu cepat oleh gadis tadi
meringkik keras sambil mengangkat kedua kaki depannya
tinggi-tinggi.
Nuning yang tak menyangka serta-merta terkejut
bukan main. Tubuhnya langsung terlempar jatuh
sementara tubuh Sudira pun melayang ambruk.
Ketika berdiri, gadis itu melihat tiga sosok manusia
telah berdiri di hadapannya. Maka kembali hatinya kecut!
***
2
Nuning menatap tak percaya pada tiga orang di
depannya yang tak lain si Bayangan Setan, dan kedua
temannya. Ketiganya memang tokoh sesat terkenal di
rimba persilatan yang berilmu setaraf si nenek genit
dikenal sebagai Nenek Baju Emas. Sedang lelaki berbaju
hitam yang di tangannya banyak terdapat gelang besi,
dikenal sebagai Raja Gelang Besi.
Si Bayangan Setanlah yang pertama kali
mengusulkan untuk memotong jalan, saat mengejar gadis
itu. Dia memang sangat hafal dengan beberapa lembah
yangdilalui Nuning.
Apa yang diduganya memang benar. Kini ketiga
tokoh telengas itu terbahak-bahak ketika melihat betapa
kalutnya Nuning yang urung mendekati kakaknya yang
tergeletak di tanah.
Si Bayangan Setan menyeringai hingga kedua
pipinya tertarik ke bawah. Matanya bersinar lebih kejam.
Sudah kukatakan, kalian tak akan bisa melarikan
diri, kata lelaki berambut panjang itu dingin. Lalu matanya
melirik Raja Gelang Besi yang sejak tadi berkilat-kilat. Raja
Gelang Besi... aku tak menginginkan gadis itu. Biar kau
urus dia.
Laki-laki codet itu terbahak-bahak mendengar kata-
kata si Bayangan Setan.
Tepat sekali. Memang sejak tadi yang kuinginkan
adalah gadis itu, Bayangan Setan. Dengan senang hati
akan kuurus dia, sahutnya sambil melangkah mendekati
Nuning.
Bukan main cemasnya si gadis sekarang. Kalau tadi
mencemaskan keadaan kakaknya yang luka parah, kini dia
mencemaskan keadaan dirinya pula. Dipahami betul, apa
arti ucapan lelaki bercodet yang dipanggil Raja Gelang
Besi.
Kalian salah sangka.... Kalian salah mencari orang,
kata si gadis tersendat dengan wajah pucat. Namaku
Nuning.... Dan dia adalah kakakku.... Namanya Sudira.
Bukan Pendekar Slebor....
Raja Gelang Besi semakin menyeringai dan
mendekat tanpa kata. Yang ada dalam otak kotornya
sekarang ini adalah melewatkan malam yang dingin
dengan kehangatan memabukkan.
Percuma kau mengiba-iba seperti itu, Gadis Manis,
kata si Bayangan Setan. Pendekar Slebor akan kami
serahkan pada ketua kami, Serigala Mata Iblis. Baju hijau
pupus dan kain bercorak catur yang dikenakan sudah
menjadi ciri kalau dia adalah manusia yang berjuluk
Pendekar Slebor! Lagi pula, tam-pang pemuda ini memang
tampang Pendekar Slebor! Raja Gelang Besi! Cepat kau
urus dia!
Di sebuah pohon, sosok hitam-hitam bersanggul ke
atas itu menatap terkejut. Gila! Ketiga manusia keparat itu
rupanya sudah menjadi kaki tangan Serigala Mata Iblis.
Hmm.... Aku harus menyelamatkan gadis itu. Tetapi, siapa
sebenarnya pemuda yang diakui gadis itu sebagai
kakaknya Mengapa mereka menduga kalau dia adalah
Pendekar Slebor Kalau tak salah ingat, otak tuaku memang
pernah mendengar julukan Pendekar Slebor, seorang
pendekar urakan yang berjuang di jalan kebenaran.
Apakah pemuda yang terluka itu adalah Pendekar Slebor
yang seperti dugaan orang-orang itu Kalau memang iya,
rupanya Serigala Mata Iblis menginginkan nyawa Pendekar
Slebor. Hmm.... Memang harus kuurungkan menemui
Serigala Mata Iblis.
Sementara itu, Raja Gelang Besi telah menangkap
tangan kanan Nuning. Si gadis meronta-ronta, berusaha
keras melepaskan diri. Namun apalah daya tenaganya
dibandingkan tenaga yang dimiliki Raja Gelang Besi. Malah
tubuhnya terkulai lemah ketika Raja Gelar Besi menotok
urat di bawah pangkal lengan kanannya.
Hei! seru Raja Gelang Besi. Apakah kalian masih
tetap di sini menonton keasyikanku, hah! Kau juga, Nenek
Peot! Cepat menyingkir!
Nenek Baju Emas menggerutkan giginya. Sedangkan
si Bayangan Setan sudah memanggul tubuh S udira yang
tetap disangka sebagai Pendekar Slebor.
Kami menunggu kau lima puluh tombak dari sini!
seru si Bayangan Setan, segera berkelebat. Menyusul
kemudian, Nenek Baju Emas yang masih mangkel hatinya
dipanggil nenek peot oleh Raja Gelang Besi.
Sosok hitam-hitam di atas pohon terus mengawasi
dengan mata tajamnya.
Hmm... Kalau aku menyelamatkan pemuda itu, bisa-
bisa nasib gadis ini benar-benar berantakan. Sebaiknya,
gadis itu dulu yang harus kuselamatkan. Kalaupun
melakukannya sekarang, berarti aku harus menghadapi
ketiga begundal itu. Bisa-bisa aku kewalahan. Terutama
dengan adanya Nenek Baju Emas.
Di tempatnya Raja Gelang Besi terbahak-bahak
ketika kedua temannya sudah meninggalkan tempat itu.
Mulut jeleknya menyeringai lebar melihat Nuning yang
tergolek lemah dengan mata redup. Perlahan-lahan
direbahkannya tubuh gadis itu di atas rumput.
Sangat menyenangkan, desisnya.
Dan ketika tangan lelaki berotak ngeres itu hendak
merobek pakaian di bagian dada gadis itu, mendadak
terasa ada angin panas menyambar ke arahnya.
Wuuuss!
Hei! bentak Raja Gelang Besi keras seraya
bergulingan.
Pada saat yang sama, sosok bertubuh ramping
berpakaian serba hitam melayang turun, langsung
menyambar tubuh Nuning.
Masih bergulingan Raja Gelang Besi mengibas-kan
tangan kanannya.
Setan alas! Berani mengganggu keasyikanku, hah!
Seketika meluncur angin yang tak kalah hebatnya ke
arah sosok ramping serba hitam yang membawa Nuning.
Sosok itu melenting dan berputaran dua kali menghindari
hantaman yang dilepaskan Raja Gelang Besi.
Brakkk!
Angin keras itu menghantam sebuah pohon hingga
langsung tumbang. Bertepatan dengan itu, Raja Gelang
Besi mencelat dengan satu hentakkan kaki, mencoba
hendak memotong sosok ramping berpakaian serba hitam
bila bergerak nanti. Namun di luar dugaan, sosok itu justru
bergerak ke arahnya dengan kaki kanan melayang. Maka
cepat tangannya mengibas.
Plak!
Raja Gelang Besi tersentak ketika tangannya beradu
dengan kaki yang mengandung tenaga dalam kuat.
Tubuhnya surut dua langkah ke belakang dengan wajah
pias. Kedua tangannya terasa nyeri.
Siapa nenek bersanggul yang berpakaian hitam-
hitam itu Gerakannya begitu cepat sekali. Dan tenaga
dalamnya pun tinggi. Rasanya, tenaga dalamku berada
satu tingkat di bawahnya. Ilmu meringankan tubuhnya pun
sudah mencapai tingkat tinggi, karena sejak tadi aku tidak
tahu kalau dia berada di sekitar sini. Mungkin pula, saat si
Bayangan Setan dan Nenek Baju Emas bersamaku,
manusia keparat itu s udah berada di sini Tetapi peduli
setan! Dia telah mengganggu keasyikanku, berarti harus
mampus!
Berpikir dernikian, Raja Gelang Besi menggerakkan
kedua tangannya ke atas ke bawah. Sesaat, hawa sejuk
terasa mengalir ke kedua tangannya. Matanya tak berkedip
memandang sosok ramping berpakaian hitam-hitam yang
telah melempar tubuh Nuning ke sebuah cabang pohon
landai. Bagai kapas, tubuh gadis itu hinggap dengan
ringannya.
Huh! Mau pamer tenaga dalam rupanya! dengus
Raja Gelang Besi. Setan alas! Siapa kau sebenarnya! Mau
cari mampus ya, di tengah malam begini!
Sosok ramping berpakaian serba hitam yang
ternyata seorang wanita tua itu memicingkan matanya
Hingga pipinya yang cekung seperti memperlihatkan
tulang-belulangnya yang tertarik keluar.
Raja Gelang Besi.... Lebih baik kau minggat dari sini.
Susul kedua temanmu itu. Juga katakan pada Serigala
Mata Iblis, kalau aku Bidadari Tangan Maut tak akan
pernah mau menjadi abdinya, seperti kau yang mau
menjadi seekor anjing untuk kepentingannya!
Tantangannya pada purnama mendatang sudah kuterima!
sahut perempuan tua berpakaian serba hitam yang
ternyata berjuluk Bidadari Tangan Maut.
Raja Gelang Besi tersentak mendengar julukan yang
disebut nenek berbaju hitam itu. Batinnya ber-getar dengan
perasaan tak menentu.
Pantas dia mempunyai tenaga dalam hebat.
Rupanya Bidadari Tangan Maut yang hadir di sini, desah
Raja Gelang Besi dalam hati.
Kemudian lelaki ini teringat, kalau Serigala Mata Iblis
menghendaki nenek berbaju serba hitam itu. Maka seringai
lebar pun tersungging di bibirnya yang agak lebar.
Hhh! Bila berhasil kuselesaikan nenek keparat itu,
bisa jadi Serigala Mata Iblis akan menyanjungku setinggi
langit. Biar kucoba kehebatan nenek ini.
Saat itu pula, lelaki ini memandang tajam pada
Bidadari Tangan Maut.
Bidadari Tangan Maut.... Kuhargai kau yang
mempunyai urusan dengan Serigala Mata Iblis. Namun
sayangnya, kau tak akan berumur panjang di tangannya.
Nyawaku akan kujunjung setinggi langit. Harga diriku
melebihi tujuh lapis langit. Tak akan pernah kuubah
pendirianku yang menolak bergabung dengan serigala
lapar itu! Raja Gelang Besi...! Sekali lagi kukatakan,
minggat dari sini!
Bukannya menuruti kata-kata Bidadari Tangan Maut,
Raja Gelang Besi malah menggebrak maju. Gerakannya
begitu cepat. Dan sebelum menghantam pukulan kanan
dan kirinya, lima buah gelang besinya sudah meluruk
menyambar ke arah Bidadari Tangan Maut.
Hhh...!
Nenek berbaju hitam dengan rambut disanggul ke
atas itu mengeluarkan hembusan dari hidung. Dia tak
bergerak sedikit pun dari tempatnya. Ketika lima buah
gelang besi yang meluncur dahsyat itu sudah
mendekatinya, dengan ringannya kedua tangannya
digerakkan.
Wuuss! Wuusss!
Satu gelombang angin dahsyat meluruk langsung
menghantam lima buah gelang besi itu. Tak! Tak...!
Seketika gelang-gelang itu patah berantakan.
Namun hal itu bukannya menguntungkan bagi Bidadari
Tangan Maut. Karena, Raja Gelang Besi sudah meluruk
pula.
Bersamaan dengan itu, si nenek mundur dua tindak.
Lalu tangannya bergerak amat cepat.
Plak!
Begitu tangan kirinya menangkis pukulan Raja
Gelang Besi, tangan kanan Bidadari Tangan Maut menjotos
dada.
Desss!
Lelaki bercodet itu kontan terhuyung ke belakang
saat dadanya bagai dihantam godam yang cukup keras.
Darah segar mengalir dari hidungnya. Namun ini bukan
membuatnya jeri, justru bertambah sangar.
Heaaah...!
Dikawal satu bentakan keras., si lelaki codet
menerjang dahsyat kembali. Malah kalau boleh dibilang
lebih dahsyat dari serangannya yang pertama. Pada saat
yang sama pun lima belas gelang besinya sudah
berkelebatan, mengurung Bidadari Tangan Maut.
Si nenek cepat merunduk berkali-kali sambil
mengibaskan tangannya.
Tak! Tak...!
Lima buah gelang besi itu pun berhasil dipatahkan
Bidadari Tangan Maut. Namun satu gedoran kaki dari Raja
Gelang Besi telah cepat menghantam dadanya.
Heeiggk!
Bidadari Tangan Maut tersentak ke belakang. Saat
itu pula terasa hawa panas kembali meluruk ke arahnya.
Maka secepatnya tenaga dalamnya dialirkan ke dada dan
kedua tangan. Seketika kedua tangannya yang telah
berubah menjadi kehitaman bergerak amat cepat
Plak! Plak!
Dua gempuran dari Raja Gelang Besi berhasil ditepis
si nenek. Bahkan satu gedoran langsung dilancarkannya.
Dess!
Gedoran telak itu tepat mendarat di dada Raja
Gelang Besi. Kembali lelaki itu terhuyung ke belakang.
Kegeraman Raja Gelang Besi siap termuntah.
Wajahnya begitu tegang dengan dagu sekeras batu.
Namun Bidadari Tangan Maut sudah tak mau bertindak
ayal-ayalan lagi. Segera tubuhnya meluruk dikawal satu
teriakan keras.
Sejak tadi kukatakan, lebih baik tinggalkan tempat
ini! Tetapi kau keras kepala. Jangan salahkan bila aku
menurunkan tangan telengas!
Raja Gelang Besi tersentak pias. Tanpa sadar
kakinya mundur tiga tindak. Dia berusaha menutup
gerakan Bidadari Tangan Maut dengan mengirimkan
sepuluh buah gelang besinya.
Tak! Tak!
Namun gelang-gelang besi itu disapu Bidadari
Tangan Maut dengan sekali menggerakkan tangan kiri.
Sementara tubuhnya terus menderu dahsyat ke arah Raja
Gelang Besi.
Si lelaki sudah meremang bulu kuduknya. Tanpa
terasa keringat dingin mengalir di sekujur tubuhnya.
Wajahnya menjadi seputih kertas. Lalu....
Dess...!
Dan tanpa ampun lagi, pukulan maut yang
dllepaskan Bidadari Tangan Maut menghantam telak dada
Raja Gelang Besi. Tubuhnya kontan mencelat tiga tombak.
Begitu jatuh keras di tanah, dia pingsan seketika.
Bidadari Tangan Maut mendesah panjang sambil
menghapus keringatnya.
Aku sudah memperingatkanmu sejak tadi, Raja
Gelang Besi, desisnya pelan.
Si nenek lantas melompat ke pohon tempat Nuning
tadi dilemparkan. Disambarnya gadis itu, lalu dibawanya
kembali ke bawah. Perlahan, direbahkannya Nuning ke
tanah. Dalam sekali lihat, Bidadari Tangan Maut dapat
mengetahui letak totokan yang dilakukan Raja Gelang Besi
pada gadis itu.
Begitu terbebas dari totokan, tubuh si gadis
terjingkat sejenak. Kepalanya terasa agak pusing. Matanya
terbuka perlahan-lahan.
Kang Sudira.... Di mana, Kang Sudira....
Mendengar desisan itu, Bidadari Tangan Maut
seketika ingat kalau masih ada yang harus diselamatkan.
Kau tunggu di sini. Akan kuselamatkan kakangmu...,
ujarnya pelan.
Namun sebelum si nenek bergerak, satu sosok
tubuh berpakaian hijau pupus telah berdiri tegak di
depannya. Bidadari Tangan Maut mendesah panjang.
Ah! Rupanya pemuda itu berhasil meloloskan diri.
Nuning pun melihat kehadiran pemuda berbaju hijau
pupus itu. Bagai menemukan tenaganya kembali, si gadis
berlari dan merangkul pemuda itu dengan suka cita.
Kang Sudira...! Kau tidak apa-apa Oh, Gusti………..
Aku sudah ngeri sekali memikirkanmu, Kang...,
desah Nuning dengan suara bergetar penuh keharuan.
Si pemuda belum menyahut. Justru keningnya
berkerut.
Apa-apaan ini tanyanya, kebingungan.
***
3
Nuning masih merangkul pemuda berbaju hijau
pupus. Sementara Bidadari Tangan Maut cuma
memperhatikan. Namun dalam sekali pandang tadi, dia
sempat melihat kalau kening pemuda itu berkerut heran.
Ada apa ini Mengapa pemuda itu sepertinya tak
mengenal adiknya desis si nenek dalam hati. Apakah dia
telah dipengaruhi salah seorang dari kedua manusia
keparat tadi
Sedangkan si pemuda masih keheranan.
Nona..., maaf. Nona salah sangka. Aku bukan Sudira
yang kau maksud..., ucap si pemuda yang di bahunya
tersampir sehelai kain bercorak catur.
Mendengar kata-kata itu, Nuning seketika
mendongak. Matanya memperhatikan wajah pemuda di
depannya. Dia yakin sekali kalau yang berada di
hadapannya adalah kakaknya. Tetapi mengapa kata-
katanya seperti ini
Kang Sudira..., kata si gadis tersendat. Apakah
Kakang lupa denganku Aku Nuning, Kang.... Adikmu…..
Si pemuda menghela napas perlahan. Dia yakin
kalau gadis ini menyangka dirinya adalah kakaknya.
Rasanya tak tega untuk meminta gadis itu
melepaskan rangkulannya. Namun biar bagaimanapun, si
pemuda menjadi risih karena tak mengenal gadis yang
merangkulnya ini.
Nona.... Aku bukan Sudira.... Namaku Andika..., tegas
si pemuda pelan sambil tersenyum.
Bola mata Nuning bergerak-gerak tak mengerti
Tetapi....
Percayalah.... Namaku Andika. Mungkin, kebetulan
saja wajahku yang ganteng ini mirip dengan orangyang kau
maksud..., tandas si pemuda yang tak lain adalah Andika.
Dalam rimba persilatan, dia dikenal sebagai pendekar
urakan yang berjuluk Pendekar Slebor.
Nuning masih belum percaya. Namun perlahan-
lahan rangkulannya dilepas. Diperhatikannya wajah di
hadapannya dengan saksama. Dia yakin, yang berada di
hadapannya ini adalah kakaknya.
Kau..., oh! Kalau begitu... ke manakah Kang Sudira
tanya si gadis tak mengerti.
Lho, Mana kutahu Aku baru saja tiba di sini, sahut
Andika, seperti orang tanpa dosa.
Bidadari Tangan Maut pun semula menyangka kalau
pemuda itu adalah Sudira. Namun keyakinannya perlahan-
lahan pupus sudah.
Orang muda... kau menyebut namamu tadi adalah
Andika. Bolehkah aku tahu, siapa julukanmu
Ini yang menyebalkan Andika. Ada saja orang yang
mengutak-atik julukannya. Tapi mungkin dengan
menyebutkan julukannya, mereka bisa percaya kalau
dirinya bukan orang yang dimaksud.
Orang-orang rimba persilatan menjuluki Pendekar
Slebor. Namun tak seslebor orangnya. Oh, ya, Nek. Siapa
kau ini
Kali ini Bidadari Tangan Maut mengangguk-
anggukkan kepalanya. Ada sebuah senyum di wajahnya.
Jadi... rupanya kaulah orang yang berjuluk Pendekar
Slebor.... Hem.... Namaku sendiri aku sudah lupa. Tetapi,
orang-orang rimba persilatan menjuluki Bidadari Tangan
Maut...
Andika alias Pendekar Slebor pemuda pewaris ilmu
Pendekar Lembah Kutukan mengatupkan kedua
tangannya di dada.
Maafkan, Nek. Kukira kalau orang yang berjuluk
Bidadari, pasti cantik. Ternyata aku salah sangka. He... he
he he.... Taksungguh, aku pernah menyangka kalau akan
bertemu Bidadari Tangan Maut yang kesaktiannya tak
tertandingi..., kata Andika, mulai kumat urakannya.
Bidadari Tangan Maut mengulap tangannya.
Sudahlah.... Jangan berseloroh dulu. Yang jelas, kau
saat ini dikira sebagai kakak gadis itu, Andika. Wajahmu
mirip sekali.
Mirip dengan siapa, Nek
Mirip monyet
Sial!
Wajah Andika kontan memerah. Sungguh tak pernah
disangka kalau si nenek akan membalas selorohannya.
He he he.... Kena, kau! Satu-satu.... Begini, Andika.
Sebenarnya wajahmu mirip dengan wajah kakak gadis ini,
jelas Bidadari Tangan Maut.
Ceritakan yang jelas, Nek.... Apa yang sebenarnya
terjadi, pinta Pendekar Slebor, mulai penasaran.
Kita tunda dulu percakapan ini. Kalau begitu,
pemuda yang bernama Sudira masih berada di sekitar sini.
Lebih baik, kita mencari pemuda itu dulu.
Andika mengangguk-angguk. Sementara Bidadari
Tangan Maut sudah menyambar tangan Nuning yang masih
jengah bila menatapnya. Hati gadis itu tanpa sadar bagai
teraduk-aduk ketika menyadari yang dirangkulnya bukan
kakaknya. Melainkan, orang lain yang mirip kakaknya.
Tadi ketika pemuda itu mengaku berjuluk Pendekar
Slebor, sadarlah Nuning sekarang. Ternyata orang-orang
yang telah membawa kakaknya salah mencari orang. Dan
dia merasa aneh sekali, karena keduanya sangat mirip.
Bahkan dari warna pakaian yang dikenakan. Demikian pula
kain bereorak catur yang tersampir di bahunya. Hanya saja,
baru dimengerti sekarang, kain bercorak catur milik
kakaknya lebih kecil. Dan itu pun entah sudah hilang entah
ke mana, ketika Sudira bertarung tadi.
Kini, rasa khawatir si gadis akan nasib kakaknya
semakin membesar saja.
Mengapa Sudira yang dibawa oleh si Bayangan
Setan dan Nenek Baju Emas tak bisa mereka temukan
Sambil membopong tubuh Sudira, si Bayangan Setan
terus berkelebat. Bersama Nenek Baju Emas, dia tak lagi
menunggu kemunculan Raja Gelang Besi.
Hhh! Rupanya hanya begitu saja kehebatan
Pendekar Slebor yang banyak dibicarakan orang! kata si
Bayangan Setan sambil terus berkelebat. Tak pernah
kumengerti, mengapa Serigala Mata Iblis merasa kalau
Pendekar Sleborlah yang akan menghalangi rencananya.
Padahal, pemuda ini tak memiliki kehebatan apa-apa.
Bayangan Setan! Tahukah kau, apa rencana Serigala
Mata Iblis tanya Nenek Baju Emas, sambil mengejar
kelebatan tubuh si Bayangan Setan.
Aku tidak tahu sama sekali. Namun lelaki itu
memang memiliki kesaktian tinggi. Bukan hanya aku yang
berhasil ditundukkannya. Kau dan Raja Gelang Besi pun
telah menjadi pengikutnya. Dan kupikir, ini lebih baik.
Karena, kita bisa melakukan apa saja dengan bantuan
langsung dari Serigala Mata Iblis. Kembali pada
kecemasannya terhadap Pendekar Slebor, aku masih tak
bisa mengerti. Karena, ternyata Pendekar Slebor tak
sehebat yang dibicarakan orang, lanjut si Bayangan Setan,
masih bernada merendahkan.
Kalau begitu, lebih baik secepatnya dia dibawa ke
hadapan Serigala Mata Iblis. “Bagaimana dengan Raja
Gelang Besi?” Mendengar nama itu disebutkan, wajah
Nenek Baju Emas berubah. Matanya tertekuk ke dalam.
“Biarkan saja dia. Lebih baik kita segera kembali.
Nanti dia pun bisa kembali, bukan?”
Si Bayangan Setan terbahak-bahak. Dia tahu, Nenek
Baju Emas masih kesal pada Raja Gelang Besi yang
menyebutnya nenek peot. Tampak perubahan pada wajah
si nenek yang semakin berkerut dengan mulut berbentuk
kerucut. Meskipun wanita tua itu sangat pesolek, namun si
Bayangan Setan yakin, kambing diberi obat perangsang
pun tak akan mau menuruti birahi perempuan tua itu.
Saat ini, tidak tepat untuk saling mementingkan diri
sendiri, kata si Bayangan Setan masih setengah tertawa,
Sekarang, kita telah menjadi abdi Serigala Mata Iblis.
Apakah kau lupa kalau dirimu pun berhasil dikalahkan
olehnya Ucapan Raja Gelang Besi tadi biarkan saja. Dan
usulmu untuk secepatnya membawa Pendekar Slebor,
memang harus dilakukan sekarang. Biarkan Raja Gelang
Besi menikmati malam yang dingin ini.
Meskipun mendengar usulnya disetujui si Bayangan
Setan, namun wajah Nenek Baju Emas masih tertebak.
Tanpa banyak bicara, kelebatan tubuhnya dipercepat.
Sedangkan si Bayangan Setan pun juga mempercepat
kelebatannya sambil memanggul tubuh Sudira yang masih
pingsan.
Bidadari Tangan Maut menghela napas panjang
setelah selesai bercerita. Saat bercerita, sesekali dia
meminta pada Nuning untuk menjelaskannya. Karena si
nenek sendiri hanya menduga kalau orang-orang yang
menculik Sudira menginginkan Pendekar Slebor
sebenarnya. Hanya kebetulan saja wajah keduanya hampir
serupa.
Nuning yang saat ini tengah galau memikirkan nasib
kakaknya pun menjelaskan kalimat demi kalimatyang
dimaksudkan Bidadari Tangan Maut. Hati gadis cantik yang
seumur hidupnya belum pernah sekali pun berpisah
dengan kakaknya, bagai hancur berantakan.
Begitulah yang terjadi, Andika..., kata Bidadari
Tangan Maut sambil memperhatikan si pemuda.
Ck ck, ck, decak Andika. Kurang ajar betul itu
serigala. Kurang makan daging kali. Hm... aku juga
mendengar tentang kemunculannya. Dalam waktu kurang
lebih sebulan ini, dia tengah memperlihatkan taringnya
yang jarang digosok. Dia tak pandang bulu dalam memilih
korbannya. Siapa saja yang dikehendakinya, pasti akan
mati. Saat ini, aku pun sedang mencari manusia keparat
itu. Sungguh malang nasib yang dialami Sudira.
Pendekar Slebor lantas menatap Bidadari Tangan
Maut yang juga menatapnya.
Nek, ada kepentingan apakah kau mencari manusia
keparat itu juga tanya si pemuda.
Bidadari Tangan Maut mengeluarkan suara
mendesah. Hatinya geram mendengar sepak terjang
Serigala Mata Iblis.
Manusia keparat itu berulangkali mendatangi
kediamanku. Berulangkali pula meminta untuk menjadi
pengikutnya. Dia tengah merencanakan satu siasat yang
aku sendiri tidak tahu. Dua kali aku bentrok dengannya.
Kuakui, ilmunya begitu tinggi. Dalam bentrokan pertama,
aku masih berhasil mengimbanginya. Dan saat bentrokan
kedua, aku harus terkapar selama dua hari. Herannya,
manusia keparat itu tak segera membunuhku. Entah
mengapa. Justru ketika aku terbangun dari pingsan, kulihat
di sisiku terdapat guratan pada tanah yang berisi
tantangan. Pada pumama mendatang, aku harus
memenuhi tan-tangannya di Bulrit Siluman. Dan tantangan
itu akan kupenuhi, meskipun aku tahu kesaktianyang
dimihr kinya berada dua tingkat di atasku.
Andika terdiam. Otaknya yang seencer bubur
bekerja. Kedua alisnya yang hitam legam bagai kepakan
sayap elang bagai bertaut menjadi satu. Kepalanya
diangkat lagi, menatap Bidadari Tangan Maut. Sementara
Nuning yang sejak tadi menangis, akhirnya tertidur.
Agaknya, gadis ini tak kuat menahan derita yang baru
pertama kali dialaminya.
Nek.... Seperti niatku semula, aku memang akan
menghentikan sepak terjang dari Serigala Mata Iblis. Tapi
aku tidak tahu, di mana kediamannya. Bisakah kau
mengatakannya kepadaku, Nek
Bidadari Tangan Maut menggeleng.
Aku pun tidak tahu, di mana dia berada.
Masih banyak masalah yang harus dipecahkan
sekarang ini, jelas Andika. Pertama. Mengapa Serigala
Mata Iblis tidak membunuhmu. Kedua, untuk apa
mengumpulkan para jago dari golongan hitam. Ketiga,
siasat apa yang hendak dijalankannya. Dan keempat,
untuk apa menjalankan sebuah siasat yang belum
diketahul
Bidadari Tangan Maut mengangguk-angguk,
membenarkan kata-kata Andika. Memang masih banyak
teka-teki yang harus dipecahkan.
Jadi bagaimana keputusanmu tanya si nenek.
Andika bangkit berdiri. Ditepuk-tepuknya pantat yang
berdebu.
Hm.,.. Akan segera kucari serigala itu. Apalagi, saat
ini orang yang mirip dengan wajahku dibawa oleh si
Bayangan Setan dan Nenek Baju Emas. Hm.... Apa yang
akan dialami pemuda itu, begitu mereka tahu kalau
pemuda itu bukan Pendekar Slebor, orang yang diinginkan
Serigala Mata Iblis.
Bidadari Tangan Maut hanya menarik ujung bibirnya.
Getir.
Kalau begitu, baiklah. Aku akan mengantarkan gadis
ini pulang ke rumahnya. Setelah itu, akan kus usul kau
demi memenuhi tantangan Serigala Mata Iblis, cetus si
nenek, akhirnya.
Andika menganggukkan kepalanya. Lalu tubuhnya
diputar satu langkah. Dan....
Wuuttt!
Tiba-tiba saja tubuh Pendekar Slebor berkelebat
cepat. Sebentar saja, tubuhnya lenyap dari pandangan.
Akuyakin, ilmu meringankan tubuhnya tak jauh
berbeda dengan kemampuanku, desah Bidadari Tangan
Maut.
***
4
Kami datang dan telah melaksanakan tugas dari
ketua. Silakan periksa, kata si Bayangan Setan kepada
sosok bertubuh ringkih berusia sekitar tujuh puluh tahun.
Sosok bertubuh ringkih itu terbungkus jubah panjang
berwarna hitam. Rambutnya disanggul ke atas, berwarna
merah. Wajahnya tirus, menyiratkan kelicikan dan kekejian.
Di sebelah si tua kurus yang duduk di sebuah batu
altar, duduk seekor serigala bertubuh sangat besar. Sinar
matanya mencorong tajam, seolah hendak menelan bulat-
bulat si Bayangan Setan dan Nenek Baju Emas.
Ha ha ha...! si tua kurus memperdengarkan suara
tawa keras, mengandung tenaga dalam hebat, membuat
gendang telinga si Bayangan Setan dan Nenek Baju Emas
terasa sakit. Dan mau tak mau mereka mengalirkan tenaga
dalam pada gendang telinga.
Aku menyukai cara kerja kalian. Kulihat Pendekar
Slebor sudah berada di hadapanku, kata sosok kurus yang
tak lain Serigala Mata Iblis.
Kami melakukan yang terbaik untuk Ketua, sahut si
Bayangan Setan dengan suara mengandung kepuasan.
Tawa orang berjubah panjang warna merah itu
terdengar lagi. Namun tiba-tiba tawanya terhenti. Kedua
matanya bagai hendak melompat keluar.
Setan alas! Mana Raja Gelang Besi, hah! bentaknya
keras. Apakah dia mampus di tangan Pendekar Slebor
selagi kalian menangkapnya!
Si Bayangan Setan menceritakan apa yang terjadi
dengan masih tetap menundukkan kepala.
Keparat! bentak Serigala Mata Iblis menggek gar,
begitu mengetahui apa yang dilakukan Raja Gelang Besi.
Kedua pipi si tua yang bertonjolan tulang-tulang
mengembung. Kemarahannya siap meledak. Dia merasa
dilangkahi Raja Gelang Besi.
Lancang sekali manusia itu berani membelotkan
perintahku! Aku ingin tahu, apa jawabannya nanti setelah
berhadapan denganku! Ingin kutahu kehebatannya bila tak
kuberikan pemunah dari pil yang diminumnya!
Tak ada yang bersuara. Meskipun dalam hati Nenek
Baju Emas senang mendengar kemarahan Serigala Mata
Iblis pada Raja Gelang Besi, namun hatinya ngeri
membayangkan apa yang akan menimpa temannya.
Memanfaatkan kelemahan gadis yang bernama Nuning itu,
merupakan salah satu pelanggaran dari perintah Serigala
Mata Iblis
Sementara saat itu si Bayangan Setan cuma
mendesah pendek dalam hati. Dia tahu, bila sudah begini,
lelaki yang memiliki sinar mata merah itu sudah berada
puncak keberangannya. Diam-diam dia menyesali,
mengapa harus meninggalkan Raja Gelang Besi.
“Perempuan tua!” sebut si tua kurus pada Nenek
Baju Emas. “Seret Raja Gelang Besi ke sini! Sekarang
juga!”
Nenek Baju Emas langsung berdiri dan menjura.
Tanpa berkata apa-apa lagi, tubuhnya segera melesat
meninggalkan gua itu. Ilmu meringankan tubuhnya
langsung dikerahkan untuk meniti batu-batu untuk keluar
dari tempat yang dinamakan Jurang Kematian ini.
Menurutnya, memang lebih baik menjauhi Serigala Mata
Iblis yang sedang marah-marah.
Sepeninggal Nenek Baju Emas, Serigala Mata Iblis
mengalihkan perhatian pada si Bayangan Setan.
Tinggalkan tempat ini! Jangan datang sebelum
kupanggil!
Si Bayangan Setan cuma mengangguk. Dia pun
merasa lebih baik menjauhi dari Serigala Mata Iblis.
Setelah meletakkan tubuh Sudira yang tetap disangka
sebagai Pendekar Slebor, tubuhnya pun berkelebat keluar.
Namun baru beberapa kejap saja si Bayangan Setan
berada di luar gua....
Setan alas! Kau bodoh melakukan tugasmu,
Bayangan Setan!
Tiba-tiba terdengar seruan keras dari Serigala Mata
Iblis. Begitu keras suaranya, hingga menggugurkan
dedaunan dari pohon yang tumbuh di depan gua.
Si Bayangan Setan merasa seluruh aliran darahnya
mendadak terhenti. Lelaki berbaju merah sebenarnya
kejam, seolah kini bagai tikus got bertemu kucing.
Mengkeret mendengar bentakan menggelegar dari mulut
keriput Serigala Mata Iblis. Jantungnya baga hendak copot
dari tempatnya. Ketika bentakan keras itu terdengar sekali
lagi, laksana disengat kalajengking, si Bayangan Setan
berkelebat masuk kembali ke dalam gua.
Begitu di dalam gua, tampak lelaki berambut merah
itu sedang berdiri tegak dengan kedua kaki terbuka.
Matanya yang memancarkan sinar merah seolah hendak
menelannya bulat-bulat. Tulang-tulang pipinya yang bagai
tonjolan batu karang, menambah keangkeran wajahnya.
Bodoh! bentak Serigala Mata Iblis menggelegar,
membuat si Bayangan Setan menjadi ciut. Dinding gua itu
bagai bergetar. Pemuda itu bukan Pendekar Slebor, tahu...!
Si Bayangan Setan mendongak. Dan seketika
kepalanya menunduk ketika melihat tatapan Serigala Mata
Iblis terhujam tepat pada bola matanya.
Maksud.... Ketua, bagaimana tanyanya terbata.
Sesuatu yang tidak enak sudah bertalu-talu dalam
hati lelaki berbaju merah. Lebih khawatir lagi ketika
melihat hewan berkaki empat itu sudah berdiri tegak
dengan memperlihatkan taring-taringnya.
Haram jadah! Ke mana otakmu itu, hah! Sia-sia
sekali kerjamu! Pemuda ini bukan Pendekar Slebor, tahu!
maki Serigala Mata Iblis berang.
Tetapi....
Dess...!
Brakk...!
Tanpa terlihat bagaimana kejadiannya, tahu-tahu
tubuh si Bayangan Setan sudah tersuruk ke belakang,
langsung menabrak keras dinding gua. Tulang
punggungnya terasa seperti patah.
Laknat! Perhatikan baik-baik! bentak Serigala Mata
Iblis yang tadi menghantam tubuh si Bayangan Setan.
Pendekar Slebor memiliki tenaga 'inti petir' dalam
tubuhnya! Tenaga 'inti petir' itulah yang ku-inginkan, agar
kekuatan dalam tubuhku semakin berlipat ganda! Karena,
tak seorang pun di dunia ini yang memiliki tenaga 'inti
petir', kecuali Pendekar Slebor! Dengan kekuatan tenaga
'inti petir' yang kudapatkan dari pemuda sialan itu, akan
kuhancurkan dan kukubur Lembah Kutukan tempat asal
Pendekar Slebor! Bila Lembah Kutukan masih ada, aku tak
akan pernah bisa ke mana-mana dalam jarak sepuluh ribu
tombak dari Lembah Kutukan. Puluhan tahun yang lalu,
Eyang Ki Saptacakra penguasa Lembah Kutukan, telah
menurunkan kutuknya kepadaku! Karena ulahnya itulah
aku berdiam di Jurang Kematian ini. Untung saja aku
mampu memperdalam seluruh ilmu yang kumiliki. Setelah
kudengar tentang seorang pendekar yang berjuluk
Pendekar Slebor dan berasal dari Lembah Kutukan,
semangat hidupku bagai tumbuh kembali. Dendamku pada
Ki Saptacakra akan kutuntaskan segera. Bila Lembah
Kutukan hancur, maka aku bebas berbuat apa saja pada
jarak berapa pun juga dari Lembah Kutukan! Bayangan
Setan! Kau akan mendapatkan upah dari perbuatan
bodohmu ini!
Si Bayangan Setan langsung bersujud di depan laki-
laki berjubah merah yang sedang menggeram marah.
Hatinya kebat-kebit tak menentu. Sukmanya bagai sudah
berada di ujung tenggorokan.
Ampuni aku, Ketua.... Aku memang belum mengenal
siapa Pendekar Slebor sebenarnya. Yang kuketahui
hanyalah, pemuda itu berpakaian hijau pupus dan berkain
corak catur pada bahunya, kilahnya dengan suara pelan
sarat kengerian. Kini baru disadari kebodohannya, ketika
teringat mengapa pemuda itu menyerangnya dengan golok
Bahkan dengan mudahnya pemuda itu bisa dijatuhkannya.
Bodoh! Begitu banyak orang yang berpakaian sama
dan berkain corak catur. Dan yang tak pernah kumengerti,
mengapa otakmu menjadi bebal seperti itu. Kalaupun ada
orang bodoh, tidak seperti kau, Manusia Bodoh!
Maafkan aku, Ketua.... Kelalaian ini memang hanya
aku yang bisa menebusnya, ucap si Bayangan Setan,
penuh iba.
Serigala Mata Iblis menggeram.
Baik! Kali ini kau akan kuampuni! Tetapi dalam
waktu tujuh hari, kau sudah harus membawa Pendekar
Slebor ke sini. Kalau lalai lagi dalam menjalankan
tugasmu, maka kau akan menjadi santapan lezat
peliharaanku itu!
Secepat kilat kepala si Bayangan Setan
mengangguk-angguk. Lalu dengan hati-hati dan masih
menahan nyeri di punggungnya dia berdiri. Diambilnya
sosok Sudira yang masih pingsan.
Ternyata pemuda ini dan gadis yang bernama
Nuning memang benar. Mereka telah berusaha men-
jelaskan kalau pemuda ini bukan Pendekar Slebor. Hhh!
Masa bodoh! Gara-gara dia mengenakan pakaian berwarna
hijau pupus dan mengenakan kain bereorak catur, aku jadi
kena marah manusia sialan itu, desisnya dalam hati.
Jangan ganggu semadiku lagi dengan perbuatan
tolol semacam ini! desis Serigala Mata Iblis, lalu
menggerakkan jubah merahnya bagai menutupi tubuhnya.
Dan....
Plas!
Saat itu pula tubuh Serigala Mata Iblis lenyap begitu
saja dari pandangan si Bayangan Setan. Lelaki berbaju
merah itu kini bisa menghela napas lega. Tanpa
membuang waktu lagi, tubuhnya segera berkelebat keluar
dari gua. Terutama, ketika melihat serigala besar yang
sudah melangkah mendekatinya.
Si Bayangan Setan membawa tubuh Sudira ke atas
Jurang Kematian, dan terus menuju hutan yang berjarak
seribu tombak dari jurang mengerikan itu. Dengan
perasaan muak, dibantingnya tubuh Sudira ke tanah.
Nasib pemuda itu sungguh sial. Pertama harus
menderita sakit di sekujur tubuhnya dan pingsan yang
berkepanjangan Kedau akan menerima ajal di tangan si
Bayangan Setan yang hendak melampiaskan
kekesalannya.
Lebih baik kau mampus daripada menyusahkanku!
bentak si Bayangan Setan bengis. Lalu perlahan-lahan
tangannya yang telah dialirkan tenaga dalam terangkat.
Dan perlahan-lahan pula, siap diturunkan untuk
mengepruk kepala Sudira.
Namun belum lagi sempat bertindak....
Kematian bukan di tangan manusia! Namun di
tangan Yang Maha Kuasa! Maka bila ada yang
menginginkan ajal sebelum waktunya, maka sudah tentu
dia adalah orang laknat!
Si Bayangan Setan memutar tubuhnya begitu
mendengar sebuah suara. Wajahnya yang geram semakin
bertambah geram. Rambut panjangnya bagai berdiri
dengan tubuh bergetar.
Di hadapan si Bayangan Setan berdiri satu lelaki tua
bertubuh bongkok dengan raut wajah penuh keriput.
Rambutnya yang putih panjang teratur rapi. Sementara
pakaiannya yang berwarna putih terbuka di bagian dada,
hingga memperlihatkan deretan tulang pada dadanya. Di
tangannya terdapat sebuah tongkat untuk menopang
tubuhnya saat melangkah. Sorot matanya tajam. Namun,
bibirnya selalu menyunggingkan senyum.
Si. Bayangan Setan merandek marah, meskipun
diam-diam terkejut karena tak mendengar kemunculan
lelaki tua itu. Dan itu baru disadarinya ketika di
sekelilingnya mendadak berubah menjadi temaram. Ketika
kepalanya mendongakke atas, matahari yang telah berada
tepat di atas ubun-ubun, bagai redup sinarnya. Apakah
sinar matahari yang mendadak redup ini disebabkan
kemunculan lelaki tua berbaju putih ini
Akan tetapi, karena merasa terganggu oleh
kedatangan lelaki tua ini sehingga si Bayangan Setan
mengurungkan niatnya untuk membunuh Sudira.
Sementara kemarahannya pun telah menggelegak.
Setan alas! bentak si Bayangan Setan keras dengan
mata seperti hendak meloncat dari tempatnya. Siapa kau
yang lancang hendak mencampuri urusanku ini!
***
5
Sudah satu hari satu malam Pendekar Slebor
mencari, namun sampai sejauh ini belum menemukan
tanda-tanda di mana Serigala Mata Iblis berada.
Di tepi sebuah sungai yang mengalir jernih dan
dipenuhi pepohonan rindang, Pendekar Slebor
menghentikan langkahnya. Namun mendadak....
Wusss!
Andika tersentak. Seketika tubuhnya melenting
dengan kecepatan luar biasa, ketika melesat angin keras
yang mengeluarkan suara bergemuruh.
Blarrr!
Angin itu langsung menghantam tanah tempat si
pemuda berdiri, hingga menciptakan sebuah lubang!
Sinting! Apa-apaan ini! maki Andika sambil bersiaga.
Rasanya Andika tak suka menumpuk dosa. Tapi
kenapa selalu apes saja
Bocah gendeng! Mau apa kau berlama-lama di
tempat seperti ini! Apakah akan kau biarkan Serigala Mata
Iblis menghancurkan tempat asalmu itu, Lembah Kutukan!
Dari sikap penuh siaga, Andika kembali
mengendorkan urat-urat tegangnya. Keningnya berkerut,
mencoba menebak dari mana asal suara yang didengarnya
barusan. Tetapi setelah tak menemukan siapa-siapa, jadi
jengkel sendiri.
Hei! Apakah wajahmu begitu jelek sekali hingga malu
berhadapan denganku balas Andika, tak kalah sengit.
Sialan! Hei, Kampret! Berjalanlah kau ke arah timur!
Di sana kau akan melewati sebuah hutan besar. Lalu, kau
akan menemukan sebuah jurang yang disebut Jurang
Kematian! Di sanalah kau akan menemukan tempat
Serigala Mata Iblis!
Andika tak mau percaya begitu saja. Yang jelas, dia
ingin melihat batang hidung orang yang berbicara tanpa
wujud. Tetapi, rasa-rasanya suara orang barusan pernah
dikenalnya. Entah di mana.
Ah, sudahlah. Kalau kau tak muncul, lebih baik aku
pergi. Urusanku masih banyak. Kini ditambah lagi dengan
urusanmu, pancing Andika.
Dasar pemuda keras kepala! Apakah kau akan
membiarkan Siluman Hutan Waringin muncul kembali ke
dunia nyata! kata suara itu lagi beriring dengusan.
Ha ha ha...!
Tiba-tiba saja Andika tertawa keras. Saking kerasnya,
beberapa ekor burung yang hinggap di pohon-pohon sekitar
tempat ini langsung tunggang langgang. Bukan karena
takut, tapi kaget mendengar suara tak merdu itu. Gendeng!
Eyang.... Apakah kau akan hidup seperti tikus di
dalam tanah terus menerus tukas Andika. Ha ha ha....
Namanya juga orang sudah bau tanah. Jadi memang
pantas untuk hidup di dalam tanah!
Hei, Pemuda Urakan. Biar hidup dalam tanah, aku
masih mempergunakan otak! Bila aku muncul di dunia
nyata, maka Siluman Hutan Waringin yang sampai saat ini
masih mengejar-ngejar aku, pasti akan muncul dan
membuat keonaran seperti dulu lagi!
Andika tertawa kembali. Dia tahu siapa orang yang
bersuara itu. Sudah pasti laki-laki tua yang tak lain Eyang
Sasongko Murti. Si tua bangkotan itu pernah ditemuinya
secara tak sengaja ketika Pendekar Slebor terdampar di
Alam Sunyi, sebuah alam yang merupakan penjara milik
Siluman Hutan Waringin (Silakan baca Neraka di Keraton
Barat).
Sampai saat ini, Eyang Sasongko Murti memang
tidak akan muncul di dunia nyata, karena masih dikejar-
kejar Siluman Hutan Waringin yang kemunculannya pernah
menggegerkan dunia persilatan. Itulah sebabnya, lelaki
bangkotan itu merelakan diri untuk hidup di bawah tanah.
Dengan ilmu bangsa siluman yang dimilikinya, hidup di
bawah tanah bukanlah suatu hal yang sulit.
Tunggu..., tunggu, Eyang. Terus terang aku tidak
mengerti kata-katamu tadi. Kau mengatakan, Serigala
Mata Iblis hendak menghancurkan Lembah Kutukan
Aku hanya mengetahuinya sedikit saja. Karena
kebetulan waktu itu melewati bawah tanah tempat
kediamannya. Manusia yang memiliki ilmu bangsa serigala
itu terkena kutukan eyang buyutmu, Ki Saptacakra. Untuk
menghilangkan kutukan, jalan satu-satunya harus
menghancurkan Lembah Kutukan.
Kalau begitu, biar saja dia pergi ke Lembah Kutukan.
Siapa tahu dia jadi manusia panggang, karena tersambar
lidah petir yang sangat dahsyat.
Ah! Bor, Bor! Kau harus menyelamatkan Lembah
Kutukan dari kehancuran, Tolol! Apalagi, kaupun
dibesarkan di sana!
Andika memasang wajah cemberut. Jelek sekali.
Benaknya kontan membayangkan saat dirinya digembleng
untuk menjadi seorang pendekar. Di sana, sumpah telah
terucap. Dia tak ingin kembali lagi ke sana. Siapa sudi
disambar lidah petir yang mengerikan Namun saat
mendengar ada orang yang hendak menghancurkan
Lembah Kutukan, hatinya pun tergugah. Untuk sementara,
masalah sumpah bisa disingkirkan. Yang jelas dia tak sudi
Lembah Kutukan dihancurkan orang usil.
Tapi, apa iya Serigala Mata Iblis mampu
menghancurkan Lembah Kutukan Andika saja yang sudah
hafal seluk beluk Lembah Kutukan, berpikir ribuan kali
untuk datang kembali ke sana. Apalagi orang lain yang
belum mengetahui selahnya
Wah.... Kalau begitu, Serigala Mata Iblis pasti punya
kekuatan dahsyat untuk menghancurkan Lembah Kutukan.
Ah, itu pasti gertak sambel saja. Dengan tenaga apa dia
bisa melakukannya
Bor, Bor! Otak bodohmu kok terus dipelihara, sih
Apakah kau tidak tahu, kalau dia menginginkan dirimu
Hah Sudah edan, kali! Aku ini kan lelaki! Kalau dia
menginginkan aku, sama saja main anggar dong
Sialan! Memang susah bicara dengan orang gendeng
sepertimu! Bor, ketahuilah.... Bila dia berhasil
menangkapmu, maka dia akan menyirap seluruh tenaga
'inti petir' yang ada dalam tubuhmu. Dengan tenaga 'inti
petir' itu, maka dia memiliki kemampuan yang lebih tinggi
lagi. Jutaan lidah api yang ada di Lembah Kutukan, dengan
mudah akan dihindarinya. Bahkan mungkin akan
dipermainkannya. Dan saat itulah Lembah Kutukan akan
dihancurkannya!
Andika terdiam seraya mendesah dalam hati.
Apakah ini merupakan sebuah rencana yang hendak
dijalankan Serigala Mata Iblis yang seperti dikatakan
Bidadari Tangan Maut
Hati si pemuda pewaris ilmu Pendekar Lembah
Kutukan terbakar. Wajahnya sampai merona merah karena
geram memikirkan manusia laknat Serigala Mata Iblis yang
berniat menghancurkan Lembah Kutukan.
Eyang.... Bagaimana caranya menemukan Serigala
Mata Iblis
Aku hanya sekali lewat di bawah tanah Jurang
Kematian. Dan aku sulit untuk menentukan di mana dia
berada. Yang pasti, tempat tinggalnya adalah Jurang
Kematian.
Kalau begitu... aku akan ke sana sekarang juga.
Ingat, Bor.... Sekali kau tertangkap... maka akan
hancurlah tempat penggemblenganmu. Dan bila Lembah
Kutukan berhasil dihancurkan manusia keparat itu, maka
kutukan yang melekat pada tubuhnya secara langsung
akan menghilang. Secara tidak langsung, kesaktian
Serigala Mata Iblis akan berlipat ganda. Dengan cara
seperti itulah dia akan berusaha melanjutkan niat lamanya
yang pernah mus nah di tangan Ki Saptacakra untuk
menguasai rimba persilatan!
Eyang.... Bukankah di sana ada eyang buyutku yang
tentu tak akan membiarkan Serigala Mata Iblis
menghancurkan Lembah Kutukan
Goblok! Apakah kau akan membiarkan orang tua
agung itu ikut campur dalam masalah seperti ini!
Andika nyengir mendengar bentakan Eyang
Sasongko Murti.
Aku mengerti, Eyang. Maksudku... hei!
Saat itu pula samar-samar Andika mendengar suara
menggeram keras dari dasar tanah yang terdalam.
Tubuhnya sampai berjingkat ketika tanah yang dipijaknya
terasa bergoyang.
Busyet! Siluman Hutan Waringin pasti sudah
menemukan Eyang Sasongko Murti. Ah! Entah sampai
kapan lelaki tua bijaksana itu hidup damai di alam nyata
seperti diriku ini....
Si pemuda mendesah. Dibayangkannya bagaimana
sulitnya Eyang Sasongko Murti menghindari kejaran
Siluman Hutan Waringin yang menginginkan kematiannya.
Andika tahu, Eyang Sasongko Murti tak akan pernah
mau muncul di dunia nyata. Bila dia sampai muncul,
secara tak langsung memancing keluar Siluman Hutan
Waringin yang pernah menggemparkan dunia persilatan.
Eyang.... Mudah-mudahan kau tak selamanya jadi
cacing tanah, desahnya, ngawur. Biar bagaimanapun juga,
secara tidak langsung Eyang Sasongko Murti termasuk
guru Pendekar Slebor. Karena, lelaki tua bangkotan itu
telah menurunkan ajian bangsa siluman yang mengerikan
(Baca Siluman Hutan Waringin).
Andika mendesis pendek. Matahari semakin
beranjak dari tempatnya.
Kalau begitu... aku harus berhati-hati sekarang.
Sekali aku lengah, Lembah Kutukan akan hancur. Tak akan
kubiarkan manusia sesat itu untuk menghancurkannya!
Seperti yang dikatakan Eyang Sasongko Murti tadi,
Andika pun berkelebat ke arah timur.
***
6
Si Bayangan Setan menggeram penuh amarah,
karena niatnya untuk membunuh Sudira tertunda oleh
orang tua berpakaian putih dengan sebuah tongkat di
tangan kanan. Sikap lelaki tua itu tetap tenang. Seolah tak
disadari kalau kawah amarah dalam dada si Bayangan
Setan siap meledak.
Membunuh adalah pekerjaan paling hina dimuka
bumi ini. Setan telah mengikuti dan merasuki jiwa manusia
hingga tak lagi menyayangi sesamanya, sindir lelaki tua itu
disertai senyum.
Si Bayangan Setan menatap sengit lelaki tua tiga
tombak di hadapannya. Kekesalan dan amarah akibat
dibentak Serigala Mata Iblis sebelumnya, siap dilimpahkan
pada si tua itu.
Orang tua laknat! Lebih baik minggat dari sini
sebelum kau terkubur selama-lamanya dalam tanah! maki
si Bayangan Setan bengis dengan dada naik turun.
Si tua berbaju putih itu menggelengkan kepalanya.
Namun bibirnya tetap menyungging senyum.
Kesombongan hanya datang pada orang-orang
lemah. Kemarahan hanya bisa ditahan dengan kesabaran.
Seharusnya kau tinggalkan tempat ini sebelum semua yang
tak diinginkan terjadi. Bangsat!
Meledaklah amarah si Bayangan Setan mendengar
kata-kata itu. Dia paling tidak suka diremehkan. Untuk saat
ini, yang boleh meremehkannya hanyalah Serigala Mata
Iblis yang telah mengalahkannya. Maka tanpa banyak
cakap lagi tubuhnya melesat cepat laksana setan
menerkain. Angin kencang yang menebarkan hawa panas
mengiringi melepaskan satu tendangan cepat ke wajah si
tua berbaju putih yang masih tak bergeming sedikit pun.
Namun sesuatu yang di luar dugaan terjadi. Dengan
ringannya, si tua berbaju putih menggerakkan tongkatnya
ke atas, menahan tendangan si Bayangan Setan.
Tak!
Lalu tanpa terlihat bagaimana tongkatnya bergerak,
tahu-tahu ujung tongkat kusam itu telah menggedor dada
si Bayangan Setan.
Desss!
Si Bayangan Setan terkejut. Namun tubuhnya sudah
terhuyung ke belakang.
Setan alas! maki si Bayangan Setan sambil
memegang dadanya.
Sudah kukatakan tadi, lebih baik tinggalkan tempat
ini. Karena, kesabaran itu masih kumiliki.., ujar si tua itu
lagi.
Si Bayangan Setan mendengus gusar. Dia semakin
merasa aneh ketika menyadari betapa alam bukan hanya
berubah menjadi redup, bahkan ber-angsur-angsur begitu
temaram sekali. Dan bagai disa-dari oleh sesuatu, dia
terjingkat dengan kedua mata melotot. Satu ingatan
membias di benaknya.
Hhh! Rupanya aku berhadapan dengan Eyang
Purnama, seorang tokoh yang tak bertempat tinggal!
dengus si Bayangan Setan.
Lelaki tua yang dikenal sebagai Eyang Purnama
tetap tersenyum.
Kau benar. Dan bila aku tidak salah, pasti kau lah
yang berjuluk si Bayangan Setan, sahut Eyang Purnama.
Lelaki berambut panjang berjuluk si Bayangan Setan
terbahak-bahak. Terus terang hatinya bangga bila ada yang
mengenal julukannya. Kebanggaan itu pun bertambah
ketika mengetahui julukannya dikenal seorang tokoh tinggi
seperti Eyang Purnama. Hanya saja, kebanggaannya
berbalur kemarahan.
Nama besar Eyang Purnama telah lama kudengar.
Seperti pula kudengar nama besar Pendekar Dungu, lelaki
Berbulu Hitam, Raja Penyamar, Hakim Tanpa Wajah yang
mampus di Mesir, Penghui Segala Ilmu, dan seorang tokoh
kejam dari golongan sesat yang berjuluk Camar Hitam. Dan
tak kusangka, tokoh tinggi seperti kau telah muncul di sini.
Apakah kau sudah tak melihat lagi Alam Kegelapan di
mana kau berada sindir si Bayangan Setan. Eyang
Purnama tersenyum. Dunia kegelapan yang kumiliki
tetaplah sebuah tempat yang nyaman untukku. Dan bila di
dunia nyata keadaannya seperti ini, apakah aku harus
berdiam lebih lama di dunia kegelapan tukas Eyang
Purnama pelan. Si tua ini memang tak diketahui di mana
menetapnya. Namun dia selalu menyebut tempat
tinggalnya sebagai Alam Kegelapan.
Si Bayangan Setan terbahak-bahak Orang tua
keparat! Masih ingatkah kau dengan Ni Muntiti alias
Pesolek Tongkat Naga seru si Bayangan Setan.
Sudah tentu aku tak akan pernah melupakan wanita
kejam itu...
Perlu kau ketahui.... PesolekTongkat Naga adalah
kakak serguruanku yang masih menyimpan dendam
bertahun-tahun lamanya padamu. Nah! Bersiaplah
sekarang. Aku akan menuntaskan dendamnya sekaligus
membungkam mulut usilmu itu!
Eyang Purnama tersenyum masygul. Dia teringat
pada musuh bebuyutannya yang berjuluk Pesolek Tongkat
Naga. Ketika meninggalkan alam kegelapannya, si tua
bijaksana ini pernah kembali bertarung dengan Pesolek
Tongkat Naga. Dan lagi-lagi, tak ada yang menang atau
kalah (Untuk mengetahui lebih jelas siapa Eyang Purnama
dan Pesolek Tongkat Naga, silakan baca Iblis Penghela
Kereta).
Dendam memang membuat manusia lupa. Tak ada
yang akan bisa mengakhiri, selain hati nurani.
Orang tua busuk! Setan alas! Telingaku bisa pecah
bila mendengar ceramah busuk dari orang sepertimu!
bentak si Bayangan Setan.
Seketika lelaki berambut panjang ini berkelebat
kembali. Menyadari lawannya bukanlah orang
sembarangan, segera dipergunakannya ajian 'Setan
Kangkangi Kawah'. Sebuah ajian yang mempergunakan
kecepatan luar biasa dengan selalu mempergunakan
kedua kaki saat menyerang. Dan kedua kakinya
digerakkan, tenaga yang keluar bukan main dahsyatnya.
Batu sebesar gajah pun akan menjadi debu bila tergempur.
Bed! Bed!
Melihat lawan mengeluarkan ajian, Eyang Purnama
bukan hanya menggerakkan tongkatnya. Namun, juga
mempergunakan kecepatan untuk menghindari serangan
mengerikan itu. Dari jarak tiga tombak saja, angin yang
keluar dari serangan si Bayangan Setan terasa
menggiriskan.
Terpaksa Eyang Purnama berlompatan, menghindari
serangan dahsyat itu.
Mau ke mana kau, Orang Tua ejek si Bayangan
Setan sambil terbahak-bahak, menyaksikan Eyang
Purnama pontang-panting.
Namun, si tua berbaju putih yang pernah meng-
gemparkan dunia persilatan puluhan tahun lalu, tetap
memiliki kemampuan lebih ketimbang si Bayangan Setan.
Ketika kedua kaki dahsyat si Bayangan Setan
menderu ke arahnya, mendadak saja tongkatnya di putar.
Maka secara aneh tongkat itu melesat bagai baling-baling
ke arah si Bayangan Setan.
Namun si Bayangan Setan tak menghindar atau
mengurungkan serangannya. Tubuhnya tetap meluncur
cepat. Karena dalam pikirnya, sekali sentak saja tongkat
itu akan menjadi serpihan.
Trak! Trak!
Ohhh!
Si Bayangan Setan mengeluarkan keluhan
tersendat. Cepat tubuhnya diputar ke samping, lalu
bergulingan. Namun tongkat butut itu melayang lagi ke
arahnya. Kali ini si Bayangan Setanyang dikeluarkan-nya
tak cuma dengusan, tetapi juga makian keras. Karena,
tongkat butut itu seolah menjadi sebuah tameng sangat
dahsyat yang tak hancur terkena tendangannya.
“Tongkat keparat!” maki si Bayangan Setan kalang
kabut.
Si lelaki rambut panjang itu berusaha menahan
pusaran tongkat Eyang Purnama. Namun semakin
berusaha, semakin susah payah menghindarinya. Bahkan
tanpa ampun lagi....
Tak! Tak!
Berkali-kali si Bayangan Setan terhantam tongkat
butut, bagai kucing kepergok menggondol sekerat
dendeng. Sakitnya bukan alang kepalang. Apalagi tongkat
butut itu telah dialiri tenaga dalam tinggi oleh Eyang
Purnama.
Sementara, si tua berbaju putih ini masih tetap
berdiri. Kalau biasanya selalu tersenyum ramah, namun
kali ini terlihat getir. Dia terkadang tak pernah mengerti,
mengapa begitu banyak orang-orang yang mempergunakan
kepandaian justru untuk menyakiti sesama.
Sementara itu, si Bayangan Setan bukan hanya
kalang kabut menghindari hantaman tongkat, tapi juga
berteriak-teriak kesakitan. Untuk mengatasinya sudah pasti
dia merasa tak akan mampu. Maka jalan satu-satunya
memang harus melarikan diri.
Berpikir demikian, mendadak saja si Bayangan
Setan bergulingan ke samping dengan kaki berusaha
menahan tongkat.
Trak! Tak!
Si Bayangan Setan tak peduli lagi, betapa sakitnya
benturan yang dirasakan. Dan secepat kilat tangannya
bergerak ke arah Eyang Purnama.
Wuusss...!
Saat itu pula, melesat angin dahsyat bagai topan ke
arah Eyang Purnama.
Seketika si tua bangkotan ini bergeser ke kiri, hingga
pukulan jarak jauh itu lewat dari sasarannya.
Namun akibat bergesernya tubuhnya tadi, mau tak
mau tenaga dalam yang mengendalikan tongkat sedikit
menurun. Kesempatan itu pun dipergunakan si Bayangan
Setan untuk melesat meninggalkan tempat itu dengan
tunggang langgang.
Eyang Purnama yang memang memiliki
kebijaksanaan tinggi dan hati bersih, tak bermaksud
mengejar. Sudah cukup baginya bila telah memberi
pelajaran pada si Bayangan Setan.
Tangan si tua ini bergerak ke arah tongkatnya yang
masih melayang-layang. Dan bagai ada tenaga besar yang
menariknya, tongkat butut itu melesat ke arahnya.
Tap!
Dengan ringan Eyang Purnama menangkap tongkat
yang pantasnya untuk menggebuk tikus itu.
Aku tak pernah mengerti, mengapa setiap manusia
mempunyai keinginan untuk menguasai manusia lain. Ah!
Sekian lama aku hidup di dunia ini, masih belum
kudapatkan jawaban yang tepat. Kecuali, keserakahan dan
kesombongan, desahnya sambil menggeleng-geleng.
Perlahan-lahan si tua bijaksana itu menghampiri
sosok Sudira yang masih pingsan; Diperiksanya tubuh
pemuda itu dengan hati-hati. Dalam sekali lihat saja, dia
tahu betapa parahnya luka yang dialami S udira. Namun
Eyang Purnama terkejut, ketika melihat rupa pemuda itu.
“Demi Tuhan.... Apakah ini Pendekar Slebor?” desah
si tua ini dengan kening berkerut. Wajahnya mirip sekali
dengan pemuda urakan dari Lembah Kutukan itu. Aku
memang baru sekali bertemu dengannya. Namun aku
yakin, wajah pemuda ini mirip sekali dengan wajah
Pendekar Slebor....
Untuk membuktikan ucapannya, Eyang Purnama
memegang jempol kaki pemuda yang tengah pingsan di
hadapannya. Dialirkannya tenaga dalamnya sedikit.
Bahunya dijadikan sebagai perantara aliran tenaga dari
tangan kanan ke tangan kiri yang memegang tanah. Lalu
disentaknya tenaga dalam itu.
Sesaat terlihat laki-laki tua itu menggeleng-geleng.
“Tidak! Pemuda ini bukan Pendekar Slebor. Kebetulan
wajahnya hanya mirip saja. Pemuda pewaris ilmu Pendekar
Lembah Kutukan itu memiliki tenaga 'inti petir' pada
tubuhnya. Dan aku tidak merasakan sengatan apa-apa dari
tubuh pemuda yang tergolek ini. Ah.... Malang sekali nasib
pemuda ini.... Aku harus segera mengobatinya. Kalau tidak,
dia tak akan pernah lagi sadar dari pingsannya....” Si tua ini
segera mengangkat tubuh Sudira.
Hmm, apakah ini tabir mimpi yang menyebabkan
aku harus keluar dari Alam Kegelapan Sebaiknya, kubawa
saja pemuda ini ke Alam Kegelapan. Rasanya, aku telah
mendapatkan apa yang selama ini kuidamkan. Kalau
pemuda ini lolos dari segala persyaratanku, aku tak akan
ragu lagi menurunkan seluruh ilmu yang kumiliki
padanya.... Karena, usiaku sudah lanjut. Jadi, harus ada
yang mewariskan seluruh kepandaianku....
***
7
Bila yang dikatakan Eyang Sasongko Murti benar,
berarti keadaannya memang benar-benar gawat. Kutu
kampret. Tak akan kubiarkan siapa saja yang berniat
menghancurkan Lembah Kutukan. Hm…..
Serigala Mata Bongsang pun tak kubiarkan dekat-
dekat dengan lembah itu. Apalagi Serigala Mata Setan.
Purnama tinggal sepuluh hari lagi, berarti pertarungan
Bidadari Tangan Maut dengan Serigala Mata Iblis akan
dilaksanakan. Hanya saja, mengapa Serigala Mata Iblis
tidak membunuh Bidadari Tangan Maut selagi punya
kesempatan Ah! Teka-teki sial itu memang menyulitkan
otakku saja! rutuk Andika ketika tengah beristirahat di
bawah sebuah pohon.
Pendekar Slebor lantas teringat pada kakak Nuning
yang sampai saat ini tidak tahu berada di mana. Hatinya
pun cemas. Di samping itu dia ingin mengetahui, seperti
apa wajah Sudira yang dikatakan mirip dengan wajahnya.
Tak mungkin! Tak Mungkin dia mirip denganku. Pasti
aku yang lebih ganteng! Enak saja meniru-niru wajahku.
Apa dia tak suka memilih wajah lain. Yah... seperti kampret
misalnya..., gumamnya.
Otak jahil Andika mulai membayangkan wajah Sudira
yang mirip dengannya. Lantas wajah itu dipadukan dengan
wajah kampret. Dan Andika pun nyengir sendiri.
Namun itu tak lama. Sejurus kemudian otak
warasnya mulai bekerja lagi.
Pemuda itu pasti berada di tangan Serigala Mata
Iblis. Tapi di mana Jurang Kematian berada Memang
banyak jurang yang kulalui. Tetapi apakah salah satunya
adalah Jurang Kematian Sial! Sial! Apa lagi bila memikirkan
nasib Sudira. Bila Serigala Mata Iblis tahu kalau dia
bukanlah diriku yang dikehendaki, bisa gawat urusannya.
Monyet pitak!
Si pemuda urakan ini segera menyelonjorkan kedua
kaki dan kedua tangan yang dijadikan tumpuan kepala.
Namun baru saja matanya hendak memejam,
pendengarannya yang tajam menangkap geraman
menggetarkan.
Seketika Pendekar Slebor terbangun kembali.
Hm… Dengkuran siapa itu Mirip suara binatang buas
Kalau dengkurannya saja begitu keras, bagaimana
orangnya Atau itu memang dengkuran binatang buas! Eh,
bukan! Itu pasti gerengan binatang buas.... Hm....
Sebaiknya aku bersiap saja, karena bisa-bisa bahaya lain
akan mengancamku.... Ya, dari atas pohon ini aku bisa
melihat makhluk apa yang datang.
Berpikir demikian, Andika siap mengempos tubuhnya
ke atas pohon. Namun sebelum bertindak satu bayangan
coklat berkaki empat sudah meloncat dari balik semak. Si
pemuda melengak melihat satu wujud menyeramkan
dengan sorot mata memancarkan sinar kemarahan.
Mata tajam Andika seolah terganjal sebatang lidi,
sehingga tak kuasa untuk terpejam. Kedua alisnya yang
seperti kepakan sayap elang terangkat dan bagai menyatu.
Gila! Seekor serigala! Besar sekali Pasti ini biangnya
serigala. Dari matanya yang memancarkan sinar kematian,
pasti dia tidak bermaks ud baik!
Serigala buas di hadapan Andika memang tak lain
peliharaan Serigala Mata Iblis yang bernama Raja Serigala.
Hewan buas itu memang sudah terlatih menjadi pembunuh
yang kejam dan pengawal yang tangguh. Kalau binatang
buas itu sampai keluar dari persembunyiannya, bisa
dipastikan akan timbul korban mengenaskan. Akankah
Pendekar Slebor menjadi korbannya Dari dasar Jurang
Kematian telinga serigala yang tajam ini mampu
mendengar suara pertarungan pada jarak ratusan tombak.
Penciumannya menangkap bau si Bayangan Setan yang
sedang dihajar orang lain yang juga tercium baunya.
Raja Serigala tahu, kalau si Bayangan Setan yang
merupakan salah seorang kaki tangan majikannya itu
dalam bahaya. Makanya dia segera keluar dari tempatnya
untuk mengetahui apa yang ditangkap telinganya.
Namun ketika tiba di sana, penciuman si serigala
menangkap bau tubuh lain. Dan sekarang, sosok tubuh itu
telah nampak di depan mata tajamnya. Tubuh Pendekar
Slebor!
Dari rasa terkejutnya, Andika menggaruk-garuk
kepalanya yang tidak gatal.
Tak pernah kusangka kalau di hutan seperti ini hidup
serigala lapar. Bisa berabe kalau aku tidak segera
menghindar.... Sebaiknya....
Graung...!
Belum lagi Andika memutuskan untuk berbuat
sesuatu, serigala besar itu sudah menerjang. Kedua kaki
depannya membuka, siap mencakar tubuh Andika.
Mulutnya yang penuh gigi setajam gergaji menganga untuk
melahap kepala si pemuda. Gerengannya yang keras
terdengar mengerikan.
Andika tercekat. Dan seketika tubuhnya dienyahkan
ke kiri.
Busyet! Apa-apan ini makinya.
Segera Pendekar Slebor bergulingan ketika serigala
itu menyergapnya kembali.
Andika berkelebat lincah, mengerahkan segenap
kecepatannya.
Kalau si Belang aku masih bisa menghadapinya,
namun menghadapi serigala buas ini sungguh membuatku
mati kutu!
Andika benar-benar kewalahan. Serigala itu
sepertinya tahu, ke mana lawannya akan bergerak.
Edan! Liur busuknya benar-benar menyengat
hidungku! Busuk!
Pendekar Slebor terus mempergunakan
kecepatannya untuk menghindari cakaran-cakaran serigala
yang bergerak laksana kilat.
Busyet! Aku harus segera melumpuhkannya! Kalau
tidak... justru aku yang jadi hidangan makan malamnya.
Berpikir demikian, dengan sekali lompat pemuda
urakan itu telah berdiri dengan jarak tiga tombak dari
serigala yang siap menerkam kembali.
Dan begitu hewan kaki empat ini melompat dengan
kemarahan membludak, Andika segera menerjang dengan
gerengan yang meniru gerengan serigala itu.
Kau kira aku tak bisa menggereng seperti
gerenganmu! sentaknya dengan tangan segera bergerak
dua kali.
Wuutt! Wuuttt!
Namun Pendekar Slebor terkejut, karena serigala itu
tahu-tahu telah melompat ke samping. Dan seperti
sentakan seekor kuda, dia berputar dengan kaki belakang
meluruk ke dada Andika.
Duk!
Aahh...!
69
Andika terjajar ke.belakang masih dengan hati tak
mengerti.
Kurang ajar! Tak akan kubiarkan kau merajam
diriku! dengus si pemuda.
Sementara itu serigala yang merasa bisa
mendapatkan sasarannya sekarang, langsung memutar
tubuhnya, menghadap ke arah Pendekar Slebor lagi.
Mulutnya membuka. Taring tajamnya dipamerkan dengan
liur semakin meleleh. Dikawal gerengan kuat, dia
menerjang kembali.
Grrrhhh!
Kali ini Andika yang merasa harus bertindak cepat,
kembali melompat menyongsong. Bukan tangannya yang
bergerak, melainkan kakinya.
Wusss!
Serigala itu berbuat seperti pertama kali bertindak.
Namun kali ini Andika tak mau tertipu lagi. Ketika hewan
itu memutar tubuhnya dan siap menghentakkan kaki
belakangnya, si pemuda cepat bersalto melewatinya. Dan
seketika itu pula tangan kanannya bergerak.
Duk!
Kaing!
Pukulan Pendekar Slebor tepat mengenai kepala
serigala yang kontan menjerit kesakitan dengan
kemarahan meluap. Sementara Andika yang sudah berdiri
kembali di tanah justru terbelalak melihatnya. . Hewan itu
ternyata hanya limbimg sejenak terkena pukulannya,
namun sesaat kemudian sudah tegak kembah dengan
tatapan nyalang.
Gila! Apakah hewan ini sudah dialiri tenaga dalam
oleh pemiliknya tanyanya tak mengerti. Atau... hewan ini
memang memiliki kulit dan daging yang kedot. Sumpah
mampus! Aku baru pertama kali melihat serigala sebesar
ini. Hewan ini harus kuberi pelajaran.
Maka kali ini Andika tak mau menunggu serangan.
Dia mendahului dengan satu terjangan cepat dengan
pengerahan tenaga 'inti petir' tingkat ketiga puluh. Lalu....
Duk!
Pukulan si pemuda tepat menghantam kepala
hewan itu. Bahkan Andika menyus uli dengan satu
tendangan makin keras.
Dess!
Kaing!
Hewan itu kontan terpental disertai suara kesakitan.
Begitu jatuh ke tanah, dia berdiri dengan gerengan pelan.
Sementara tatapannya memerah pada Andika yang masih
keheranan.
Andika mengambil keputusan. Dia merasa harus
membunuh hewan itu. Maka tubuhnya segera berkelebat
cepat. Namun di luar dugaan, hewan itu melesat minggat
dengan jalan meliku-liku. Tubuhnya berkelebatan dari satu
pohon ke pohon lain dengan rintihan kesakitan yang
memekakkan telinga.
Pemuda urakan itu pun urungkan niat mengejar. Dia
berdiri dengan kening masih berkerut.
Hm.... Aku yakin hewan itu ada yang memiliki. Dari
caranya bergerak, nampak jelas ada yang melatihnya. Yang
mengherankan, seharusnya tenaga 'inti petir' tadi bisa
menghancurkan kepalanya Namun hewan itu hanya
berteriak kesakitan saja. Monyet buduk! Apakah ada yang
mengaliri tenaga dalam pada hewan itu Kalau memang iya,
sungguh luar biasa orang yang melakukannya. Paling tidak,
dia pasti memiliki pertalian rasa dengan serigala itu.
Andika menggeleng-gelengkan kepalanya.
Siapa yang memiliki hewan itu sebenarnya desisnya
dalam hati.
Tiba-tiba Pendekar Slebor terdiam dengan kepala
tegak Satu pikifan melintas di benaknya. Kepalanya lantas
mengangguk-angguk.
Serigala Mata Iblis..., gumam Andika, tahu-tahu
Seekor serigala itu sangat terlatih. Apakah tidak mungkin
kalau hewan itu peliharaan Serigala Mata Iblis Kalau
memang iya, bisa jadi hewan keparat itu akan membawaku
ke sarang manusia laknat itu. Hmm.... Sebaiknya kususul
saja. Mudah-mudahan yang kuduga ini benar.
***
8
Lari Nenek Baju Emas berhenti ketika memasuki
hutan tempat dia bersama kedua temannya mendapatkan
Sudira yang diduga sebagai Pendekar Slebor. Nenek
berkulit keriput bagai jeruk purut itu sebenarnya tak
menyukai perintah Serigala Mata Iblis yang menyuruhnya
untuk memanggil pulang Raja Gelang Besi. Namun,
perintah dari Serigala Mata Iblis yang telah menaklukannya
jelas-jelas tak berani ditolaknya. Pikirnya, masih untung
Serigala Mata Iblis tidak membunuhnya ketika dia
dikalahkan dalam satu pertarungan maut.
Si nenek melepas pandangan lewat mata celong nya
ke penjuru tempat. Diperhatikannya tempat yang nampak
asing di matanya itu. Menurut ingatannya, tempat ini tidak
begitu berantakan. Tetapi sekarang, sepertinya tempat itu
telah diinjak-injak oleh puluhan gajah mengamuk. Namun
dia tak mempersoalkannya. Yang pasti, Raja Gelang Besi
harus cepat ditemukan dan mengajaknya kembali ke
Jurang Kematian. Di dasar hatinya yang paling dalam, dia
pun tak sabar melihat bagaimana Raja Gelang Besi akan
mendapat hukuman yang menyakitkan dari Serigala Mata
Iblis, karena berani melalaikan perintahnya.
Keparat! Di mana manusia sialan itu berada
makinya.
Nenek Baju Emas terus melangkah mencari-cari Raja
Gelang Besi. Mulutnya yang peot itu membentuk kerucut.
Wajah pesoleknya yang dihiasi kerut merut bergetar
menahan jengkel.
Hei, Raja Gelang Besi! Muncul kau! Setelah enak-
enakan menggarap gadis malang itu, sekarang
kausembunyi, hah! Ingat! Kau tak akan bisa melarikan diri
dari tangan Serigala Mata Iblis! Jangan coba-coba berbuat
yang tak menguntungkan dirimu sendiri! teriak si nenek.
Suara Nenek Baju Emas menggema di seluruh
hutan. Cukup menyentak, namun tak ada sahutan apa-apa.
Kecuali, burung-burung yang beterbangan lantaran terkejut
oleh suara sember barusan.
Nenek Baju Emas menggerutkan gerahamnya.
Haram jadah! Jangan melimpahkan nasib sialmu
kepadaku, Manusia Keparat! Kuhitung sampai tiga! Bila
kau tetap tak keluar, maka terimalah nasib malangmu di
tangan Serigala Mata Iblis! Satu....
Tak ada sosok Raja Gelang Besi yang muncul. Nenek
Baju Emas bertambah geram. Matanya yang celong ke
dalam menyipit dengan sinar mengandung kegusaran.
'Dua!
Teriakan itu kembali menggema. Dia kembali
menunggu, namun kali ini dengan rasa tak sabar yang
semakin menggelegak. Sayang, yang diharapkan belum
muncul juga. Sesaat tadi, dia mencoba mengingat-ingat di
mana waktu itu mereka berada. Dan diyakini, tempat yang
diinjaknya sekarang ini adalah tempat mereka waktu itu
berada, meskipun agak porak-poranda. Dibayangkannya,
bagaimana Raja Gelang Besi sambil terbahak-bahak
menggarap tubuh indah milik gadis yang bernama Nuning.
Setan alas! Jangan mempermainkan aku! bentak
Nenek Baju Emas keras.
Rasa benci si nenek pada Raja Gelang Besi semakin
meninggi. Apalagi mengingat nasib sial pun akan
diterimanya bila tak berhasil membawa Raja Gelang Besi
ke hadapan Serigala Mata Iblis.
Bangsat hina! Akan kuobrak-abrik hutan ini! Apakah
tenagamu sudah gempor setelah menggarap gadis itu!
Cepat keluar! Hitungan terakhir akan kuperdengarkan!
Nenek Baju Emas menunggu kembali. Pikiran pun
baru datang di benaknya. Jangan-jangan, manusia sialan
itu sudah kembali ke Jurang Kematian. Hhh! Kurang ajar!
Bisa-bisa aku yang ketiban sial!
Memikir sampai di situ, Nenek Baju Emas memutar
tubuhnya siap meninggalkan tempat itu. Namun telinganya
mendengar suara keras, membuat tubuhnya berputar
kembali.
Apakah kau lupa, kalau kau belum menyebutkan
kata 'tiga', Manusia Pengikut Iblis!
Kali ini Nenek Baju Emas nampak siaga dengan
kedua tangan terkepal. Karena, suara itu bukan suara Raja
Gelang Besi!
Wajah keriput Nenek Baju Emas tertarik ke dalam,
menampakkan kengerian bagi yang melihat. Tubuhnya
bergetar dengan kedua tangan terkepal. Langsung tenaga
dalamnya dialirkan pada kedua tangannya.
Manusia pengecut tak berani munculkan diri! Lekas
tampakkan wajah jelekmu bila tidak ingin hancur! bentak
Nenek Baju Emas sekaligus pamer tenaga dalam.
Beberapa buah daun kontan bergugur-an.
Wesss...!
Sebuah angin deras melesat, membuat Nenek Baju
Emas melompat ke samping sejauh lima tindak. Karena,
getaran angin itu bagai menggeser kedudukannya. Cepat
diaturnya keseimbangan tubuhnya.
Mata si nenek makin sipit tanpa kedip, memandang
sosok tubuh di hadapannya yang berjarak tiga tombak.
Hanya sesaat ketegangan berbalur marah landa dirinya.
Kejap berikutnya, tawanya telah berkumandang.
Bidadari Tangan Maut! Rupanya kau yang iseng
berani muncul di hadapanku! Bagus! Aku tahu... kau akan
memenuhi tantangan Serigala Mata Iblis yang kini jadi
junjunganku! Lebih baik menyerah daripada mampus
berkalang tanah dengan tubuh mengerikan!
Sosok yang baru munc ul memang Bidadari Tangan
Maut. Seperti rencananya semula, dia memang
mengantarkan Nuning ke Desa Peterongan. Namun
sebelumnya dia harus menenangkan gadis itu, karena
ingin ikut dengannya untuk mencari Sudira. Cukup susah
juga Bidadari Tangan Maut beri penjelasan pada gadis
malang itu. Dan dengan bujuk halus dan kata-kata lembut,
akhirnya Nuning mengerti.
Sebelumnya, Bidadari Tangan Maut memutuskan
untuk menunggu saat purnama, yakni tepat pada hari yang
ditentukan sesuai tantangan Siluman Mata Iblis. Tapi
setelah berpikir kalau ada orang suruhan yang akan
mencari Raja Gelang Besi, dia jadi berpikir lain.
Dan dugaan Bidadari Tangan Maut terbukti setelah
munculnya Nenek Baju Emas yang dikenal sebagai tokoh
pembuat onar yang sekarang menjadi pengikut Serigala
Mata Iblis. Sudah tentu wanita pesolek itu akan dibiarkan
kembali kepada Serigala Mata Iblis, bila berhasil
mengalahkan kaki tangan Serigala Mata Iblis, bisa
memudahkan untuk mendekati tokoh menggiriskan itu.
Bidadari Tangan Maut pun berpikir, Serigala Mata
Iblis memang bukan tandingannya. Dan dia berharap
Pendekar Sleborlah yang bisa menandinginya. Bila satu
persatu antek-antek Serigala Mata Iblis dikalahkannya,
maka kerja yang akan dilakukan Pendekar Slebor akan
langsung pada sasarannya.
Bidadari Tangan Maut tampakkan wajah tenang.
Bibirnya melepas senyum.
Maaf, aku yakin kau datang untuk mencari Raja
Gelang Batuyang bernasib sial itu. Sayang sekali, kau
terlambat. Tetapi bila kau penasaran dan ingin jumpa juga,
aku akan menunjukkan jalan.
Wanita keparat! Tingkahmu membuatku muak!
sentak Nenek Baju Emas melotot garang.
Bidadari Tangan Maut masih perlihatkan
ketenangannya.
Apakah kau tak ingin melihat Raja Gelang Besi Bila
tidak tak ada masalah! Sekarang, katakan di mana
Serigala Mata Iblis tinggal
Nenek Baju Emas memperdengarkan tawa
mengejek.
Sayang sekali, kau tak akan bisa menemuinya.
Karena, nyawamu sudah ada di tanganku!
Omong besar kadang menyesatkan. Sikap santun
lebih lumayan. Jaga mulutmu!
Setan alas! Kurobek mulutmu yang berani
membentakku!
Kemarahan Bidadari Tangan Maut sudah siap
termuntahkan. Tetapi sikapnya tetap tak menggubris
Nenek Baju Emas yang nampak siap lancarkan serangan.
Dan justru tangannya, bergerak ke atas. Wuutt...!
Serangkum angin menderu ke salah satu dahan
pohon. Wuutt! Prak!
Sebuah dahan hancur berantakan. Lalu sebuah
benda cukup besar meluncur, jatuh menimbulkan suara
keras.
Bruukk!
Mata celong Nenek Baju Emas bagai hendak
meloncat keluar.
Raja Gelang Besi! sentaknya, mengkelap.
Benda yang jatuh itu tak lain tubuh Raja Gelang Besi
yang telah menjadi mayat. Kepala Nenek Baju Emas
terangkat, menatap Bidadari Tangan Maut.
Setan alas! Kau harus bayar nyawa sahabatku itu!
bentak Nenek Baju Emas. Tubuhnya berkelebat ke arah
Bidadari Tangan Maut dengan sebuah pukulan berisi
tenaga dalam.
Bidadari Tangan Maut pun tak mau tinggal diam.
Dengan pencalan satu kaki, tubuhnya bagai meluncur
menyongsong.
Dua buah bayangan hitam dan keemasan berkelebat
cepat. Masing-masing meningkatkan tenaga dalamnya
begitu benturan siap bertemu.
Duaaarr!
Benturan tenaga dalam terjadi, menimbulkan suara
keras. Debu-debu beterbangan dan dedaunan berguguran.
Tanah yang dipijak bagai bergoyang sesaat. Bersamaan
dengan benturan terjadi, tubuh mereka tercelat ke
belakang.
Bidadari Tangan Maut segera mengatur
keseimbangan. Namun dari hidungnya mengalir darah
segar. Dadanya terasa remuk.
Lain yang dialami Nenek Baju Emas. Sungguh tak
disangka kalau Bidadari Tangan Maut memiliki tenaga
dalam satu tingkat lebih tinggi darinya. Maka tak ayal lagi,
bukan saja tubuhnya terpental ke belakang, tetapi juga
tersuruk dan ambruk celentang. Bukan hanya dari mulut
dan hidungnya saja yang mengalirkan darah, tapi juga dari
telinganya. Dada dan tangannya pun terasa patah.
Kau! sendat Nenek Baju Emas berusaha bangun.
Tubuhnya limbung sesaat sebelum menemukan
keseimbangannya kembali.
Bidadari Tangan Maut mempergunakan kesempatan
itu untuk mengatur napas dan tenaga dalam-nya.
Tinggalkan tempat ini.... Yang kuinginkan nyawa
Serigala Mata Iblis....
Setan alas! Jangan menyangka karena aku kalah
dalam sekali gebrak! Nyawamu berada di tanganku!
Nyatanya, apa yang kau alami Kau sudah kalah,
Nenek Baju Emas!
Haram jadah! Apa aku tidak tahu kalau kau pun
mengalami nasib sama, hah! lengak Nenek Baju Emas.
Diam-diam dia menahan rasa sakit di dadanya. Dan
berkali-kali mulutnya meringis. Jangan jadi orang s uci,
Bidadari Tangan Maut! Jangan campuri urusanku!
Bidadari Tangan Maut tersenyum dalam hati melihat
wajah Nenek Baju Emas yang kerut merutnya makin
menyembul keluar. Dia tahu, wanita tua pesolek itu tengah
kesakitan.
Apakah aku akan mendiamkan manusia seperti kau
ini yang selalu membuat onar dan menurunkan tangan
telengas Tak akan pernah kulakukan hal itu! Lebih baik,
kembali ke tempat asalmu. Jangan....
Setan alas! Kau membuatku muak! potong Nenek
Baju Emas. Seketika tubuh si nenek melesat kembali. Kali
ini kecepatannya nampak meyakinkan. Kelebatan warna
emas terlihat di mata Bidadari Tangan Maut.
Meskipun merasa kalau kepandaiannya lebih tinggi
dari Nenek Baju Emas, namun menghadapi orang nekat
seperti itu, Bidadari Tangan Maut cukup mendapat
kesulitan.. Seketika dibuangnya tubuhnya ke kiri. Lalu,
kakinya menyepak ke muka.
Wusss!
Nenek Baju Emas justru memutar tubuhnya ke kiri
disertai pukulan bertubi-tubi. Bidadari Tangan Maut
terperangah melihat kenekatan lawan. Pukulan tangan
kanan dan kiri yang dilancarkan Nenek Baju Emas sudah
tinggal beberapa jengkal lagi.
Dalam keadaan gawat, Bidadari Tangan Maut
mengibaskan tangannya dengan ajian 'Tangan Maut Buang
Angin Laut'.
Wuuutt!
Deru angin bergemuruh pun terdengar. Dan.... Des!
Benturan keras itu terjadi, menyusul satu pukulan
keras menghantam tubuh Nenek Baju Emas. Pada saat
yang sama, kaki nenek pesolek itu pun menyambar dada
Bidadari Tangan Maut.
Dess...!
Tubuh Nenek Baju Emas terguling, namun cepat
berdiri. Tubuhnya semakin Iimbung saja. Matanya
memancarkan sinar kemarahan tinggi. Kerut merut di
wajahnya bagai melesak ke dalam. Kedua kepalan
tangannya bergetar.
Bidadari Tangan Maut sendiri mengalami hal yang
sama. Wajahnya menjadi pucat. Rupanya, kenekatan
Nenek Baju Emas memang membuatnya lengah. Sehingga
tak urung dadanya kecolongan juga.
Nenek Baju Emas yang merasa kenekatannya
membawa hasil, langsung mengatur napas. Sisa-sisa
tenaga dalamnya segera dialirkan ke seluruh tubuhnya.
Baginya, mati bersama lebih baik daripada dipecundangi.
Maka saat itu pula si nenek mengempos tubuhnya
lagi. Tubuhnya meluruk dahsyat ke arah Bidadari Tangan
Maut.
Tubuh Bidadari Tangan Maut pun berkelebat
menyongsong dengan gerakan tak kalah cepat. Maka
benturan pun tak bisa dihindari lagi.
Duaaar!
Kembali suara ledakan yang membuat tanah bagai
bergoncang terdengar. Tubuh satu sama lain terpental ke
belakang. Nenek Baju Emas berusaha bangkit sambil
meringis. Sementara Bidadari Tangan Maut segera
mengerahkan sisa-sisa tenaga. Kali ini dia menghendaki
kematian Nenek Baju Emas. Seketika tubuhnya pun
bergerak cepat.
Peringatanku tadi kau lecehkan! Sekarang, ajal
sudah di depan mata. Dan kau tak bisa menghindari
Nenek Baju Emas tak mampu lagi bangkit. Matanya
membuka lebih lebar, seperti menyongsong kematian yang
siap dihadapi. Dia hanya menggeram melihat tubuh
Bidadari Tangan Maut yang siap turunkan tangan sudah
mendekatinya.
Namun sesuatu yang di luar dugaan pun terjadi.
Mendadak satu sosok tubuh melayang, langsung
memapaki serangan maut wanita tua baju hitam itu,
Des!
Tubuh Bidadari Tangan Maut kontan terlontar ke
belakang. Bila tidak dalam keadaan terluka, serangan
gelap itu sebenarnya masih bisa dihindari. Namun karena
keadaannya sudah terluka dalam, mau tak mau tubuhnya
terpental ke belakang.
Tubuh Bidadari Tangan Maut bergulingan beberapa
kali, dan terhenti setelah menabrak pohon. Seluruh tulang
di tubuhnya bagai patah-patah. Darah segar semakin
banyak mengalir dari hidung dan mulutnya. Tubuhnya
terasa lemah sekali. Mata sayunya akibat menahan sakit,
membelalak melihat satu sosok tubuh berambut panjang
berdjri angkuh dengan tatapan nyalang dalam jarak dua
tombak.
Gila... justru aku yang akan mampus sekarang, desis
Bidadari Tangan Maut.
Sementara Nenek Baju Emas yang tak menyangka
kalau pertolongan akan datang, tersenyum meskipun
menahan rasa sakit.
Kau datang tepat pada waktunya. Bunuh wanita
keparat itu, Bayangan Setan! katanya, penuh kemenangan.
9
Andika kehilangan jejak. Maka larinya segera
dihentikan sambil geleng-geleng kepala.
Gila! Hebat juga tuh serigala! Begitu cepat dia
menghilang Katanya sambil mengedarkan pandangan.
Di depan Pendekar Slebor menghampar padang
rumput yang sangat luas. Dan di sisi kiri padang rumput,
terdapat bukit-bukit yang berjajar indah. Angin senja
berhembus semilir.
Atau... jangan-jangan serigala itu jelmaan dedemit
hutan ini Ah, dia bisa kutendang dan kupukul Hmm....
Sebaiknya aku kembali mencarinya!
Pemuda pewaris ilmu Pendekar Lembah Kutukan
segera mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya untuk
melintasi padang rumput yang luas itu. Dalam waktu dua
kali penanakan nasi, dia tiba di ujung padang rumput. Dan
di hadapannya terdapat sebuah hutan kembali.
Edan! Kenapa hutan melulu yang kutemui Mbok
sekali-kali seorang gadis yang kutemui! makinya lagi.
Dasar mata bongsang!
Mendadak terdengar makian keras, membuat
Andika terkejut sambil terjingkat dua tindak.
Hei, Eyang! Siluman Hutan Waringin rupanya belum
mendapatkan dirimu! seloroh Andika, yang merasa yakin
kalau itu adalah suara Eyang Sasongko Murti.
Jangan mengejek! sahut suara dari dalam tanah
yang entah di sebelah mana. Meskipun Andika sudah
menajamkan pendengarannya, namun masih belum bisa
menentukan. Kau salah jalan, Bor! Seharusnya... kau
menuju timur sekarang. Tetapi kau berada di ujung utara!
Jangan buang waktu lagi. Aku mencium bau busuk dari
Siluman Hutan Waringin yang sudah dekat sekali!
Andika menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal.
“Mengapa kau mengikutiku, Eyang Apakah
sebenarnya kau merindukanku?”
Sialan! Hei, Bor! Kalau siluman keparat ini tidak ada,
aku akan muncul di alam nyata! Paling tidak, di alam maya
yang kugeluti sekarang ini, aku tengah berusaha
mengalahkannya. Seperti kau tahu, bila aku muncul di
alam nyata, siluman keparat itu pasti akan menyusulku.
Dan keonaran akan dibuatnya kembali! He he he.... Kau
jangan lupa, kalau dirimu pun buronan dari Siluman Hutan
Waringin ini. Sudahlah.... Ini memang nasib sialku! Cepat
jalan menuju timur!
Andika mengangguk-angguk.
Baiklah, Eyang..., Aku akan ke sana. Kuharap, suatu
saat kita akan bertemu kembali. Eyang...! Hei, jawab dong!
Apakah sekarang kau tuli
Sahutan dari Eyang Sasongko Murti tak terdengar
lagi. Andika mengeluarkan helaan napas panjang. Ia
maklum, betapa sialnya nasib yang dialami Eyang
Sasongko Murti. Sebelum Siluman Hutan Waringin bisa
dihancurkan, niscaya si tua bangkotan itu tak akan pernah
muncul di alam nyata. Sekarang, Andika pun tak mau
buang tempo lagi. Segera tubuhnya melesat mengikuti
petunjuk Eyang Sasongko Murti.
Sialan! Rupanya serigala itu menyesatkan aku!
Apa yang diduga Pendekar Slebor memang benar.
Serigala cerdik peliharaan Serigala Mata Iblis memang
telah membawanya ke arah yang salah, jauh dari Jurang
Kematian. Bahkan dengan cerdiknya, setelah Andika
terperangkap di jalan yang salah, serigala itu berlari sekuat
tenaga menuju Jurang Kematian.
Dengan lincahnya, Raja Serigala menuruni undakan
batu Jurang Kematian, lalu masuk ke gua di dasar jurang.
Di sana, dia langsung merebahkan tubuhnya disertai suara
kesakitan.
“Setan alas! Kenapa denganmu, Raja Serigala!”
Mendadak saja tempat yang tadi sunyi, terdengar suara
geraman sangat keras.
Tak lama, sosok berjubah panjang berwarna merah
dengan wajah mengerikan, muncul entah dari mana.
Langsung dihampirinya serigala kesayangan nya yang
terluka.
Raja Serigala.... Ceritakan apa yang terjadi tuntut
sosok yang tak lain Serigala Mata Iblis. Wajahnya yang
kasar lebih mengerikan lagi dengan mulut yang bergetar.
Bukan hanya mulutnya, tetapi seluruh tubuhnya. Dia
memang tak pernah menyukai bila melihat serigala
kesayangannya mengalami penderitaan seperti itu.
Raja Serigala memperdengarkan suara gerengan
pelan. Dan rupanya Serigala Mata Iblis mengerti apa yang
dikatakan hewan kesayangannya.
Setan alas! Jadi, Pendekar Slebor yang berbuat
seperti ini! Hm.... Kini saatnya aku harus keluar dari Jurang
Kematian. Seluruh tenaga 'inti petir' dari pemuda pewaris
ilmu Pendekar Lembah Kutukan itu harus kuserap. Dan
akan kuhancurkan Lembah Kutukan, hingga kutukan Ki
Saptacakra yang melekat pada tubuhku akan hilang.
Kebebasan akan kupetik sebentar lagi, desis Siluman Mata
Iblis.
Hewan itu mengeluarkan kaingan lagi. Sedangkan
kepala Serigala Mata Iblis mengangguk-angguk.
Bagus! Kecerdikanmu memang membuatku senang.
Untuk sementara, sulit bagi Pendekar Slebor menemukan
Jurang Kematian. Kau sangat cerdik karena menyesatkan
langkahnya menuju ke sini, dan memberikan kesempatan
padaku untuk mengobatimu. Tak akan pemah kubiarkan
orang lain me-rryakitimu, Raja Serigala! Tetapi sekarang,
akulah yang akan keluar untuk mendapatkannya. Tenaga
'inti petir' harus berpindah ke tubuhku.
Lalu dengan hawa panas yang menggusar di
tubuhnya, Serigala Mata Iblis menempelkan kedua telapak
tangannya pada serigala yang luka itu. Setelah beberapa
saat, hewan kaki empat itu pun terlelap.
Memang, begitu banyaknya ilmu aneh di dunia ini.
Itu terbukti dengan apa yang barusan diperlihatkan
Serigala Mata Iblis. Dia seperti mengerti bahasa serigala
kesayangannya, sehingga mampu menemukan urat luka
yang harus disembuhkan.
Siluman Mata Iblis berdiri lagi. Wajahnya menggeram
tegang. Kedua tangannya mengepal keras.
Hhh! Dengan memadukan ilmu yang kuperdalam
dan tenaga 'inti petir' dari tubuh Pendekar Slebor, Lembah
Kutukan akan kuhancurkan! Raja Serigala! Kali ini ada
dendam lain dalam diriku terhadap Pendekar Slebor.
Nyawanya harus dijadikan sebagai pembayar sakit hatimu!
Ha ha ha....
Batu-batu di dinding gua itu berguguran terkena
getaran suara tawa keras dari Serigala Mata Iblis.
Meskipun tawanya berkumandang, namun tatapan angker
matanya semaikin nyalang menakutkan.
Mendadak saja lelaki ini memutar jubah panjang
merahnya. Lalu.... Plas!
Mendadak tubuh Siluman Mata Iblis lenyap dari
pandangan.
Pendekar Slebor terus berlari mengikuti petunjuk
Eyang Sasongko Murti. Si pemuda sakti urakan ini bertekad
untuk menemukan Jurang Kematian tepat pada waktunya
Saat ini malam sudah membentang, begitu Andika tiba
kembali di ujung padang rumput pertama tadi. Lalu,
tubuhnya pun melesat terus ke timur. Tak dihiraukannya
betapa sulitnya jalan menembus hutan di hadapannya
yang penuh akar melintang.
Tepat tengah malam, Pendekar Slebor pun tiba di
depan sebuah jurang yang menganga lebar. Bila saja saat
itu bulan tidak bersinar, bisa dipastikan Andika akan
terperosok ke dalamnya.
Dihapusnya keringat yang mengaliri sekujur
tubuhnya. Pernapasannya diatur. Matanya dipicingkan
untuk melihat jurang di depannya.
Hmm.... Sejak awal aku melakukan pencarian pada
Serigala Mata Iblis, baru kali ini menemukan jurang.
Apakah ini Jurang Kematian tempat tinggal Serigala Mata
Iblis seperti petunjuk Eyang Sasongko Murti desisnya,
bertanya-tanya. Kalau memang iya, aku harus bersiap.
Karena tak mustahil sebenarnya hewan keparat itu telah
tiba di Jurang Kematian. Hmm, aku harus mencari jalan
masuk ke dalam,
Berpikir demikian, Andika pun mengalirkan tenaga
dalamnya ke seluruh tubuhnya. Matanya beredar ke
sekeliling yang redup. Lalu perlahan-lahan langkahnya
diatur ke kanan. Matanya mencoba melihat ke dasar
jurang. Namun yang ditangkap hanyalah kegelapan saja.
Kadal buntung! Di mana jalan menuju ke dasar
jurang ini berada rutuk si pemuda, kembali kesal.
Lalu Pendekar Slebor berpindah ke kiri. Dikitarinya
jurang menganga lebar itu di permukaan. Namun matanya
pun tak bisa tembus ke dalam jurang. Andika berpikir,
mengerahkan seluruh otak cerdiknya.
Tak mungkin aku main lompat saja. Bisa saja aku
melompat, namun seberapa dalamnya dasar jurang ini aku
tak tahu. Belum lagi mungkin ada dahan pohon yang
tumbuh di dinding jurang, dan batu-batu terjal yang
runcing. Jalan satu-satunya, mungkin terdapat undakan
batu yang tak beraturan. Dan aku yakin undakan batu itu
berada di sisi jurang.
Andika terdiam kembali sambil memikirkan
kemungkinan itu.
Sepak terjang manusia keparat berjuluk Serigala
Mata Iblis ini memang harus dihentikan. Heran! Mengapa
Eyang Ki Saptacakra malah menebar kutukan padanya
Andika terpaku sebentar.
Sudahlah! Lebih baik aku menentukan letak
undakan yang kuyakini pasti ada.
Namun sebelum melakukan niatnya, tiba-tiba saja
pemuda pewaris ilmu Pendekar Lembah Kutukan itu
membuang tubuhnya ke kiri, ketika merasakan angin
berhawa panas diiringi suara bergemuruh yang meluruk ke
arahnya.
Wusss!
Orang sinting! Monyet buduk! maki Andika, yang tak
habis pikir mengapa nasib sial selalu menghantui dirinya.
Duaarr!
Sentakan angin luar biasa kencangnya itu luput
mencacah tubuh si pemuda. Tanah yang dipijaknya tadi
membentuk sebuah lubang, mengeluarkan asap busuk
Dalam keadaan seperti apa pun, Andika tetaplah seorang
pendekar. Kini dia berdiri siaga dengan kedua mata tajam
memandang ke satu arah.
Setan Jurang Kematian! Cepat muncul di
hadapanku. Dan akan kurancah sekujur tubuhnya!
Ha ha ha...!
Sebagai sahutan, terdengar suara tawa keras,
memekakkan telinga Andika. Bila saja pendengarannya tak
segera ditutup dengan tenaga dalam, bisa dipastikan
gendang telinganya akan pecah!
Yang kucari tak ketemu. Dan selagi tak dicari, datang
sendiri mengantar mati! Menyenangkan sekali hidup ini.
Pendekar Slebor akan berkalang tanah. Tenaga 'inti petir'
akan berpindah. Lembah Kutukan hancur. Dan kutukan
akan musnah!
Dari sela-sela tawa keras, terdengar seruan
berkumandang dahsyat
Andika makin melotot, ketika merasakan satu
hembusan angin kuat yang menerbangkan debu-debu ke
wajah. Si pemuda sampai mundur tiga langkah ke
belakang ketika melihat satu sosok tubuh tinggi besar
berjubah panjang warna merah di hadapannya.
Gila! Apakah manusia iniyang berjuluk Serigala Mata
Iblis Cukup lumayan juga tongkrongannya!
***
10
Sosok angkuh dengan sorot mata angker yang
berdiri sejauh dua tombak di depan Pendekar Slebor
memang tak lain dari Serigala Mata Iblis. Tawa iblisnya
berkumandang. Seolah rencana untuk menghancurkan
Lembah Kutukan dengan menguras seluruh tenaga 'inti
petir' milik Pendekar Slebor tinggal di depan mata.
Pemuda berasal dari Lembah Kutukan! Sekarang,
dengar baik-baik! Tempat asalmu akan kuratakan dengan
tanah. Dan seluruh rimba persilatan akan mendengar,
kalau hanya akulah yang mampu menghancurkan Lembah
Kutukan! kata Serigala Mata Iblis, sarat ancaman.
Andika tertawa renyah.
Sudah berapa lama kau menjadi tokoh sesat Kalau
cuma berkepandaian tanggung, mending pulang kampung.
Apa perlu mulutmu kusumpal dengan kotoran kerbau
Brengsek! Besar omong, kau! Berpikirlah dulu sebelum
bertindak! sahut Pendekar Slebor, enteng.
Jangan bersikap bodoh! Tenaga 'inti petir' yang kau
miliki akan membantuku untuk menghancurkan Lembah
Kutukan' Dan perlu kau ketahui Pemuda Bodoh! Kaum
rimba persilatan akan mengutukmu! Karena dengan
tenaga 'inti petir' yang kau miliki dan dipadukan dengan
ilmuku, maka Lembah Kutukan akan hancur!
Hati Andika panas mendengar kata-kata itu. Matanya
yang setajam mata elang memancarkan sinar berbahaya.
Namun bukan Andika kalau hanya omongan begitu saja
langsung diam mengkeret.
Hei, Orang Jelek! Lebih baik pergi jauh dari sini. Atau
eyang buyutku akan mengirimkan kutukannya lagi
padamu! Nanti kalau dikutuk jadi monyet, datang lagi ke
hadapanku, ya. Aku punya pisang banyak, lho!
Setan! bentak Serigala Mata Iblis memperlihatkan
kemarahan di wajahnya. Setelah kuhancurkan Lembah
Kutukan dengan tenaga 'inti petir', manusia setengah dewa
yang bernama Ki Saptacakra pun tak akan mampu berbuat
banyak! Dia tak akan memiliki tempat tinggal lagi!
Wah, wah.... Kau pikir gampang apa untuk
mendapatkan tenaga 'inti petir' Kau harus mencium pantat
kerbau seribu kali, tahu!
Keparat!
Serigala Mata Iblis seketika melepaskan satu
pukulan dengan tangan kanan.
Andika terkesiap, melihat angin yang melunc ur ke
arahnya. Bukan saja menimbulkan suara gemuruh laksana
badai, tapi juga menebarkan hawa panas menyengat.
Secepat kilat Andika mengenyahkan tubuhnya ke
samping seraya bergulingan. Namun Serigala Mata Iblis
masih tetap melancarkan serangannya tanpa bergerak dari
tempatnya. Kali ini lebih beruntun, menimbulkan ledakan
berkali-kali. Pepohonan yang tumbuh di sekitar Jurang
Kematian pun hancur berantakan.
Ayo terus umbar pukulanmu. Aku rela kok tubuhku
jadi sasaran. Syaratnya, harus kena! ejek Andika, sambil
berusaha menghindari serangan-serangan maut Serigala
Mata Iblis.
Kendati mengeluarkan ejekan-ejekan seperti itu,
bukan berarti Andika dalam keadaan aman. Biar
bagaimana, dia terus berpikir untuk membalas.
Aku tak ingin membunuhmu, Pendekar Slebor! Yang
kuminta hanyalah tenaga 'inti petir' yang ada di tubuhmu!
Tetapi, perbuatanmu yang telah melukai serigala
kesayanganku, memaksaku untuk segera membunuhmu.
Tentu saja, setelah mendapatkan tenaga 'inti petir' yang
kau miliki!
O.... Jadi serigala bodoh itu peliharaanmu, ya Pantas
bodohnya sama dengan pemiliknya! Andika terus
mengumbar ejekannya.
Setan alas! Kubunuh kau! bentak Serigala Mata Iblis.
Orang bodoh memang banyak omong! Sejak tadi
saja, kau belum berhasil menjatuhkan tangan padaku!
balas Andika sok hebat. Padahal, jantungnya sudah kebat-
kebit sejak tadi.
Wajah garang Serigala Mata Iblis makin nyata saja.
Kali ini sambil menyerang, tubuhnya berkelebat ke arah
Andika. Agaknya, dia tak mau bertindak ayal lagi.
Gerakannya kadang-kadang menerkam atau
menjambretkan tangan-tangannya bagai seekor serigala.
Berkali-kali Pendekar Slebor berusaha menghindar.
Namun pada satu kesempatan.... Des!
Tubuh pemuda urakan itu terpental ke belakang
disertai muntahan darah. Napasnya terasa sesak dengan
aliran darah menjadi lambat.
Kutu monyet! Panas sekali tubuhku!
Pendekar Slebor segera mengerahkan hawa murni
untuk mengusir panas yang menyerang tubuhnya. Lalu
perlahan-lahan dia bangkit sambil menatap Serigala Mata
Iblis yang berdiri tegak sambil terbahak-bahak.
Kali ini aku yakin sekali, kalau kau memang tak
pantas menjadi pewaris ilmu Pendekar Lembah Kutukan.
Ilmu yang kau miliki tak pantas membuatmu menyandang
gelar seperti itu! Bersiaplah, Pendekar Slebor!
Wajah Andika kontan pias. Dan entah mengapa, bulu
kuduknya meremang mendengar kata-kata penuh
ancaman itu. Kembali tenaga 'inti petir' dialirkan ke seluruh
tubuhnya. Dalam waktu yang singkat, Andika berpikir keras
untuk mengalahkan Serigala Mata Iblis. Dari pertarungan
barusan, Andika menarik kesimpulan kalau tak akan
mampu mengalahkannya. Namun, otaknya yang cerdik
masih terus mencari akal.
Tiba pada satu pikiran yang ditemukannya, Pendekar
Slebor pun menyorongkan kaki kanan ke muka. Sementara
kaki kiri ditarik ke samping. Tubuhnya agak membungkuk
dengan kedua tangan siap melancarkan serangan.
Sebelum Serigala Mata Iblis menerjang, Andika
sudah mendahului. Kali ini ajian 'Guntur Selaksa' segera
dilepas. Seketika sinar putih keperakan telah menyelimuti
sekujur tubuhnya. Agaknya, Andika mengeluarkan ajian
'Guntur Selaksa' tingkat pamungkas.
Melihat lawan mengeluarkan ajian, Serigala Mata
Iblis hanya tertawa yang menyakitkan telinga.
Ajian 'Guntur Selaksa' tak berarti apa-apa untukku!
Tanpa mengurangi kemposan tubuhnya yang
melesat deras, Andika mendengus dalam hati. Sialan!
Sudah tentu dia mengenali ajianku ini. Bukankah dulu
entah berapa puluh tahun yang lalu, dia pernah bertarung
dengan Ki Saptacakra Masa bodoh! Peduli setan! Aku
harus memperdayainya! Paling tidak, sekarang memang
harus mengandalkan kecerdikan!
Bukan menghadapinya dengan tenaga kasar!
Sementara kedua tangan Serigala Mata Iblis telah
membuka. Seketika sinar hitam telah menggelungi kedua
tangannya.
Andika yang melihat hal itu tak ambil peduli. Cepat
tangannya dihantamkan.
Pada saat yang sama Serigala Mata Iblis
menggerakkan kedua tangannya.
Des! Des!
Dua buah gerakan yang berbaur sinar putih
keperakan dan sinar hitam bertemu. Plas! Plas!
Dua buah sinar melesat ke atas dan membubung
tinggi, lalu lenyap. Namun saat itu pula, dua buah
hantaman telak mendarat di dada Pendekar Slebor.
Dess! Dess!
Pemuda itu kontan terhuyung ke belakang sambil
menekap dadanya. Mulutnya meringis menahan sakit tak
terkira.
Seperti yang telah diduga, ternyata lawan mampu
mengatasi ajian 'Guntur Selaksa'. Apa yang dirasakan
Pendekar Slebor saat ini memang membuatnya menderita.
Kepalanya pusing tujuh keliling. Tubuhnya terasa lemah.
Matanya berkunang-kunang, namun otak cerdiknya masih
bekerja.
Tinggal menjalankan permainan terakhir..., desis
Andika dalam hati. Tubuhnya yang memang sudah limbung,
semakin dibuat limbung. Dan akhirnya, dia jatuh ambruk
ke tanah.
Melihat Pendekar Slebor sudah tak berdaya, Serigala
Mata Iblis terbahak-bahak keras. Dia masih berdiri tegak
tanpa cedera sedikit pun.
Apa, yang kurencanakan ini memang sudah
menemui titik temunya. Setelah mendapatkan tenaga 'inti
petir', tinggal mendapatkan tulang sumsum milik Bidadari
Tangan Maut yang harus kurebus dan kuminum airnya.
Dari isi tulang sumsum itulah aku bisa mendapatkan
sebuah tenaga dahsyat yang akan kupadukan dengan
tenaga 'inti petir'. Sehingga nanti di Lembah Kutukan,
bukan hanya bisa berlari yang kulakukan, tetapi juga
melangkah dengan santai sambil menghancurkannya... ha
ha ha...! Purnama sudah dekat, rencana bisa dijalankan.
Seluruh niat akan tuntas. Akan kupaksa Bidadari Tangan
Maut mengeluarkan ajian 'Dewa Maut Hempaskan
Gunung'. Dengan ajian yang terangkum pada tangannya
itulah tulang sumsum yang dimilikinya akan menjadi
kekuatan dahsyat bila berhasil kudapatkan. Waktu lalu,
aku memang masih membiarkannya hidup. Karena, wanita
tua keparat itu tidak sempat mengeluarkan ajian 'Dewa
Maut Hempaskan Gunung'. Hmm.... Pada pertarungan
purnama nanti, aku akan bersikap lebih lunak.
Sehingga,,ajian yang kuinginkan itu dikeluarkannya. Hhh!
Ke mana tiga manusia tolol itu pergi Mereka sudah tak
berguna lagi. Akan kubunuh ketiganya bila datang kembali
kesini.
Pendekar Slebor yang berpura-pura pingsan
tersentak mendengarnya. Tulang sumsum milik Bidadari
Tangan Maut Gusti.... Rupanya inilah jawaban, mengapa
Serigala Mata Iblis tidak membunuh Bidadari Tangan Maut.
Rupanya, tulang sumsum Bidadari Tangan Maut yang akan
terangkum ajian 'Dewa Maut Hempaskan Gunung' itulah
yang diinginkannya.
'Tak akan kubiarkan manusia keparat ini menelan
bulat-bulat seluruh rencananya. Tak akan kubiarkan...,
desis Andika menahan rasa geram yang berbalur nyeri di
tubuhnya.Diam-diam Pendekar Slebor telah mengalirkan
tenaga dalam yang dipadukan dengan hawa murni guna
menghilangkan rasa sakit.
Dan Pendekar Slebor memaki dalam hati ketika
Serigala Mata Iblis mengangkat tubuhnya dengan cara
menendang.
Hup!
Tahu-tahu tubuh Pendekar Slebor sudah tersampir di
pundak sebelah kiri Serigala Mata Iblis. Lalu tubuhnya
terasa bagai melayang. Saat tubuhnya terasa menurun,
pandangannya dibuka.
Rupanya Serigala Mata Iblis tengah membawanya ke
dasar Jurang Kematian.
***
11
Di tempat yang penuh pepohonan, Bidadari Tangan
Maut dan si Bayangan Setan terus bertarung hingga
puluhan jurus. Keadaan sekitarnya sudah porak-poranda.
Kemurkaan si Bayangan Setan semakin menjadi-jadi,
ketika mengetahui Raja Gelang Besi tewas di tangan
Bidadari Tangan Maut.
Serangan si Bayangan Setan bukan main
dahsyatnya. Setiap kali tubuhnya berkelebat setiap kali
pula terdengar angin menderu-deru.
Keadaan Bidadari Tangan Maut menjadi sulit.
Meskipun luka dalam akibat bertarung dengan Nenek Baju
Emas, dia masih berusaha bertahan. Namun tak urung
beberapa kali terhantam telak pukulan atau tendangan si
Bayangan Setan.
Kesulitan itu makin menjadi, ketika Nenek Baju
Emas mempergunakan kesempatan selagi Bidadari Tangan
Maut sibuk menghindari serangan si Bayangan Setan.
Perempuan tua pesolek itu telah meluruk mengancam
keselamatannya.
Diserang dari dua jurusan memang benar-benar
membuat repot Bidadari Tangan Maut.
“Rasanya aku tak mungkin bertahan lebih lama lagi.
Tubuhku sudah sakit semuanya,” desah Bidadari Tangan
Maut dengan tubuh limbung. Padahal aku masih
penasaran, mengapa Serigala Mata Iblis tidak segera
membunuh waktu itu. Dan justru, mengajakku bertarung
kembali. Ah! Rahasia apa yang ada di balik semua ini Yang
jelas, harus kuketahui. Bila berada lebih lama di sini,
niscaya aku tak akan bisa mengetahui rahasia itu.
Berpikir begitu, tiba-tiba saja Bidadari Tangan Maut
berputar. Tubuhnya seketika mencelat ke belakang.
Begitu berdiri tegak, wajah Bidadari Tangan Maut
semakin tegang. Urat-urat di seluruh tubuhnya
mengencang. Perlahan-lahan kedua tangannya
memancarkan sinar kehitaman. Sorot matanya pun
menyorot tajam. Rupanya dia tengah mengeluarkan ajian
pamungkasnya, 'Dewa Maut Hempaskan Gunung'.
Si Bayangan Setan dan Nenek Baju Emas terpaku
sejenak. Mata mereka tak berkedip memandang Bidadari
Tangan Maut yang berdiri pada jarak tiga tombak.
Aku yakin, wanita tua itu tengah mengeluarkan ajian
pamungkasnya, bisik si Bayangan Setan dalam geraman.
Haram jadah! Aku tak peduli dengan semua itu! Dia
harus mampus! sentak Nenek Baju Emas. Kebenciannya
pada Bidadari Tangan Maut makin menjadi. Sehingga
wajah pesoleknya terlihat menegang.
Matanya bagai melompat keluar saking geramnya.
Si Bayangan Setan memperhatikan, bagaimana
kedua lengan Bidadari Tangan Maut berubah menjadi
hitam. Bibirnya lantas menyeringai.
“Sabar….. Wanita itu sudah tak berdaya sebenarnya.
Dan aku yakin, meskipun dia telah mengeluarkan ajian
pamungkasnya, namun tak memiliki banyak tenaga untuk
menunjang ajiannya. Kita serang bersamaan. Kau bagian
atas, aku bagian bawah, ujar si Bayangan Setan.
Kedua tokoh tua aliran sesat ini mengatur langkah.
Didahului teriakan keras, si Bayangan Setan melesat ke
muka. Lalu, menyusul Nenek Baju Emas yang meluruk
menyerang bagian atas.
Bidadari Tangan Maut menatap jalang. Begitu tubuh
kedua lawannya meluncur, dia pun menerjang pula
Heaaa!
Des! Des!
Benturan pun terjadi. Tampak tubuh si Bayangan
Setan terlontar dua tombak ke belakang. Sementara
Nenek Baju Emas terhuyung dengan dada seakan remuk.
Namun yang dialami Bidadari Tangan Maut pun lebih
dahsyat lagi. Tubuhnya terlempar deras ke belakang, lalu
menghantam sebuah pohon. Saat itu juga, seluruh tulang
iganya bagai patah.
Aku telah kehilangan banyak tenaga. Sehingga, ajian
'Dewa Maut Hempaskan Gunung' sia-sia belaka. Hmm…
Selagi keduanya mengatur napas, aku harus meninggalkan
tempat ini....
Dengan mengerahkan sisa-sisa tenaganya,
perempuan tua ini cepat melenting ke belakang. Seketika
tubuhnya menghilang begitu cepat di sela-sela pepohonan
besar.
Setan alas! Nenek Baju Emas! Ini kesempatan kita
untuk membunuhnya! Dia sudah terluka!
Tanpa buang waktu lagi, si Bayangan Setan pun
berkelebat mengejar. Sedangkan Nenek Baju Emas
menyusul di belakang dengan langkah terhuyung-huyung.
Suasana dalam gua di Jurang Kematian begitu gelap
pekat. Serigala Mata Iblis meletakkan Pendekar Slebor di
atas sebuah altar batu. Tangannya lantas bergerak
beberapa kali.
Wuss! Wuss! Wusss!
Seketika obor-obor yang semula padam, menyala
dan menerangi gua.
Ha ha ha…. Kini tiba saatnya aku mendapatkan
sesuatu yang telah lama kuinginkan..., sorak lelaki seram
itu.
Pendekar Slebor yang masih berlagak pingsan
tersenyum dalam hati.
Kau akan mendapatkan sesuatu yang tak pernah
kau duga, Manusia Keparat, gumamnya dalam hati.
Raja Serigala.... Kau akan mendapatkan sesuatu
yang kau inginkan. Dendammu akibat perbuatan Pendekar
Slebor akan terbayar sudah. Daging-dagingnya akan kau
rencah! Ha ha ha...! kata Serigala Mata Iblis.
Tanpa peduli ocehan Serigala Mata Iblis, Pendekar
Slebor menajamkan pendengarannya untuk menangkap
suara-suara lain. Nihil. Yang ada cuma angin menusuk
tulang yang masuk ke gua itu.
Apakah pemuda yang bernama Sudira itu telah
tewas Kalau benar... jelas aku terlambat..., desah Andika
galau.
Mendadak telinga Pendekar Slebor menangkap
suara langkah yang memasuki gua di dasar Jurang
Kematian.
Serigala Mata Iblis yang mendengar pula, segera
memutar tubuhnya. Kedua matanya memicing melihat
kehadiran kedua kaki tangannya.
Hm.... tenaga mereka sudah tak kubutuhkan lagi,
desis Serigala Mata Iblis.
Wajah Serigala Mata Iblis yang bengis itu memasang
senyum.
Sudahkah kalian menemukan Raja Gelang Besi
sapanya, pura-pura ramah.
Kedua sosok yang tak lain si Bayangan Setan dan
Nenek Baju Emas saling berpandangan, lalu kembali
menatap Serigala Mata Iblis. Setelah gagal menemukan
Bidadari Tangan Maut, keduanya memang memutuskan
untuk kembali ke Jurang Kematian. Ada dua masalah yang
dikhawatirkan. Pertama, bila terlalu lama meninggalkan
Jurang Kematian, justru ajal yang akan diturunkan Serigala
Mata Iblis. Kedua, mereka pun hendak mengabarkan
tentang matinya Raja Gelang Besi di tangan Bidadari
Tangan Maut. Di luar kedua masalah itu, mereka juga
hendak mengabarkan tentang Bidadari Tangan Maut yang
telah terluka parah.
Si Bayangan Setan dan Nenek Baju Emas lantas
bersujud, tanpa mengangkat kepalanya.
Maafkan kami, Ketua.... Kabar buruk kami terima,
Raja Gelang Besi ternyata telah tewas di tangan Bidadari
Tangan Maut, lapor si Bayangan Setan, mewakili
temannya.
Pikir si Bayangan Setan dan Nenek Baju Emas,
mereka akan mendapatkan dampratan. Namun nya-tanya
justru tawa Serigala Mata Iblis yang terdengar. Hati
keduanya jadi bertanya-tanya keheranan. Mengapa jadi
seperti ini
Bagus, bagus sekali! Itulah hukuman yang harus
diterima karena melanggar perintahku. Bagaimana dengan
pemuda yang mirip Pendekar Slebor itu
Si Bayangan Setan merasa seluruh tubuhnya
membeku. Bila ingat kejadian itu, hatinya menjadi marah.
Dan sekarang, bukan main ciut hatinya.
Manusia ini harus kubohongi daripada aku mampus
sekarang juga, gumamnya dalam hati.
Si Bayangan Setan lantas sedikit mengangkat
kepalanya.
Apa yang telah Ketua perintahkan, telah
dilaksanakan. Pemuda itu telah menjadi mayat sekarang.
Mata laki-laki berjubah merah itu menajam. Di mana
mayatnya Sudah... sudah dibuang di tepi hutan. Jangan
dusta!
Suara Serigala Mata Iblis menggelegar keras,
membuat hati si Bayangan Setan menjadi tak menentu.
Digertak seperti itu seluruh nyalinya jadi luntur.
Maka lelaki ini segera menceritakan apa yang
terjadi. Pikirnya, sangat sulit membohongi Serigala Mata
Iblis. Mendengar cerita si Bayangan Setan, Serigala Mata
Iblis malah terbahak-bahak keras hingga perutnya
berguncang.
Eyang P urnama….. Pernah pula kudengar nama
manusia itu. Hhh… Aku tak punya urusan dengannya! Mau
dibawa ke mana, itu urusannya! Pemuda yang berjuluk
Pendekar Slebor berada di tanganku sekarang. Nah! Apa
lagi yang hendak kau sampaikan kepadaku
Si Bayangan Setan melengak sampai terdesak. Lagi-
lagi, dia tak menerima dampratan atau pukulan Serigala
Mata Iblis. Bahkan yang terdengar hanya suara tawa saja.
Lelaki ini memang sempat melihat satu sosok tubuh
terbujur di altar batu di belakang tubuh Serigala Mata Iblis.
Apakah karena Pendekar Slebor tertangkap, membuat
Serigala Mata Iblis tak mengumbar amarahnya
Kami baru saja bertarung melawan Bidadari Tangan
Maut. Dan kami yakin, saat ini Bidadari Tangan Maut telah
terluka parah, lapor si Bayangan Setan lagi, masih diiringi
rasa herannya.
Berita itulah yang ingin kudengar. Di mana dia
sekarang tanya Serigala Mata Iblis.
Sementara, Andika diam-diam mendesah dalam hati.
Rupanya pemuda itu dibawa oleh Eyang Purnama. Ah! Aku
tenang sekarang. Rencana yang kusiapkan akan bisa
kujalankan sekarang. Baiknya, kudengar lagi percakapan
mereka.
Meskipun merasa heran karena Serigala Mata Iblis
tak marah mendengar kata-katanya, namun masih ada
rasa takut di hati si Bayangan Setan.
'Dia berhasil meloloskan diri..., sahutnya, terbata.
Tawa keras Serigala Mata Iblis mengumandang
kembali.
Bagus! Cara kerja kalian memang menakjubkan. Aku
justru akan membunuh kalian jika sampai membunuhnya.
Ada sesuatu yang masih kubutuhkan dari Bidadari Tangan
Maut. Biarkan dia hidup untuk sesaat. Dan aku yakin, dia
akan menerima tantanganku purnama ini, di lereng Bukit
Mambang sebelah timur Jurang Kematian ini. Hmm,
purnama tinggal tiga hari lagi.
Hati si Bayangan Setan dan Nenek Baju Emas benar-
benar tak mengerti, mengapa Serigala Mata Iblis tidak
marah mendengar laporannya. Rasa tegang tadi
punberangsur-angsur menjadi ketenangan.
Kalian telah lama mengabdi kepadaku dan
menjalankan seluruh perintahku. Sudah sepatutnya kalian
kuberi hadiah..., kata Serigala Mata Iblis, seolah
melegakan kedua kaki tangannya.
Tidak perlu, Ketua.... Mendengar Ketua tidak marah
saja, kami sudah senang..., kata si Bayangan Setan.
Ha ha ha.... Sekalipun aku tak pernah memberikan
kalian hadiah. Maka, terimalah hadiah ini sekarang.
Si Bayangan Setan dan Nenek Baju Emas menunggu
nama masing-masing disebutkan dengan kepala tertunduk.
Dan tiba-tiba saja, wajah Serigala Mata Iblis berubah
menjadi bengis. Lalu seketika tangannya mengibas ke
depan.
Wuss! Wuss!
Tak ada teriakan apa pun. Tanpa sadar apa yang
akan dialami, tahu-tahu kepala si Bayangan Setan dan
Nenek Baju Emas telah menggelinding ke sudut gua. Darah
muncrat dari leher yang putus, lalu ambruk bersimbah
Hhh! Manusia-manusia bodoh seperti kalian ini
hanya menyusahkanku saja! Tenaga kalian sudah tak
kubutuhkan lagi! Pendekar Slebor sudah di tanganku. Dan
sebentar lagi, Bidadari Tangan Maut akan kudapatkan!
Peduli setan dengan Eyang Purnama yang telah membawa
pemuda itu! Setelah kudapatkan semuanya, Lembah
Kutukan akan kuhancurkan berikut kutukan Eyang Ki
Saptacakra. Seluruh tokoh rimba persilatan ini pun akan
kumusnahkan. Kec uali, mereka yang mau menjadi
pengikutku!
“Raja Serigala! Bawa tubuh kedua manusia laknat
ini! Mereka menjadi hidangan makan malammu!”
Serigala besar itu mengeluarkan dengkingan
gembira. Lalu dibawanya kedua mayat itu dengan gigi-gigi
tajamnya.
Pendekar Slebor yang mengira-ngira apa yang
terjadi, hampir-hampir tak kuat lagi menahan gejolak
marah di dadanya.
Laknat! Manusia ini tak ubahnya seekor serigala
lapar! Hhh! Untuk saat ini, aku harus bisa menahan
amarah. Apalagi rencanaku yang merupakan harapan satu-
satunya belum kujalankan. Karena bila aku nekat
menghadapinya, justru nyawaku yang akan melayang.
Andika kembali membuat tubuhnya seperti pingsan
dengan cara mematikan urat saraf di otak nya. Hal itu
bukanlah sebuah masalah sulit. Karena sebagai tokoh
kenamaan, bukan hat yang sulit bagi Andika untuk
melakukannya.
Andika kini merasa kedua kakinya dipegang erat
oleh tangan Serigala Mata Iblis. Ketika merasakan hawa
dingin masuk ke tubuhnya melalui kaki, Andika pun
menjalankan rencana yang dipikirkannya.
12
Keringat telah membanjiri seluruh tubuh Serigala
Mata Iblis. Wajahnya telah berubah tegang dengan kening
berkerut. Dan tenaga dalamnya kembali ditambah. Begitu
menemukan titik urat di pusar Pendekar Slebor, dia
berusaha menyedot tenaga 'inti petir'. Namun di kejap lain,
tenaga itu disentaknya kembali.
“Setan! Kenapa jadi begini!” maki lelaki ini tak
mengerti. Karena, yang dirasakan hanyalah hawa dingin
yang masuk kembali ke tubuhnya. Dengan kening berkerut
dipegangnya tubuh Pendekar Slebor. Panas. Tetapi,
mengapa aku tidak merasakan satu sentakan bagai petir
yang berubah jadi seperti gigitan semut begitu masuk ke
tubuhku Yang kurasakan cuma hawa dingin, dis usul hawa
panas saja. Brengsek! Apakah memang s usahnya seperti
ini Tidak mungkin! Aku telah mempelajari sebuah ilmu
dahsyat 'Sedot Bumi' yang bisa memindahkan tenaga
orang lain ke tubuhku. Tak terkecuali tenaga 'inti petir' milik
Pendekar Slebor. Tetapi... persetan! Akan kucoba lagi!
Kembali lelaki tinggi besar berjubah merah itu
mengerahkan tenaga dalamnya yang dipadu ajian 'Sedot
Bumi'. Ajian itu memang telah khusus dipelajarinya untuk
mengambil tenaga 'inti petir' milik Pendekar Slebor.
Namun lagi-lagi lelaki ini harus mengerutkan
keningnya. Lagi-lagi hawa dingin mas uk ke tubuhnya.
Masih tak mengerti dipegangnya kembali tubuh Pendekar
Slebor. Kini dirasakan suhu panas di tubuh pendekar
pewaris ilmu Pendekar Lembah Kutukan itu bertambah
tinggi.
Bangsat! Apakah ilmu 'Sedot Bumi' ini tak mampu
menyedot tenaga 'inti petir'! Tidak mungkin! Pasti ada
kesalahan, dengus Serigala Mata Iblis.
Setelah melakukan berkali-kali namun gagal, tiba-
tiba saja sosok tinggi besar itu berdiri tegak. Wajahnya
begitu tegang. Kepalanya lantas menoleh.
Serigala laknat! Dia coba mengelabuiku dengan
mengatakan kalau pemuda ini Pendekar Slebor! Hhh!
Kurang ajar! Ajian 'Sedot Bumi' tidak mungkin gagal
mendapatkan tenaga 'inti petir'!
Wajah Serigala Mata Iblis merah padam. Napasnya
terdengar berat dan bagai ditarik dari dalam
Setan alas! Sekarang aku yakin... pemuda ini pasti
bukan Pendekar Slebor! Hanya cara berpakaiannya yang
sama. Kalau sebelumnya aku tahu dia melingkupi
tubuhnya saat kuserang, ini pasti bukan tenaga 'inti petir'.
Melainkan sebuah tenaga panas belaka yang sekarang
kurasakan pada tubuhnya.
Rupanya, Serigala Mata Iblis tiba pada kesimpulan
kalau pemuda yang berbaring tak berdaya di hadapannya
bukanlah Pendekar Slebor. Karena saat telapak tangannya
ditempelkan pada kedua kaki Pendekar Slebor, yang akan
terserap masuk ke tubuhnya adalah sebuah tenaga panas
yang rnenyengat serta getaran kuat. Kalau benar itu
Pendekar Slebor, bila tenaga petir berhasil disedotnya
maka tubuhnya akan berubah sedingin es.
Namun yang dialami Serigala Mata Iblis sekarang ini,
justru kebalikannya!
Haram jadah! Raja Serigalaaa! teriaknya kuat-kuat.
Andika yang sedang tersenyum-senyum karena
melihat tingkah Serigala Mata Iblis, hampir saja tersentak.
Suara keras itu menggugurkan batu-batu yang menaungi
gua di Jurang Kematian itu.
Raja Serigala yang asyik menikmati hidangannya
tersedak. Dengkingannya terdengar. Masih dengan mulut
penuh darah, dia melompat ke dalam.
Begitu melihat hewan peliharaannya di hadapannya,
Serigala Mata Iblis murka bukan main. Tanpa banyak
cakap tangan kanannya dikibaskan.
Wusss!
Angin bergemuruh dahsyat langsung meluruk ke
arah Raja Serigala. Tanpa ampun lagi, tubuh hewan kaki
empat itu terpental jauh keluar gua dan ambruk dengan
tubuh hancur.
Percuma sekian tahun kau kupelihara bila ternyata
hanya membuang waktuku saja! maki Serigala Mata Iblis
geram. Lalu tubuhnya berbalik lagi pada Pendekar Slebor.
Hhh! Rupanya kau hanyalah seorang pendekar picisan
yang tak berguna! Lebih baik mampus daripada
memusingkan kepalaku!
Serigala Mata Iblis mengangkat tangan kanannya,
siap dipukulkan pada Pendekar Slebor yang sekarang
disangka sebagai orang lain. Dalam sekali pukul saja,
tubuh Andika pasti akan pecah berantakan.
Andika sendiri yang merasakan hawa kematian siap
menebar ke arahnya, segera bersiaga. Dia akan melompat
begitu merasakan angin meluruk ke arahnya.
Namun sebelum Serigala Mata Iblis siap
menurunkan tangan kematian....
Serigala Mata Iblis! Kematian sudah berada di
tanganmu! Tak perlu tunggu waktu purnama nanti.
Muncullah! Kau akan menghadap malaikat penjaga neraka
dengan segera!
Serigala Mata Iblis menggeram sengit, mendengar
bentakan sayup-sayup.
Bidadari Tangan Maut! Setan alas! Kini saatnya aku
mendapatkan apa yang kuinginkan dari Bidadari Tangan
Maut. Pendekar Slebor urusan belakang!
Hawa marah telah menggelegak dalam dada
Serigala Mata Iblis. Dan kemarahan itu akan dialihkan
pada Bidadari Tangan Maut. Dengan sekali lesat saja,
tubuhnya sudah keluar. Dan dengan cepat, dia berlari
ringan, menaiki undakan untuk tiba di atas Jurang
Kematian.
Tawa keras Serigala Mata Iblis berkumandang
dahsyat begitu melihat satu sosok berdiri dalam jarak tiga
tombak. Sementara Bidadari Tangan Maut memicingkan
matanya. Tubuhnya agakbergetar, karena nyeri dan luka
dalam yang diderita.
Bagaimana tahu-tahu perempuan tua itu sampai
berada di tempat ini
Setelah berpikir untuk melarikan diri dari si
Bayangan Setan dan Nenek Baju Emas, Bidadari Tangan
Maut pun melesat cepat Baginya yang terpenting bukanlah
kedua orang itu. Melainkan, teka-teki tentang Serigala
Mata Iblis yang tidak membunuhnya. Bahkan
menantangnya bertarung.
Pikiran itu memang tiba-tiba muncul. Dan dia
berpikir, jalan satu-satunya untuk menemukan Serigala
Mata ftlis adalah dengan memperdaya si Bayangan Setan
dan Nenek Baju Emas. Dalam perhitungannya, bila dua
begundal Serigala Mata Iblis tak berhasil menemukan
dirinya, keduanya pasti akan segera kembali kepada
Serigala Mata Iblis. Karena secara tidak langsung, dia
menduga kalau kemunculan keduanya jelas-jelas untuk
mencari Raja Gelang Besi dan mencari Pendekar Slebor.
Apa yang diduga Bidadari Tangan Maut memang
benar. Karena telinganya mendengar kalau si Bayangan
Setan memutuskan untuk kembali kepada Serigala Mata
Iblis. Setelah kedua begundal itu berkelebat, Bidadari
Tangan Maut pun melompat turun. Dan dengan menjaga
jarak, dia berkelebat mengikuti keduanya.
Selamat datang di tempatku ini, Bidadari Tangan
Maut! sambut Serigala Mata Iblis dengan suara keras. Aku
masih berlunak hati memberi kesempatan berlatih. Tetapi,
justru kaulah yang datang mengantarkan nyawa ke sini.
Kematian di tangan Yang Maha Kuasa. Bila belum
ditentukan, maka aku tak akan pernah mati, balas Bidadari
Tangan Maut. Sengaja dia berkata begitu untuk
memancing jawaban Serigala Mata Iblis yang saat itu tidak
membunuhnya.
Terbahak Serigala Mata Iblis mendengarnya.
Kau salah! Kematianmu berada di tanganku. Hhh!
Aku ingin merasakan kehebatan ajian pamungkasmu,
'Dewa Maut Hempaskan Gunung'.
Kau akan segera merasakannya! Lakukan! Kerahkan
seluruhnya, agar kau tahu kalau ajian pamungkasmu itu
tak berarti banyak terhadapku!
Keparat sombong! Tak perlu menunggu purnama.
Karena, nyawamu ada di tanganku!
Kuakui kau akan berhasil melakukannya. Bila waktu
itu kau tidak kubunuh, sekarang saatnya yang tepat!
Rasa pengecutmu sebenarnya masih ada, Manusia
Laknat! Kau masih menunggu hingga purnama untuk
bertarung denganku! sentak Bidadari Tangan Maut
memperlihatkan senyum penuh ejekan.
Kedua mata lelaki yang ingin menghancurkan
Lembah Kutukan ini bagai melontarkan nyala api,
mendengar ejekan Bidadari Tangan Maut. Tubuhnya
bergetar.
Haram jadah! Kulakukan itu karena aku ingin
merasakan kehebatan ajian pamungkasmu! Dan
sementara menunggu, aku tengah mencari Pendekar
Slebor!
Kau tak akan bisa mengalahkan pemuda pewaris
ilmu Pendekar Lembah Kutukan itu! Bangsat!
Sehabis membentak, Serigala Mata Iblis melompat.
Tangan kanannya melesat. Dan bersamaan dengan itu,
kaki kanannya digerakkan. Maka angin panas segera
mendahului, sebelum tangan dan kakinya melesat.
Mendapati serangan semacam itu, Bidadari Tangan
Maut terkesiap. Tanpa sadar kakinya mundur satu tindak.
Laiu dicobanya menahan serangan dahsyat itu dengan
menggerakkan kaki dan tangan secara bersamaan.
Des! Des! Des!
Aaakh...!
Tiga kali benturan keras terjadi disertai jerit
kesakitan dari mulut Bidadari Tangan Maut. Tubuhnya
raencelat ke belakang, lalu jatuh terduduk dengan mulut
dan hidung mengalirkan darah.
Bukan main kehebatan lelaki laknat ini! Tetapi biar
bagaimanapun hebatnya, aku tak akan pernah mundur
barang setindak pun! desis Bidadari Tangan Maut sambil
coba berdiri. Seluruh tulangnya seketika terasa nyeri.
Sementara Serigala Mata Iblis tak mengalami apa
apa. Bahkan tetap berdiri tegak dengan tawa penuh
kesombongannya.
Mengapa kau tak mengeluarkan ajian 'Dewa Maut
Hempaskan Gunung' Apakah sebenarnya kau memang tak
lagi memiliki kemampuan ejek lelaki itu.
Panas wajah Bidadari Tangan Maut dengan ejekan
yang menyakitkan. Ajian 'Dewa Maut Hempaskan Gunung'
memang sebuah ajian dahsyat. Namun sayangnya, bila tak
ditopang tenaga dalam kuat dan keadaan tubuh yang kuat
pula, ajian itu tak akan membawa hasil apa-apa.
Akan tetapi, hawa marah sudah siap meledak di atas
ubun-ubunnya. Maka kaki kanannya cepat diserongkan ke
belakang dengan tubuh agak membungkuk Saat itu pula
sisa-sisa tenaga dalam dialirkan pada kedua tangannya.
Sesaat terlihat tubuhnya bergetar. Sedangkan kedua
tangannya hingga pangkal-nya mendadak berubah menjadi
hitam legam.
Menyadari kalau pancingannya mengena, Serigala
Mata Iblis memperdengarkan tawa keras. Segera ajian
'Sedot Bumi' dikerahkan, dan akan dihantamkan dengan
segera. Bila kedua tangannya berhasil memegang erat
kedua tangan Bidadari Tangan Maut, akan disedotnya
tenaga wanita setengah baya itu. Lalu dengan sekali gerak,
akan didapatkan tangan itu, kemudian disedotnya tulang
sumsumnya. Sedangkan tulang-belulang milik Bidadari
Tangan Maut akan digodoknya dengan ramuan yang telah
disiapkannya. Bila airnya diminum, maka kesaktiannya
akan bertambah.
Meskipun sadar kalau tenaganya yang tak akan
mampu menopang ajian 'Dewa Maut Hempaskan Gunung',
Bidadari Tangan Maut tak mau ambil peduli. Baginya
sekarang, hidup atau mati tidak penting. Yang diinginkan
adalah menuntaskan perkara yang dihadapinya.
Dengan satu teriakan keras sekali, tubuh Bidadari
Tangan Maut melompat. Tahu kalau lawan sudah masuk
dalam pancingannya, Serigala Mata Iblis pun lompat
memapaki. Kedua tangannya berbentuk cengkeraman.
Namun.... Wusss...!
Belum lagi bentrokan terjadi, tiba-tiba saja angin
deras meluruk ke arah Serigala Mata Iblis. Lelaki ini segera
membuang tubuhnya sambil memaki tak karuan.
Sementara itu Bidadari Tangan Maut tersentak ke
belakang ketika merasakan hantaman secepat kilat
mengenai dadanya. Cepat keseimbangannya dikuasai agar
tidak jatuh. Tendangan yang dirasakannya tadi tidak begitu
kuat. Namun karena datang secara mendadak, sehingga
tak bisa ditahannya.
Dua pasang mata terbelalak begitu melihat siapa
yang berdiri di hadapan mereka. Sedangkan mata Bidadari
Tangan Maut memperlihatkan sinar gembira. Di lain pihak
Serigala Mata Iblis berubah merah setajam bara.
“Pendekar Slebor!” seru Bidadari Tangan Maut,
membuat Serigala Mata Iblis tersentak.
***
13
Serigala Mata Iblis masih tak percaya dengan
pendengarannya saat Bidadari Tangan Maut menyebutkan
julukan si pemuda yang baru datang. Rasa herannya
membuatnya terpaku sesaat. Bukankah pemuda berbaju
hijau pupus yang sedang cengar-cengir itu tak lain pemuda
yang dibawanya ke gua Jurang Kematian Lalu, mengapa
Bidadari Tangan Maut menyebutnya sebagai Pendekar
Slebor
Sadarlah Serigala Mata Iblis kalau telah ditipu.
Tetapi, bagaimana semua itu bisa terjadi
Heran ya Heran He he he.... Siapa dulu, dong....
“Bukankah sudah kukatakan, kalau tak punya kepandaian
apa-apa jangan suka jual lagak” ejek Andika.
Setan alas! Bagaimana kau bisa melakukan hal itu!
bentak Serigala Mata Iblis.
Andika buka kedua tangannya.
Mudah saja. Aku hanya menutup aliran tenaga 'inti
petir' yang berpusat pada setiap susunan saraf. Sehingga,
tenaga 'inti petir' yang kumiliki lenyap begitu saja. Lalu
setelah kupadukan dengan ajian 'Tapa Geni' yang
kupelajari dari round Siluman Hutan Waringin, tubuhku
terseiimut hawa panas. Perlu kau ketahui, ajian Tapa Geni'
merupakan ajian maut yang tak pernah diketahui
bagaimana sang pemilik menyerang. Karena, serangan itu
bagai tak terlihat, namun membawa hasil. Nah, mudah
bukan O ya.„. Apakah serigala besar milikmu itu tidak
segera di kuburkan
Merah padam seluruh tubuh Serigala Mata Iblis
mengetahui kalau justru telah melepaskan orang yang
telah lama dicarinya.
Orang tua... apakah kau sudah mengetahui,
mengapa lelaki itu tidak membunuhmu kata Pendekar
Slebor, membuat Serigala Mata Iblis makin panas saja.
Bidadari Tangan Maut meringis lalu menggeleng.
Hm.... Perlu kau ketahui... yang diinginkan darimu
bukanlah tubuh atau nyawamu. Melainkan, seluruh tulang
sumsum yang ada padamu bila kau telah mengalirkan
ajian 'Dewa Maut Hempaskan Gunung'. Itulah sebabnya,
waktu itu dia tidak membunuhmu. Karena, kau tidak
mengeluarkan ajian pamungkas itu.
Tetapi mengapa tanya Bidadari Tangan Maut
keheranan.
Tulang sumsum milikmu yang terpendam ajian
'Dewa Maut Hempaskan Gunung' akan menjadi sebuah
tenaga dahsyat bagi Serigala Mata Iblis. Sebaiknya, kau
jangan mempergunakan ajian 'Dewa Maut'....
“Heeiiittl Kadal buntung! Monyet pitak!
Andika memaki tak karuan ketika merasakan
kelebatan dahsyat mengandung tenaga dalam tinggi yang
meluruk ke.arahnya. Cekatan tubuhnya dibuang dan
langsung melontarkan kain pusaka bereorak catur yang
telah dipadu dengan ajian 'Guntur Selaksa'.
Bletar!
Suara bagai salakan petir menggema di tempat itu,
yang kini telah diterangi sinar matahari.
Serigala Mata Iblis memaki keras. Dia melompat ke
samping. Dan ketika siap menyerang, Bidadari Tangan
Maut sudah memburu. Menyusul, Pendekar Slebor yang
terus menyerang dengan kain pusakanya.
Serangan susul menyusul yang dahsyat tak
membuat Serigala Mata Iblis menjadi gentar. Justru tenaga
dalamnya ditingkatkan sambil membalas cepat.
Tak terasa, pertarungan sudah berlangsung puluhan
jurus.
Desss...!
Aaakh...!
Dan mendadak tubuh Bidadari Tangan Maut
terlempar ke belakang, ketika satu sentakan kaki
menghantam dadanya.
Andika menjadi murka melihatnya. Tanpa
mempedulikan dirinya sendiri, dia melompat cepat ke arah
Bidadari Tangan Maut Karena dilakukan agak mendadak,
kekuatannya jadi berkurang. Begitu menerima tubuh
Bidadari Tangan Maut, mau tak mau tubuhnya pun
terdorong ke belakang. Cepat keseimbangannya dijaga,
apalagi ketika matanya menangkap kelebatan Serigala
Mata Iblis.
Kalian akan kudapatkan hari ini juga! Dan Lembah
Kutukan hancur berantakan!
Sebisanya Andika mempertahankan kecepatan dan
keseimbangannya. Dia sadar, lawan memang memiliki ilmu
sangat tinggi. Namun tadi, ketika mempergunakan kain
bercorak caturnya yang dialirkan ajian 'Guntur Selaksa',
Andika bisa bernapas sejenak. Sayang keadaan Bidadari
Tangan Maut sudah lemah sekali. Bahkan Andika yakin,
dalam waktu beberapa tarikan napas saja, perempuan itu
sudah kehilangan seluruh tenaganya akibat lelah dan luka
dalam. Harus membutuhkan waktu satu hari satu malam
untuk memulihkan tenaga dalamnya kembali.
Dalam keadaan bebas saja Andika cukup disulitkan
oleh serangan Serigala Mata Iblis. Apalagi sekarang harus
membopong dan menyelamatkan Bidadari Tangan Maut.
Keadaannya benar-benar gawat sekali.
Namun mendadak keanehan yang sukar dimengerti
Andika terjadi. Karena, tubuh garang Serigala Mata Iblis
yang siap menumpahkan seluruh hawa kematian, tiba-tiba
saja terpental deras ke belakang, bagai ada sebuah tenaga
raksasa yang menghantam.
Setan alas! maki Serigala Mata Iblis yang jatuh
terduduk dan berusaha bangun. Saptacakra! Kau menang
lagi kali ini! Tetapi, percayalah! Akan kubunuh pemuda
pewaris ilmu itu. Dan, kuhancurkan Lembah Kutukan!
Sehabis berkata begitu, tubuh Serigala Mata Iblis
terpental kembali ke belakang. Kali ini, darah keluar dari
mulutnya.
Haram jadah! Kutukan Saptacakra memang sulit
kuduga! Jarak tiga puluh ribu tombak ini tak bisa
kutentukan! Biarlah, saat ini aku mengaku kalah. Tetapi
kelak... aku akan muncul kembali!
Ketika merasakan angin deras mengarah padanya
lagi, Serigala Mata Iblis mengambil langkah seribu.
Andika yang masih dalam keadaan tegang, menarik
napas lega. Tubuhnya yang masih membopong Bidadari
Tangan Maut tahu-tahu jatuh terduduk.
Rupanya Eyang Saptacakra yang menyelamatkan
aku. Berat sekali cobaan yang kualami saat ini. Dan aku
yakin, manusia laknat itu akan muncul kembali.... Aku
yakin, kutukan yang dilakukan Eyang Saptacakra bukan
semacam kutukan biasa. Melainkan, karena memang
mampu menyerang dalam jarak ribuan tombak jauhnya.
Ah! Ilmunya memang begitu tinggi. Sebaiknya, aku
membantu Bidadari Tangan Maut memulihkan tenaga.
Setelah itu, aku akan membawanya ke Desa Peterongan
untuk mengabarkan pada gadis yang bernama Nuning
tentang kakaknya yang dibawa Eyang Purnama.... Aku
yakin, pemuda itu pasti aman-aman saja...
SELESAI
PENDEKAR SLEBOR
Segera terbit!!!
Serial Pendekar Slebor dalam episode
MALAIKAT BUKIT PASIR
0 comments:
Posting Komentar