..👉Catatan Penting Buat Penggemar Cerita Silat Di Blog Ini .. Bahwa Cerita Ini Di Buat Pengarang Nya Sebagian Besar Adalah Fiksi Semata..Ambil Hikmahnya Dan Tinggalkan Buruk Nya.. semoga bermanfaat.. semoga kita semua kelak mendapatkan surga dari Allah SWT.. aamiin...(Hadits tentang tiga perkara yang tidak terputus pahalanya setelah meninggal dunia adalah: Sedekah jariyah, Ilmu yang bermanfaat, Anak sholeh yang mendoakannya. Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra ) ..(pertanyaan Malaikat Munkar dan nakir di alam kubur : . Man rabbuka? Atau siapa Tuhanmu? 2. Ma dinuka? Atau apa agamamu? 3. Man nabiyyuka? Atau siapa nabimu? 4. Ma kitabuka? Atau apa kitabmu? 5. Aina qiblatuka? Atau di mana kiblatmu? 6. Man ikhwanuka? Atau siapa saudaramu?)..sabda Rasulullah Saw mengenai keutamaan bulan suci Ramadhan dalam sebuah hadits yang berbunyi: “Telah datang kepadamu bulan Ramadhan, bulan yang diberkahi, Allah telah mewajibkan padamu berpuasa di bulan itu..

Sabtu, 18 Januari 2025

DEWA LINGLUNG EPISODE LODRAPATI SI ULAR SANCA BERACUN

matjenuh

 

SATU

GUNUNG ARJUNO tegak menjulang megah dan 

gagah dikelilingi hutan rimba. Asap tipis mengepul 

dari ujung lubang kepundannya yang masih 

diselimuti kabut tipis. Awan-awan putih bertebaran 

diatasnya. Sementara dari balik mega membersit 

cahaya matahari melalui celah awan memantulkan 

cahaya yang menyorot kuning kemerahan 

mewarnai senja yang mulai tiba.

Pemandangan disekitar puncak gunung Arjuno 

memang indah, apalagi disaat senja tiba. Ternyata 

dipuncak gunung itu terdapat sebuah pondok kayu 

beratap alang-alang. Pondok itu cukup lumayan 

besarnya dikelilingi pagar bambu kuning yang 

teratur rapi. Halaman pondok itupun bersih, 

pertanda si penghuninya orang yang 

mengutamakan kebersihan dan keindahan.

Tak heran karena penghuninya adalah seorang 

wanita tua. Siapakah gerangan wanita tua ini yang 

menetap dipuncak gunung Arjuno itu? Dialah 

seorang perempuan yang bernama NYAI MERANTI. 

Seperti biasa disenja itu Nyai Meranti keluar dari


pondoknya memperhatikan sekitar halamannya. 

Ada sedikit saja daun kering yang mengotori 

halaman takkan luput dari pandangan matanya 

yang tajam.

"Hihik ... hik ... hik ... kalau halaman rumah 

bersih, pikiran pun jadi terang" berkata sendiri 

wanita tua yang agak bungkuk punggungnya ini. 

Dia mengenakan baju kembang-kembang yang 

sudah agak lusuh dengan kain warna hitam.

"Hm, kemana perginya si LODRA PATI muridku 

yang tampan itu? Sudah beberapa hari ini dia 

jarang pulang. Apa sudah tak betah tinggal 

dipuncak gunung Arjuno ini? Atau mungkin hatinya 

sudah ngebet untuk menyatroni perawan desa ..? 

He? Jangan-jangan selama ini dia diam-diam sudah 

sering keluyuran kedesa?" gumamnya dengan 

memijit-mijit dagunya yang keriput.

Baru saja selesai bergumam, wanita tua ini 

miringkan kepalanya. Hebat pendengaran wanita 

tua ini, ternyata dia telah dapat mendengar 

gerakan orang yang mendatang puncak gunung 

itu.

"Satu, dua tiga, empat ... lima ... enam! Heh!? 

enam orang semuanya! Siapakah mereka? Ada 

maksud apakah menyatroni tempat tinggalku? 

Apakah diantara mereka ada si tampan muridku 

yang datang bersama kawan-kawannya dari desa? 

Atau bersama perawan- perawan desa? Hm, bisa 

jadi! Karena pemuda gagah dan tampan seperti 

Lodra Pati sudah pasti digandrungi oleh gadis-gadis


cantik!" berkata dalam hati Nyai Menanti dengan 

bibir tersenyum.

Akan tetapi dia menyanggah dugaannya sendiri.

"Tak mungkin! Lodra Pati tak secepat itu 

mempunyai banyak kawan. Juga seandainya dia 

bersama gadis-gadis desa lebih-lebih hal yang 

mustahil! Jalan menuju kepuncak gunung ini amat 

sulit dan takkan mampu dilakukan oleh seorang 

manusia tak berkepandaian tinggi dengan gerakan 

secepat itu!"

Belum lagi dia sempat memikirkan lebih lanjut, 

enam sosok bayangan telah berkelebatan muncul 

dihadapan Nyai Meranti. Wanita tua ini kerutkan 

keningnya. Sepasang matanya dipicing-kan untuk 

melihat jelas siapa gerangan para pendatang yang 

tak diundang itu.

"Hahaha .... Nyai Meranti! Sungguh tak 

kusangka selama ini kau berdiam dipuncak gunung 

Arjuno ini? Bahkan diam-diam telah memelihara 

seorang murid! Akan tetapi sayang, yang kau 

pelihara dan kau didik menjadi muridmu itu bukan 

seorang manusia, melainkan seekor ULAR SANCA 

BERACUN!" Terdengar suara lantang yang 

diucapkan seorang laki-laki berjubah kuning 

berkepala gundul. Sepasang kumisnya menjuntai

macam ekor tikus.

Tersentak kaget Nyai Meranti melihat siapa 

orang yang datang dan barusan bicara.

"Bajul Kuning, tikus busuk! datang dari parit


manakah kau bersama kawan-kawanmu berani 

menyatroni tempat kediamanku? Dan apa maksud 

kata-katamu?" berkata Nyi Meranti dengan ketus. 

Sepasang mata sipitnya menyapu lima orang yang

mengelilingi dihadapannya.

"Hahaha ..! Sejak dulu kau selalu menyebutku 

tikus busuk! Apakah kau sendiri tak menyadari 

kalau kau sendiri adalah seekor cecurut jelek yang 

sudah dekat keliang kubur?" Dihina demikian 

wanita tua ini berubah mukanya. Tapi belum 

sempat dia balas memaki, si laki-laki jubah kuning 

telah menyambung bicara.

"Kelima kawanku ini adalah yang berjulukan si 

Lima Harimau Gunung Siantan! Secara kebetulan 

mereka berada diwilayah ini! secara kebetulan pula 

telah berkenalan denganku, dan menyaksikan 

dengan mata kepala sendiri perbuatan bejat 

muridmu!"

Nyai Meranti terkejut mendengar nama lima 

orang tokoh persilatan yang barusan di 

perkenalkan itu, karena selama berdiam lebih dari 

sepuluh tahun dipuncak gunung Arjuno dia 

memang tahu dengan keadaan diluar. Nama Lima 

Harimau Gunung Siantan memang pernah 

didengarnya sebagai lima tokoh kosen 

(berkepandaian tinggi) yang berada dipihak 

golongan putih.

"Apa yang telah diperbuat muridku?" tanya Nyai 

Meranti dengan tersentak. Diam-diam hatinya 

mendongkol karena muridnya si tampan dianggap


bukan manusia melainkan seekor ular sanca 

beracun.

"Hm kupersilahkan sobat Lima Harimau Gunung 

Siantan menjawab pertanyaanmu itu!" sambut 

Bajul Kuning dengan tersenyum sinis, seraya 

berpaling menetap pada kelima orang dise-

belahnya.

Laki-laki kurus bermata tajam dengan sepasang 

alis tebal segera maju menindak dua langkah. Laki-

laki ini mengenakan baju rompi terbuat dari kulit 

harimau juga dengan gelang-gelang tangan dan 

kaki.

"Terpaksa kami harus menyatroni kemari, 

karena kekurang ajaran muridmu membuat onar di 

gedung Kadipaten! Tak tahukah anda kalau 

muridmu telah beberapa kali melakukan perbuatan 

jahat. Kesatu dia telah memperkosa dua orang 

gadis kakak-beradik anak seorang saudagar didesa 

Tanjungan sekaligus merampok hartabenda 

saudagar itu. Kedua dia telah membunuh tiga 

orang prajurit Kadipaten. Ketiga ..! hm, inilah yang 

terberat! Dia telah main gila dengan istri Adipati 

Karang Ampel. Kedatangan kami kemari membawa 

perintah Adipati, selain untuk menangkap si Ular 

Sanca Beracun muridmu itu hidup-hidup, atau 

membawa bangkainya untuk dipersembahkan pada 

sinuhun Adipati Karang Ampel, juga menawanmu, 

sebagai pertanggung jawaban atas perbuatan gila 

muridmu!"

Pucat seketika wajah Nyai Meranti. Karena tak


menyangka sudah sejauh itu perbuatan Lodra Pati 

si tampan muridnya itu. Akan tetapi sebagai 

seorang guru yang amat menyayangi muridnya, 

Nyai Meranti tak bisa mentah-mentah muridnya 

dituduh begitu saja.

"Hm, apakah sudah kau pikirkan bahwa semua 

itu ada sebabnya? Kukira tuduhan itu tak berdasar, 

dan kalian berpihak berat sebelah berkata Nyai 

Meranti dengan sinis.

"Apa maksod kata-katamu?" tanya Pangkur Wesi 

orang tertua dari Lima Harimau Gunung Siantan.

"Hik ... hik ... hik ... bocah laki-laki muridku itu 

selain seorang yang gagah, juga berwajah tampan. 

Apakah kalian tak fikirkan kalau justru istri Adipati 

sendiri yang telah sengaja menggoda muridku? 

Demikian juga dengan dua orang gadis kakak-

beradik anak si saudagar, tentu merek.i yang 

memang tergila-gila pada muridku. Kukira semua 

itu dilakukan atas dasar suka sama suka. Mengenai 

membunuh tiga orang prajurit Kadipaten, kukira 

kalau tak ada persoalan tentu tak segampang itu 

muridku menurunkan tangan keji! Biasanya kaum 

alat Kerajaan bersikap sombong bahkan banyak 

yang bertindak semaunya sementang dia 

berkuasa!" sahut Nyai Meranti dengan tandas.

"Hahaha! cecurut tua! Kau cuma bisa menduga 

dan menduga! Sudah jelas semua perbuatan itu 

adalah suatu kejahatan, mengapa kau masih 

membela muridmu yang bejat itu? Gurunya saja 

dimasa muda bekas seorang petualang Cinta, tentu


akan mewarisi sifat-sifat itu pada muridnya! Tak 

perlulah kau mencari dalih, Nyai Meranti! Sekarang 

juga segera serahkan dirimu untuk menjadi 

tawanan kami!

Setelah meringkusmu bukan mustahil kalau 

muridmu akan muncul di Kadipaten untuk 

menyerahkan diri kalau dia mengetahui gurunya 

ditawan!" berkata lantang Bajul Kuning dengan 

tertawa lebar.

"Persetan dengan urusan muridku! Mengapa 

melibatkan atas diriku? Mengapa tak kalian cari dia 

sampai bertemu dan kalian tangkap untuk 

mempertanggung jawabkan perbuatan itu jika 

benar semua tuduhan itu?";sahut Nyai Meranti 

ketus. Matanya semakin rnenyimpit, tapi ini 

pertanda hati wanita ini tak senang. Mana mau dia 

dijadikan tawanan sedangkan dia merasa tak 

berbuat apa-apa.

---ooo0myr0ooo---

DUA

DISINGGUNG tentang dirinya dimasa muda 

bekas seorang petualang Cinta, wajah si wanita tua 

semakin memerah. Dia tahu kalau Bajul Kuning 

adalah salah seorang yang pernah mengejar

cintanya. Akan tetapi Meranti tak pernah 

menggubrisnya. Membuat laki-laki itu


membencinya. Kini mereka bertemu lagi dalam 

keadaan telah tua dan tubuh Meranti sendiri telah 

agak membungkuk.

"Kalau begitu terpaksa kami harus menawanmu 

dengan kekerasan!" berkata Lima Harimau Gunung 

Siantan. Serentak mereka bersiap mengurung 

wanita ini. Lima Harimau Gunung Siantan memang 

telah mengetahui dari Bajul Kuning tentang wanita 

tua kosen ini yang memiliki ilmu kedigjayaan tinggi. 

Terbukti dengan muridnya LODRA PATI mampu 

meloloskan diri dari kepungan mereka.

"Hm, kau tikus busuk apakah tak turut serta 

mengerubuti aku?" berkata Nyai Meranti tanpa 

memandang mata pada kelima orang yang telah 

mengurung dirinya.

"Hahaha .... biarlah kuwakilkan pada sahabat-

sahabatku saja untuk meringkusmu. Aku akan 

berjaga-jaga siapa tahu muridmu muncul dengan 

tiba-tiba! Akupun perlu memeriksa "istana" mu, 

siapa tahu kau menyembunyikan si Ular Sanca 

Beracun didalamnya!" sahut Bajul Kuning dengan 

tertawa tawar.

Saat itu Lima Harimau Gunung Siantan telah 

siap melakukan serangan. Mendadak terdengar 

bentakan Nyai Meranti. Tongkatnya diketukkan 

ketanah.

"Kalian datang mencari kematian! Jangan 

menyesal kalau terpaksa aku turunkan tangan keji 

untuk membunuh manusia-manusia yang mengusik


ketenanganku dipuncak gunung Arjuno!"

"Bagus! Sudah lama kami ingin merasai 

kehebatan ilmu tongkatmu yang terkenal itu sobat! 

Julukan Iblis Tongkat Bayangan padamu pernah 

kudengar sejak sepuluh tahun yang lalu. Apakah 

kau sanggup membuktikan ucapanmu?" berkata 

Pangkur Wesi. Dan serentak kelima orang itu 

membentuk barisan melingkar. Masing-masing 

telah mencabut senjatanya yaitu sepasang besi 

kuning sepanjang siku berbentuk cakar-cakar 

harimau.

"Hik ... hik ... hik ... bersiaplah untuk mampus!" 

bentak Nyai Meranti. Dan dengan perdengarkan 

suara melengking parau Nyai Meranti kibasan 

lengan bajunya. Tongkatnya pun diputar hingga 

membentuk segulung kabut hitam.

Kibasan lengan baju itu telah membuat kelima 

harimau gunung Siantan tersentak kaget karena

segelombang angin panas menyapu kearah 

mereka. Namun masing-masing salurkan tenaga 

dalam ketelapak tangan dan menangkis sambaran 

itu. Angin panas itupun buyar seketika. Ketika 

putaran Nyai Meranti membentuk segulung kabut 

hitam yang bergulung-gulung menutupi tubuh 

wanita tua itu, mereka menebar untuk siap 

menghadapi pertarungan maut. Senjata- senjata 

mereka siap dipergunakan.

Mendadak tubuh Nyai Meranti terpecah menjadi 

beberapa sosok. Membelalaklah mata kelima 

Pendekar Gunung Siantan. Sementara gulungan


kabut mendadak menebar pula menjadi lima 

bagian.

"Ilmu sihir!!" sentak Lima Harimau Gunung 

Siantan dengan terkejut. Serentak mereka 

berlompatan menerjang. Senjata-senjata mereka 

berkelebatan menabas! Lima orang itu kini 

bagaikan telah mendapat pasangan lawan lima 

sosok tubuh Iblis Tongkat Bayangan. Terperangah 

kaget empat orang penerjang ini karena saat itu 

juga terdengar jeritan parau salah seorang dari 

mereka, disertai terlemparnya sesosok tubuh sang 

kawan.

Salah seorang dari Lima Harimau Gunung 

Siantang jatuh menggabruk ketanah. Laki-laki itu 

cuma menggeliat sejenak, lalu terkulai tewas 

melepaskan nyawa. Dari dadanya memancur darah 

segar tertembus tongkat Nyai Meranti.

"Hah! kita menghadapi manusia berilmu sesat! 

Segera gunakan ilmu bathin melalui pandangan 

mata!" sentak Pangkur Wesi terperangah. Serentak 

mereka berlompatan menebar. Kini mereka 

gunakan kekuatan mata bathin untuk melihat sosok 

tubuh lawan yang asli.

Akan tetapi terlambat. Karena pada saat itu 

gumpalan asap hitam telah menerjang mereka, 

hingga mereka tak sempat lagi untuk 

menggunakan kekuatan mata bathin. Saat itu juga 

kilatan-kilatan hitam meluncur kearah si Lima 

Harimau Gunung Siantan.


Terdengarlah jeritan-jeritan kematian, yang 

diiringi dengan robohnya empat laki-laki itu. Ketika 

gumpalan-gumpalan asap itu lenyap, tampak 

bertebaran mayat-mayat si Lima Harimau 

dihalaman pondok kayu itu. Terperangah Bajul 

Kuning melihat kejadian itu. Sejak pertarungan tadi 

dia telah melompat kepuncak pohon. Dari tempat 

sembunyinya laki-laki itu menyaksikan betapa 

dahsyatnya kehebatan ilmu tongkat Nyi Meranti. 

Dalam pertarungan yang tak berlangsung lama 

ternyata Lima Harimau Gunung Siantan telah 

menemui kematiannya.

”Celaka! Bukan saatnya aku menghadapi cecurut 

perempuan ini! Ilmu Tongkat Iblisnya semakin 

hebat. Ah, bencana besar pasti akan melanda 

Dunia Persilatan. Guru dan murid itu pasti akan 

banyak membuat keonaran!" berkata dalam hati 

Bajul Kuning. Dipercepatnya larinya menuruni 

puncak gunung Arjuno dengan keringat dingin 

mengguyur sekujur tubuhnya.

Akan tetapi betapa terkejutnya Bajul Kuning 

ketika tiba dikaki gunung, sesosok tubuh telah 

berdiri menghadang ditengah jalan yang akan 

dilaluinya. Seketika pucat-pias wajahnya karena 

orang yang menghadang itu tak lain dan tak bukan 

adalah Nyai Meranti!

"Hik ... hik ... hik ..! Kau datang tak kuundang, 

pergi tanpa permisi. Kau kira semudah itu untuk 

angkat kaki dari wilayah kediamanku?" Suara Nyai 

Meranti melengking tajam seperti menusuk


jantung. Walau hatinya berdebar dan nyalinya agak 

menciut tapi Bajul Kuning tak menunjukkan semua 

itu pada wanita yang pernah digandrungi, tapi 

kemudian dibencinya setengah mati.

"Hahaha ... siapa yang mau melarikan diri? Aku 

enggan turun tangan untuk membunuhmu saat ini. 

Kukira sebaiknya aku melaporkan hal kematian si 

Lima Harimau Gunung Siantan pada Adipati!" 

berkata tawar Bajul Kuning. Akan tetapi diam-diam 

dia telah siapkan satu pukulan dahsyat dengan 

alirkan tenaga dalam kesebelah lengannya.

"Hihihihik .... kiranya kau telah jadi anjingnya 

Adipati?" tertawa mengejak Nyai Meranti.

"Jangan salah mengerti, Nyai Meranti! Sejak 

dulu kau telah mengetahui siapa aku! Kalau tak 

ada keuntungannya buat aku bekerja padanya?" # 

Wanita kosen ini kerutkan keningnya.

"Keuntungan apa yang kau peroleh dengan 

bekerja padanya?" tanya Nyai Meranti dengan 

suara tetap dingin.

"Hehehe ... kalau kau mau turut bekerja sama 

secara diam-diam denganku tentu kaupun akan 

memperoleh keuntungan besar!" jawab Bajul 

Kuning serius. Kata-kata Bajul Kuning tentu saja 

membuat Nyai Meranti agak penasaran.

"Rencana macam apakah dikepalamu itu Bajul 

Kuning?"

"Rencana yang luar biasa! Akan tetapi saya


mengharapkan pengertianmu. Yaitu kau harus 

bersedia kubawa menghadap Adipati, seolah-olah 

aku berhasil menawanmu. Kau pasti akan segera 

dijebloskan dalam kamar tahanan. Tapi kau tak 

usah kuatir, karena aku akan membebaskanmu. 

Aku telah mempersiapkan rencana untuk 

merampok harta kekayaan Adipati. Dengan h;ut;i 

kekayaan Adipati itu dapat kita pergunakan untuk 

membangun sebuah istana! Dalam rencana 

perampokan itu Jentu saja aku membutuhkan 

tenagamu! berkata Bajul Kuning seraya melangkah 

dua tindak.

"Hihihihik ... kau mau menjadikan aku sebagai 

alat kelicikanmu? Siapa percaya omonganmu?" 

berkata Nyai Meranti diselingi tertawa dingin.

"Percayalah, Nyai Meranti! Semua itu sudah 

kuatur rapi. Aku memang sengaja mengumpan 

Lima Harimau Gunung Siantan untuk menemui 

kematian ditanganmu, karena mereka bisa jadi 

penghalang rencanaku itu! Ketahuilah sejak dulu 

sampai kini aku masih mencintaimu. Walau kau kini 

sudah tidak cantik seperti dulu. Tapi bekas-bekas 

kecantikanmu masih jelas membayang pada raut 

mukamu! Apa lagi ilmu kedigjayaanmu kini semakin 

bertambah tinggi!"

'Tua bangka edan! Laki-laki semua sama saja! 

Sampai saat inipun kau si tikus tua busuk masih 

mengobral rayuan!"

"Haih ...! kau masih tak percaya, Nyai Meranti? 

Dimasa muda aku tak mendapatkan dirimu. Siapa


tahu dimasa tua kita bisa bersatu?

---ooo0myr0ooo---

TIGA

sambil berkata lembut Bajul Kuning kembali 

mendekati Nyai Meranti. Sementara wanita tua itu 

seperti tercenung teringat masa mudanya. Dimasa 

mudanya Meranti memang seorang gadis yang 

amat cantik rupawan. Dia anak seorang saudagar 

kaya yang ternama pada waktu itu. Akan tetapi 

kekayaan ayahnya serta kecantikan wajahnya 

membuat dia menjadi seorang gadis yang angkuh. 

Entah berapa banyak pemuda baik dari golongan 

biasa maupun dari golongan ningrat yang 

meminangnya. Namun semuanya ditolak, karena 

tak sepenuju dengan isi hatinya.

Dia memang mendambakan seorang laki-laki, 

seorang pemuda disamping berharta juga 

berkepandaian tinggi dalam hal ilmu silat. Bahkan

orang itu harus berada ditingkat atas ilmu 

kepandaiannya. Akibatnya dia telah salah memilih 

idaman hati. Orang yang dicintainya justru cuma 

menginginkan tubuh serta harta ayahnya. Apa mau 

saat itu hati Meranti telah kecantol pada 

ketampanan wajah sang idaman hati, hingga dia 

tak segan-segan menuruti keinginan sang pemuda 

itu yang terus menerus menggerogoti harta 

kekayaan ayahnya. Bahkan tubuhnya pun rela 

diserahkan bulat-bulat pada sang kekasih.

Barulah disadari setelah semuanya terlanjur


terjadi. Sang idaman hati lenyap tak ketahuan 

kemana perginya. Betapa dendam dan sakit hati 

tiada terperikan Meranti, ketika mengetahui 

pemuda itu adalah seorang bajingan. Dalam 

keadaan perut semakin membuncit, sumpah-

serapah serta maki-makian yang ayahpun tiada 

pula berhenti. Akibat kemarahannya pada anak 

gadisnya membuat laki- laki hartawan yang hampir 

bangkrut itu jatuh sakit, yang telah menyeret 

nyawanya, keliang kubur.

Meranti menangis pilu. Dari cinta kini berbalik 

menjadi dendam kesumat. Kandungan digugurkan. 

Rumah dan sisa harta peninggalan ayahnya dijual. 

Dia berniat meninggalkan tempat itu untuk pergi 

mengembara.

Pada saat itulah Bajul Kuning muncul 

menawarkan jasa baiknya. Bajul Kuning memang 

pernah melamarnya yang mendapat penolak.m 

Meranti, karena laki-laki itu bukan laki-laki pilihan 

hatinya. Meranti yang sudah terlanjui patah hati, 

untuk kedua kalinya menolak cinta Bajul Kuning

Ternyata dalam pengembaraannya pun tak 

sedikit laki-laki yang mengincarnya. Bukan saja 

menginginkan tubuhnya, tapi juga sisa hartanya. 

Akhir dari perjalanannya terpaksa dia harus 

menjadi tawanan seorang perampok perkasa. 

Seorang laki-laki kekar bercambang bauk lebat. 

Laki-laki itu bernama SASONGKO! Seorang kepala 

perampok gagah yang telah menundukkan ilmu 

kedig-jayaannya.


Ternyata Sasongko seorang laki-laki yang 

lemah-lembut walaupun sikapnya dan 

penampilannya kasar. Untuk kedua kalinya hati 

Meranti terpikat oleh kejantanan Sasongko. Dan 

untuk kedua kalinya dia serahkan tubuhnya bulat-

bulat dengan suka-rela. Akan tetapi lagi- lagi dia 

harus mengalami nasib yang pahit. Sasongko 

mengusirnya setelah puas menikmati kehangatan 

tubuhnya. Laki-laki itu merampas seluruh sisa 

harta-ben-danya.

Kini hati Meranti benar-benar patah sudah. Tak 

akan lagi dia percaya dengan manisnya mulut laki-

laki. Hingga kemudian dia mendalami ilmu 

tongkatnya dan bergelar Iblis Tongkat Bayangan.

Dengan dendam mengeram dalam dada dia 

berniat membunuh orang yang telah menyakiti 

hatinya. Ternyata jerih payah Meranti mempelajari 

ilmu tongkat itu membawa gelarnya untuk 

menduduki tingkat atas didunia Rimba Hijau. 

Bahkan dengan ilmu tongkatnya yang dahsyat itu 

dia berhasil membunuh Sasongko! Kemudian 

berhasil pula bertemu dengan laki-laki pertama 

yang telah merusak hidupnya.

Laki-laki itu dibunuhnya! Kemudian dia menetap 

dipuncak gunung Arjuno selama belasan tahun. 

Dan memungut seorang murid laki-laki bernama 

LODRA PATI.

"Jangan kau mengumbar rayuan gombal di-

hadapanku, Bajul Kuning! Iblispun tak akan 

percaya pada mulut laki-laki semacammu!" berkata


dingin Nyai Meranti.

"Meranti ..! Aku tahu betul siapa dirimu. Kau 

pernah hidup dalam gelimang harta benda dan 

kemewahan. Tidakkah kau menginginkan semua 

itu terwujud kembali? Mengapa tak kau 

pergunakan kesempatan ini sebaik-baiknya? 

Dengan harta yang tidak sedikit itu kita arungi 

kehidupan yang tenteram menghabiskan usia tua 

kita. Apakah kau tak bosan hidup dipuncak gunung 

Arjuno dengan gubuk reot yang sudah mdu roboh 

itu? Kesempatan baik ini sungguh amat sukar dicari 

..!" berkata Bajul Kuning dengan wajah 

mengharap. Kakinya kembali melangkah semakin 

dekat.

Sesaat Nyai Meranti kembali tercenung. Akan 

tetapi tak lama dia menghela napas seraya berkata 

dingin.

"Heh! harta benda hanya akan menyusahkan 

saja! Kukira dengan keadaanku sekarang ini aku 

cukup puas. Mengapa kau usik ketentramanku

dipuncak gunung Arjuno ini?"

Karena .... karena aku .." Bajul Kuning tak 

meneruskan kata- katanya. Pada saat itu juga 

sebelah lengannya bergerak menghantam kearah 

dada Nyai Meranti disertai bentakan menggelegak.

"Mampuslah kau iblis tua!" Terperangah kaget 

Nyai Meranti. Hawa panas bagaikan bara api 

menyambar dadanya. Tak ada kesempatan lagi 

baginya untuk mengelak. Namun dengan kertak


gigi tongkatnya masih sempat meluncur disaat 

sebelum dia menjerit ngeri. Tubuhnya roboh 

terguling-guling. Dan berhenti ketika menghantam 

batang pohon.

Terdengar suara berderak antara suara tulang 

dan batang kayu yang patah. Wanita ini 

mengerang. Wajahnya menyeringai menahan sakit 

yang luar biasa. Tampak dadanya hangus. 

Beberapa tulang dada dan punggungnya patah. 

Akan tetapi dia masih mampu tersenyum melihat 

Bajul

Kuning terhuyung-huyung. Tongkat mautnya 

ternyata telah menemui sasaran, menancap dan 

menembus lambung laki-laki itu.

"Hihihik ... satu-satu, Bajul Kuning! Pengecut 

licik! Kau toh tak akan bisa hidup ..!" berkata Nyai 

Meranti.

---ooo0myr0ooo---

Bajul Kuning menahan nyeri pada ususnya. 

Darah Kental menetes dari benaman tongkat Nyai 

Meranti. Wajahnya hitam membesi. Akan tetapi dia 

masih mampu berdiri dengan tubuh yang oleng. 

Saat itu Bajul Kuning rasakan kematian sudah 

diambang pintu. Tiba-tiba Bajul Kuning tertawa 

mengekeh. Lengannya mencekal tongkat yang 

tertanam dilambungnya erat-erat. Dia mencoba 

melangkah mendekati Nyai Meranti.


"Hehehe ... heheh ... kaupun segera akan 

berangkat keakhirat, Meranti! Akan tetapi aku 

masih penasaran padamu. Apakah sampai detik ini 

kau tetap menolak cintaku?"

"Tua bangka edan! Maut sudah hampir tiba 

masih bisa bicara soal cinta!" memaki Nyai Meranti. 

Akan tetapi mulutnya memaki ternyata hatinya 

telah menjadi luluh. Sadarlah dia apa yang 

dilakukan Bajul Kuning adalah karena dia begitu 

amat mencintai dirinya. Cinta itu berubah menjadi 

dendam kesumat karena beberapa kali dia menolak 

cinta laki-laki itu.

"Bajul Kuning! apakah kau benar-benar 

mencintaiku setulus hatimu?" bertanya Nyai 

Meranti dengan suara menggeletar.

"Sejak dulu cintaku tulus dan suci, Meranti! 

Mengapa kau masih juga meragukan aku?" jawab 

Bajul Kuning dengan suara menggetar. 

Perasaannya menggebu. Betapa disaat kematian 

hampir menjemput nyawanya itu dia ingin sekali 

mendengar Nyai Meranti menerima cintanya.

"Ah, kakang Bajul Kuning! semua sudah 

terlambat. Aku sadar akan keangkuhan hatiku. Aku 

... akupun amat mencintaimu, kakang Bajul Kuning. 

Akan tetapi aku kecewa karena saat itu ilmumu tak 

setingkatpun berada diatasku! Kesombonganku 

telah membuat penderitaan. Ternyata laki-laki yang 

kumaui justru membuat aku menderita! Kini 

semuanya sudah terlambat. Sesaat lagi nyawaku 

akan ... melayang!" berkata Nyai Meranti terputus


putus.

"Tidak! belum terlambat Meranti. Ah, begitu 

bahagia hatiku mendengar pengakuanmu. Sesaat 

lagi akupun akan berangkat ke Akherat!" Suara 

Bajul Kuning kian menggetar, menahan antara rasa 

sakit dan perasaan haru bercampur bahagia. 

Dengan terhuyung-huyung dia melangkah 

mendekati wanita itu.

"Bangkitlah Meranti! Ce ... pat! jabatlah 

tanganku! Kita ... kita akan segera menikah!"

"Menikah..?" tersentak Nyai Meranti dengan 

terperangah. Napasnya memburu. Rongga dadanya 

serasa penuh dengan kebahagiaan. Ternyata disaat 

akhir hayatnya dia masih bisa menemukan cinta 

yang tulus dari seorang laki-laki yang pernah 

dihinanya karena tingkat ilmu kepandaiannya 

berada dibawahnya.

"Ya ... ya! kita akan segera menikah di ... 

akhirat ...!" Dengan menggertak gigi menahan sakit 

yang amat sangat Nyai Meranti berusaha bangkit 

untuk menyambut tangan Ki Bajul Kuning yang 

menjulur. Tubuhnya terhuyung, akan tetapi dia 

berhasil menyambar tangan Bajul Kuning.

"Kakang ... Ba ... jul ... Ku ... ning ...!" ucapnya 

menggeletar penuh perasaan. Perempuan ini 

berusaha sekuatnya menahan tubuhnya agar tak 

jatuh terguling.

"Dinda ... Meranti, kekasih ... ku ..!" berkata 

menggetar laki- laki tua itu. Sesaat keduanya saling


tatap. Terlihat masing-masing dari kedua pelupuk 

mata mereka mengalir air bening yang meleleh 

kepipi keriput. Akan tetapi cuma sesaat karena 

ketika kedua bibir mereka bersama-sama 

tersenyum bahagia, pada saat itu pula putuslah 

nyawa Bajul Kuning kemudian disusul oleh 

lepasnya nyawa Nyai Meranti. Kedua tubuh itu 

roboh terguling dan terkapar tak bergerak lagi 

dengan lengan saling genggam menyatu. Seolah 

sepasang insan ini memang benar-benar akan 

melaksanakan pernikahan mereka di Akhirat!

---ooo0myr0ooo---

EMPAT

’Aha! dua manusia tua bangka saling cinta di 

saat mau mampus! Haiih! benar-benar dunia kini 

sudah penuh dengan orang-orang edan! Mana 

mungkin manusia dapat melakukan pernikahan di 

Akhirat?"

Sesosok tubuh keluar dari balik semak, berjalan 

mengelilingi kedua mayat itu sambil menggendong 

tangan.

Sikapnya seperti orang dungu. Sebentar-

sebentar membungkuk meneliti wajah kedua sosok 

mayat yang terkapar itu. Lalu garuk-garuk kepala 

dan benarkan celananya yang gombrong 

kedodoran.

Laki-laki ini masih muda, berpakaian putih 

gombrong dari bahan kasar. Dipunggungnya ter-

gemblok sebuah buntalan kain berwarna kuning


bertambal. Celana pangsinya warna abu-abu yang 

tampak sudah agak kumal.

Ternyata pemuda ini tak lain dan tak bukan 

adalah NANJAR alias si Dewa Linglung. Bagaimana 

Nanjar bisa berada ditempat ini? Baiklah kita 

mengguar kisah dibelakang.

Kejadian di Kadipaten mengenai skandal 

hubungan cinta istri Adipati Karang Ampel dengan 

seorang pemuda LODRA PATI sudah bukan rahasia 

lagi. Dan menurut penuturan beberapa orang 

penduduk desa disekitar Kekadipatian bahwa Lodra 

Pati yang menamakan dirinya si Ular Sanca 

Beracun itu banyak membuat kerusuhan. Selain 

merampok juga memperkosa para gadis yang dian-

taranya terdapat dua orang gadis kakak beradik 

anak seorang saudagar tua.

Yang membuat Nanjar penasaran untuk 

menangkap hidup-hidup pemuda berandal itu 

adalah karena dia menemukan mayat dua orang 

gadis kakak beradik itu. Mereka seperti telah 

mengalami keputusasaan hingga membunuh diri. 

Sial tak dapat ditolak, karena justru Nanjar yang 

menemukan kedua mayat tersebut tapi justru 

dirinyalah yang dianggap sebagai pembunuh kedua 

gadis itu. Hal itulah yang membuat dia mendongkol 

setengah mati, dan berniat menangkap hidup-

hidup Lodra pati.

Dan yang paling sial adalah dia disangka orang 

yang bernama Lodra Pati itu. Hal itulah yang 

membuat Nanjar jadi mendongkol setengah mati


dan berniat menangkap hidup-hidup pemuda 

kurang ajar itu.

Kedatangannya kegunung Arjuno adalah karena 

mengejar sesosok bayangan putih yang berkelebat 

cepat sekali. Sekilas Nanjar melihat sosok tubuh itu 

adalah seorang kakek bungkuk. Dibawah lereng 

gunung itulah dia kehilangan jejak, dan secara 

kebetulan menjumpai kedua orang tua itu yang 

baru saja mengakhiri pertarungan dengan 

kematian mereka yang tragis.

Dari mendengar pembicaraan kedua orang itu 

sebelum menghembuskan napasnya, Nanjar 

mengetahui bahwa perempuan tua itu bernama 

Nyai Meranti dan yang laki-laki bernama Bajul 

Kuning.

Sesaat Nanjar terpaku memandangi kedua 

mayat, seperti berfikir apa yang akan dilakukannya.

Pada saat itulah terdengar suara orang 

menangis sesambatan diiringi munculnya sesosok 

tubuh.

"Huhuuu... kematian tak dapat diduga! Diatas 

gunung kujumpai mayat-mayat, ternyata dibawah 

gunung pun kujumpai mayat! Huuu..huhuuu... aku 

benci! benci! Mengapa manusia harus mati? 

Mengapa manusia tak dapat hidup seribu tahun? 

Huuu..huu..huu..."

Tentu saja kemunculan orang ini membuat

Nanjar terkejut karena sosok tubuh itu tak lain dari 

kakek bungkuk berjubah putih yang tengah


dikejarnya. Mendengar sesambat si kakek bungkuk 

yang menangis tersedu-sedu menutupi mukanya 

itu, mau tak mau Dewa Linglung jadi tersenyum 

geli. Akan tetapi diam-diam juga terkejut karena 

secepat itu si kakek bungkuk telah tiba di puncak 

gunung. Bahkan mengetahui adanya mayat-mayat 

dipuncak gunung.

"Eh, kakek bungkuk! kau menangisi siapakah? 

Apakah kedua orang ini masih familimu? Dan 

mayat-mayat siapakah yang berada di puncak 

gunung?" bertanya Nanjar dengan menelan ludah.

Si kakek bungkuk berhenti menangis setelah 

mengusap air matanya. Segera terlihat oleh Nanjar 

wajah kakek bungkuk itu. Ternyata dia seorang 

kakek berwajah pucat. Kulitnya kering berkeriput. 

Tapi sungguh diluar dugaan Nanjar, karena si 

kakek bungkuk sepatahpun tak menyahut. Bahkan 

dia balikkan tubuh dan beranjak melangkah pergi. 

Baru saja mulut Nanjar terbuka untuk 

menahannya, sekali berkelebat tubuh si kakek 

bungkuk telah lenyap.

"Kakek bungkuk yang aneh!" sentak Nanjar. 

Sekilas dia melihat berkelebatnya bayangan putih 

yang melesat cepat sekali. Diam-diam Nanjar 

mengagumi kehebatan ilmu kakek misterius yang 

aneh itu.

Bukan main terkejutnya Nanjar ketika dia tiba 

dipuncak gunung Arjuno menyaksikan lima sosok 

tubuh terkapar tak bernyawa. Dikenalinya mayat-

mayat itu adalah si Lima Harimau Gunung Siantan.


"Setahuku Lima Harimau Gunung Siantan adalah 

masih ada pertalian saudara dengan Adipati Karang 

Ampel. Apakah mereka mendapat perintah Adipati 

untuk datang ke gunung ini?" berkata Nanjar dalam 

hati. Sesaat dia memandang pada pondok kayu 

yang berada ditempat itu.

"Sebaiknya kuperiksa pondok ini, entah siapa 

pemiliknya?" desis Dewa Linglung. Pemuda ini 

berkelebat kedepan pintu pondok. Sekali lengannya 

bergerak pintu pondok menjeblak terbuka. Sesaat 

dia menunggu reaksi khawatir ada serangan dari 

dalam. Tapi tak ada tanda-tanda si penghuninya.

---ooo0myr0ooo---

Nanjar melangkah masuk. Segera dia memeriksa 

ruangan dalam pondok itu. Keadaan dalam kamar 

pondok itu tampak rapih dan bersih. Akan tetapi 

sebuah lemari pakaian terbuka, dan beberapa 

potong pakaian terjatuh dilantai papan.

"Hm, beberapa potong pakaian dalam 

perempuan. Apakah penghuninya seorang 

perempuan?" desis Dewa Linglung. Sejenak Nanjar 

mengamati pakaian yang tercecer itu dan 

meraihnya.

"Ah, tak salah! tentu si perempuan tua yang 

tewas bernama Nyai Meranti itulah penghuninya! 

Entah siapa laki-laki tua bernama Bajul Kuning itu? 

Mengapa mereka bertarung nyawa, padahal 

ternyata mereka sama-sama mencinta?"

Nanjar jadi mondar-mandir diruangan itu sambil


menggendong tangan.

Tak lama dia berkelebat lagi keluar pondok. Dan 

diperhatikan lagi kelima mayat Lima Harimau 

Gunung Siantan.

"Hm, kini jelaslah sudah. Kematian kelima 

Harimau Gunung Siantan ini pasti ditangan Nyai 

Meranti!" desis Nanjar ketika memperhatikan luka 

bekas tusukan tongkat pada leher kelima mayat itu.

"Jelaslah mereka telah diperintahkan Adipati 

Karang Ampel untuk menyatroni puncak gunung 

ini! Kalau Adipati punya persoalan mengenai 

perbuatan mesum istrinya dengan Lodra Pati, 

pastilah Nyai Meranti adalah guru Si Lodra Pati!" 

Nanjar manggut-manggut sendiri ketika akhirnya 

dia menguatkan dugaannya.

"Mengenai Bajul Kuning, tentu dia juga salah 

seorang utusan atau tangan kanan Adipati Karang 

Ampel! Tentu tujuan mereka semua adalah untuk 

mencari si Lodra Pati yang telah membuat heboh 

itu! Entah manusianya berada dimana? sampai 

gurunya sendiri menemui kematian dia tak 

munculkan diri!" gumam Nanjar.

Secara tak sengaja Nanjar yang mengejar sosok 

tubuh si kakek bungkuk, ternyata telah menjumpai 

peristiwa di puncak gunung Arjuno. Tujuannya 

adalah mencari jejak Lodra Pati. Maka setelah 

menyemayamkan jenazah kelima mayat itu secara 

sederhana, Nanjar segera meninggalkan puncak 

gunung itu....


ooo0myr0ooo---

Dilereng sebelah bawah Nanjar terpaksa 

hentikan larinya untuk mendatangi tempat dimana 

dua mayat tergeletak tadi. Tak sampai hatinya 

untuk membiarkan dua jasad itu tanpa kuburan. 

Akhirnya dengan segera dia membuat sebuah 

lubang untuk menanam kedua mayat itu.

Selesai dengan pekerjaannya, Nanjar segera 

tinggalkan tempat itu ....

"Huuuuh! hari ini pangkatku turun jadi tukang 

gali kuburan!" menggumam Nanjar. Sejenak ketika 

teringat dirinya pernah menjadi seorang jongos di 

sebuah restoran. Diam-diam dia tersenyum sendiri.

"Entah besok atau lusa mungkin pangkatku naik 

menjadi seorang Adipati! hahaha Dengan tertawa 

sendiri Nanjar berkelebat pergi dengan cepat. 

Sementara cuaca telah berubah menjelang malam. 

Cahaya bulan terang benderang, karena malam itu 

adalah malam tanggal empat belas.

---ooo0myr0ooo---

LIMA

EMPAT BULAN BERLALU.... MATAHARI baru 

sepenggalah, ketika sesosok tubuh bungkuk 

muncul di puncak bukit batu. Ternyata si kakek 

aneh berjubahputih bertampang pucat itu kiranya. 

Sejenak dia berdiri mematung. Tongkatnya yang 

terbuat dari kayu hitam itu diketuk-ketukan kebatu.


Tampaknyadia seperti tengah berfikir. Akan tetapi 

sebenarnya dia tengah menggunakan kekuatan 

indra pendengarannya, karena segera terdengar 

suaranya menggumam.

"Hm, tiga cecunguk itu terus mengejarku. 

Mereka cuma cari mampus!" Hebat pendengaran si 

kakek bongkok ini karena segera dia telah dapat 

mengetahui adanya tiga sosok tubuh yang 

berkelebatan mendaki bukit. Bahkan dia telah 

mengetahui siapa yang datang.

Tak terlalu lama menunggu, sesaat kemudian 

tiga sosok tubuh telah berlompatan mengurungnya. 

Ternyata tiga orang pemuda berpakaian biru telah 

menghunus senjatanya yang berlainan. Seorang 

bersenjatakan sepasang pedang. Seorang lagi 

mencekal sebuah golok besar, dan seorang lagi 

menghunus sebatang tombak pendek bermata tiga. 

Pada wajah-wajah mereka tampak menampilkan 

kemarahan dan dendam yang amat luar biasa.

"Manusia terkutuk! Kau kira dengan menyamar 

demikian kami tak akan mengenalimu? Hari ini 

bertobatlah sebelum kau menghadapi kematian!" 

membentak salah seorang. Dialah yang bernama 

Yudana. Tombak pendek bermata tiga itu 

diacungkaiig kearah si kakek bongkok. Dua orang 

lagi masing-masing bernama Sora Paksi dan Sora 

Laga. Keduanya kakak beradik. Yudana si pencekal 

tombak pendek adalah saudara tua seperguruan 

mereka. Peristiwa apakah yang membuat mereka 

mendendam dan mengejar si kakek bongkok?


Ketiga pemuda ini adalah murid-murid dari 

perguruan Weling Sakti. Murid keempat dari 

perguruan mereka yang merupakan murid termuda 

adalah seorang gadis berusia tujuh belas tahun 

bernama Tari. Pada dua bulan belakangan seorang 

kakek bungkuk telah lewat dimuka- pesanggrahan. 

Tak ada alasan untuk menolak bagi mereka ketika 

si kakek bungkuk meminta izin untuk menumpang 

beristirahat.

Melihat langkahnya yang terhuyung dan 

wajahnya yang pucat. Apalagi waktu itu panas 

matahari seperti membakar bumi, mereka 

mempersialahkan untuk masuk. Si kakek bungkuk 

menolak, dia cuma memilih duduk diteras 

pesanggrahan sambil mengipas-ngipas dengan 

jubahnya.

Pada saat itu guru mereka sedang tak ada. 

Melihat keadaan si kakek yang memelaskan hati 

itu, Tari muncul membawakan sekendi air dan 

sebuah mangkuk berisi makanan berikut gelas 

bambu. Dengan ramah Tari menanyakan tujuannya 

yang sebenarnya serta dari mana asalnya. Tapi si 

kakek bungkuk justru meraih tangan Tari seraya 

berkata.

"Ah, sayang ...! wajahmu cantik, ayu, tapi dari 

guratan tanganmu aku dapat melihat nasibmu tidak 

begitu baik! Hari depanmu suram. Mungkin kau 

akan menjadi seorang perawan tua, atau setidak-

tidaknya kau cuma akan jadi permainan laki-laki 

saja!" Tentu saja Tari terkejut mendengar kata



kata si kakek.

"Hah!? apakah kakek seorang peramal?" tanya 

Tari dengan wajah pucat.

"Begitulah! Itulah kalau kau percaya pada 

rainalanku!" sahutnya parau.

"Terima kasih atas hidanganmu, aku tak lapar. 

Tapi biarlah kuterima minuman ini saja!" ujarnya 

seraya kucurkan air kendi pada gelas bambu. Lalu 

meneguk air tawar itu hingga terbatuk- batuk. 

Sementara Tari termangu dengan wajah pucat. 

Kata-kata si kakek bungkuk jelas mempengaruhi 

jiwanya.

"Nah! Aku permisi untuk meneruskan 

perjalanan!" berkata si kakek bungkuk ketika ketiga 

saudara seperguruan Tari mendekati.

"Ah, mengapa anda terburu-buru, kek? Hari 

masih panas. Bila kau masih ingin beristirahat si-

lahkan saja. Kami tak merasa terganggu!" berkata 

Yudana dengan ramah.

"Terima kasih, terima kasih! Lain kali aku akan 

mampir lagi dan beristirahat disini...!" sahut si 

kakek bungkuk, lalu tergesa- gesa melangkah 

dengan tubuh terhuyung-huyung. Tongkat dita-

ngannya digunakan untuk menahan tubuhnya.

Mereka tak dapat mencegah keinginan si kakek. 

Dengan pandangan mata keempat murid-murid 

perguruan Weling Sakti itu mengantarkan 

kepergian si orang tua bongkok hingga lenyap


diujung jalan...

Saat itulah Tari seperti kesima mematung di 

depan pintu pesanggrahan. Matanya terus menatap 

keujung jalan dimana si kakek bongkok tekili tak 

tampak lagi. Namun segera dia tersadar ketika 

saudara tua seperguruannya menggamit 

pundaknya. "Eh, dik Tari! kau terus saja mematung 

disini. Apakah yang mengesankan dirimu dari kakek 

tua bongkok itu?" tanya Yudana.

"Oh, aku ... aku kasihan padanya. Mengapa dia 

tak mau menyebutkan siapa dirinya dan kemana 

tujuannya?" tukas Tari cepat-cepat. Dia seperti 

gugup. Karena sebenarnya hatinya tak tenteram. 

Kata-kata kakek bongkok itu telah membuat dia tak 

tenang.

"Yah, sudahlah! Kita tak dapat memaksa orang 

untuk memberitahukan!" tukas Yudana. Tari 

manggut-manggut. Tak lama diapun segera masuk

mengikuti ketiga kakak seperguruannya.

Tak diduga oleh ketiga pemuda itu, ketika Tari 

menyatakan ingin beristirahat sejak setengah hari 

tadi berlatih, ternyata diam-diam dia meloncat 

keluar dari jendela kamar. Kemudian dengan 

berindap-indap melompati tembok pesanggrahan. 

Gerakannya tak menimbulkan suara. Kemanakah 

tujuan Tari? Ternyata dia menyusul si kakek 

bongkok! Dengan mempergunakan ilmu lari cepat 

Tari mengejar si kakek itu. Hampir putus asa dia 

berputar-putar disekitar perbukitan namun tak 

dijumpai jejak orang tua bongkok itu.


Tatkala matanya terbentur pada sesosok tubuh 

yang duduk ongkang-ongkang kaki diatas ranting 

kecil pada dahan pohon yang miring Tari tertegun. 

Dibawah kakek itu adalah jurang yang amat dalam. 

Bagaimana mungkin dia berani duduk ditempat 

yang berbahaya begitu?

"Aku yakin dia sebenarnya seorang yang berilmu 

kepandaian tinggi. Dia bukan seorang tua biasa. 

Ranting kecil begitu kalau diduduki orang biasa 

tentu sudah patah, dan orangnya terjungkal masuk 

kedalam jurang. Tapi dia duduk seenaknya saja!" 

Ketika dia tengah tertegun itulah tiba-tiba si kakek 

bongkok mendadak tertawa terkekeh-kekeh. 

Mendadak tubuhnya lenyap, yang terlihat cuma 

ranting kecil itu bergoyang-goyang.

Tahu-tahu orangnya sudah berdiri didepan Tari.

"Heheheh ... bocah ayu, ada maksud apakah 

kau menyusulku?" bertanya si kakek bongkok yang 

membuat gadis itu terkejut.

"Oh, kau ... kau ternyata berilmu tinggi, kek? 

Aku ingin menanyakan lebih jelas mengenai 

ramalanmu itu. Apakah ... apakah

"Heheheh ... jangan khawatir, cucu ku! nasib 

hari depanmu bisa dirubah, asalkan kau dapat 

menemui persyaratannya!"

"Ya, yaa, maksudku itu, kek! tolonglah aku kek! 

Apakah persyaratan yang harus kulakukan untuk 

merubah nasibku yang buruk kelak dikemudian hari 

itu?" tanya Tari tak sabar.


"Hehehe .. bisa! bisa! kau ikutlah ketempat 

tinggalku!" Tari tak dapat berbuat lain selain 

mengangguk menyatakan setuju.

Selanjutnya Tari tampak sering dengan 

sembunyi-sembunyi mengunjungi tempat si kakek 

bungkuk. Ternyata kakek bongkok itu tinggal di-

sebuah goa dilereng perbukitan. Goa yang tidak 

terlalu besar, akan tetapi dapat dipergunakan 

untuk meneduh atau tidur cukup untuk dua orang.

---ooo0myr0ooo---

Hal tersebut diam-diam membuat ketiga saudara 

seperguruannya mulai menyelidiki. Karena sejak 

guru mereka meninggalkan pesanggrahan mereka 

diharuskan menjaga Tari adik seperguruan mereka 

disamping menjaga pesanggrahan.

Perubahan sikap Tari yang sering mengunci diri 

dalam kamar membuat mereka curiga. Akhirnya 

mereka mencoba mengintai apa yang 

dilakukan adik seperguruan mereka dengan 

membuka genting. Alangkah terkejutnya mereka 

mengetahui sang adik seperguruan tak ada 

ditempat tidurnya. Jendela kamar dalam keadaan 

tak terkunci.

Suatu saat akhirnya mereka berhasil menguntit 

Tari. Ternyata Tari menuju kesebuah bukit. Dan 

dilereng bukit itu dia menjumpai si kakek bongkok 

yang dengan setia selalu menantikan 

kedatangannya. Ternyata hari itu adalah hari 

terakhir bagi Tari untuk berpisah dengan dunia


fana. Karena ketika mereka dengan penasaran 

mencoba mendekati, mereka mendengar suara 

orang merintih yang tampaknya amat 

mengkhawatirkan.

Itulah suara Tari! Bukan main terkejutnya 

mereka ketika melihat adik seperguruan mereka 

dalam keadaan terkapar dirongga batu. Yang 

membuat mata mereka membelalak adalah tubuh 

Tari dalam keadaan telanjang bulat. Dari mulut, 

telinga, mata dan hidungnya mengucurkan darah 

kental.

Yudana memburu dengan terperanjat. "Tari! 

Tari! Cepat katakan, apa yang terjadi? Kakek 

bongkok itukah yang melakukan ini? Dia ... dia 

mem ..." Tari menggeleng lemah. Matanya redup 

memandang sayu pada Yudana.

"Dia ... dia bukan seorang kakek, tapi... tapi... 

ah, se .. selamat ting... gal, ka ... kang Yu ... da .. 

na..." Suara Tari terputus-putus tak sempat 

diteruskan karena saat itu juga jiwanya melayang.

"Tariii...! Tariiii!" berteriak parau Yudana. Di-

guncang-guncangkannya tubuh gadis itu. Tapi Tari 

yang malang telah kembali menghadap Tuhan. Tak 

mungkin dia hidup lagi. Hubungannya dengan si 

kakek bongkok menjadi rahasia yang tak 

terpecahkan!

Dengan sedih mereka membawa jenazah gadis 

itu kepesanggrahan. Dua laki-laki saudara 

seperguruannya tak berhasil melacak jejak si kakek


misterius dan kembali dengan wajah murung.

Demikianlah kejadian yang membuat tiga 

pemuda murid perguruan Weling Sakti itu 

mendendam pada si kakek bongkok dan 

mencarinya untuk menbalaskan sakit hati mereka. 

Dugaan mereka kakek itu adalah samaran dari laki-

laki yang bernama LODRA PATI. Karena sejak 

kejadian yang menggegerkan wilayah Kadipatian 

Karang Ampel, Lodra Pati lenyap ditelan bumi!

---ooo0myr0ooo---

ENAM

Melihat kemunculan ketiga pemuda murid-murid 

perguruan Weling Sakti itu si kakek bongkok 

tersenyum dingin. Matanya yang tajam menyapu 

ketiganya dengan kilatan yang menusuk jantung.

"Heheheh... apa dosaku hingga kalian datang-

datang membunuhku? Dari mana kalian 

mengetahui aku menyamar?" berkata si kakek 

bongkok.

"Keparat! LODRA PATI! kau tak usah banyak 

lagak dimataku! Kami datang mau menuntut balas 

kematian adik perempuan seperguruan kami!" 

membentak Yudana.

"Hm, Aku baru mendengar nama yang kau 

sebutkan itu! Ada apa dengan adik perempuan 

saudara seperguruan itu?" berkata dingin si kakek.


"Masih juga kau jual lagak, manusia busuk! Kau 

telah memperkosa dan membunuhnya! Masih 

jugakah kau tak mau mengaku?" Menggelagak 

kemarahan Yudana tak tertahankan.

Akan tetapi si kakek bongkok bahkan tertawa

terkekeh-keheh.

"Hehehe..heheh..enak saja kau menyamakan 

aku dengan pemuda hidung belang itu! Bagaimana 

kalau ternyata aku bukan Lodra Pati ?" balik 

bertanya si kakek. Wajahnya mendadak seperti

semakin kaku membesi.

"Kau pandai berputar lidah, manusia keparat!"

bentak Yudana.

Dengan mengeluarkan teriakan nyaring Yudana 

memberi aba-aba untuk menerjang. Pemuda ini 

mendahului menyerang dengan tombak trisulanya.

Tapi dengan gerakan gesit si kakek menghindar. 

Sora Paksi dan Sora Laga menyerang dari arah kiri 

dan kanan. Sambaran golok besar dan sepasang

pedang kedua pemuda kakak beradik itu menderu 

memapas batok kepala lawan.

Akan tetapi cuma dengan miringkan tubuhnya 

dan gerakkan tongkat untuk menahan serangan, 

segera terdengar teriakan kaget kedua pemuda itu. 

Benturan dengan senjata tongkat si kakek bongkok 

hampir membuat senjata mereka terlepas. 

Keduanya melompatmundur karena dirasakan oleh 

mereka lengannya kesemutan.


"Heheheh, mengapa mundur? Apakah kalian 

yang kini berbalik jadi takut mati?" tertawa 

terkekeh si kakek. Menggerung marah Sora Paksi 

dan Sora Laga. Serentak mereka menerjang 

dengan jurus-jurus yang lebih dahsyat. Sepasang 

pedang ditangan Sora Laga menimbulkan hawa 

panas yang menyambar-nyambar. Akan tetapi 

berbeda dengan golok besar di tangan Sora Paksi 

yang justru menimbulkan hawa dingin.

Kali ini si Kakek bongkok tidak main-main lagi 

untuk melayani mereka. Tongkat hitamnya diputar 

keras menimbulkan angin yang menggebu-gebu. 

Akibatnya Sora Paksi dan Sora Laga harus kembali 

merobah serangan, karena putaran tongkat si 

kakek bongkok bagaikan bentengan baja yang 

sukar ditembus.

Sementara itu Yudana kertak gigi karena 

geramnya. Dengan lompatan Ular Kobra Mematuk 

tubuhnya meletik keudara. Sebelah lengannya 

dihantamkan keubun-ubun si kakek bongkok. 

Itulah jurus menghantam Batu Karang yang 

dahsyat. Sinar biru menderu keras. Bentengan baja 

lawan buyar dilabrak angin tenaga dalam yang 

dahsyat.

Terkejut si kakek bongkok karena tak 

menyangka pemuda itu memiliki pukulan tenaga 

dalam yang tinggi. Akan tetapi dengan keluarkan 

lengkingan nyaring tubuhnya mendadak lenyap. 

Bhlarr!

Hantaman itu mengenai tempat kosong.


Kecepatan bergerak si kakek bongkok memang 

boleh diandalkan. Saat itu tanpa diketahui lawan, 

dia telah berada dibelakang Yudana.

---ooo0myr0ooo---

Pemuda ini justru tengah mencari-cari kemana 

berkelebatnya tubuh sang lawan. Karena dia cuma 

melihat debu bekas pululannya saja.

Pada saat itulah sambaran tongkat si kakek 

bongkok meluncur...

"Awas belakangmu kakang Yudana!"

Teriakan Sora laga dan Sora Paksi hampir 

berbareng memperingati kakak seperguruannya.

Trang!

Nyaris batok kepala pemuda itu remuk kalau dia 

tak cepat berguling, dan menangkis dengan 

tombak trisulanya, akan tetapi benturan hebat itu 

telah membuat senjatanya terlepas. Saat itulah si 

Kakek bongkok hantamkan lengannya yang telah 

terisi tenaga dalam penuh. Agaknya dia telah habis 

kesabaran untuk segera melenyapkan lawannya.

Detik itu Sora Laga dan Sora Paksi menerjang 

berbareng.

"Iblis keparat! Jaga seranganku!" bentak Sora 

Laga.

Sepasang pedangnya menabas leher kakek 

bongkok. Sementara Sora Paksi mengirim bacokan 

kilat kearah pungung.


Tak terduga kalau pukulan yang sedianya akan 

digunakan unfuk menghabisi nyawa Yudana justru 

kini berbalik menghantam mereka.

Sinar hijau menderu, dan....

Buk! buk!

Terdengarlah jeritan mengerikan kedua pemuda 

itu. Tubuhnya terlempar bergulingan. Pedang dan 

golok mereka sama terlempar.

Ketika itu juga kedua pemuda itu terkapar tak 

berkutik lagi. Tulang dada mereka remuk berikut isi 

dadanya.

Menggembor marah Yudana, "Manusia iblis! aku 

akan adu jiwa denganmu!" teriak Yudana. Senjata 

Trisulanya menderu membelah udara.

Seraya menerjang dengan tombak Trisulanya, 

pemuda ini kembali lancarkan serangan dengan 

pukulan Menghantam Batu Karang yang dahsyat.

Akan tetapi dengan tertawa dingin si kakek 

bongkok berkelebat menghindar.

Trang! Bhlarrr!

Tongkat kakek bongkok beradu keras dengan 

senjata Yudana membuat telapak tangan pemuda 

itu kesemutan. Sedangkan hantamannya lolos!

Pada saat itulah pandangan matanya menjadi 

nanar. Karena dia melihat sosok tubuh kakek 

bongkok mendadak berubah menjadi berpuluh-

puluh banyaknya.


"Hehehehe... hayo, keluarkan seluruh ilmu 

kepandaianmu, bocah bau kencur!" terdengar 

suara tertawa mengejek si kakek bongkok.

Suara yang tak diketahui dari arah mana. 

Pemuda ini menyurut mundur. Wajahnya berubah 

pucat. Pada saat itulah terdengar suara si kakek 

bongkok lagi. "Saat kematianmu sudah diambang 

pintu, Yudana! Apakah kau tak takut pada 

kematian? Hehehc.beberapa saat lagi nyawamu 

akan menyusul kedua saudara seperguruanmu!"

Dada pemuda ini yang semula bergetar karena 

rasa jerih menyelinap mendadak timbul kembali

keberaniannya.

"Siapa takut mati? Ilmu sihir apapun yang kau 

lakukan terhadapku akan kuhadapi! Hayo, 

keluarkan seluruh ilmu gilamu!" teriak Yudana.

Dan berbareng dengan teriakannya, tubuh 

pemuda itu melompat menerjang.

Mengamuklah dia dengan sejadi-jadinya. 

Senjata Trisulanya berkelebatan menebas kesana 

kemari. Sebelah lengannya tak berhenti 

menghantam dengan pukulan-pukulan dahsyat. 

Yudana benar- benar sudah mata gelap. Dia 

menerjang bagaikan kerasukan setan.

Akan tetapi semua itu sia-sia saja. Karena 

sosok-sosok tubuh si kakek bongkok yang demikian 

banyak itu hanyalah tipuan mata saja. Sesaat 

kemudian disaat tubuh pemuda itu sudah menjadi 

lemas, satu totokan telah mendarat ditengkuknya


seketika pandangannya menjadi gelap.

Terkaparlah Yudana dalam keadaan lemah 

lunglai tak sadarkan diri.

---000omyro000---

TUJUH

Kemarahan Adipati Karang Ampel tak terperikan! 

Dia mengumpulkan jago-jago persilatan untuk 

menangkap Lodra Pati si Ular-Sanca Beracun! 

Hadiah yang disediakan untuk imbalan bagi siapa 

yang membawa mayatnya hidup atau mati tidaklah 

sedikit.

Namun Lodra Pati memang telah menghilang 

bagai ditelan tanah, manusia yang telah 

mencemarkan nama baiknya serta telah 

menghebohkan sekitar wilayah Kadipaten Karang 

Ampel itu lenyap entah kemana..!

Siang itu cuaca agak redup. Ada awan hitam 

mengelilingi Matahari. Pemuda baju putih kumal itu 

berjalan lenggang kangkung sambil sebentar-

sebent.ir membenarkan celananya yang kedodoran. 

Sebuah buntalan warna kuning menggemblok 

dibelakang punggungnya.

Siapa adanya pemuda yang bertampang bodoh 

menggemaskan itu sudah dapat diterka.

"Gentayangan menyusuri bumi, tak tahu sampai 

kapan?


Mencari jejak setan memang sukar! Tapi mana 

mungkin manusia berwatak setan bisa sembunyi?

Cuma menunggu soal waktu!

Kejahatan toh takkan bisa bertahan lama..!"

Suara nyanyian seperti syair terdengar keluar 

dari mulutnya. Ternyata memang pemuda ini si 

Dewa Linglung.

Baru saja habis syair yang didendangkan, 

mendadak tiga sosoh tubuh melompat dari kiri-

kanan jalan yang tengah dilalui.

"Kau benar, sobat! Kejahatan toh tak bisa 

bertahan lama! Dan hari ini kami telah berhasil 

menjumpai manusianya yang berwatak setan itu. 

Dan... hahaha... sebentar lagi kami segera akan 

meringkusnya bulat-bulat!"

"He? Siapakah yang kalian maksudkan?" sentak 

Nanjar terkejut.

Matanya merambah tiga sosok tubuh diha-

dapannya. Ternyata adalah tiga orang kakek kate 

berpakaian berbeda satu sama lain. Yaitu 

mengenakan jubah gombrong warna merah, hijau 

dan ungu.

"Hehehe...siapa lagi kalau bukan kau sendiri 

orangnya?" sahut si Kate baju merah.

"Hoho...Lodra Pati! kau mengira dengan 

menyamar jadi orang bodoh demikian bisa 

mengelabuhi kami? Hari ini kalau kami tak


membawamu ke Kadipatian, bukanlah kami si Tiga 

Kate AneWberkata si kakek kate baju hijau.

"Betul! betul!" timpal si kakek kate baju ungu.

"Sialan, dangkalan! Lagi-lagi aku dianggap si 

cecunguk keparat itu?

"He? buka matamu kerbau-kerbau kate! apakah 

tampangku mirip si Londra Pati?"bentak Nanjar 

dengan garuk-garuk pantatnya. Lagi-lagi dia harus 

membenarkan celananya yang kedodoran.

Mendengar kata-kata Nanjar yang menyebut 

mereka kerbau-kerbau kate, ketiga kakek itu 

bukannya marah malah tertawa gelak- gelak.

"Kalau kau bisa menjatuhkan kami dalam 

sepuluh jurus, baru kami mengakui kau bukan si 

Lodra Pati!" berkata si Kate baju ungu. Yang 

lainnya sama membenarkan.

"Baik! baik! Segera kalian majulah!" berkata 

Nanjar dengan mendongkol. Selain itu juga dia 

merasa aneh dengan sikap si Tiga kakek kate itu.

Bagaimanapun dia harus membuktikan kalau 

dirinya bukan si Londra Pati.

"Bagus! bersiaplah!" bentak mereka hampir 

berbareng. Serentak ketiga kakek itu mengurung 

siap melakukan serangan.

"Hm, kalian tak menggunakan senjata?" tanya

"Saat ini belum kami perlukan!" menyahut si 

Kate baju hijau.


Nanjar yang disamping hatinya medongkol, 

diam-diam berfikir. "Tiga manusia kate ini tentu 

bukan orang sembarangan. Aku tak dapat 

mengukur ketinggian ilmunya, tapi akan kucoba 

untuk menjajagi kehebatannya!"

Dewa Linglung lemparkan buntalan kain

kuning bututnya ditanah.

"Kalau begitu akupun tak menggunakan 

senjata!" berkata nanjar.

Kakek baju Merah tertawa menyeringai. Tapi kali 

ini dia tak banyak komentar lagi. Segera lengannya 

menjulur untuk mencengkeram dada si Dewa 

Linglung. Bukan main terkejutnya Nanjar karena 

mengetahui lengan si kakek kate baju merah bisa 

mulur memanjang.

Whuk! Whuk!

Serangan dengan jurus mencengkram itu lewat 

disamping tubuh Nanjar, karena dia cepat 

mengelak. Tapi serangan kedua datang menyusul. 

Repotlah Nanjar menghindari diri dari serangan-

serangan si kakek kate baju merah.

Mendadak si kakek kate baju hijau mulai 

beraksi. Kalau kawannya yang baju merah 

lengannya bisa mulur, berbeda dengan kakek baju 

hijau ini. Dia memiliki ilmu melompat bagai katak.

Setiap kali melompat jenggotnya yang panjang 

hampir menyentuh tanah itu menyambar kearah 

Nanjar. Hebat sambaran jenggot itu karena


mengarah ke jalan darah yang berbahaya.

Terpaksa Nanjar mengeluarkan ilmu silat 

Siluman Kera untuk menghindari serangan-

serangan ganas itu.

"Hehehe... kau pandai ilmu kera, bocah badut? 

Awas jaga seranganku!" berkata si kakek kate baju 

hijau. Satu lompatan kilat yang dibarengi dengan 

menyambarnya ujung jenggotnya telah dibarengi 

pula dengan satu pukulan kearah Nanjar.

Sinar hijau meluncur menimbulkan hawa dingin.

’Ahh..!’ Nanjar tersentak kaget, hawa dingin itu 

membuat urat darahnya seraya beku. Akan tetapi 

dengan cepat dia salurkan hawa panas kearah 

lengan. Lalu lontarkan pukulannya untuk 

menangkis. Inilah jurus Kera Sakti membuang 

petir. Hebat akibatnya. Sikakek kate baju hijau 

melompat menghindar membuang tubuhnya 

kesamping.

Bhlarr!

Tanah menyemburat mengepulkan asap hitam. 

Kalau saja dia tak sempat menyelamatkan diri 

tentu tubuhnya hangus terpanggang. Karena 

tampak sebuah lubang dibelakangnya menghitam 

hangus.

"Eh? Jurus pukulanmu boleh juga?" teriak si

kakek baju ungu.

Kakek kate ini yang sejak tadi jadi penonton, 

kini maju menerjang. Whut! whut! whut!


Serangan beruntun si kakek baju ungu ini 

dahsyat sekali. Tiga pukulan dilontarkan sekali gus. 

Tapi dengan gerakan Kunyuk mabuk arak serangan 

itu luput.

Merasa kedua kawannya tak mampu 

merobohkan pemuda lawannya dengan waktu 

singkat, si kakek kate baju ungu keluarkan sebuah 

seruling terbuat dari tulang berwarna ungu. Suara 

seruling langsung terdengar melengking ketika dia 

tempelkan bibirnya pada tepi lubang serulingnya.

Kedua kakek kate ini mengerti akan tanda 

peringatan itu. Serentak mereka melompat mun-, 

dur. Dan masing-masing cabut keluar senjatanya. 

Kakek kate baju merah ternyata juga sebuah 

seruling terbuat dari tulang yang berwarna merah. 

Sedangkan si kakek kate baju hijau bersenjata 

sama. Cuma serulingnya berwarna hijau.

---ooo0myr0ooo---

Nada seruling melengking berbareng 

menimbulkan getaran hebat yang dirasakan 

Nanjar. Napasnya terasa sesak. Telinganya 

mendenging dan terasa sakit bagai ditusuk-tusuk 

ribuan jarum.

Akan tetapi Nanjar masih berusaha bertahan 

dengan menyatukan ilmu bathinnya. Sayang, 

kekuatan serangan tenaga dalam melalui seruling 

ketiga kakek kate itu amat luar biasa. Nanjar 

terhuyung. Lututnya terasa goyah. Kepalanya 

serasa diberati batu ribuan kati. Pandangan


matanya buyar. Nyatalah kalau ketiga kekuatan 

bathin si tiga kakek kate itu yang bersatu 

menyerang secara berbareng mampu mengungguli 

pertahanan pemuda ini.

"Celaka aku..." bisik Nanjar dalam hati. Dalam 

saat yang gawat itulah tiba-tiba Nanjar teringat 

akan senjata pusakanya pedang Mustika Naga 

Merah, sekali lengannya bergerak kebelakang 

punggung, sekejap pedang Mustika Naga Merah 

telah berada ditangannya.

Tak berayal lagi Nanjar putarkan pedang 

mustikanya. Seketika terdengarlah suara 

mendesing

hebat luar biasa yang menimbulkan cahaya 

warna merah. Terkejut ketiga kakek kate itu, 

karena mendadak suara seruling mereka tumpang 

tindih seperti saling serang sendiri. Tiba-tiba... 

Krak! Krak! Krak!

Terlonjak ketiga kakek kate saking terkejutnya. 

Karena ketiga seruling mereka masing-masing tiba-

tiba pecah berantakan.

Dan bukan main terkejutnya mereka karena kini 

merekalah yang merasakan telinganya mendadak 

sakit bagai ditusuki ribuan }nrum. Kepala mereka 

berdenyutan. Dada terasa sesak sukar bernapas.

Belum lagi mereka sempat berbuat sesuatu... 

mendadak ketiga kakek kate itu muntahkan darah 

segar masing-masing dari mulutnya.


ooo0myr0ooo--

DELAPAN

”Cukup! cukup! hentikan! hentikan!" teriak 

ketiga kakek kate seraya melompat mundur Mata 

mereka silau oleh gulungan cahaya merah dari 

putaran pedang Mustika Naga Merah 

dihadapannya.

Tahu-tahu cahaya merah itu mendadak lenyap, 

namun sebagai gantinya tiga kakek itu terkejut 

bukan kepalang karena seketika itu juga tubuh-

tubuh mereka menjadi kaku tak dapat digerakkan. 

Mereka cuma melihat bayangan tubuh pemuda itu 

yang berkelebat, kejap selanjutnya masing-masing 

tersentak karena merasa tengkuknya ditotok.

"Hahaha... untuk sementara biarlah kalian 

berdiri disini. Dalam waktu setengah hari totokan 

itu akan punah sendiri. Semua itu untuk pelajaran 

yang kuberikan padamu, tiga kakek kate! Agar lain 

kali jangan menganggap remeh orang!"

Nanjar berdiri diatas batu dihadapan mereka. 

Dilengannya masih tercekal pedang berbentuk 

Naga melingkar. Dari belahan dadanya menampak 

lukisan tatto Naga.

Sadarlah ketiga kakek kate itu siapa pemuda 

dihadapannya.

"Hah!? jadi kau...kau si., si... Dewa Linglung?" 

terperangah kakek kate baju merah.


"Kau...kau si Pendekar Pedang Mustika Naga 

Merah?" sentak kakek kate baju hijau hampir tak 

percaya.

"Hm, sudahlah! aku cuma si bocah linglung yang 

bernasib sial! Semoga kalian tidak menganggapku 

si Lodra Pati manusia tengik itu lagi!"

Ucap Nanjar seraya masukkan pedang Mustika 

Naga Merah kebalik baju di belakang punggung, 

kemudian mengambil buntalan kain kuningnya.

'"Eh...!? tunggu dulu!" teriak mereka hampir 

berbareng. Akan tetapi Nanjar sudah berkelebat 

lenyap dari tempat itu.

"Haiih! nasib sial kini menimpa kita! masih bagus 

dia tak turunkan tangan keji membunuh kita!" 

keluh si kakek kate baju merah. Terpaksa mereka 

harus menerima nasib menunggu setengah hari 

sampai totokan ditubuh mereka punah.

"Iblis bongkok keparat! jangan harap kau bisa 

lolos dari tanganku!"

Bentakan menggeledek itu terdengar disiang 

hari bolong. Tampak seorang laki-laki berjubah 

kuning melesat keatas bukit, mengejar bayangan 

sesosok tubuh.

Siapa lagi kalau bukan si kakek bongkok aneh 

yang tengah diburunya.

Whuuuk! Whuuuk! Bhlarr! Dua sinar merah 

kuning berkelebat menghantam si kakek bongkok 

yang dilepaskan dari hantaman telapak tangan laki


laki jubah kuning.

Batu-batu bukit hancur berhamburan. Akan 

tetapi si kakek bongkok lenyap tak berbekas.

"Iblis keparat! keluarlah kau! Mari bertarung 

dengan si Weling Guna! Kematian murid-muridku 

tak dapat kubiarkan begitu saja! Kau benar-benar 

telah menghina orang perguruan Weling Sakti! 

Tahukah kau apa hukuman bagi manusia yang 

berani merusak perguruanku? Heh! kematian tak 

akan pernah luput dari tanganku!" teriak laki- laki 

jubah kuning itu. Dialah Weling Guna ketua 

perguruan Weling Sakti. Laki-laki berusia 40 tahun 

yang berilmu tinggi.

"Hehehe... siapa yang mau melarikan diri? Bukit 

ini adalah tempat tinggalku. Masakan orang sudah 

berani datang kesarangku aku biarkan bertingkah 

seenak perutnya?" Suara parau yang diiringi suara 

tertawa terkekeh memecah keheningan diatas bukit 

itu.

Tersentak Weling Guna ketika mendengar suara 

dibelakangnya. Ketika dia balikkan tubuh dilihatnya 

si kakek bongkok telah berdiri diatas batu runcing 

dengan tertawa menyeringai.

"Bagus! bersiaplah untuk menghadapi kema-

tian!" bentak Weling Guna. Sekali dia enjot tubuh 

Weling Guna telah berkelebat kearah si kakek. 

Selanjutnya dua serangan berturut-turut 

menghantam kakek bongkok ini.

Kembali terdengar ledakan yang diiringi dengan


meluncurnya sinar kuning merah. Akan tetapi cuma 

menemui tempat kosong. Karena detik itu juga 

tubuh si kakek bongkok melambung. Tongkatnya 

menyambar ganas kearah tenggorokan lawan. 

Whuut!

Nyaris kulit leher Weling Guna sobek kalau dia 

tak cepat berkelit. Marahlah Weling Guna. Sekali 

sentak ditangannya telah tergenggam senjata 

Clurit. Whut! Whut! Whut! dia mulai menerjang 

ganas. Bau santar yang mengandung racun segera 

terendus. Kiranya senjata Weling Guna telah 

dilumuri racun maut.

Kena sedikit, goresan saja bisa mengakibatkan 

orang keracunan hebat. Kalau tak sempat 

menemukan obat pemunah racun, dalam waktu 

singkat nyawa korbannya takkan tertolong lagi.

Akan tetapi kakek bongkok ternyata punya 

gerakan gesit. Selain itu tongkatnya pun bukan 

barang murahan. Benda hitam panjang itu 

digerakkan berputar bagai baling-baling. Segera 

terlihatlah kabut hitam menghalangi pandangan 

mata Weling Guna.

"Keparat!" maki Weling Guna. Lengannya 

bergerak kebalik jubah.

Wrrrrrtt!

Meluncurlah benang sutra kuning dari lengannya 

menggubat putaran tongkat itu terhenti.

Detik yang baik itu dipergunakan Weling Guna


untuk mengirim serangan beruntun dari cluritnya, 

yang disusul dengan pukulan-pukulan maut 

menghantam lawan.

Akan tetapi pada detik kemenangan Weling 

Guna, karena saat itu si kakek bongkok 

terperangah kaget karena tak menduga lawan 

mempunyai senjata benang sutra, dia masih 

sempat gulingkan tubuhnya menghindar.

Dan selanjutnya diluar dugaan Weling Guna, 

dari bawah lengan jubah si kakek bongkok 

menyambar ratusan jarum.

"Terimalah kematianmu, orang sombong!" 

bentak kakek bongkok.

Tak akan sempat lagi Weling Guna menghindari 

diri lagi. Dia cuma bisa pejamkan mata untuk 

menanti kematian.

Akan tetapi didetik yang berbahaya itu 

mendadak terdengar suara mendesis diudara 

diiringi berkelebatnya sesosok bayangan.

Aneh! ratusan jarum maut itu mendadak 

terhenti bagai terkena hisapan yang amat kuat. 

Kejap berikutnya ratusan jarum itu meluruk keatas. 

Ketika bayangan itu meluncur turun, tampaklah 

seorang pemuda berbaju putih kumal berdiri tegak 

memegang sebuah pedang berbentuk Naga. Siapa 

lagi kalau bukan Nanjar alias si Dewa Linglung!

"Jarum maut begini bisa membunuh puluhan 

manusia mengapa digunakan untuk membunuh


lawan yang hanya seorang?" berkata Nanjar. 

Takjub mata Weling Guna ketika membuka mata 

melihat ratusan jarum maut berwarna hijau itu 

menempel diujung pedang Naga seorang pemuda 

yang tiba-tiba munculkan diri.

Akan tetapi tersentak Weling Guna ketika dia 

sadar bahwa bahaya maut telah lewat.

"Terima kasih atas pertolonganmu anak muda. 

Eh!? Iblis bongkok! Mengapa kau melarikan diri?" 

tiba-tiba Weling Guna terkejut melihat si kakek 

bongkok berkelebat cepat dari tempat itu.

Akan tetapi detik itu juga terdengar bentakan 

Nanjar.

"Manusia bongkok! Ini kukembalikan jarum-

jarum mautmu!"

Meluncurlah ratusan jarum beracun dari ujung 

pedang Naga Merah kearah si kakek bongkok. 

Namun dengan kibaskan lengan jubahnya kakek 

aneh ini membuat ratusan jarum maut itu buyar.

Saat itu juga Nanjar berkelebat mengejar. 

Tetapi... Bhussss!

Asap hitam mendadak membumbung dihada-

pannya.

"Sialan!" maki Dewa Linglung. Terpaksa dia 

menahan langkahnya.

Ketika kabut hitam itu lenyap, kakek bongkok 

telah tak kelihatan lagi batang hidungnya.


"Aneh! mengapa dia melarikan diri setelah 

melihat kedatanganku?"

Gumam Nanjar. Segera dia teringat ketika 

pertama kali dia bertemu dengan kakek itu dikaki 

gunung Arjuno.

"Kakek aneh!? jangan-jangan dia si Lodra Pati 

yang menyamar!" gumamnya.

"Dugaan anda tak salah, sobat muda! Akupun

berpendapat demikian!"

Weling Guna berkelebat menghampiri.

"Kalau tak salah dugaanku, apakah anda yang 

bergelar si Dewa Linglung, Pendekar Pedang 

Mustika Naga Merah?" tiba-tiba Weling Guna 

ajukan pertanyaan.

"Hahaha... aku hanya seorang bocah linglung 

tukang mengembara, siapa yang menggelariku 

dengan gelar sedemikian rupa?"

"Haih! kaum Rimba Hijau mana yang tak 

mengetahui? Pedang Mustika Naga Merah itu 

pernah menghebohkan kaum persilatan. Siapapun 

mengetahui kalau benda mustika itu telah jatuh 

ketangan-. seorang pemuda yang bertampang 

bodoh, akan tetapi berilmu tinggi! dan siapapun 

mengetahui kalau sejak itu benda mustika itu tak 

pernah berpisah lagi dari tangannya!" sahut Weling 

Guna dengan tertawa. 

"Eh dari mana anda bisa berpendapat bahwa si 

kakek bongkok itu samaran dari si Lodra Pati yang


menjuluki dirinya Ular Sanca Beracun?"

Tiba-tiba Nanjar lontarkan pertanyaan untuk 

mengalihkan pembicaraan.

Weling Guna mengangguk-angguk, lalu 

menghela napas. Kemudian dengan singkat dia 

segera menceritakan perihal kejadian yang telah 

dialami oleh para muridnya.

"Dugaanku juga dugaan salah seorang muridku 

yang masih hidup, kakek aneh itu memang 

samaran dari si Lodra Pati!" demikian Weling Sakti 

mengakhiri penuturannya.

"Hm, kalau memang demikian adanya, dia tak 

boleh lolos lagi! Bukit ini adalah sarangnya, tentu 

manusianya takkan berada jauh dari sekitar 

perbukitan ini!" tukas Nanjar seraya putar 

pandangan kebeberapa arah.

Weling Guna manggut-manggut membenarkan.

"Agaknya aku orang tak berguna, sobat Dewa 

Linglung. Ilmuku belum seberapa untuk bisa 

membalaskan dendam kematian murid-muridku. 

Terima kasih sekali lagi atas pertolongan anda yang 

telah menyelamatkan nyawaku.

Budi itu tentu takkan kulupakan seumur 

hidupku! Semoga anda akan berhasil meringkus 

manusia yang telah banyak membuat bencana itu!" 

berkata Weling Guna. Setelah menjura dihadapan 

Dewa Linglung, laki-laki itupun berkelebat pergi tak 

menoleh lagi.


"Terima kasih atas doamu, sobat Weling Guna!" 

teriak Nanjar dengan menatap punggung Weling 

Guna penuh rasa kasihan.

Weling Guna hentikan langkahnya dan balikkan 

tubuh. Sejenak dia menatap Nanjar, kemudian 

manggut-manggut dengan tersenyum. Namun tak 

lama dia segera berkelebat lenyap menuruni lereng 

bukit...

---ooo0myr0ooo---

SEMBILAN

”Dia pasti masih berada disekitar sini!" desis 

Nanjar. Lalu berkelebat dari tempat itu... Nanjar 

memeriksa sekitar perbukitan itu dengan 

pandangan matanya yang tajam. Tiba-tiba terlihat 

sebuah liang dibawah batu. Liang yang cukup 

untuk dimasuki tubuh manusia atau binatang. 

Disamping liang itu tampak sebongkah batu besar.

"Hm. pasti ini sebuah lubang rahasia, dan batu 

besar ini adalah penutupnya!" berkata Nanjar 

dalam hati seraya melompat mendekati. Dengan 

gerakan hati-hati Nanjar membuat gerakan yang 

tidak menimbulkan suara.

Timbullah dibenaknya untuk memasuki lubang 

itu atau tidak? Bila dia masuk untuk memeriksa dia 

khawatir justru lubang itu digunakan untuk 

menjebaknya. Tapi bila dia diam diluar untuk 

menunggu sampai kakek bongkok itu muncul,


adalah pekerjaan yang membosankan.

Akan tetapi segera dia mendapat akal. Nanjar 

mendekati tepi lubang. Diam-diam dia salurkan 

hawa kekuatan tenaga dalam Inti Es pada kedua 

lengan.

Tak lama hawa dingin yang dapat membekukan 

aliran darah segera tersalur kedalam lubang, ketika 

Nanjar arahkan kedua telapak t;i-ngannya kemulut 

liang batu itu.

Menunggu tak terlalu lama tiba-tiba Nanjai 

mendengar suara orang menggigil kedinginan 

disertai suara rintihan. Yang membuat Nanjar 

terkejut adalah suara itu kedengarannya seperti 

suara rintihan seorang wanita.

"Heh? Apakah kakek bongkok itu diam-diam 

telah menyembunyikan tawanan untuk korbannya 

didalam liang ini? Celaka! dia bisa mati beku 

kedinginan!" sentak Nanjar terkejut.

Tak berayal dia segera merangkak masuk. 

Dengan jurus Ular merayap diatas Mega, Nanjar 

meluncur masuk. Inilah jurus sakti;yang 

diperolehnya dari gurunya Raja Siluman Naga.

Lorong dalam liang itu ternyata semakin besar 

dan luas.

Alangkah terkejutnya Nanjar ketika melihat 

seorang gadis remang- remang terlihat dalam 

keadaan terkapar disudut dinding goa.

"Si., siapa., anda? Hu..! dinginnya luar biasa.


Tolonglah aku dari tempat terkutuk ini..!" merintih 

si gadis.

Nanjar tempelkan ujung jarinya dibibir.

"Ssst! apakah kau tawanan si kakek bongkok?" 

tanya Nanjar berbisik.

"Benar! oh segera bawalah aku keluar dari 

tempat ini. Kakek keparat itu sedang keluar. Budi 

baikmu tak kulupakan tuan pendekar...!" sahut 

gadis itu dengan tubuh semakin menggigil.

"Kau tak dapat bergerak?"

"Bangsat tua itu telah menotokku!" sahut si 

gadis pelahan, dan kembali dia merintih 

kedinginan.

Nanjar beranjak mendekati. Lalu gerakan 

tangannya membuka totokan dengan beberapa kali 

mengurut dipangkal leher dan punggung sang 

gadis.

"Ah, terima kasih!" sahutnya girang.

"Cepatlah keluar!" bisik Nanjar, seraya menyeret 

lengan gadis itu untuk mengikutinya. Dengan 

membungkuk-bungkuk, lalu merayap seperti ular 

keduanya segera keluar dari liang itu.

"Nah, kini kau sudah bebas dari cengkeraman si 

kakek bongkok itu! Aku cuma bisa mengantarmu 

sampai disini!" berkata Nanjar beberapa saat 

setelah mereka berada jauh dibawah bukit.

Gadis itu manggut-manggut. ”Terima kasih atas


pertolongamu, kakak pendekar. Hm, boleh aku 

mengetahui nama anda? Amat keterlaluan bila 

sampai orang yang pernah ditolong tapi tak 

mengetahui siapa yang menolongnya!"

"Namaku Nanjar! Orang menjuluki aku si Dewa 

Linglung!"

"Nama yang bagus dan julukan yang aneh! Aku 

sendiri bernama Nira!" gadis itu perkenalkan diri 

tanpa diminta.

"Sudah berapa hari kau disekap dilubang diatas 

bukit itu?" 

"Dua hari!"

"Hm, apakah dia itu benar orang yang bernama 

Lodra Pati yang telah menyamar seperti seorang 

kakek bongkok?" selidik Nanjar. Dia memang perlu 

lebih jelas mengenai kakek bongkok yang aneh itu.

"Aku tak tahu pasti..! Siapakah Lodra Pati itu?"

"Dia seorang manusia bejat yang tengah dicari-

cari untuk ditangkap oleh pihak Kerajanan!" sahut 

Nanjar.

"Hm, boleh aku tanya? Apakah selama itu kau 

tidak diapa-apakan? maksudku dia tidak 

menyentuhmu sama sekali?"

Gadis itu mengeleng. "Nasibku agaknya baik, 

karena setelah menyekapku diliang itu manusia itu 

pergi dan selama dua hari itu belum kembali. 

Beruntunglah aku karena yang datang adalah


anda, kakak Nanjar. Kalau si kakek bongkok itu 

yang muncul entah bagaimana nasibku!"

"Dugaanku dialah si Lodra Pati! Manusia bejat 

itu banyak melakukan penculikan pada gadis-gadis 

cantik. Setelah puas melakukan perbuatan napsu 

terkutuknya dia membunuh korbannya!"

"Ahh..! oh, betapa mengerikan!" sentak Nira 

terkejut.

"Tampaknya kau bukan seorang perempuan 

biasa. Setidaknya kau mengerti ilmu silat. Siapakah 

gurumu dan dari perguruan manakah?" tanya 

Nanjar.

"Aku memang mempunyai sedikit ilmu 

kepandaian. Tapi aku tak pernah berguru pada 

siapa-siapa selain orang tua angkatku!"

"Siapa nama orang tua angkatmu?" 

"Suro Mangun! beliau telah tiada lagi. Meninggal 

setahun yang lalu!"

"Ah, jadi kau kini hidup sebatang kara?" tanya 

Nanjar.

"Benar! Aku tak punya tempat untuk 

menaungkan diri. Bahkan hampir-hampir aku 

menjadi korban si kakek bongkok itu!" sahut si 

gadis dengan menunduk.

Tampak wajahnya dijalari rona kesedihan.

"Ah, mengapa harus pikirkan kehidupan? Aku 

sendiri hidup sebatang kara. Siapa tahu kelak


dikemudian hari kau mendapat jodoh dan dapat 

hidup senang.

”Sudahlah, Nira! aku tak dapat berlama-lama 

lagi. Aku harus mencari si manusia bongkok itu 

untuk dapat kutangkap hidup- hidup!" berkata

Nanjar.

"Tunggu, kak Nanjar..!

"Hm, ada apa lagi? kukira sudah cukup 

keteranganmu. Kau bebas kemana kau mau pergi. 

Tugasku masih banyak! Apakah yang akan kau 

tanyakan?"

"Kak Nanjar...! Sejak pertama kali aku 

melihatmu dan kau telah pula berjasa menolongku. 

Aku... aku merasa..."

"Merasa apa?" potong Nanjar dengan mata 

membelalak karena gadis itu menelan ludah seperti 

tak mampu meneruskan kata-katanya.

"Aku merasa tak dapat berpisah denganmu..! 

Salahkah aku bila aku... aku mencintaimu, kak 

Nanjar?" ucap Nira dengan suara agak 

menggeletar.

Matanya yang bulat dengan bulu mata lentik 

menatap Nanjar seperti minta di kasihani.

"Kau..kau mencintaiku? hahaha.-sinting! orang 

macam aku mana mungkin bisa menarik hati 

perempuan? kau..kau benar-benar aneh, tapi 

juga seorang gadis yang berani dan jujur!" berkata 

Nanjar dengan tertawa.


"Sudahlah, adik manis! Sebaiknya kau pindah 

kewilayah lain Wilayah ini berbahaya, selama 

manusia bernama Lodra Pati itu masih 

gentayangan!" berkata Nanjar, lalu balikkan tubuh 

untuk segera berkelebat...

---ooo0myr0ooo---

SEPULUH

Nira menatap kepergian Nanjar dengan 

pandangan kecewa.

Akan tetapi sesaat wajahnya yang seperti mau 

menangis itu berubah menjadi senyum dingin. 

Gadis cantik ini meludah ditanah.

"Pemuda sombong! Kuakui seumur hidupku 

baru pertama kali aku mencintai seorang laki-laki! 

Yaitu kau si Dewa Linglung! Akan tetapi dasar dari 

semua itu adalah karena aku menginginkan pedang 

Mustika Naga Merah!" menggumam Nira dengan 

wajah berubah dingin.

"Hm, tunggulah saatnya aku menundukkanmu, 

Dewa Linglung!" desisnya pelahan. Selesai 

bergumam Nira berkelebat dari tempat itu. Tapi 

bukannya menuju kearah pedesaan melainkan 

kembali kearah bukit.

Gerakannya cepat bagaikan burung walet. 

Sepasang kakinya boleh dikatakan hampir tak 

menginjak tanah. Dia berlari cepat seakan-akan 

terbang saja layaknya. Ternyata gadis itu memiliki


ilmu lari yang luar biasa.

Dalam beberapa saat saja dia telah mendaki 

bukit itu lagi.

Pada pertengahan bukit mendadak dia 

berkelebat kebalik sebongkah batu besar dan 

lenyap...

Saat itulah sebuah bayangan berkelebat muncul. 

Ternyata tak lain dari Dewa Linglung.

"Hm. seperti kulihat ada bayangan sosok tubuh 

melesat kesini? Apakah si kakek bongkok itu?" 

desis Nanjar dengan celingukan melihat kesana-

kemari. Diam-diam Nanjar memasang telinga untuk 

bisa mendengar gerakan-gerakan yang 

mencurigakan.

Tiba-tiba terdengar suara orang merintih 

kesakitan dari balik bongkah batu. "He? jangan-

jangan korban si Lodra Pati lagi!" sentak Nanjar 

dalam hati. Akan tetapi baru saja dia melongok 

kebalik batu itu untuk memeriksa, mendadak uap 

putih menghambur di kearahnya.

Terlonjak kaget Nanjar, dia sudah akan 

melompat lagi untuk menghindar. Akan tetapi 

hidungnya mencium bau amis yang amat 

memuakkan.

Kepalanya mendadak menjadi pening. Tubuhnya 

pun terhuyung.

"Celaka!? uap racun!" desisnya dalam hati.


Pada detik itu juga sebuah bayangan melesat 

kearahnya. Lengannya terjulur, siap untuk menotok 

jalan darahnya. Terkesiap Nanjar ketika merasai 

sambaran angin kearah tengkuk dan iganya. Dalam 

keadaan terhuyung demikian memang sukar untuk 

menghindari serangan mendadak itu. Tapi Nanjar 

masih sempat untuk hantamkan lengan kiri nya 

disertai bentakan.

Namun penyerang ini cukup gesit, seperti dia

telah menduga demikian.

Penyerang ini gagalkan serangannya seraya 

membuang tubuh kesamping. Gagal serangan 

pertama itu ternyata dilanjutkan dengan serangan 

kedua. Sebelah kakinya melayang menghantam 

lambung.

Nanjar tak sempat mengelak lagi. Tubuhnya 

roboh terguling.

Kesempatan itu ternyata tak disia-siakan oleh si 

penyerang. Mendadak dia melompat. Lengannya 

terjulur, dan...Plas!

Pedang Mustika Naga Merah berhasil 

dirampasnya!

Sungguh kecele penyerang ini, dia mengira akan 

dapat menggondol benda mustika itu begitu 

gampang. Jatuhnya Nanjar adalah tipuan belaka. 

Karena mendadak, ketika pedang mustika Naga 

Merah tercabut dari kerangkanya, Nanjar gunakan 

kecepatan kilat untuk menotok lawan. Inilah jurus 

Biawak Sakti menyambar mangsa!


Serangan itu tak terduga. Tahu-tahu penyerang 

itu menjerit kaget,. Pedang rampasannya terlepas. 

Sedangkan tubuhnya sendiri roboh terbanting. 

Totokan Nanjar dengan jitu telah mengenai 

sasaranya.

"Hahaha... perbuatan licik, harus dibalas dengan 

kelicikan!"

Nanjar tertawa menyeringai. Segera dia telah 

melihat siapa manusia yang menyerangnya. 

Pedang Mustika Naga Merah telah berada di ta -

ngannya lagi.

"Hm, ternyata kau Nira? apa-apaan kau ini? 

Mengapa melakukan perbuatan edan macam 

begini?" terkejut Nanjar ketika mengetahui siapa 

yang menyerang dan berniat mau merampas 

padang.

"Aku...aku..." Nira menyahut terputus-putus. 

Wajahnya pucat-lesu dan tampak sepasang 

matanya berkaca-kaca.

"Aku..aku mau membunuh diri dengan pedang 

itu!"

"Membunuh diri? sinting! mengapa kau mau 

melakukan bunuh diri segala?" sentak Nanjar 

dengan terheran.

"Karena., karena kau tak menpedulikan aku! 

Aku., aku mencintaimu kak Nanjar..! Aku tak dapat 

hidup tanpa kau disampingku!" sahut Nira dengan 

berlinang air mata. Mendengar jawaban ini Nanjar


jadi garuk-garuk pantat dan benarkan celananya 

yang kedodoran.

"Sinting! apakah didunia ini sudah tak ada laki-

laki lain?" berkata Nanjar dengan menelan ludah. 

Tapi hatinya membathin lain. "Hm, perempuan ini 

baru kukenal beberapa jam yang lalu. Aku belum 

mengetahui watak dan tabiatnya. Uap berbau amis 

itu jelas mengandung sejenis racun yang 

memabukkan. Kalau aku tak cepat menutup 

pernapasan tentu siang-siang aku sudah roboh. 

Entah apa yang tujuan perempuan ini 

sebenarnya?"

Memikir demikian Nanjar segera menyambung 

kata-katanya.

"Aku tengah mempunyai urusan yang lebih 

besar, nona Nira. Kuharap kau tak menggangguku. 

Kalau kau mau bunuh diri karena aku, itu adalah 

perbuatan orang tolol!" ujar Nanjar seraya 

masukkan pedangnya kebalik baju dibelakang 

punggung.

"Nah, untuk sementara beristirahatlah kau di-

sini. Bukan aku kejam membiarkan kau dalam 

keadaan tertotok, tapi aku khawatir kau hanya 

akan menyulitkan aku saja. Saat ini juga si kakek 

bongkok itu harus kuringkus dan membuka 

kedoknya untuk mengetahui siapakah dia 

sebenarnya?"

Selesai berkata Nanjar balikkan tubuh dan 

berkelebat lenyap dari sisi bukit itu.


Senja terus merayap...Bukit itu semakin senyap 

membisu dalam keremangan yang menggerogoti 

tempat itu.

Setelah sekian lama berusaha melepaskan diri 

dari pengaruh totokan, akhirnya gadis itupun 

berhasil melepaskan diri.

Kalau saja cuaca tidak begitu gelap tentu dapat

terlihat wajah gadis itu berubah begitu merah 

padam. Hatinya gusar bukan main, karena gagal 

untuk melaksanakan niatnya.

Sepasang matanya kini berubah menjadi 

nyalang. Tampak dendam kebenciam dibola 

matanya yang bulat.

"Dewa Linglung! aku tak dapat mendustai diriku 

sendiri. Aku memang mencintai dirimu, tapi 

agaknya kita tidak berjodoh dan aku terpaksa 

memilih jalan terbaik, yaitu melenyapkan dirimu!"

berkata gadis ini pelahan.

Ternyata "cinta" telah berubah menjadi dendam 

yang membara. Kini dia merasa si Dewa Linglung 

adalah musuhnya yang harus dilenyapkan!

Nira bangkit berdiri. Mendadak kakinya 

menendang sebuah batu di sisi bukit disebelahnya. 

Aneh! tiba-tiba sebuah batu menonjol disebelahnya 

bergeser turun, dan terlihatlah sebuah lobang goa. 

Gadis inipun melompat masuk.

Tak lama dia telah keluar lagi dengan membawa 

sebuah buntalan kain.


"Si keparat itu tentu sudah berlalu meninggalkan 

bukit ini, karena tak menjumpai orang yang 

dicarinya!" berkata Nira dalam hati.

Dari dalam buntalan itu dikeluarkan seperangkat 

pakaian. Selanjutnya dengan cepat dia menukar 

pakaiannya.

Tak berapa lama Nira telah berganti rupa 

menjadi seorang pemuda tampan. Bajunya 

berwarna hijau dengan rompi terbuat dari kulit 

ular.

"Hahaha...si Dewa Linglung tak akan 

menyangka kalau aku sendirilah orang yang 

bernama Lodra Pati alias si Ular Sanca Beracun!"

Tak lama dia buntal pakaian wanitanya lalu 

dilemparkan kedalam lubang goa. Ketika kaki gadis 

ini menendang sebongkah batu persegi, mendadak 

goa itupun menutup lagi.

"Hm, sesuai dengan petunjuk guru, aku harus 

secepatnya menyusul beliau kesana!" berkata gadis 

ini dalam hati. Dan tubuhnya pun berkelebat cepat 

menuruni lereng bukit.

---ooo0myr0ooo---

SEBELAS

Membelalak mata Nanjar melihat kejadian yang 

berlangsung didepan matanya. Tak salahkah 

pendengarannya? Gadis bernama Nira itu


sebenarnya manusia yang bernama Lodra Pati? 

pikir Nanjar dengan terperangah.

"Aneh!? dia seorang perempuan, mengapa 

mempunyai hawa napsu terhadap sejenisnya?" 

berkata dalam hati Nanjar.

"Heh! dia tak boleh kubiarkan kabur begitu saja! 

Kejahatannya harus dibikin tuntas! Perempuan 

edan macam begitu amat berbahaya!" desis Nanjar 

yang secara diam-diam sebenarnya belum pergi 

jauh dari tempat itu. Bahkan sekian lama dia 

mengintai dari tempat persembunyian untuk 

melihat apa yang akan dilakukan Nira setelah 

bebas dari pengaruh totokannya.

Detik itu juga tubuh Nanjar berkelebat ”terbang" 

untuk mengejar. Ilmu lari cepat gadis itu memang 

amat mengagumkan. Tapi Nanjar kini telah 

mempergunakan ilmu terbangnya. Hingga dari 

udara dia dapat melihat kemana arah jejak gadis 

itu.

Nanjar terus menguntit Nira yang menuju

kearah lembah.

Sementara gadis itu tak mengetahui kalau ada

orang yang membuntutinya.

Tiba dimulut lembah, Nira berhenti sejenak 

untuk menarik napas panjang.

Matanya menatap kearah hutan yang remang-

remang disinari cahaya bulan dihadapannya.

"Hm, guru tentu telah tak sabar menunggu.


Malam ini juga saatnya harus pergi meninggalkan 

wilayah, ini. Keadaan mulai tidak aman. 

Kemunculan orang-orang persilatan yang mencari 

jejakku semakin membuat hidup diwilayah ini tak 

tenang! Agaknya guru memilih terbaik, yaitu 

meninggalkan wilayah ini. Pendekar Linglung itu 

tak dapat dianggap enteng. Aku telah gagal 

menjebaknya untuk menawannya hidup-hidup!" 

bergumam Nira alias Lodra Pati. Lalu terdengar 

suara helaan nafasnya. Tampak wajahnya dironai 

kekecewaan. Sementara cahaya bulan sepotong 

menengahi permukaan lembah.

Sesaat antaranya tubuh Lodra Pati berkelebat 

kearah mulut hutan. Tapi baru saja kakinya 

menginjak tanah, sesosok bayangan tubuh muncul 

di hadapannya. Ternyata tak lain dari si Kakek

Bongkok adanya.

"Guru...! ah, kau tentu lama menungguku!" 

berkata Lodra Pati dengan sedikit terkejut.

"Hm, tak mengapa! tapi mulai saat ini kau tidak 

memanggil aku guru lagi!" sahut si Kakek Bongkok 

dengan suara berubah dingin.

"He? mengapa? Bukankah sejak pertama kali 

aku mengenalmu, dan kau mengaku kakak 

seperguruan guruku Nyai Meranti, kau telah 

meminta aku mengangkat guru padamu. Tetapi 

sekarang aku tak diperbolehkan memanggil kau 

guru lagi! Aneh!? ada apakah dengan semua ini?" 

bertanya Lodra Pati dengan heran.


"Karena kau telah menyelesaikan tugasmu! Aku 

memang membutuhkan bantuanmu untuk 

mencukupi syarat-syarat dari suatu ilmu hitam 

yang kupelajari. Syarat itu memerlukan tiga belas 

orang gadis untuk diambil darah keperawanannya. 

Kecuali isteri Adipati itu, yang aku memang 

menginginkannya, selama ini sudah dua belas gadis 

yang mencukupkan syarat-syarat itu!" berkata si 

kakek bongkok tetap dengan suara dingin.

Dia menatap Lodra Pati alias Nira dengan 

pandangan mata berkilat.lalu lanjutkan kata-

katanya.

"Aku tak perlu mencari syarat yang ketiga belas, 

karena kaulah orangnya yang akan menjadi korban 

terakhirku!" ucap sikakek bongkok dengan suara 

sedingin es.

Tentu saja membuat Lodra Pati alias Nira jadi 

terperanjat. Matanya membelalak karena terkejut 

dan gusar.

"Bedebah! Jadi kau...kau menipuku? Kau 

berjanji akan memberikan ilmu hitam itu padaku. 

Tapi nyatanya kau ...kau manusia keparat!" teriak 

Lodra Pati. Mendadak dia telah lancarkan serangan 

menghantam dengan pukulan racun.

Uap hijau meluruk deras kearah kakek bongkok. 

Sementara Lodra Pati membarengi dengan melepas 

serangkum jarum maut.

"Hehehe... seranganmu hebat! Tapi sia-sia saja 

kau mencoba menolak untuk menjadi korbanku


yang telah kutetapkan!”

Kakek bongkok kibaskan lengan bajunya. 

Tongkatnya diputar. Maka berhembuslah angin 

santar membuyarkan uap hijau dan jarum-jarum 

maut itu.

Marah bukan buatan Lodra Pati disamping 

terkejut. Tapi dengan berteriak nyaring dia melesat 

keudara lima tombak. Ketika menukik segera 

hantamkan pukulan tenaga dalam. Itulah jurus 

menghancurkan Karang, menghantam Mega.

Berteriak kaget si kakek bongkok. Dia tak 

menduga gerakan Nira begitu cepat. Bhlarr!

Ledakan keras terdengar. Tapi kakek bongkok 

telah melompat menyelamatkan diri. Baru saja dia 

mau jejakkan kaki, Nira telah melancarkan lagi 

serangannya berturut-turut.

Namun kali ini kakek bongkok telah waspada. 

Dari balik jubahnya dia mengeluarkan sebuah guci 

berisi arak. Hebat kakek ini, sambil mengelak dia 

sempat meminum arak. Beberapa serangan Nira 

berhasil ditangkis dengan tongkatnya.

Ketika pada suatu saat yang baik, tiba-tiba 

kakek ini semburkan arak dari mulutnya. Rupanya 

hal inilah yang menjadi kelemahan Nira alias Lodra 

Pati. Bau arak adalah bau yang sangat dibencinya. 

Dengan sebat dia mengelak untuk menghindar. 

Namun berkali-kali semburan arak terus 

mencecarnya. Bau itupun terendus hidung.


Seketika Nira merasakan kepalanya mendadak 

pening. Tubuhnya terhuyung, dan pada saat itulah 

si kakek bongkok lancarkan totokan kilat yang 

tepat mengenai sasaran. Robohlah Lodra Pati 

dengan keluarkan suara keluhan.

"Hehehe....untuk merobohkanmu tidak begitu 

sukar!" berkata si kakek dengan langkah lebar dia 

menghampiri.

"Malam ini juga aku harus menyelesaikan syarat 

yang terakhir!" gumamnya. Diiringi suara tertawa 

terkekeh, lengannya bergerak. Segera terdengar 

suara kain yang sobek. Dalam sekejapan saja 

tubuh Nira alias Lodra Pati telah tak tertutup 

selembar benang.

Akan tetapi mata kakek ini membelalak, karena 

Lodra Pati alias Nira bukan seorang perempuan 

juga bukan seorang laki-laki.

"Hah!? dia seorang banci?" sentaknya terkejut, 

seraya ucak-ucak matanya seperti tak percaya.

"Celaka dua belas! sekian lama kutunggu, 

ternyata hasilnya nihil! Sialan! kalau aku tahu kau 

banci, sejak semula aku tak mengharapkan kau 

menjadi korbanku yang terakhir!" gerutu kakek 

bongkok dengan kecewa.

Kakek ini jadi garuk-garuk kepala tidak gatal, 

seraya memaki-maki dirinya yang tolol.

---ooo0myr0ooo


DUA BELAS

Ditempat persembunyiannya, Nanjar hampir tak 

percaya mendengar pembicaraan kakek bongkok 

dan Nira. Nyatalah bahwa dalang dari kejadian-

kejadian yang menggemparkan wilayah Kadipaten 

Karang Ampel itu adalah si kakek bongkok itu. 

Dewa Linglung memperhatikan tingkah si kakek 

bongkok yang menggerutu panjang pendek karena 

tak jadi melaksanakan niatnya.

"Setan alas! mengapa Nyai Meranti tidak 

memberitahu kalau muridnya seorang banci? 

Kukira seorang gadis yang menyamar menjadi 

seorang pemuda tampan! Sialan! benar-benar 

sialan!"

Ditempat sembunyinya Nanjar memikir. "Hm, 

jadi Lodra Pati itu seorang banci? Ah, akupun tak 

menduga sama sekali...."

"Heh! inilah saatnya untuk bertindak! Dalang 

semua kejadian itu adalah si kakek bongkok! Dia 

tak boleh lolos lagi! Akan tetapi Lodra Pati harus 

menjadi saksi hidup bahwa perbuatannya adalah 

atas dasar suruhan si kakek bongkok itu. Kedua-

duanya harus ditangkap untuk dihadapan pada 

Adipati Karang Ampel!" berkata Nanjar dalam hati.

Tapi baru saja dia akan bergerak melompat, 

mendadak telah didahului oleh berkelebatnya tiga 

sosok tubuh kate. Siapa lagi kalau bukan si Tiga 

Kate Aneh. Tiga orang kakek kate yang pernah

dipecundangi Nanjar.


"Manusia bongkok! lepaskan pakaian samaran-

mu! Hari ini kami telah mengetahui siapa manusia 

dajal yang telah bikin keonaran itu!" membentak 

salah seorang dari Tiga Kate Aneh, yaitu si kakek 

kate baju merah.

Melihat kemunculan tiga manusia kate ini si 

kakek bongkok tersentak kaget. Kakinya mundur 

dua langkah. Tapi tak lama dia perdengarkan suara 

tertawa dingin.

"Hahahehe... hehe... tiga manusia sepotong 

muncul cari kematian! Kalian ingin mengetahui 

siapa aku, itu tidak aneh! Karena aku memang 

sengaja menyamar. Tapi kuharap kalian tak 

terkejut setelah mengetahui siapa diriku! Aku akan 

buka kedokku agar kalian tiga manusia sepotong 

menjadi puas sebelum tiba saat kematian kalian!"

Seraya berkata kakek bongkok gerakkan 

lengannya membuka jubah. Lalu melesat kulit tipis 

pada lengan dan kaki. Terakhir mengelupas topeng 

kulit tipis dan rambut palsu dari kepala dan 

wajahnya. Segera tampaklah dihadapannya mereka 

seorang pemuda berusia tiga puluh tahun.

Beralis tebal dengan mata sipit yang bersorot 

tajam bagai mata elang. Telinganya lebar. Pada 

sebelah kiri pipinya ada tanda luka bekas bacokan 

yang memanjang kedagu.

Melihat siapa manusia dihadapannya serentak 

Tiga Kate Aneh jadi terbelalak memandang.

"Hah?! kiranya kau si Naga Codet Tali Wongso?"


sentak Tiga Kate Aneh dengan terkejut, akan tetapi 

juga dengan gusar. Karena Tali Wongso adalah 

seorang wanita bermata buta, bernama Shakila 

seorang wanita peranakan India. Wanita berusia 40 

tahun itu walaupun sudah berumur 40 tahun tapi 

seorang wanita yang pandai merawat tubuh 

disamping menguasai ilmu Yoga, disamping 

berwajah cantik.

Ternyata Tali Wongso adalah seorang murid 

yang brutal dan durhaka! Setelah berhasil 

menyerap ilmu wanita buta itu. Suatu perbuatan 

terkutuk telah dilakukannya. Dengan cara busuk 

dia membius gurunya sendiri lalu memperkosanya. 

Setelah puas Tali Wongso merasa tak memerlukan 

Shakila lagi karena dia telah cukup memiliki ilmu-

ilmu kedigjayaan. Tali Wongso membunuh wanita 

gurunya itu.

Tiga Kate Aneh menjumpai Shakila dalam 

keadaan sekarat. Namun masih sempat 

memberitahukan siapa yang telah melakukan 

perbuatan iblis itu. Tentu saja Tiga Kate Aneh

menjadi gusar dan berniat mencari Tali Wongso 

untuk menghukum manusia brutal yang tak tahu 

membalas budi itu.

Justru Tali Wongso tadinya adalah seorang yang 

telah ditolong nyawanya oleh Tiga Kate Aneh dari 

kematian, karena keluarganya habis dibunuh 

perampok. Codet memanjang dipipinya adalah 

akibat kena bacokan perampok, karena dia 

berusaha melawan penjahat-penjahat itu.


"Manusia dajal! bagus! bertahun-tahun kami 

mencarimu untuk melenyapkan nyawa busukmu, 

ternyata kau muncul didepan mata! Murid durhaka 

tak tahu membalas budi, terimalah kematian-mu!" 

membentak kakek kate baju merah. Serentak 

ketiganya tanpa tunggu waktu lagi segera 

lancarkan serangan!

Terjadilah pertarungan seru! Dengan kemarahan 

meluap Tiga Kate Aneh menerjang. Pukulan-

pukulan dan hantaman mengandung maut 

menghujani Tali Wongso dari berbagai penjuru. 

Akan tetapi Tali Wongso telah siap untuk 

menghadapi ketiganya. Dengan gerakan 

tongkatnya dia menangkis sambaran-sambaran 

pukulan mereka. Jurus- demi jurus terus terlewat. 

Kepungan ketat Tiga Kate Aneh semakin rapat. Tak 

sedikitpun memberi peluang Tali Wongso untuk 

bisa melancarkan pukulannya.

Namun sejauh itu mereka melakukan serangan

gencar, Tali Wongso sukar untuk dirobohkan. 

Mendadak Tali Wongso keluarkan suirra mendesis 

bagai ular. Tongkatnya seketika berubah jadi 

segulung kabut hijau. Dan mendadak tubuh laki-

laki itu lenyap.

Disaat ketiga kakek kate itu terperangah, tahu-

tahu mereka perdengarkan jeritan-jeritan menyayat 

hati. Tubuh mereka bertumbangan roboh.

Darah segar bersemburan. Berkelojotanlah 

ketiganya bagai ayam disembelih. Selang tak lama 

tubuh-tubuh Tiga Kate Aneh telah terkapar tak


bernyawa. Itulah ilmu Kabut Iblis yang telah 

dipergunakan. Kabut hijau itu dapat membutakan 

mata orang. Dengan kehebatan ilmu itulah Tiga 

Kate Aneh harus mengalami hari naas. Tewas 

dengan leher tertabas badik beracun yang telah 

disiapkan dibalik jubahnya.

"Manusia iblis! Sungguh keji dan biadab 

perbuatanmu!"

Dewa Linglung melompat keluar dari tempat 

persembunyiannya. Kematian Tiga Kate Aneh 

sungguh diluar dugaan. Hingga Nanjar tak sempat 

berbuat sesuatu lagi.

"Heh! siapa lagi yang coba-coba berurusan 

denganku?" bentak Tali Wongso seraya menatap 

orang yang muncul.

"Hm, kiranya kau si Dewa Linglung? Kau lodra 

pati si ular sanca beracun masih penasaran untuk 

menangkapku? Bagus! Sudah lama aku ingin 

mencoba kehebatan seorang pendekar tolol yang 

linglung! Apakah kau sudah membawa persediaan 

empat nyawa untuk berhadapan denganku?" 

berkata Tali Wongso dengan suara dingin.

"Aha! begitu sombongnya kau Tali Wongso! 

Baik! aku balikkan pertanyaanmu. Apakah kau 

sudah membawa 12 nyawa untuk bertarung nyawa 

denganku?" sahut Nanjar dengan tertawa tawar.

"Bedebah! untuk mengirim nyawa keliang 

Akhirat semudah membalikkan telapak tanganku! 

Bersiaplah kau untuk mampus!"bentak Tali Wongso



dengan wajah merah padam.

Whuuk!

Dia telah menghantam dengan pukulan tenaga 

dalamnya. Hawa panas menyambar. Dewa 

Linglung enjot tubuhnya untuk melompat 

menghindar. Serangan pertama gagal, segera 

disusul dengan serangan kedua dan ketiga. Han-

taman-hantaman dahsyat kearah Dewa Linglung 

segera dihadapi pemuda itu dengan berkelit lincah, 

karena tahu lawannya tak boleh dianggap enteng.

Untuk itu Nanjar segera keluarkan jurus-jurus 

Raja Siluman Kera.

Sikap mirip kera yang seperti mengejek itu 

membuat Tali Wongso semakin berang. Kini dia 

mulai mencabut senjatanya. Badik beracun!

Ternyata Tali Wongso tak cuma memiliki sebuah 

badik beracun, akan tetapi jumlahnya belasan buah 

banyaknya.

Sambil lancarkan serangan-serangannya 

badiknya menyambar bagai kilat menebas kearah 

leher, dada dan kaki. Tergores sedikit saja bisa 

mengakibatkan maut!

Terpaksa Nanjar gunakan jurus Raja Siluman 

Ular dan jurus Raja Siluman Bangau untuk 

menandingi.

Diam-diam Tali Wongso terkejut karena lawan 

memiliki bermacam- macam jurus yang aneh-aneh.


Agaknya Tali Wongso sudah tak sabar untuk 

segera mengirim nyawa Dewa Linglung ke alam 

baka. Tiba-tiba dia keluarkan suara mendesis bagai 

ular. Lengannya bergerak mengantam disertai 

membaca mantera-mantera.

Bhusssssss!

Uap hijau menggebu menggulung kearah 

Pendekar Dewa Linglung. Terkejut Nanjar. Itulah 

uap yang bisa membutakan mata. Detik itu juga 

dia gulingkan tubuhnya ketanah, dan gunakan ilmu 

Raja Siluman Biawak untuk merayap menghindar 

diri. Sementara dia telah menutup sekujur jalan 

darah dan pejamkan mata. Baru saja dia membuka 

mata delapan buah badik beracun meluncur deras

kearahnya.

Berteriak kaget Nanjar. Namun pada detik itu

juga....

Trrraaang!

Sinar merah berkelebat cepat! Berpentalan 

badik-badik beracun itu kedelapan penjuru. Ketika 

bayangan putih membelah udara. Tampak Nanjar 

dalam keadaan "terbang" diudara. Ditangannya 

terkecil pedang mustika Naga Merah.

"Hahaha... serangan yang hebat dan biasa!" 

Dewa Linglung melayang ketanah beberapa 

tombak dari Tali Wongso.

Bukan main gusar dan terkejutnya Tali Wongso 

karena si Dewa Linglung masih bisa meloloskan diri


dari serangan barusan.

"Keparat! jangan tertawa kau kunyuk linglung! 

Terimalah ini!" Tali Wongso kembali membaca 

mantera. Tiba-tiba tubuhnya dilingkari asap warna 

kelabu. Mendadak tubuhnya berubah menjadi 

beberapa sosok. Nanjar waspada karena lawan 

mulai menggunakan ilmu hitam. Dengan segera dia 

pusatkan kekuatan ilmu bathin. Sementara 

lengannya telah siap menghantamkan jurus petir 

Dahana! Itulah jurus warisan Ki Dharma Tungga 

yang tak pernah di pergunakan.

Ketika belasan sosok tubuh itu melurus untuk 

menerjangnya,Nanjar hantamkan telapak 

tangannya kedepan. Menggelegar suara petir 

dengan dahsyat. Tujuh kilatan menjilat udara. 

Terdengar suara teriakan Tali Wongso. Belasan 

tubuh itu lenyap dalam gulungan asap.

Akan tetapi salah satu sosok berkelebat 

melarikan diri.

"Iblis Tali Wongso. jangan lari!" bentak Nanjar. 

Tubuhnya berkelebat mengejar. Akan tetapi lagi-

lagi Tali Wongso gunakan uap hijau untuk 

melindungi dirinya. Terpaksa Nanjar menghindar. 

Kesempatan itu membuat Tali Wongso 

memanfaatkannya. Dalam sekejapan saja dia telah 

lenyap tak ketahuan kemana larinya.....

"Kurang ajar!" memaki Dewa Linglung Nanjar 

cuma bisa berdiri menatap tanpa tahu harus 

mengejar kemana. Sejak dia tercenung "Manusia


itu sewaktu saat kelak akan muncul lagi untuk 

membuat keonaran! Haih! agaknya belum saatnya 

kejahatan lenyap dari muka bumi ini! Mungkin juga 

takkan pernah lenyap. Karena masih banyak 

manusia-manusia semacam Tali Wongso yang 

hidup cuma untuk menebar bencana saja!"

Ketika Nanjar kembali ketempat pertarungan 

tadi, ternyata menjumpai Lodra Pati alias Nira telah 

tewas. Dia membunuh diri dengan menggigit putus 

lidahnya sendiri.

Termangu-mangu Dewa Linglung menatap 

sosok-sosok tubuh yang telah menjadi mayat di-

hadapannya.

Hatinya bergumam. "Haih! Usia semakin 

bertambah. Dan entah sampai kapan aku hidup 

seperti ini? Dia yang mencintaiku, tapi ternyata 

punya jenis kelamin berbeda dengan orang biasa! 

Justru orang yang aku cinta, malah aku bertepuk 

sebelah tangan...!"

Sekonyong-konyong Nanjar teringat pada Roro 

Centil. Betapa dia pernah menggandrungi dara 

perkasa Pantai Selatan itu.

Akan tetapi dia tak bisa lama-lama berdiri di-situ 

karena malam semakin larut dan hawa dingin mulai 

merayap kesekujur tubuh.

Segera digalinya sebuah lubang besar dengan 

cepat. Lalu mayat-mayat itu dikuburkannya....

Menjelang shubuh dinihari pekerjaannya selesai.


Ketika cahaya kuning memancar dari balik bukit, 

pemuda bertampang dungu alias Dewa Linglung 

tampak berlari cepat menuju kearah utara.



                                  SELESAI


https://matjenuhkhairil.blogspot.com

http://matjenuhkhairil.wordpress.com



Share:

0 comments:

Posting Komentar

Blog Archive