..👉Catatan Penting Buat Penggemar Cerita Silat Di Blog Ini .. Bahwa Cerita Ini Di Buat Pengarang Nya Sebagian Besar Adalah Fiksi Semata..Ambil Hikmahnya Dan Tinggalkan Buruk Nya.. semoga bermanfaat.. semoga kita semua kelak mendapatkan surga dari Allah SWT.. aamiin...(Hadits tentang tiga perkara yang tidak terputus pahalanya setelah meninggal dunia adalah: Sedekah jariyah, Ilmu yang bermanfaat, Anak sholeh yang mendoakannya. Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra ) ..(pertanyaan Malaikat Munkar dan nakir di alam kubur : . Man rabbuka? Atau siapa Tuhanmu? 2. Ma dinuka? Atau apa agamamu? 3. Man nabiyyuka? Atau siapa nabimu? 4. Ma kitabuka? Atau apa kitabmu? 5. Aina qiblatuka? Atau di mana kiblatmu? 6. Man ikhwanuka? Atau siapa saudaramu?)..sabda Rasulullah Saw mengenai keutamaan bulan suci Ramadhan dalam sebuah hadits yang berbunyi: “Telah datang kepadamu bulan Ramadhan, bulan yang diberkahi, Allah telah mewajibkan padamu berpuasa di bulan itu..
Tampilkan postingan dengan label PAHLAWAN INDONESIA. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label PAHLAWAN INDONESIA. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 11 Januari 2025

SULTAN HASANUDDIN

SULTAN HASANUDDIN


Sultan Hasanuddin, (lahir di Makassar, Sulawesi Selatan,12 Januari 1631 - meninggal di Makassar,

Sulawesi Selatan, 12 Juni 1670 pada umur 39 tahun). Sultan Hasanuddin terlahir dengan nama I

Mallombasi Muhammad Bakir Daeng Mattawang Karaeng Bonto Mangepe.

Setelah naik tahta sebagai sultan, beliau mendapat gelar Sultan Hasanuddin, Tumenanga Ri Balla

Pangkana (yang meninggal di istananya yang indah). atau lebih dikenal dengan Sultan Hasanuddin. Ia

dijuluki e Haantjes van Het Oosten oleh Belanda yang artinya Ayam Jantan/Jago dari Benua Timur,

karena keberaniannya melawan penjajah Belanda.

Sultan Hasanuddin merupakan anak kedua dari Raja Gowa ke-15, I Manuntungi Daeng Mattola, Karaeng

Lakiung yang bergelar Sultan Malikussaid dan ibunya bernama I Sabbe To'mo Lakuntu yang merupakan

Putri bangsawan Laikang.

Sultan Hasanuddin juga mempunyai seorang saudara perempuan yang bernama I Patimang Daeng

Nisaking Karaeng Bonto Je'ne yang kemudian menjadi permaisuri Sultan Bima, Ambela Abul Chair

Sirajuddin.

Sejak kecil Sultan Hasanuddin sudah memperlihatkan jiwa kepemimpinan sebagai seorang pemimpin

masa depan. Kecerdasan dan kerajinan beliau dalam belajar sangat menonjol dibandingkan dengan

saudara-saudaranya yang lain. Pendidikannya di Pusat Pendidikan dan Pengajaran Islam di Mesjid

Bontoala membentuk Hasanuddin menjadi pemuda yang beragama, rendah hati, jujur dan memiliki

semangat perjuangan.

Selain itu, Hasanuddin pandai bergaul. Tidak hanya dalam lingkungan bangsawan istana dan rakyatnya,

tetapi meluas kepada orang asing seperti orang melayu, portugis dan inggris yang pada saat itu banyak

berkunjung ke Makassar untuk berdagang.

Wafatnya Sultan Alauddin dan Pengangkatan Sultan Malikussaid sebagai Raja Gowa ke-15

Pada umur 8 tahun, Sultan Alauddin Mangkat setelah memerintah selama 46 tahun. Hasanuddin merasa

sangat sedih sekali. Kemudian ayahnya Sultan Malikussaid mengantikan kakek beliau menjadi Raja

Gowa ke-15. Beliau dilantik pada tanggal 15 Juni 1639.


Selama kepemimpinannya Sultan Malikussaid kerap kali mengajak Hasanuddin yang masih berusia

remaja untuk menghadiri perundingan-perundingan penting. Hal ini tiada lain dilakukan untuk

mengajarkan Sultan Hasanuddin tentang ilmu pemerintahan, diplomasi dan strategi peperangan.

Sejak itulah kecakapan dalam bidang ini sudah menonjol. Selain mendapat bimbingan dari ayahnya,

Hasanuddin juga banyak dibimbing oleh mangkubumi kerajaan Gowa Karaeng Pattingaloang tokoh yang

paling berpengaruh dan cerdas yang sekaligus guru dari Arung Palakka yang merupakan Raja Bone.

Sultan Hasanuddin beberapa kali menjadi utusan, sekaligus membawa amanah mewakili ayahnya

mengunjungi kerajaan nusantara dengan membawa titah persatuan nusantara. Terutama pada daerah-

daerah dalam gabungan pengawalan kerajaan Gowa.

Menjelang umurnya 21 tahun, Sultan Hasanuddin dipercaya untuk menjabat urusan Pertahanan Kerajaan

Gowa dan banyak membantu ayahnya mengatur pertahanan guna menangkis serangan Belanda yang saat

itu mulai dilancarkan.

Pengangkatan Sultan Hasanuddin sebagai Raja Gowa ke-16

I Mallombasi Daeng Mattawang dinobatkan menjadi Raja Gowa ke-16 dengan gelar Sultan Hasanuddin

pada bulan Nopember 1653 menggantikan ayahnya pada saat beliau berusia 22 tahun. Sultan Hasanuddin

bukanlah putra mahkota yang mutlak menjadi pewaris kerajaan, dikarenakan derajat kebangsawanan

ibunya lebih rendah dari ayahnya.

Sultan Hasanuddin diangkat menjadi raja karena pesan dari ayahnya sebelum wafat. Wasiat dari Raja

kepada Sultan Hasanuddin disetujui oleh Mangkubumi Kerajaan Karaeng Pattingaloang. karena melihat

sifat-sifat Hasanuddin yang tegas, berani dan juga memiliki kemampuan serta pengetahuan yang luas.

Kerajaan Gowa Menentang Usaha Monopoli VOC

Sultan Hasanuddin melanjutkan perjuangan ayahandanya melawan VOC yang menjalankan monopoli

perdagangannya di Indonesia bagian timur. VOC menganggap orang - orang Makasar dan Kerajaan Gowa

sebagai penghalang dan saingan berat. Bahkan VOC menganggap sebagai musuh yang sangat berbahaya.


Sultan Hasanuddin memerintah Kerajaan Gowa ketika Belanda sedang berusaha menguasai hasil rempah-

rempah dan memonopoli hasil perdagangan wilayah timur Indonesia. Salah satu caranya adalah melarang

orang Makasar berdagang dengan musuh-musuh Belanda seperti Portugis dsb.

Tentu saja keinginan Belanda ditolak mentah-mentah Raja Gowa. Kerajaan Gowa menentang dengan

keras hak monopoli yang hendak dijalankan VOC. Sultan Alaudin, Sultan Muhammad Said, dan Sultan

Hasanuddin berpendirian sama. Bahwa Tuhan menciptakan bumi dan lautan untuk dimiliki dan dipakai

bersama.

Itu sebabnya Kerajaan Gowa menentang usaha monopoli VOC dan ini yang membuat VOC berusaha untu

menghancurkan dan menyingkirkan Kerajaan Gowa. Kerajaan Gowa pada saat itu merupakan kerajaan

terbesar yang menguasai jalur perdagangan.

Peperangan Melawan Belanda dan Perjanjian Bongaya

Dalam perjalanannya, terjadi pertempuran yang berlangsung di medan perang Sulawesi Selatan antara

orang-orang Makassar yang dipimpin oleh Sultan Hasanuddin dengan VOC dipimpin oleh Laksamana

Speelman.

Tahun 1666, di bawah pimpinan Laksamana Cornelis Speelman, Belanda berusaha menundukkan

kerajaan-kerajaan kecil, tetapi mereka belum berhasil menundukkan Kerajaan Gowa. Karena Sultan

Hasanuddin berusaha menggabungkan kekuatan kerajaan-kerajaan kecil di Indonesia bagian timur untuk

melawan Belanda.

Pertempuran-pertempuran terus berlangsung begitu pula selalu diadakannya berbagai perjanjian

perdamaian dan gencatan senjata, namun selalu dilanggar oleh VOC dan merugikan Kerajaan Gowa.

Pada saat peperangan Belanda terus menambah kekuatan pasukannya hingga pada akhirnya Gowa

terdesak dan semakin lemah. Dengan berbagai pertimbangan akhirnya Sultan Hasanuddin bersedia

menandatangani Perjanjian Bungaya, pada 18 November 1667.

Setelah merasa Perjanjian Bungaya itu sangat merugikan bagi rakyat dan Kerajaan Gowa, akhirnya pada

12 April 1668 perang kembali pecah.


Sultan Hasanuddin memberikan perlawanan sengit. Bantuan tentara dari luar, menambah kekuatan

pasukan Belanda, hingga akhirnya berhasil menerobos benteng terkuat Kerajaan Gowa yaitu Benteng

Sombaopu pada tanggal 24 Juni 1669.

Sultan Hasanuddin Turun Tahta

Setelah kekalahan yang diderita Kerajaan Gowa dan mundurnya Sultan Hasanuddin dari benteng Somba

Opu ke benteng Kale Gowa, maka usaha Speelman memecah belah persatuan kerajaan Gowa terus

dilancarkan.

Usaha ini berhasil, setelah diadakan "pengampunan umum". Siapa yang mau menyerah diampuni

Belanda. Beberapa pembesar kerajaan menyatakan menyerah. Karaeng Tallo dan Karaeng Lengkese

menyatakan tunduk pada Perjanjian Bungaya.

Sultan Hasanuddin sudah bersumpah tidak akan sudi bekerja sama dengan penjajah Belanda. Pada tanggal

29 Juni 1669 Sultan Hasanuddin meletakkan jabatan sebagai Raja Gowa ke-16 setelah selama 16 tahun

berperang melawan penjajah dan berusaha mempersatukan kerajaan Nusantara.

Sebagai penggantinya ditunjuk putranya I Mappasomba Daeng Nguraga Bergelar Sultan Amir Hamzah.

Sesudah turun tahta, Sultan Hasanuddin banyak mencurahkan waktunya sebagai pengajar Agama Islam

dan berusaha menanamkan rasa kebangsaan dan persatuan.

Wafatnya Sultan Hasanuddin

Pada hari Kamis tanggal 12 Juni 1670 bertepatan dengan tanggal 23 Muharram 1081 Hijriah. Sultan

Hasanuddin wafat dalam usia 39 tahun. Beliau dimakamkan disuatu bukit di pemakaman Raja-raja Gowa

di dalam benteng Kale Gowa di Kampung Tamalate.

I Mallombasi Daeng Mattawang Karaeng Bontomangape Sultan Hasanuddin Tumenanga Ri

Balla'Pangkana telah tiada. Tetapi semangatnya tetap berkobar di dada setiap insan bangsa yang

mendambakan perdamaian dan kebebasan di Bumi Pancasila ini.

Nama Sultan Hasanuddin abadi dalam dada. Menghormati jasanya dengan mengabadikan namanya

menjadi nama jalan pada hampir disetiap Kota di Nusantara. Universitas Hasanuddin sebagai salah satu


universitas terkemuka di Indonesia bagian Timur, mempergunakan namanya dan memakai lambangnya

"Ayam Jantan Dari Timur".

Komando Daerah Militer (KODAM) XIV Hasanuddin mengabadikan namanya dan menjadikan

semboyannya "Abbatireng Ri Pollipukku" (setia pada Negeriku). Dan dengan keputusan Presiden RI No.

087/TK?tahun 1973 Tanggal 6 November 1973, Sultan Hasanuddin dianugerahi gelar Pahlawan Nasional,

untuk menghargai jasa-jasa kepahlawanannya.



 

Share: