UTUSAN DARI NERAKA
oleh T. Hidayat
Cetakan pertama
Penerbit Cintamedia, Jakarta
Penyunting : Tuti S.
Hak cipta pada Penerbit
Dilarang mengcopy atau memperbanyak sebagian atau
seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari penerbit
T. Hidayat
Serial Pendekar Naga Putih
dalam episode: Utusan dari Neraka
128 hal : 12 x 18 cm
SATU
Hutan yang terdapat di lereng sebelah utara Gunung Merbuk memang tidak terlalu
luas. Rapatnya semak belukar yang meranggas liar serta pohon-pohon tua yang tumbuh
menjulang tinggi dan nyaris tak terlihat pucuknya membuat hutan kecil itu cukup
menyeramkan. Terlebih binatang-binatang buas banyak berkeliaran bagai penjaga-penjaga
hutan. Hutan itu hampir tidak pernah didatangi manusia. Kalaupun ada, mereka pasti
tidak akan pernah kembali lagi. Hutan kecil itu dianggap keramat dan sebagai tempat
bertahtanya bangsa siluman.
Rupanya tidak semua orang mempunyai anggapan demikian. Pagi hari itu, saat
sekitar lereng Gunung Merbuk masih terselimuti kabut, tampak sesosok tubuh bergerak
menuju hutan kecil di lereng sebelah utara, ia menunggang seekor kuda berbulu hitam
pekat.
"Hyeeehh...!"
Setelah menyeberangi sebuah sungai, tiba-tiba kuda berbulu hitam yang
ditunggangi lelaki itu meringkik keras sambil mengangkat kedua kaki depannya.
"Hei! Tenang Hitam, tenang...!" Penunggang kuda itu berseru menenangkan
binatang tunggangannya. Ditepuk-tepuknya leher kuda hitam itu. Tapi, usahanya tidak
berhasil. Binatang itu malah bergerak semakin liar, melompat-lompat sambil meringkik
keras.
"Binatang celaka!" Penunggang kuda memaki jengkel. Lalu, dengan gerakan yang
ringan dan indah tubuhnya melenting ke udara, berputaran beberapa kali sebelum
mendarat di tanah. Gerakan yang menunjukkan kehebatan ilmu meringankan tubuh.
Tubuhnya melayang seringan kapas dan tidak menimbulkan suara ketika mendarat.
"Hm…"
Penunggang kuda yang berusia lima puluh lima tahun itu memperdengarkan
geraman gusar. Sepasang matanya berkilat menatap seekor ular sanca sebesar paha orang
dewasa. Ular itu merayap di tanah. Mengertilah lelaki itu mengapa binatang
tunggangannya demikian kalap.
"Rupanya ada orang yang ingin bermain-main dengan Algojo Cakar Siluman...!"
Lelaki itu menggeram dengan menyebutkan julukannya. Pandangannya diedarkan ke
sekeliling tempat itu. Kemudian, beralih ke arah makhluk mengerikan yang tengah melata
di tanah. Seiring dengan dengusan kasar mengejek sebelah tangannya melakukan gerakan
menebas.
Tas! Tas! Tas!
Hebat bukan main gerakan tokoh yang mengaku berjuluk Argojo Cakar Siluman.
Sewaktu tangannya bergerak tiga sinar putih berkilau membentuk telapak tangan yang
sama, lalu menyambar tubuh ular sanca hingga terputus menjadi tiga bagian.
"Ha ha ha...!"
Tiba-tiba terdengar gelak tawa. Gemanya bergaung ke seluruh penjuru. Angin keras
berhembus membuat lapisan kabut tipis yang menyelimuti tempat itu sirna beterbangan.
Perbuatan yang hanya bisa dilakukan seorang tokoh yang memiliki tenaga dalam luar
biasa. Suara tawanya saja sanggup membuat lawan menggeloso tewas!
Algojo Cakar Siluman mendengus keras, ia mengerahkan tenaga dalam untuk
melindungi telinga dan bagian dalam tubuhnya yang bergetar.
"Kurang ajar...!" Algojo Cakar Siluman mendesis gusar. Kepalanya ditengadahkan
menatap langit. Sebentar kemudian, terdengar lengkingan panjang meluncur dari
kerongkongannya.
Apa yang dilakukan Algojo Cakar Siluman tidak kalah dahsyatnya dengan
pengaruh gelak tawa tanpa wujud itu. Lengkingan panjang membuat pepohonan di sekitar
tempat itu bergetar keras! Dedaunan pohon berguguran. Burung-burung yang terbang di
udara terkejut dan mendadak tak bisa terbang, seolah tertahan suatu kekuatan tak
tampak. Burung-burung itu kemudian meluncur jatuh dalam keadaan mati!
Binatang tunggangan Algojo Cakar Siluman meringkik keras dan melompat-lompat
liar. Tapi, itu cuma berlangsung beberapa saat. Kuda hitam itu kemudian roboh tak
bernyawa. Lengkingan panjang dan suara tawa yang saling tindih itu membuat jantungnya
pecah.
Adu kekuatan tenaga dalam itu kian lama kian memuncak. Malah, pemilik suara
tawa melayang turun dari pohon tempatnya bersembunyi, ia berdiri dalam jarak tiga
tombak di depan Algojo Cakar Siluman. Wajahnya merah bagai terbakar. Semakin
memuncaknya kekuatan lengkingan lawan memaksa sosok itu membuat gerakan-gerakan
dengan kedua tangannya. Gerakan yang dilakukannya sangat lambat namun harus
mengerahkan tenaga yang kuat.
Algojo Cakar Siluman terkejut merasakan serangan lawan membuat kekuatannya
terdesak. Bergegas ia mengempos semangat dan mengerahkan seluruh kekuatan tenaga
dalamnya. Lalu, sambil mendorongkan kedua tangan ke depan dengan gerak perlahan,
kekuatan lengkingan yang keluar dari kerongkongannya terdengar semakin berlipat ganda.
Asap tipis mengepul dari ubun-ubun. Algojo Cakar Siluman telah mengerahkan tenaga
dalam hingga ke puncaknya.
Hal serupa juga terjadi pada diri lawannya. Kenyataan itu membuat keduanya
sadar sekarang yang mereka lakukan bukan main-main lagi.
Mereka sudah merasa telanjur. Masing-masing tidak ingin menarik kekuatannya.
Hal itu berarti kematian bagi siapa saja yang menarik pulang serangannya. Selain
kekuatannya sendiri akan membalik juga ditambah dengan kekuatan lawan.
"Hua ha ha...! Siapa sangka kehadiranku mendapat suguhan tontonan yang sangat
menarik...!"
Di tengah sengitnya pertempuran tenaga dalam itu terdengar tawa keras yang
memekakkan telinga. Belum lagi gema tawa itu lenyap tahu-tahu telah berdiri sesosok
tubuh seorang kakek tinggi kurus, ia melangkah lebar mendekati arena pertarungan.
Pendatang baru itu jelas bukan orang sembarangan. Seperti orang yang menonton
pertandingan, kakek tinggi kurus duduk bersila tidak jauh dari arena. Sepasang matanya
berbinar menunjukkan kegembiraan. Tapi beberapa saat kemuudian keningnya tampak
berkerut. Kekhawatiran membayang pada sorot matanya sewaktu melihat Algojo Cakar
Siluman terdesak. Wajah Algojo Cakar Siluman semakin memucat dan dibanjiri keringat.
Ia kepayahan membendung serangan lawan.
Kakek tinggi kurus kelihatan berpikir keras. Matanya menatap bergantian wajah
dua orang yang tengah bertarung. Tatapannya berhenti agak lama pada wajah lawan Algojo
Cakar Siluman. Kakek tinggi kurus tahu betul siapa lawan Algojo Cakar Siluman, ia adalah
Telapak Lidah Halilintar, seorang tokoh golongan putih. Sedangkan Algojo Cakar Siluman
tokoh yang segolongan dengannya. Maka, setelah mempertimbangkan untung ruginya,
kakek tinggi kurus mengambil keputusan untuk membantu Algojo Cakar Siluman.
Dengan sekali lompat saja, kakek tinggi kurus sudah berada di belakang Algojo
Cakar Siluman. Sebentar ia mengempos semangatnya. Kemudian kedua telapak tangannya
dilekatkan ke punggung Algojo Cakar Siluman.
"Haiiitt..!"
Bersamaan dengan melekatnya kedua telapak tangan kakek tinggi kurus, lawan
Algojo Cakar Siluman membentak nyaring. Tubuhnya dilempar ke samping sambil menarik
pulang serangannya. Sehingga, ketika bantuan tenaga bagi Algojo Cakar Siluman bekerja,
ia sudah lebih dulu menyelamatkan diri. Akibatnya, gabungan tenaga dua tokoh sesat itu
menghantam pohon besar yang kemudian berderak dan langsung tumbang.
"Sungguh berbahaya...!" desis Telapak Lidah Halilintar sambil menyusut keringat
dingin di keningnya, ia mengatur pernapasannya untuk mempersiapkan diri menghadapi
keroyokan tokoh-tokoh sesat itu.
***
Bagi kalangan persilatan nama Algojo Cakar Siluman bukanlah nama yang asing.
Julukan itu sudah sangat terkenal dan menggetarkan hati setiap tokoh di wilayah timur.
Terutama tokoh-tokoh golongan putih. Algojo Cakar Siluman merupakan datuk kaum
golongan hitam yang menguasai wilayah timur. Kepandaiannya sangat tinggi Boleh
dibilang selama ini tak tertandingi. Andalannya adalah Ilmu 'Cakar Siluman' yang
membuat namanya terkenal dan ditakuti lawan. Ilmu yang dimiliki datuk sesat wilayah
timur itu memang sangat sesuai dengan namanya. Apabila Algojo Cakar Siluman
menggunakan ilmu andalannya dapat dikatakan mustahil lawan akan bisa selamat.
Sepasang lengan yang memiliki jari-jari sekuat baja itu dengan sekali bergerak saja
bisa membuat nyawa lawan yang sangat lihai putus seketika. Gerakan yang dilakukannya
nyaris tidak terlihat. Seolah kedua lengannya menjadi puluhan banyaknya yang terlontar
dalam bentuk cakar. Meski tokoh itu baru dua tahun belakangan ini muncul. Algojo Cakar
Siluman langsung menguasai wilayah timur dan diakui sebagai datuk golongan hitam di
wilayah itu.
Setan Ular Tertawa pun bukanlah tokoh sembarangan. Selain memiliki Ilmu 'Setan
Tertawa' yang dapat membunuh musuh hanya dengan memperdengarkan suara tawanya,
tokoh ini pun dikenal sebagai pawang segala jenis ular berbisa. Setan Ular Tertawa adalah
bangsa pendatang yang berasal dari daratan Hindustan. Tokoh ini seorang petualang yang
sangat gemar dengan ilmu silat.
Dalam waktu singkat saja nama Setan Ular Tertawa yang diperkenalkannya
langsung melambung tinggi. Tokoh-tokoh terkenal di wilayah barat habis dibabatnya.
Tidak peduli baik dari golongan hitam maupun golongan putih. Tokoh berusia hampir
tujuh puluh tahun ini memiliki satu sifat yang membuat lawan-lawannya bergidik ngeri
dan mencercanya sebagai manusia paling kejam. Setiap lawan yang dikalahkannya akan
dijadikan umpan ular-ular berbisa peliharaannya. Kekejaman itu membuat namanya kian
menggetarkan. Terutama bagi mereka yang tinggal di daerah barat dan separo daerah
utara, ia diakui sebagai dedengkot tokoh sesat nomor satu di wilayah itu.
"Apa sebenarnya maksud kalian datang ke tempat ini?" terdengar pertanyaan
Telapak Lidah Halilintar.
Algojo Cakar Siluman dan Setan Ular Tertawa saling bertukar pandang sesaat
setelah meneliti sosok kakek kurus itu.
"Hm.... Kau pasti tokoh yang berjuluk Telapak Lidah Halilintar...," ucapan itu
keluar dari mulut Algojo Cakar Siluman.
"Dasar manusia bego!" Kakek kurus itu mengumpat kasar, meski raut wajahnya
tidak menunjukkan kemarahan. "Terus terang kukatakan dugaanmu itu tidak meleset
alias betul, Algojo Cakar Siluman!" lanjutnya menegasi, masih dengan nada kasar dan
tajam.
Algojo Cakar Siluman tidak kelihatan tersinggung, ia sudah cukup mengenal nama
dan watak tokoh berjuluk Telapak Lidah Halilintar yang memiliki kebiasaan mengumpat
dan memaki. Tak peduli berhadapan dengan siapa, Telapak Lidah Halilintar selalu
menyertai ucapannya dengan makian. Dan, Algojo Cakar Siluman serta Setan Ular Tertawa
nampaknya sudah sangat maklum.
"Sekarang biar aku yang bicara...." Tiba-tiba, sebelum Algojo Cakar Siluman
membuka mulutnya, Setan Ular Tertawa sudah keburu menyela. "Nah, Telapak Lidah
Halilintar, kau pasanglah telingamu baik-baik! Kedatangan kami ke tempat ini adalah
untuk memastikan kebenaran tentang adanya seorang bocah yang disebut-sebut sebagai
Utusan Dari Neraka."
Telapak Lidah Halilintar kembali mengumpat. Lalu, kepalanya didongakkan.
Terdengarlah tawa mengekehnya yang berkepanjangan.
"Tidak mengherankan kalau berita itu sampai juga ke telinga babi-babi busuk
seperti kalian...," ujar Telapak Lidah Halilintar di antara kekehnya. Nampaknya, kakek
kurus ini maklum akan ketajaman pendengaran tokoh-tokoh kaum rimba persilatan, yang
memang tak pernah ketinggalan terhadap segala sesuatu yang terjadi. "Tapi, kutegaskan di
sini bahwa berita itu tidak benar. Dan kalaupun benar, apa yang hendak kalian perbuat?
Ingin menumpasnya, atau cuma ingin sekadar mengetahui kebenarannya?"
"Jangan main-main denganku, Telapak Lidah Halilintar! Aku bisa saja langsung
membunuhmu tanpa perlu meminta kepastian darimu!" Setan Ular Tertawa menggeram
gusar, ia tidak senang mendapat perlakuan demikian dari Telapak Lidah Halilintar yang
seolah memandang remeh kepadanya.
"Siapa yang sudi main-main denganmu, Ular Buntung!" Tanpa rasa gentar sedikit
pun Telapak Lidah Halilintar balas membentak. "Katakan saja berita itu benar! Lalu, apa
maumu sekarang?"
"Cuma itu tujuanku jauh-jauh datang ke tempat ini. Sekarang aku hendak melihat
sendiri buktinya. Seperti apa sebenarnya rupa dan bentuk Utusan Dari Neraka itu?
Apakah ia seseram setan neraka, atau cuma berupa bocah manusia biasa...?" sambil
berkata demikian, Setan Ular Tertawa memutar tubuhnya hendak meninggalkan tempat
itu.
"Tahan langkahmu. Ular Buntung...!"
Begitu seruannya terdengar, tubuh Telapak Lidah Halilintar melayang dengan
kecepatan luar biasa. Setan Ular Tertawa dan Algojo Cakar Siluman hanya melihat
berkelebatnya sesosok bayangan. Tahu-tahu Telapak Lidah Halilintar sudah berdiri
menghadang jalan.
"Mengapa kau menghalangiku, Telapak Lidah Halilintar? Menyingkirlah, sebelum
aku lupa kalau yang menghadangku cuma seorang kakek peot yang sudah bau tanah...!"
Setan Ular Tertawa mengancam dengan sorot mata berkilat.
"Aku tidak ingin ada orang tolol merusak rencana dan jerih payahku! Dengar
nasihatku baik-baik, Setan Ular Tertawa. Dan kau juga, Algojo Cakar Siluman!" ujar
Telapak Lidah Halilintar menatap kedua tokoh sesat itu bergantian. "Sebaiknya kalian
segera angkat kaki dari tempat ini. Jangan teruskan niat kalian yang kelak hanya akan
membuat bencana bagi seluruh isi muka bumi ini...!"
"Kau menyuruh kami mengangkat kaki?" Algojo Cakar Siluman menukas dengan
kepala ditelengkan. Seolah ia hendak menegaskan ucapan Telapak Lidah Halilintar.
Meski dengan kening berkerut. Telapak Lidah Halilintar mengangguk juga.
"Satu atau kedua-duanya...?" Algojo Cakar Siluman melanjutkan pertanyaannya.
"Maksudmu...?!"
"Kau menyuruh kami mengangkat kaki, bukan?" Algojo Cakar Siluman mengulang
pertanyaannya.
"Betul!" Telapak Lidah Halilintar mengangguk cepat.
"Nah, sekarang aku tanya lagi. Satu kaki atau kedua-duanya?" Algojo Cakar
Siluman tersenyum mengejek.
"Babi buntung!" Sadar dirinya telah ditipu mentah-mentah, Telapak Lidah Halilintar
memaki gusar. "Kau berani mempermainkan aku, Algojo Cakar Siluman! Kau benar-benar
manusia tolol yang tidak tahu diuntung. Diberi peringatan malah berbalik mengejek.
Sekarang terserah apa mau kalian. Yang jelas, aku akan tetap menghalangi dan
menentang niat kalian itu!"
"Hm...." Sambil mengusap-usap dagunya, Setan Ular Tertawa bergumam dengan
senyum penuh ejekan. "Aku tahu sekarang!" lanjutnya dengan suara menghina. "Rupanya
kau hendak mengangkangi Utusan Dari Neraka itu sendirian...!"
"Itu bukan hal yang aneh, Setan Ular Tertawa...," Algojo Cakar Siluman
menyambung dengan nada yang tidak kalah menyakitkan. "Sebagai seorang pangeran
pelarian yang selama puluhan tahun hidup terlunta-lunta karena negerinya kalah perang,
tentu sampai saat ini ia masih mengharapkan akan dapat duduk di atas singgasana
berlapis emas. Adanya Utusan Dari Neraka itu hendak dijadikan jalan untuk mewujudkan
cita-cita gilanya. Ha ha ha...!"
"Diam!"
Telapak Lidah Halilintar membentak keras. Selebar parasnya merah padam.
Tubuhnya gemetar menahan gejolak amarah yang bagai hendak meledakkan dada. Ucapan
Algojo Cakar Siluman jelas sangat mengena. Telapak Lidah Halilintar memang seorang
pangeran yang terpaksa melarikan diri sewaktu negerinya kalah.
Bertahun-tahun ia harus menyembunyikan diri di hutan-hutan lebat dan
pegunungan yang jarang didatangi manusia. Selama dalam pelariannya ia terus berlatih
silat, selain untuk menjaga diri dari sergapan tentara musuh apabila kepergok juga untuk
menghadapi keganasan hidup yang dijalaninya. Dalam pelariannya tidak jarang ia
menghadapi ancaman binatang buas yang kelaparan.
Pengejaran terhadap Telapak Lidah Halilintar yang pada waktu itu bernama
Pangeran Danutirto akhirnya terhenti. Pihak musuh mulai melupakannya setelah dalam
pengejaran tak lagi menemukan jejak Pangeran Danutirto. Ia kemudian dianggap telah
tewas. Padahal, Pangeran Danutirto yang melarikan diri ke dalam hutan lebat di lereng
sebelah utara Gunung Merbuk masih hidup. Pangeran Danutirto sendiri tidak tahu kalau
pengejaran terhadap dirinya telah lama dihentikan. Ia menetap di dalam hutan itu dan
melatih diri dengan tekun selama puluhan tahun. Karena keinginannya untuk dapat
merebut kembali tahta kerajaan ayahnya masih menghantui pikirannya.
Keinginan itu pula yang membuatnya keluar dari tempat persembunyian setelah
lebih tiga puluh tahun menyembunyikan diri. Tapi, keinginan itu padam dengan sendirinya
ketika melihat rakyat hidup dalam ketenteraman dan kedamaian dalam pemerintahan
tangan penjajah. Akhirnya, Pangeran Danutirto membaktikan ilmunya untuk kebaikan
orang banyak. Hingga, ia dikenal dengan julukan Telapak Lidah Halilintar.
Saat namanya semakin besar dan dikenal orang, Telapak Lidah Halilintar
mendengar tentang munculnya seorang bocah yang mendapat julukan Utusan Dari
Neraka, karena perbuatannya yang sangat kejam dan mendirikan bulu roma. Ia pun
bertekad untuk menghentikan bocah Utusan Dari Neraka itu.
DUA
"Eh, kenapa kau jadi marah-marah seperti itu, Telapak Lidah Halilintar?" Setan
Ular Tertawa merasa senang melihat kakek kurus itu mencak-mencak. "Apa itu berarti
kata-kata Algojo Cakar Siluman benar...?" lanjutnya, ia sengaja hendak membalas sikap
Telapak Lidah Halilintar yang sempat memancing kedongkolan hatinya.
"Ular buntung keparat! Kau benar-benar membuat kesabaranku habis...!"
Telapak Lidah Halilintar melompat ke depan. Sepasang tangannya bergerak
membacok dan menusuk dengan kecepatan kilat!
Bed! Syuttt!
Dua serangan maut yang mengarah jalan darah kematian itu dielakkan Setan Ular
Tertawa dengan menarik mundur tubuhnya dua langkah. Lalu, dengan tidak kalah cepat
dan ganasnya, Setan Ular Tertawa melontarkan serangan balasan dengan dua ekor ular
sendok yang entah dari mana datangnya tahu-tahu sudah melibat kedua pergelangan
tangannya.
Kedua ekor ular sendok itu mematuk-matuk ganas, membuat Telapak Lidah
Halilintar terpaksa berlompatan menghindar. Ia tahu betul racun ular sendok sangatlah
berbahaya dan mematikan. Maka, untuk mengimbangi serangan lawan jurus 'Telapak
Lidah Halilintar' yang menjadi andalannya pun langsung digunakan. Setan Ular Tertawa
terpaksa harus mengerahkan ilmu-ilmu andalannya pula.
Menyaksikan Setan Ular Tertawa dan Telapak Lidah Halilintar sudah terlibat dalam
perkelahian sengit, Algojo Cakar Siluman tersenyum mengejek. Kesempatan itu segera
dipergunakan dengan sebaik-baiknya. Mula-mula ia menggeser langkahnya perlahan
menjauhi arena perkelahian. Kemudian, dengan liciknya ia pun melesat meninggalkan
tempat itu.
Tapi, kedua tokoh yang sedang bertarung rupanya sempat menangkap bayangan
Algojo Cakar Siluman. Meskipun tanpa kata, keduanya ternyata memiliki pikiran yang
sama.
Begitu bayangan Algojo Cakar Siluman berkelebat pergi, keduanya langsung
menahan serangan dan berlompatan mundur. Lalu, melesat dengan kecepatan tinggi
mengejar Algojo Cakar Siluman.
"Jangan harap kau dapat meninggalkan tempat ini, Algojo Cakar Siluman...!" Setan
Ular Tertawa terseru keras sambil melontarkan pukulan mautnya, sementara tubuhnya
melayang di udara. Kedua ekor ular sendok yang semula melibat kedua pergelangan
tangannya sudah lenyap.
"Siluman licik! Sebaiknya kau segera minggat ke neraka...!" Telapak Lidah Halilintar
mengumpat. Seperti halnya Setan Ular Tertawa, dengan tubuh melayang di udara ia
melontarkan pukulan 'Telapak lidah Halilintar'.
Perbuatan kedua orang itu tentu saja sangat mengejutkan Algojo Cakar Siluman.
Sungguh tak disangkanya kedua orang yang tadi bertarung mati-matian kini berbalik
mengejar dan mengeroyoknya. Karuan saja ia jadi kelabakan dan pontang-panting
menyelamatkan diri dari pukulan maut kedua tokoh itu, dengan melompat tubuhnya ke
samping dan terus bergulingan di tanah. Untung Algojo Cakar Siluman bertindak cepat.
Kalau tidak, niscaya ia sudah tewas oleh kedua pukulan maut itu.
Setelah dapat menyelamatkan diri, Algojo Cakar Siluman langsung melenting
bangkit. Dengan sigapnya ia berdiri tegak sambil memasang kuda-kuda siap tempur. Tapi,
justru saat itu baik Setan Ular Tertawa maupun Telapak Lidah Halilintar tidak
melanjutkan serangannya. Untuk beberapa saat ketiganya berdiri tegak di tempat masing-
masing dan saling berpandangan satu sama lain.
"Setan Ular Tertawa." Setelah beberapa saat dicekam keheningan, Algojo Cakar
Siluman membuka suara. "Kita adalah orang segolongan yang menguasai daerah timur
dan barat. Untuk itu aku menawarkan kerja sama kepadamu. Kita habisi kakek peot ini.
Setelah itu, baru kita sama-sama mencari goa tempat Utusan Dari Neraka itu berada...,"
lanjutnya mengajukan usul licik. Tentu saja karena pertimbangan untung rugi untuk
kepentingan dirinya sendiri.
Telapak Lidah Halilintar melompat cepat ke depan. Sepasang tangannya bergerak
membacok dan menusuk dengan kecepatan kilat!
Bed! Syuttt!
Dua serangan maut yang mengarah jalan darah kematian itu dielakkan Setan Ular
Tertawa dengan menarik mundur tubuhnya dua langkah.
Setan Ular Tertawa kelihatan ragu. Keningnya berkerut memikirkan usul Algojo
Cakar Siluman. Tapi, ia tidak memerlukan banyak waktu. Usul itu dianggapnya cukup
baik. Ia melihat sisi baik bagi keuntungan dirinya.
"Baiklah," jawab Setan Ular Tertawa mantap. "Aku suka dengan usulmu, Algojo
Cakar Siluman...!" Kemudian, tanpa menunggu lagi, langsung diterjangnya Telapak Lidah
Halilintar dengan serangkaian serangan maut!
Telapak Lidah Halilintar tidak terlalu kaget dengan sikap licik kedua datuk
golongan hitam itu. Ketika Setan Ular Tertawa menyerangnya, ia segera menghindar dan
balas menyerang dengan Ilmu 'Telapak Lidah Halilintar". Untuk pertarungan kali ini
Telapak Lidah Halilintar benar-benar harus menguras seluruh kemampuannya.
Pengeroyoknya adalah datuk-datuk sesat yang selain memiliki kepandaian tinggi juga
berwatak licik. Mereka menghalalkan segala cara untuk mendapatkan apa yang
diinginkannya.
Kepandaian Telapak Lidah Halilintar sendiri sudah sangat tinggi. Selama ini belum
pernah menemui tandingan. Tapi menghadapi keroyokan dua datuk sesat itu, yang
masing-masing memiliki kepandaian tidak berselisih jauh dengannya, membuat kakek itu
agak repot.
Lewat dari tiga puluh jurus, Telapak Lidah Halilintar mulai merasakan tekanan-
tekanan berat dari kedua orang lawannya, ia terdesak dan hanya bisa bermain mundur.
Untuk balas menyerang, kakek kurus itu tidak lagi mempunyai peluang. Kedua
pengeroyoknya selalu lebih dulu menutup setiap celah yang memungkinkannya untuk
balas menyerang. Telapak Lidah Halilintar semakin mati langkah, sementara ruang
geraknya semakin dipersempit.
Duk!
Plakk!
Telapak Lidah Halilintar yang baru saja menghindar dari sergapan Setan Ular
Tertawa terpaksa menangkis ketika serangan Algojo Cakar Siluman datang. Kedudukannya
yang kurang menguntungkan membuat kuda-kudanya tergempur. Tubuhnya terjajar
limbung beberapa langkah ke belakang. Kesempatan itu dipergunakan kedua lawannya
untuk menerjang!
"Hyaaahh...!"
Algojo Cakar Siluman membentak sambil melompat maju. Sepasang tangannya
bergerak cepat. Bayangan cakarnya yang berubah banyak terlontar mengarah empat jalan
darah besar di tubuh Telapak Lidah Halilintar.
"Yeaaattt...!"
Setan Ular Tertawa tidak mau ketinggalan. Tubuhnya meluncur deras seraya
mengibaskan kedua lengannya bergantian. Dua buah benda hitam panjang meluncur
cepat menuju jantung dan leher Telapak Lidah Halilintar.
Desss! Crabbb! Crabbb!
"Aaa...!"
Telapak Lidah Halilintar tak mampu lagi menyelamatkan diri. Terdengar
raungannya yang panjang mendirikan bulu roma. Dua bayangan cakar Algojo Cakar
Siluman merobek lambung dan dada kanannya. Sementara, dua ekor ular hitam yang
dilontarkan Setan Ular Tertawa lenyap ke dalam dada kiri dan tenggorokannya, membuat
lubang sebesar jari kelingking mengalirkan darah hitam pekat!
Tanpa ampun lagi, tubuh Telapak Lidah Halilintar, tokoh ternama yang sebenarnya
juga seorang ahli sihir terlempar roboh bermandikan darah. Telapak Lidah Halilintar tidak
mendapatkan kesempatan untuk menggunakan ilmu sihirnya. Setan Ular Tertawa dan
Algojo Cakar Siluman sudah mengetahui rahasia kelemahan ilmu sihir.
Mereka selalu menghindari bentrokan pandangan dengan Telapak Lidah Halilintar.
Sehingga, ia tidak mendapatkan peluang untuk mengerahkan ilmu sihirnya melalui
pandangan mata. Melalui cara itu ia dapat mempengaruhi penglihatan dan pikiran lawan.
Tapi, kesempatan itu tidak pernah didapat. Sampai akhirnya ia harus mati penasaran di
tangan kedua datuk sesat itu.
Setelah menewaskan Telapak Lidah Halilintar, kedua datuk sesat itu saling
bertukar pandang sejenak. Ada kilatan curiga pada sorot mata mereka. Keduanya sadar
akan kelicikan dan kecurangan masing-masing.
"Sebaiknya persekutuan ini terus kita lanjutkan, Algojo Cakar Siluman...." Setan
Ular Tertawa lebih dulu membuka suara, memecah keheningan yang menegangkan di
antara mereka. "Dengan bersatu segala halangan akan lebih mudah kita singkirkan. Dan,
apa yang kita inginkan akan segera terwujud!" lanjutnya sambil mengepalkan tinju dengan
penuh semangat.
"Aku setuju...!" Algojo Cakar Siluman menyambut baik usul kawannya. Dengan
tersenyum dikepalkannya tinjunya erat-erat. Mereka saling berjabat tangan. Kemudian,
melangkah pergi tanpa mempedulikan mayat Telapak Lidah Halilintar.
***
"Hh... Panas bukan main udara hari ini," keluh salah satu dari tiga orang lelaki
gagah itu. Sambil berkata demikian, ia mengusap wajah brewoknya yang berpeluh.
"Sebaiknya di depan sana kita beristirahat untuk menyegarkan tubuh. Aku
mendengar suara gemericik air mengalir. Kurasa di sana ada aliran sungai. " Lelaki kedua
menimpali. Kulit wajahnya yang putih tampak kemerahan terpanggang matahari. Sosok
lelaki kedua ini sangat gagah. Tubuhnya tinggi tegap dengan dada bidang. Sosoknya masih
kelihatan sangat menarik meski dalam usia yang telah mencapai empat puluh tahun.
Sedangkan lelaki ketiga tidak berkata apa-apa. Ia juga merasakan hal yang sama
dengan kedua kawannya. Sikapnya tampak lebih tenang. Usianya sedikit lebih muda dari
kedua kawannya. Tubuhnya tinggi kurus dengan wajah terhias kumis tipis. Dari sorot
matanya yang tajam, jelas menunjukkan tenaga dalamnya yang tinggi.
Ketiga lelaki gagah itu memang bukan orang-orang sembarangan. Mereka adalah
tokoh-tokoh persilatan yang cukup ternama dan mendapat julukan Tiga Harimau Dari
Timur. Mereka memang berasal dari Jawa Timur. Tepatnya Lembah Sungai Brantas.
Sebagaimana kabar yang tersebar di kalangan persilatan, ketiga tokoh ini pun merasa
berkewajiban untuk menghentikan keganasan Utusan Dari Neraka yang menggemparkan
itu.
Tiga Harimau Dari Timur baru saja bergerak menuruni dinding sungai ketika
mereka dikejutkan oleh suara makian. Ketiga tokoh itu langsung menoleh dengan sikap
waspada. Tapi, ketiganya kemudian melengos. Yang mengeluarkan lengkingan itu ternyata
seorang nenek yang tengah membuang hajat. Saat ketiganya menoleh tadi, mereka melihat
nenek itu tengah sibuk menutupi auratnya yang sudah keriput.
"Hih hih hih...!"
Anehnya, begitu Tiga Harimau Dari Timur berpaling, nenek itu malah tertawa
cekikikan memperlihatkan mulutnya yang tak bergigi lagi.
"Enak ya, kalian bisa menyaksikan tontonan cuma-cuma," ujar nenek itu.
Sepertinya ia memiliki otak kurang beres. Biarpun sudah tua aku masih perawan ting-ting,
tahu. Perbuatan kalian telah membuat mukaku tercoreng aib. Selama ini baru kalian
bertiga yang menyaksikan keindahan tubuhku. Untuk itu, mata kalian harus kucongkel
keluar!"
"Nenek sinting...!" Harimau Pertama yang berwajah brewok mengumpat jengkel.
Pemandangan tadi bukan mendatangkan keuntungan, malah rugi besar. "Aku lebih suka
melihat pantat kuda daripada tubuh peotmu!" Tentu saja sumpah serapah itu dilontarkan
dengan suara pelan. Tapi, Harimau Pertama menjadi kaget. Nenek sinting itu ternyata
mendengar umpatannya.
"Hik hik hik...! Sebenarnya aku suka melihat lelaki yang mempunyai brewok
sepertimu. Tapi, mulutmu yang telah berani menghina keindahan! Tubuhku harus kubuat
mengok!" ujar nenek sinting itu, yang telah selesai membereskan pakaiannya. Dengan
gerakan yang ringan tubuhnya melayang mengejar Tiga Harimau Dari Timur yang sudah
naik ke daratan.
Whuttt...!
Belum lagi kakinya menginjak tanah, tangan nenek itu sudah menderu ke arah
mulut Harimau Pertama. Tentu saja Harimau Pertama tidak sudi mulutnya dibuat mengok.
Cepat ia menarik tubuhnya dua langkah ke belakang. Tapi, alangkah kaget hatinya ketika
melihat tamparan itu masih juga mengejarnya.
Dukkk!
Tangkisan lengan kanannya malah membuat tubuh Harimau Pertama terhuyung
limbung. Sedangkan telapak tangan nenek sinting terus bergerak mengincar mulutnya.
"Aaah...!"
Saking kagetnya, Harimau Pertama memekik. Beruntung, Harimau Kedua dan
Harimau Ketiga datang memberikan bantuan. Nenek sinting itu terpaksa harus merubah
gerakannya. Sasarannya kini beralih pada Harimau Kedua dan Harimau Ketiga.
Tapi, Harimau Kedua dan Harimau Ketiga yang saat itu sudah mengenakan senjata
berupa sarung tangan kuku harimau segera memapaki untuk mencengkeram telapak
tangan nenek sinting!
Weettt! Weettt!
Cengkeraman Harimau Kedua dan Harimau Ketiga kehilangan sasaran. Telapak
tangan nenek sinting tahu-tahu telah berputar cepat sekali. Dan, meluncur datang
mengancam pelipis Harimau Kedua.
Plakkk!
Harimau Kedua tak sempat menghindar. Tamparan keras itu membuat tubuhnya
terpelanting dan tercebur ke dalam sungai. Tepalak tangan nenek sinting terus berputar
dan kini mengancam dada Harimau Ketiga.
Dukkk!
Harimau Ketiga memalangkan lengannya sehingga lengan mereka berbenturan.
Akibatnya, tubuh Harimau Ketiga terpelanting dan nyaris mengalami nasib yang sama
seperti Harimau Kedua. Untung ia keburu melempar tubuhnya ke samping dan terus
bergulingan.
"Nenek gila! Terima balasanku...!"
Harimau Pertama yang menyaksikan kehebatan nenek sinting kini tidak ragu-ragu
lagi untuk mengerahkan kepandaiannya. Tubuhnya melompat dengan gaya harimau
menerkam mangsa. Sepasang tangannya yang telah mengenakan sarung tangan cakar
harimau terjulur ke muka. Siap mencabik-cabik tubuh keriput nenek gila.
Serangan Harimau Pertama memang cukup berbahaya. Tapi, dengan lincahnya
semua serangan itu dapat dihindari nenek gila. Malah, ketika Harimau Ketiga ikut
mengeroyok maju, nenek gila tetap tidak merasa kewalahan. Lewat belasan jurus
kemudian, serangan-serangan balasannya justru membuat kedua lawannya kalang kabut.
Serangan nenek itu datang bertubi-tubi dengan kecepatan tinggi. Hingga, kedua lawannya
berjumpalitan menyelamatkan diri.
Desss...!
Harimau Pertama mengalami nasib sial. Sebuah tendangan sisi telapak kaki
mendarat telak di tubuhnya. Tanpa ampun lagi, ia terjengkang di tanah. Menyusul
kemudian Harimau Ketiga yang terpental uleh gedoran telapak tangan nenek gila. Tokoh
muda itu jatuh terduduk dengan wajah pucat.
"Hih hih hih...! Kiranya kepandaian Tiga Harimau Dari Timur cuma begitu saja.
Kecill!...!" Nenek lila mengejek sambil menjentikkan ujung kuku kelingkingnya. "Dari pada
dengan kepandaian seperti ini kalian nekat hendak mencari Utusan Dari Neraka, lebih
baik kalian bertiga menjadi suamiku saja. Biarpun wajah kalian jelek-jelek, tapi aku terima
sebagai suamiku."
"Gila...!" Harimau Pertama memaki pelan, ia belum gila untuk menerima
permintaan sinting itu. Harimau Pertama bergerak bangkit. Bekas tendangan nenek itu
terasa sakit bukan main.
Tiga Harimau Dari Timur bergabung kembali. Wajah ketiganya tampak agak pucat.
Mereka sadar nenek itu bukanlah tandingan mereka. Bukan mustahil nenek itu dapat
memaksakan kehendaknya. Dan, memang sesungguhnyalah nenek sinting itu bukan
tandingan mereka. Dia berjuluk Putri Perayu, karena sifatnya yang genit dan suka merayu
kaum lelaki. Nenek ini memiliki kepandaian yang tinggi.
"Aku akan menghadiahkan obat kuat kepada kalian. Jadi, tidak perlu takut kalah
kuat denganku." Seperti sangat yakin kalau Tiga Harimau Dari Timur bersedia menerima
tawarannya, Putri Perayu segera mengeluarkan kantung obat dari balik pakaiannya. Tiga
butir pil berwarna merah yang besarnya tak lebih dari ujung jari kelingking disodorkan ke
hadapan Tiga Harimau Dari Timur.
"Telanlah sendiri olehmu, Nenek Gila!" Harimau Pertama memaki sambil
menepiskan pil. Tapi, lanya dengan memutar telapak tangan tamparan Harimau Pertama
luput.
"Kalau begitu, kalian akan kupaksa untuk menelan pil-pil ini. Dalam waktu singkat
kalian boleh lihat pengaruhnya. Jangankan perempuan cantik, yang wajahnya buruk dan
tubuhnya gudikan pun akan kalian sikat Hih hih hih...!"
Tiga Harimau Dari Timur terbelalak mendengar kedahsyatan pengaruh pil-pil
berwarna merah itu. Membayangkan apa yang digambarkan Putri Perayu, mereka merasa
ngeri dan jijik. Ketiganya segera berlompatan menjauh.
"Nah, aku masih memberi kesempatan kepada kalian untuk menerima tawaranku.
Kalau tidak..." Putri Perayu kembali membuka telapak tangannya, menunjukkan pil-pil
merah yang bagi Tiga Harimau Dari Timur kini terlihat sangat menakutkan.
Tiga Harimau Dari Timur terus bergerak mundur dengan wajah pucat. Keringat
dingin mengalir membasahi wajah dan tubuh mereka. Sementara Putri Perayu terus
melangkah maju sambil tertawa-tawa.
"Memaksakan kehendak kepada orang lain adalah sikap yang tidak terpuji...."
Entah dari mana datangnya, tahu-tahu di tempat itu telah berdiri seorang pemuda
tampan berjubah putih. Dengan langkah lebar, pemuda yang tidak lain Panji menghadang
langkah nenek gila. Putri Perayu, menyeringai memamerkan mulutnya yang tidak bergigi.
Mungkin maksudnya hendak tersenyum manis. Tapi, yang terlihat justru seringai yang
menggelikan.
Kemunculan pemuda tampan berjubah putih membuat Tiga Harimau Dari Timur
memutar tubuhnya. Mereka lari terbirit-birit meninggalkan tempat itu. Dan, langsung
pulang kampung! Rupanya, ancaman pil-pil merah telah melenyapkan keberanian mereka.
"Hm.... Kau harus menggantikan Tiga Harimau Dari Timur yang melarikan diri,
Bocah Bagus!" Putri Perayu berkata dengan sorot mata mengancam. Tapi, meskipun
wajahnya dibuat seseram mungkin, bagi Panji malah kelihatan lucu.
"Kecuali...," Nenek sinting itu tampak ragu dan tampak malu-malu melanjutkan
ucapannya. Terdengar tawa mengekeh yang disertai kerdipan mata. Menurut Panji, persis
orang cacingan. Tapi Putri Perayu tidak peduli dengan apa yang ada dalam pikiran Panji.
Tubuhnya bergoyang ke kiri kanan sambil meremas-remas ujung pakaiannya. Kemudian,
digigit-gigitnya dengan mulutnya yang tak bergigi. Sikap nenek itu persis seorang gadis
pingitan yang tengah berhadapan dengan pemuda idamannya.
"Kecuali apa, Nek..?" Panji yang memang tidak mengetahui duduk perkaranya
dengan jelas, bertanya ramah. Hatinya mendadak berdebar aneh ketika menyaksikan
tingkah nenek sinting. Satu pikiran yang membuat hatinya bergidik tiba-tiba melintas di
benaknya. Segera diusirnya pikiran itu dengan menggelengkan kepala kuat-kuat.
"Kecuali..., jika kau bersedia menjadi... suamiku...." Akhirnya Putri Perayu
menjawab sambil tersipu. Wajahnya ditundukkan. Ekor matanya mengerling genit ke arah
Panji.
"Hahhh...?!"
Kalau saja saat itu petir meledak di dekat telinganya, rasanya Panji tidak akan
sekaget sekarang. Jawaban nenek sinting benar-benar membuat dirinya berjingkrak kaget.
"Gila...!" Panji mengumpat dalam hati. "Nenek ini ternyata bukan orang waras.
Mana mungkin ia sampai mempunyai pikiran gila seperti itu? Edan!"
"Kaget ya, Bocah Bagus?" Nenek sinting berkata dengan wajah tanpa dosa. "Aku
yakin kau tidak akan menyesal. Sampai saat ini aku masih perawan. Kau boleh
membuktikannya kalau tidak percaya...."
Lagi-iagi Panji menggeleng. Dihelanya napas kuat-kuat. Panji menatap wajah nenek
sinting itu lekat-lekat.
"Maaf, Nek," ucapnya sambil menahan kejengkelan. "Aku sudah mempunyai calon
istri. Jadi, aku tidak bisa memenuhi permintaanmu. Dan aku tidak punya waktu lagi
untuk meladenimu...," usai berkata, Panji segera meninggalkan tempat itu. Nenek ini
ternyata orang gila. Gila kawin!
"Hik hik hik..!"
Panji yang sudah siap hendak melesat pergi segera menahan ayunan langkahnya.
Suara tawa lain tiba-tiba terdengar. Suara tawa perempuan. Panji segera menduga pemilik
suara tawa itu pasti telah mendengar semua pembicaraannya dengan Putri Perayu. Belum
lagi gema tawa mengikik itu lenyap dari balik sebatang pohon, kira-kira tiga tombak di
sebelah kanannya, muncullah sesosok tubuh perempuan. Dari bentuk wajahnya
kelihatannya seorang perempuan muda. Ia melangkah dengan sikap menggoda.
Tatapannya tertuju kepada Panji.
"Ayo, Nek, mengapa kau tidak segera mencium pengantin lelakimu? Peluk dan
ciumlah dengan penuh kasih sayang. Aku percaya dia sudah bersedia untuk menjadi
suamimu..." Perempuan yang berjalan melenggang itu berkata sambil menahan rasa geli.
"Eh, jadi dia sudah bersedia?!" Putri Perayu berkata sambil membelalakkan mata.
Wajahnya tampak berseri-seri. Ditatapnya perempuan yang kini sudah berdiri di dekatnya.
Lalu menatap Panji dengan sorot mata berbinar. Dengan langkah dibuat-buat meniru
langkah perempuan yang baru tiba, nenek sinting mendekati Panji dengan kedua tangan
terulur.
"Gila...! Siapa perempuan usil yang sama gilanya itu...?!" geram Panji,
menumpahkan kejengkelannya kepada perempuan yang baru tiba dan memanas-manasi
Putri Perayu. Tanpa menunggu lagi, Panji melesat pergi meninggalkan tempat itu.
"Kejar, Nek. Cepat kejar...!" Perempuan berpakaian merah muda yang usianya
sekitar delapan belas tahun itu berseru sambil menahan tawa. "Pengantin lelakimu hendak
mengajakmu bermain kejar-kejaran. Ayo, lekas tangkap...!" tambahnya. Kali ini diakhiri
dengan melepas tawa berderai.
"Kurang ajar betul perempuan itu!" Panji mengumpat-umpat ketika dilihatnya
nenek sinting melesat mengejarnya. Alangkah terkejutnya Panji ketika dengan beberapa
kali lompatan saja tubuh Putri Perayu melambung melampaui kepalanya dan mendarat
menghadang jalan.
"Wah, Nek, rupanya mempelai lelakimu hendak menguji kepandaian. Hayo lawan,
Nek! Kalau kau berhasil mengalahkannya, baru dia bersedia kau boyong...!" Lagi-lagi
perempuan usil berpakaian merah muda berseru, ia bertepuk tangan keras-keras memberi
semangat Nenek sinting itu tentu saja menjadi kegirangan.
"Bagus kalau begitu!" Putri Perayu semakin berseri wajahnya. "Hadapilah
seranganku, Suamiku...." Nenek sinting kemudian menerjang Panji dengan pukulan lurus
ke dada. Tangan lainnya dengan telapak terbuka siap menyusul dengan tebasan miring.
Bedd!
Panji yang menghindar dengan melompat pendek ke samping terkejut merasakan
betapa hebat tenaga pukulan yang terkandung dalam serangan itu. Cepat ia menggeser
tubuhnya waktu tangan kiri nenek sinting membacok dengan diiringi suara bercicitan.
Whuttt...!
Ketika Panji masih juga dapat menghindari serangan kedua, Putri Perayu
membentak nyaring. Dengan kedua tangan ia melancarkan totokan ke arah jalan darah di
bagian atas dada Panji.
Kali ini sangat sulit bagi Panji untuk menghindar. Kecepatan gerak nenek sinting
benar-benar di luar dugaan. Tahu-tahu, totokan jari-jari tangannya sudah tiba dekat.
Plak! Plak!
Semakin kaget Panji sewaktu merasakan lengannya bergetar ketika menangkis
lengan berkulit keriput itu. Sedangkan serangan nenek sinting terus meluncur dengan
totokannya.
"Hyaaah...!"
Seraya membentak keras, Panji melempar tubuhnya dan berputaran di udara.
Sengaja ia mengerahkan kecepatan geraknya, khawatir akan kalah cepat dengan nenek
sinting. Apa yang dikhawatirkannya memang tidak berlebihan. Begitu kakinya menginjak
tanah, serangan Putri Perayu kembali datang memburu. Merasa penasaran, Panji kembali
membentak. Kali ini ia tidak melambung ke udara, malah sebaliknya, ia menjatuhkan
tubuhnya dengan kuda-kuda rendah dan berputar melingkar. Kaki kanannya terjulur
lurus ke depan menyapu kuda-kuda nenek sinting.
Desss!
Yang dilakukan Panji rupanya di luar perhitungan Putri Perayu. Sapuan kaki Panji
telak menghajar kuda-kudanya. Nenek itu memekik kaget sewaktu kakinya kena jegal.
Tubuhnya melambung dengan kedua kaki terangkat ke atas. Beruntung Putri Perayu
memiliki kepandaian tinggi. Meski keadaannya sangat sulit, ia masih dapat melakukan
gerak berputar. Nenek sinting itu dapat menyelamatkan diri secara mengagumkan! Ia
menjatuhkan diri ke tanah dengan kedua tangan lebih dulu. Dan, terus bergulingan untuk
kemudian melenting bangkit.
"Awaass...!"
Putri Perayu membentak nyaring. Kedua tangannya melontarkan pukulan
bergantian. Serangkum angin keras menderu mengiringi datangnya pukulan. Setelah lewat
belasan jurus tampaknya nenek sinting itu mulai melupakan tujuannya semula. Serangan-
serangan yang dilancarkannya bukan lagi sekadar untuk menguji. Serangan itu sangat
berbahaya dan bisa mengakibatkan luka dalam yang parah. Nampaknya, hawa bertempur
mulai dirasakan Putri Perayu sebagai pertarungan hidup dan mati!
"Celaka...!" Perempuan muda berpakaian merah muda yang berwajah manis
berseru kaget. Ia tidak menduga nenek sinting memiliki kepandaian vnng sedemikian
hebat. Kalau semula ia hanya hendak menggoda, kini menjadi khawatir akan keselamatan
pemuda berjubah putih. Ketika melihat Panji kewalahan, perempuan itu berseru keras
sambil melayang ke tengah arena.
Melihat perempuan yang memanas-manasi Putri Perayu ikut terjun ke arena, Panji
semakin bertambah jengkel. Ia menduga perempuan itu hendak membantu nenek sinting
untuk menangkapnya. Maka, bergegas Panji melompat jauh ke belakang untuk
mempersiapkan diri menghadapi keroyokan kedua perempuan itu.
Tapi, dugaan Panji ternyata keliru. Terjunnya perempuan berpakaian merah muda
ke arena bukanlah untuk membantu nenek sinting, melainkan hendak menyelamatkan
Panji dari serangan maut lawannya.
Duk! Plak! Bukkk!
Hebat dan cepat sekali gerakan Putri Perayu. Dua kali serangannya ditangkis
perempuan muda itu, yang langsung tergetar mundur sambil meringis kesakitan.
Sedangkan nenek sinting sudah mengirimkan hantaman kilat dengan telapak tangan
tebuka. Pukulan itu telak menghajar perut perempuan muda. Ia terpelanting ke tanah,
meski dapat langsung bangkit dan menyiapkan jurus-jurusnya. Pada sudut bibir
perempuan itu terlihat cairan merah. Pukulan nenek sinting telah melukai bagian dalam
tubuhnya.
***
"Minggir kau, Kuntilanak Genit! Jangan ambil suamiku...!" Putri Perayu itu
berteriak-teriak. Kembali ia mengirimkan pukulan-pukulan dan tamparan yang
mendatangkan deruan angin keras.
Perempuan berpakaian merah muda kelihatan kaget dan agak gugup melihat
datangnya serangan. Kendati demikian, ia masih dapat menyelamatkan diri dengan susah
payah. Tubuhnya terhuyung mundur tidak bisa mengatur kuda-kudanya karena serangan
beruntun yang dilancarkan Putri Perayu.
"Nona, menyingkirlah...!"
Panji yang melihat perempuan muda itu, jelas-jelas hendak membelanya, segera
berseru ketika Putri Perayu melanjutkan serangan mautnya. Cepat bagai kilat, tubuhnya
melesat dan disambutnya serangan nenek itu dengan kibasan kedua lengan. Panji
membentuk perisai sinar putih berhawa dingin yang menusuk tulang. Tenaga mukjizat
'Tenaga Sakti Gerhana Bulan' yang ketangguhannya telah terkenal di kalangan persilatan.
Kembali dua pasang lengan beradu memperdengarkan suara keras. Kali ini karena
Panji telah mengerahkan 'Tenaga Sakti Gerhana Bulan'-nya, benturan itu menyebabkan
tubuhnya dan Putri Perayu terpental balik. Tubuh Panji terlempar lebih jauh dari
lawannya, bahkan nyaris terpelanting. Itu menandakan tenaga dalamnya masih berada di
bawah nenek sinting. Benar-benar sebuah kenyataan yang mengejutkan Panji!
"Tuan...!"
Perempuan berpakaian merah muda bergegas menghampiri Panji yang baru saja
memperbaiki kuda-kudanya. Panji menoleh dan tersenyum ketika melihat kekhawatiran di
wajah perempuan itu.
"Maafkan aku, Tuan. Sungguh tak kusangka nenek sinting itu memiliki kepandaian
yang sangat tinggi," ucap perempuan itu dengan nada sesal. "Sebaiknya kita menghindar
saja. Tidak ada gunanya meladeni manusia sinting seperu nenek itu...," lanjutnya
mengusulkan.
Panji tersenyum menerima pernyataan maaf. Kemudian, menganggukkan kepala
menyetujui usul itu. Ia sendiri enggan memperpanjang urusan dengan Putri Perayu.
"Kau pergilah lebih dulu, Nona. Aku akan mencoba menahannya. Ilmu lari cepatnya
sungguh luar biasa. Aku sudah merasakannya tadi," ujar Panji perlahan, namun
mengandung ketegasan yang tidak ingin dibantah.
Perempuan itu berusaha tersenyum. Meski yang dilihat Panji adalah seringai ngeri.
Tahulah Panji kalau perempuan itu telah menderita luka dalam. Sekilas dipandanginya
sosok perempuan yang berlari meninggalkan arena pertempuran.
Putri Perayu sepertinya tidak peduli dengan perempuan berpakaian merah muda
yang melesai pergi, ia cuma mengerutkan kening sesaat. Lalu perhatiannya kembali
terpusat kepada Panji. Nenek sinting itu sudah mempersiapkan jurusnya untuk
melanjutkan perkelahian.
Panji mengempos semangatnya dan mengerahkan tenaga gabungan. Sebentar
kemudian, di sekeliling tubuhnya muncul cahaya putih keperakan, dan sinar kuning
keemasan yang membelah tubuhnya.
"Hei...!"
Putri Perayu berseru kaget melihat dua sinar mukjizat yang melapisi tubuh Panji.
Tapi, dengan cepat ia kembali memperoleh kesadarannya. Ia bersiap menerjang Panji.
Namun, Panji telah mendahuluinya dengan mendorongkan kedua telapak tangan.
Whusss...!
Sinar kuning keemasan dan cahaya putih keperakan yang menyilaukan mata
melesat dari kedua telapak tangan Panji. Putri Perayu segera menunda gerakannya begitu
merasakan hembusan hawa panas dan dingin yang berasal dari dua rangkum sinar itu.
Buummm...!
Terdengar suara ledakan membahana, membuat tanah tempat Putri Perayu
berpijak berhamburan disertai kepulan debu tebal. Sebagian dedaunan pohon yang berada
di sekitar nenek sinting berguguran ke tanah. Sementara sebagian lagi layu bagai terbakar.
Bahkan, ada yang diselimuti butiran-butiran salju. Kekuatan 'Tenaga Sakti Gerhana
Bulan' yang dimiliki Panji tampaknya telah mengalami kemajuan.
Putri Perayu sendiri sudah keburu menjejak tanah sewaktu menyadari kedahsyatan
pukulan Panji. Ketika pukulan dahsyat itu membongkar tanah tempatnya berpijak, tubuh
nenek sinting sudah melambung ke udara berjumpalitan lima kali ke belakang. Dan, saat
mendarat di tanah suasana di depannya terlihat gelap sehingga ia tidak bisa melihat sosok
Panji, yang begitu melepaskan pukulan langsung melesat pergi meninggalkan tempat itu.
Pukulan itu memang dimaksudkan Panji hanya untuk mengelabui Putri Perayu.
***
"Hh.... Untunglah kita dapat melepaskan di dari nenek sinting itu, Panji."
Panji menoleh sambil menghembuskan napas lega. Saat itu mereka sudah berlari
hampir setengah hari untuk menghindari kejaran Putri Perayu. Selama dalam perjalanan
keduanya sudah saling memperkenalkan diri. Mereka melakukan perjalanan sama karena
kebetulan arah yang mereka tuju sama. Panji tidak merasa keberatan melakukan
perjalanan dengan gadis itu. Panji menceritakan awal pertemuannya dengan nenek itu.
Sedangkan Karina, perempuan berpakaian merah muda, cuma mengetahui sewaktu nenek
sinting meminta Panji untuk menjadi suaminya.
"Kemunculannya jelas bukan tanpa sebab. Pasti ada sesuatu yang membawa
langkahnya ke daerah ini...," ujar Panji. "Kau sendiri bagaimana tahu-tahu bisa muncul di
tempat itu, Karina...?"
"Kurasa alasan kita tidak berbeda, Panji. Seperti juga alasan tokoh-tokoh persilatan
yang saat ini banyak bermunculan. Kabar tentang munculnya seorang tokoh yang dijuluki
Utusan Dari Neraka demikian menghebohkan. Hingga, Guru menugaskan aku untuk
menyelidiki kebenarannya. Ketika melihat kau berselisih dengan nenek sinting itu, aku
sebetulnya sedang dalam penyelidikan," ujar Karina sejujurnya.
"Artinya, sampai saat ini kau belum mendapatkan petunjuk tentang benar tidaknya
berita itu?" tegas Panji menyimpulkan penuturan Karina.
"Begitulah..," Karina mengangkat bahunya disertai helaan napas berat.
"Lalu, penjelasan gurumu tentang tokoh yang dijuluki Utusan Dari Neraka itu
bagaimana? Apakah dia laki-laki atau perempuan? Tua atau muda?"
Karina tertawa lirih mendengar pertanyaan Panji yang beruntun.
"Sejak tadi selalu aku yang menjawab," Karina seperti keberatan menjawab
pertanyaan-pertanyaan itu. "Bagaimana kalau mengenai hal itu kau saja yang
menjawabnya, Panji. Menurutku, orang yang memiliki kepandaian sepertimu pastilah tahu
lebih banyak ketimbang perempuan bodoh seperti aku...."
Ucapan Karina membuat Panji mengulum senyum. Beberapa saat keduanya
dicekam keheningan. Panji tidak segera memenuhi permintaan Karina. Sampai akhirnya
Karina bergerak menghadang di depan Panji. Sepasang mata bulat dan bening itu
menghujam tepat di bola mata Panji, penuh tuntutan!
"Sebenarnya tidak banyak yang kuketahui...," Panji menghela napas, mengalah.
"Dari keterangan yang kuperoleh dan setelah menyaksikan korban-korban keganasan
tokoh Utusan Dari Neraka, dapat diperkirakan tokoh itu seorang bocah. Entah kekuatan
apa yang dimiliki hingga mampu melakukan pembunuhan dengan sangat kejinya.
Korbannya kebanyakan ibu-ibu muda yang tengah menyusui. Meski kabarnya belum ada
seorang pun yang pernah melihat rupa Utusan Dari Neraka, tapi aku merasa yakin tokoh
itu seorang bocah. Kemungkinan ia diperalat seorang ahli sihir yang bertujuan hendak
mengacaukan dunia persilatan, di samping tentu saja mempunyai maksud-maksud
tertentu," jelas Panji panjang lebar.
Karina mengangguk-angguk merasa sependapat dengan Panji, ia sendiri pernah
menyaksikan korban-korban keganasan Utusan Dari Neraka. Korbannya rata-rata
perempuan. Mereka ditemukan tewas dalam keadaan mengerikan. Karina tidak bisa
memastikan apakah mereka perempuan muda atau nenek-nenek. Korban tewas dengan
seluruh kulit tubuh mengeriput dan hitam seperti hangus terbakar.
Penjelasan Panji membuat pikiran Karina terbuka. Ia baru menyadari perbedaan
antara orang yang mati terbakar dengan korban Utusan Dari Neraka. Orang yang tewas
terbakar kulit tubuhnya pasti melepuh dan kemerahan. Jika lebih hebat lagi akan gosong
dan kering. Tidak seperti korban-korban Utusan Dari Neraka. Kulit tubuhnya mengeriput
seolah seluruh darah dan sari kehidupan di dalam tubuh korban terhisap habis! Padahal,
menurut penglihatan tokoh-tokoh ahli tak ada sedikit pun luka. Itu yang menimbulkan
pertanyaan dan masih merupakan misteri yang belum terpecahkan.
EMPAT
Di lereng sebelah utara Gunung Merbuk, Algojo Cakar Siluman dan Setan Ular
Tertawa duduk bersila menghadap sebuah mulut goa yang tingginya kira-kira setengah
tombak dari atas permukaan tanah. Dua pasang mata datuk sesat itu menatap tajam ke
arah mulut goa. Mereka duduk diam di atas sebuah batu besar, hingga tempat mereka
sejajar tingginya dengan letak mulut goa.
Sesekali dari dalam goa terdengar geraman-geraman marah yang mirip suara
binatang buas. Orang yang bernyali kecil tentu sudah jatuh pingsan mendengar suara
yang mendirikan bulu roma dan menggetarkan jantung itu. Suara parau itu seolah datang
dari alam lain.
Kalau orang lain mungkin akan lari terbirit-birit ketakutan, tapi bagi dua datuk
sesat seperti Algojo Cakar Siluman dan Setan Ular Tertawa geraman-geraman itu justru
membuat wajah mereka berseri. Untuk pemilik suara itulah mereka datang ke Gunung
Merbuk. Suara Utusan Dari Neraka!
"Hm.... Sudah dua belas hari kita duduk menunggu di sini, Setan Ular Tertawa.
Namun, pagar gaib yang dibuat Telapak Lidah Halilintar pada mulut goa belum juga
menunjukkan tanda-tanda akan sirna. Entah berapa lama lagi kita harus menunggu...,"
ucapan yang diawali dengan helaan napas panjang itu keluar dari mulut Algojo Cakar
Siluman.
Tidak terdengar sahutan dari Setan Ular Tertawa, ia menanggapi keluhan rekannya
dengan kening berkerut. Mereka memang telah dua belas hari lamanya berada di tempat
itu. Hampir pada setiap malam mereka melihat sesosok makhluk hitam legam merangkak
ke mulut goa. Tapi, selalu saja berhenti di mulut goa. Kemudian menggeram-geram dan
menghilang masuk ke dalam. Setiap kali makhluk itu hendak mencoba keluar, tiba-tiba
muncul cahaya putih yang membentuk pagar. Sosok makhluk itu meraung kesakitan dan
akhirnya kembali lenyap ke dalam goa. Selalu pemandangan itu yang disaksikan Algojo
Cakar Siluman dan Setan Ular Tertawa.
Apa yang disaksikan pada setiap malam itu membuat Algojo Cakar Siluman dan
Setan Ular Tertawa mau tidak mau harus mempercayai kebenaran selentingan kabar itu.
Sebelumnya mereka memang belum bisa mempercayai tersiarnya kabar tentang apa yang
telah dilakukan Telapak Lidah Halilintar terhadap Utusan Dari Neraka.
Telapak Lidah Halilintar setelah mendengar pembunuhan-pembunuhan keji dan
mengerikan yang dilakukan seorang tokoh yang dijuluki Utusan Dari Neraka segera
melakukan penyelidikan. Ia tokoh golongan putih yang selain memiliki kepandaian silat
tinggi juga mempunyai kekuatan ilmu sihir. Itu sebabnya, begitu mendengar kalau Utusan
Dari Neraka menggunakan ilmu gaib dalam menghabisi korban-korbannya, Telapak Lidah
Halilintar segera mengerahkan kekuatan sihirnya untuk mencari petunjuk. Usahanya
tidak sia-sia. Ia berhasil memergoki Utusan Dari Neraka sewaktu tengah menghabisi
korbannya.
Bukan kepalang terkejutnya Telapak Lidah Halilintar ketika menyaksikan dengan
mata kepala sendiri bahwa tokoh yang karena kekejamannya hingga dijuluki Utusan Dari
Neraka ternyata seorang bocah berusia tiga tahun! Bocah itu membunuh seperti bukan
karena hendak membunuh, tapi karena kehausan. Rasa haus itu membuat setiap ibu
muda yang tengah dalam masa menyusui dijadikan korbannya.
Bocah Utusan Dari Neraka akan mengisap habis air susu berikut darah sang ibu
muda yang malang. Anehnya, setiap korbannya tidak pernah menjerit-jerit Mereka terkena
pengaruh aneh yang memancar dari sepasang mata Utusan Dari Neraka, tubuh korban
baru dilepaskan setelah tidak ada lagi air susu bercampur darah. Korban ditinggalkan
dalam keadaan sekujur kulit tubuh mengering. Karena, cairan di seluruh tubuhnya telah
diisap habis oleh Utusan Dari Neraka!
Saat memergoki bocah yang bertubuh hitam legam dan berkilat-kilat itu. Telapak
Lidah Halilintar mengerahkan ilmu andalannya untuk memusnahkan bocah itu. Namun,
kekuatan pukulan Ilmu 'Telapak Halilintar' malah berbalik dan nyaris mencelakai dirinya.
Akhirnya, Telapak Lidah Halilintar mengerahkan seluruh ilmu sihirnya untuk
menaklukkan Utusan Dari Neraka. Merasakan kekuatan gaib pada diri bocah itu melemah
akibat rasa hausnya, Telapak Lidah Halilintar segera membelenggu dengan menggunakan
mantera-mantera sihir. Lalu, dibawanya pergi ke tempat kediamannya selama ini, di lereng
sebelah utara Gunung Merbuk.
Dengan perbuatannya itu bukan berarti Telapak Lidah Halilintar telah berhasil
mengalahkan Utusan Dari Neraka. Kekuatan belenggu mantera sihirnya hanya mampu
bertahan sampai empat puluh hari. Lewat dari batas itu, Telapak Lidah Halilintar tidak
tahu lagi apa yang harus dilakukannya. Bocah Utusán Dari Neraka seolah tidak bisa
dimusnahkan. Tubuh hitam legam bocah itu bukan saja mampu mengembalikan setiap
serangan yang mengancamnya, bahkan mampu menyerang tenaga pukulan yang
bagaimanapun kerasnya.
Apa yag akan terjadi setelah empat puluh hari berikutnya benar-benar membuat
Telapak Lidah Halilintar dilanda kecemasan. Yang bisa dilakukannya cuma menunggu
datangnya hari keempat puluh satu, setelah memenjarakan Utusan Dari Neraka di sebuah
goa yang telah diberikan mantera pada mulut goa. Selama empat puluh hari empat puluh
malam Utusan Dari Neraka tidak akan bisa keluar dari dalam goa itu.
Telapak Lidah Halilintar bukannya tidak tahu perbuatannya telah tercium tokoh-
tokoh persilatan. Entah sudah berapa banyak tokoh-tokoh persilatan terutama kaum
golongan hitam, terpaksa dibunuhnya. Mereka hendak merebut bocah pembawa bencana
itu dari tangannya. Tapi, ketika dua orang de dengkot golongan sesat yang tidak lain Algojo
Cakar Siluman dan Setan Ular Tertawa datang untuk mengambil bocah itu, Telapak Lidah
Halilintar terpaksa harus merelakan nyawanya.
Kesaktian kedua datuk sesat itu tak sanggup ditandingi. Telapak Lidah Halilintar
tewas dengan membawa rasa penasaran karena belum menemukan cara untuk
memusnahkan Urusan Dari Neraka.
Malah, bocah itu jatuh ke tangan manusia-manusia kejam yang sudah pasti akan
memperalatnya untuk kepentingan pribadi.
***
"Ada orang datang...!"
Tiba-tiba Algojo Cakar Siluman dan Setan Ular Tertawa berlompatan bangkit
berdiri. Alangkah kaget kedua datuk kaum sesat itu melihat kemunculan seorang kakek
jangkung yang mengenakan jubah lebar berwarna hijau dan pakaian dalam putih.
"Sssi... apa kau...?" Pengaruh yang memancar dari wajah dan sorot mata lembut
kakek jangkung ternyata mampu membuat seorang datuk sesat seperti Algojo Cakar
Siluman mendadak gugup. Algojo Cakar Siluman sendiri terkejut dan hampir tidak
mengenali suaranya. Tapi, perbawa yang memancar dari kakek jangkung benar-benar tak
mampu dibantahnya!
Hal serupa juga dialami Setan Ular Tertawa. Tokoh itu mendadak merasakan
lidahnya kelu dan sukar diajak bicara, ia hanya menatap dengan sepasang mata
terbelalak.
"Assalamu'alaikum, wahai sahabat-sahabatku …," Demikian lembut serta diiringi
senyum salam itu diucapkan kakek jangkung. Ia mengangkat sebelah tangannya memberi
hormat.
Tapi, Algojo Cakar Siluman maupun Setan Ular Tertawa yang masih belum hilang
rasa gugupnya cuma bisa mengangguk-angguk persis orang-orangan sawah. Baru setelah
agak lama, dan berusaha keras mengatasi kegugupannya, kedua datuk yang ditakuti
tokoh-tokoh persilatan itu memperoleh ketenangan kembali. Tapi meskipun begitu mereka
tetap tak dapat melenyapkan rasa segan dan hormatnya kepada kakek jangkung.
"Ada kepentingan apa kau datang ke tempat ini...?" Algojo Cakar Siluman bertanya
dengan suara diberat-beratkan agar terdengar menyeramkan. Ketika bertanya ia tidak
berani memandang wajah kakek jangkung berlama-lama. Algojo Cakar Siluman sendiri
tidak mengerti apa penyebabnya.
"Aku datang dari tempat yang jauh dengan membawa itikad baik, Sahabatku."
Lembut dan tetap dihiasi senyum penuh kesabaran jawaban kakek jangkung.
"Itikad baik seperti apa yang kau maksudkan itu...?" Setan Ular Tertawa mendesak
ketika kakek jangkung tidak menyebutkan secara rinci keperluannya. Seperti halnya Algojo
Cakar Siluman, Setan Ular Tertawa pun tidak berani memandang wajah kakek itu terlalu
lama. Setelah bertanya ia buru-buru menunduk, tak kuat menentang sorot mata dan
wajah yang memancarkan pengaruh luar biasa itu.
"Sebenarnya aku seorang penyebar agama. Tapi, karena keangkaramurkaan tengah
merajalela mengancam keselamatan umat manusia, aku merasa berkewajiban untuk ikut
mencegahnya. Jelasnya, kedatanganku kemari adalah untuk membawa bocah yang
disebut-sebut sebagai Utusan Dari Neraka. Dari kabar terakhir yang kudengar, Utusan
Dari Neraka berada di sekitar kaki Gunung Merbuk ini," jelas kakek jangkung yang
mengenakan sorban di kepalanya. Ia berhenti sebentar memandang Algojo Cakar Siluman
dan Setan Ular Tertawa berganti-ganti. Senyumnya tak pernah meninggalkan wajahnya.
"Dari yang kuketahui melalui mimpi, bocah itu terlahir dengan membawa kutuk
berupa kekuatan jahat yang luar biasa. Kekuatan jahat itu telah membunuh ibunya di saat
melahirkannya ke dunia. Bocah itu mengisap habis seluruh darah di tubuh ibunya.
Kemudian, membunuh dukun yang menolong kelahiran dengan memakan jantungnya.
Ayahnya yang melihat perbuatan putranya bermaksud hendak membunuhnya. Tapi, lelaki
malang yang seharusnya berbahagia itu juga tewas tercabik-cabik bagai diamuk binatang
buas." Kakek jangkung melanjutkan penjelasannya, karena Algojo Cakar Siluman dan
Setan Ular Tertawa masih membisu dengan pertanyaan yang mengganggu kepalanya.
Tentang siapa sebenarnya kakek jangkung yang memiliki perbawa luar biasa itu.
"Maaf," ujar Algojo Cakar Siluman setelah kakek jangkung tidak berbicara lagi.
"Kami tidak bisa menjanjikan apa-apa...."
"Ya. Karena kami lebih dulu tiba di tepat ini dan telah menunggu selama dua belas
hari." Setan Ular Tertawa menyambung. "Lebih jelasnya, kami berdualah yang lebih berhak
atas diri Utusan Dari Neraka itu. Harap kau suka pergi dari tempat ini. Lanjutkan tugasmu
menyebarkan agama. Mengenai bocah itu, biar kami berdua yang mengurusnya...."
Kakek jangkung berjubah panjang dan longgar itu tetap tersenyum sabar, meski
perkataan Setan Ular Tertawa jelas-jelas menolak itikad baiknya.
"Sebenarnya aku mempunyai firasat bahwa campur tanganku tidak akan
menyelesaikan persoalan. Telah ditakdirkan akan ada orang lain yang kelak mengurus dan
menyelesaikan persoalan ini. Tapi sebagai manusia biasa, dengan tidak
mengenyampingkan ketentuan dari Yang Maha Kuasa, tidak ada salahnya aku berusaha.
Persoalan takdir itu merupakan rahasia Allah. Tak satu makhluk pun yang dapat
mengetahuinya secara pasti. Itu sebabnya aku masih hendak berusaha. Karena takdir ada
yang bisa kita rubah dan ada yang tidak bisa," ujar kakek jangkung, membuat Algojo
Cakar Siluman dan Setan Ular Tertawa kembali saling bertukar pandang. Penjelasan kakek
itu terlalu rumit dan mereka agak sulit menangkap maknanya.
"Terserahlah apa katamu. Yang jelas, siapa pun yang hendak mengambil bocah itu
akan kami tentang!" Akhirnya Algojo Cakar Siluman berkata tegas dan tandas.
Masih dengan mulut tersenyum kakek jangkung menghela napas panjang beberapa
kali. Sesaat dipandanginya langit sore yang masih cerah, seolah hendak mencari petunjuk
apa yang harus dilakukannya.
"Haruskah setiap persoalan diselesaikan dengan perkelahian. Mengapa manusia
tidak berupaya mencari jalan damai yang jauh lebih baik...?" Kakek jangkung itu
bergumam lirih. Tapi, Algojo Cakar Siluman dan Setan Ular Tertawa mendengar jelas
ucapan itu.
"Dunia ini adalah belantara liar. Siapa kuat dialah yang menang!" lantang dan
keras kata-kata yang diucapkan Setan Ular Tertawa, di dalamnya tersembunyi tantangan.
Kakek jangkung menggeleng dengan senyum duka. Langkahnya terayun menuju
mulut goa.
Algojo Cakar Siluman dan Setan Ular Tertawa bergegas menghadang dari dua arah.
Ketika mereka mencoba memperingatkan dan kakek jangkung tetap melanjutkan
langkahnya, Algojo Cakar Siluman mengeluarkan bentakan nyaring. Tubuhnya mencelat
dengan lontaran pukulan yang menderu hebat.
Debb!
"Aakh...?!"
Algojo Cakar Siluman memekik kaget. Pukulannya membentur suatu kekuatan
yang tak tampak, yang membuat tenaga pukulannya membalik. Tubuh Algojo Cakar
Siluman terlempar hingga hampir dua tombak jauhnya. Tapi, sebagai seorang datuk rimba
persilatan Algojo Cakar Siluman segera dapat menguasai diri. Dengan lentingan berputar
tubuhnya mendarat ringan di tanah. Tampak jelas betapa wajah datuk sesat itu
menggambarkan rasa penasaran dan kaget. Wajah tokoh itu agak pucat!
Setan Ular Tertawa juga kaget melihat tubuh kawannya yang menyerang justru
terpental balik. Tapi, pandangannya yang tajam sebagai seorang ahli silat sempat melihat
tubuh Algojo Cakar Siluman tertahan sebentar sebelum terlempar, seolah ada kekuatan
tak tampak yang melindungi kakek jangkung. Rasa penasarannya yang jauh lebih besar
membuat Setan Ular Tertawa tidak menjadi gentar. Sambil mengeluarkan gelak tawa
bergema, ia melontarkan dua buah pukulan sekaligus. Sasarannya adalah batok kepala
dan lambung kakek jangkung.
Serangan maut Setan Ular Tertawa sedikit pun tidak membuat langkah kakek
jangkung tertahan. Ia terus bergerak maju tanpa menoleh, seakan tidak tahu akan
datangnya ancaman bahaya itu.
Seperti halnya Algojo Cakar Siluman, Setan Ular Tertawa pun mengalami nasib
yang sama. Saat kedua pukulannya tinggal setengah tombak lagi dari tubuh kakek
jangkung tiba-tiba Setan Ular Tertawa memekik keras. Tenaga pukulannya seperti
membentur suatu dinding yang sangat kuat. Tubuhnya tertahan untuk sesaat. Kemudian,
bertolak balik seperti yang dialami Algojo Cakar Siluman.
"Gila...!" Setan Ular Tertawa mengumpat dengan napas memburu, setelah berhasil
mematahkan daya tolak dengan berputaran beberapa kali di udara. "Siapa sebenarnya
kakek jangkung itu? Rasanya aku belum pernah menyaksikan kepandaian luar biasa
seperti ini. Hanya orang-orang yang telah meyakini ilmu tenaga dalam secara sempurna
yang dapat mcnciptakan benteng pelindung di sekeliling tubuhnya. Tapi anehnya,
mengapa benteng pelindung itu dapat membuat pukulan kita berbalik?! Padahal, aku telah
mengerahkan tiga perempat tenaga dalamku. Ini benar-benar tidak masuk di akal!"
Rasa penasaran Setan Ular Tertawa tidak ditanggapi Algojo Cakar Siluman. Saat itu
ia tengah sibuk memikirkan apa yang baru saja dialaminya. Tidak aneh memang kalau
keduanya merasa sangat penasaran dan menganggap semua itu tidak masuk akal. Mereka
tokoh-tokoh puncak rimba persilatan. Dan, orang-orang yang memiliki kepandaian sejajar
dengan mereka bisa dihitung dengan jari! Tapi, menghadapi kakek jangkung yang tak
dikenal itu ternyata mereka tak berdaya. Wajar kalau Algojo Cakar Siluman dan Setan Ular
Tertawa tidak habis mengerti dibuatnya.
Seolah telah mendapat kata sepakat, Algojo Cakar Siluman dan Setan Ular Tertawa
saling bertukar pandang. Saat itu juga keduanya mengambil keputusan untuk menyerang
bersama-sama dengan mengerahkan seluruh tenaga dalam yang mereka miliki.
Algojo Cakar Siluman menggeram keras. Asap tipis mengepul dari ubun-ubun
kepalanya. Tanda Algojo Cakar Siluman telah mengerahkan tenaga dalam hingga ke
puncaknya. Sepasang tangannya diputar sedemikian rupa membuat gerakan-gerakan yang
menimbulkan gelombang angin ribut. Datuk sesat itu hendak menggunakan Ilmu 'Cakar
Setan' yang keampuhannya sangat ditakuti lawan.
Sementara, Setan Ular Tertawa mengumandangkan gelak tawanya yang
membahana. Gelombang angin berputaran laksana angin puyuh, membuat pepohonan di
sekitar tempat itu berderak-derak bagai hendak runtuh. Bebatuan kecil beterbangan. Di
kedua lengan Setan Ular Tertawa terlihat empat ekor ular sendok mendesis-desis ganas,
siap mengirim kakek jangkung ke neraka.
Kali ini kakek jangkung menoleh. Rona kedukaan semakin nyata terbayang di
wajahnya. Sepasang matanya memandang sayu, menyesali keputusan kedua datuk sesat
itu. Bibirnya menggerimit perlahan. Tangan kanannya yang memegang tasbih tampak
bergetar sesaat. Jari-jari tangan kakek itu tak berhenti menghitung biji-biji tasbih.
"Hyaaattt...!"
Dengan bentakan mengguntur Algojo Cakar Siluman menerjang maju. Dari putaran
sepasang lengannya berkelebatan puluhan bayang-bayang cakar siluman yang mengarah
jalan-jalan darah kematian di tubuh kakek jangkung. Bukan main dahsyat dan
mengerikannya serangan datuk sesat itu. Selama malang-melintang di rimba persilatan
baru kali ini ia mengerahkan seluruh kedahsyatan ilmunya.
Bersamaan dengan bentakan Algojo Cakar Siluman, gelak tawa Setan Ular Tertawa
menyerang kakek jangkung. Itu pun masih dibarengi dengan luncuran empat ekor ular
sendok di kedua lengannya. Keempat makhluk melata itu meluncur dengan kecepatan
kilat. Meliuk-liuk di udara mencari sasaran pada kedua mata, jantung dan tenggorokan
kakek jangkung. Serangan Setan Ular Tertawa tidak kalah dahsyatnya. Bahkan, lebih
mengerikan dari se angan Algojo Cakar Siluman.
Tapi, kakek jangkung itu tidak memperlihatkan sikap gentar. Bibirnya terus
menggerimit, sementara tangan kanannya bergetar semakin keras. Serangan yang
mengarah kedua telinga dan bagian dalam dadanya yang berasal dari gema gelak tawa
Setan Ular Tertawa kelihatannya tidak berpengaruh apa-apa. Ketika serangan-serangan
kedua datuk sesat itu tiba semakin dekat, tiba-tiba jari-jari tangan kanan kakek jangkung
menggenggam tasbihnya erat-erat. Kemudian, tangan yang memegang tasbih itu mengibas
ke depan dengan kecepatan luar biasa!
Whusss...!
Seiring dengan kibasan tasbihnya cahaya putih tercipta dan langsung membentur
cakar-cakar Siluman yang mengancamnya. Terdengar ledakan keras berturut-turut
disertai percikan cahaya terang yang menyilaukan mata. Cakar-cakar siluman Algojo
Cakar Siluman lenyap dengan meninggalkan kepulan asap tipis. Algojo Cakar Siluman
sendiri meraung kesakitan. Tubuhnya terlempar terguling-guling disertai muntahan darah
dari mulutnya. Kemudian, ia terkapar lemas dengan napas satu-satu. Sedangkan cahaya
putih yang melebar dan mengeluarkan hawa panas langsung memanggang hangus empat
ekor ular sendok yang tengah meluncur ke tempat bagian tubuh kakek jangkung. Cahaya
itu terus menghantam tubuh Setan Ular Tertawa, yang saking cepatnya tak sempat lagi
dielakkan.
Setan Ular Tertawa menjerit ngeri. Tubuhnya terlempar bagai selembar daun kering
yang dihempaskan angin. Ia jatuh berdebuk dan terguling-guling tiga tombak lebih! Begitu
tubuhnya terhenti, Setan Ular Tertawa memuntahkan darah kental. Keadaannya jauh lebih
parah dari Algojo Cakar Siluman. Bagian depan tubuh Setan Ular Tertawa ditandai jalur
hitam yang menebarkan bau sangit. Kulit dan daging pada bagian itu terbakar hangus oleh
kilatan cahaya putih yang berasal dari kibasan tasbih kakek jangkung. Luka yang sangat
parah itu membuat Setan Ular Tertawa terbujur sekarat dengan wajah pucat. Kecil sekali
kemungkinan datuk sesat itu akan dapat selamat dari kematian.
Kakek jangkung menghela napas melihat keadaan kedua lawannya. Dengan
langkah lebar dihampirinya Setan Ular Tertawa lebih dulu. Tanpa berkata sepatah pun
telapak tangannya ditempelkan ke bagian kulit yang hangus, sebelumnya ia mengangkat
kedua tangannya ke atas dengan bibir menggerimit. Beberapa saat kemudian, asap tipis
mengepul seiring dengan mengecilnya luka bakar di tubuh Setan Ular Tertawa. Sampai
akhirnya lenyap sama sekali tanpa meninggalkan bekas sedikit pun!
Setan Ular Tertawa hampir tak mempercayai penglihatannya. Bukan main
takjubnya datuk sesat itu menyaksikan suatu kepandaian yang luar biasa. Kenyataan yang
baginya serasa mimpi itu membuatnya sadar kalau kakek jangkung seorang tokoh luar
biasa. Menurutnya, mungkin tidak ada duanya di atas muka bumi.
"Kakek jangkung itu pasti bukan manusia biasa...!" desis Setan Ular Tertawa lirih
ketika kakek jangkung melangkah lebar menghampiri Algojo Cakar Siuman. Ada sorot iri
pada sepasang mata Setan Ular Tertawa, selain juga perasaan dendam. Kepandaian kakek
jangkung jelas sangat jauh berada di atasnya.
"Hm.... Dikiranya aku akan berterima kasih dengan pertolongannya ini. Huh!
Dialah yang menyebabkan aku terluka. Sudah sepantasnya kalau dia pula yang
menyembuhkan...!" gumam Setan Ular Tertawa. Tentu saja hanya diucapkan di dalam hati.
Ia kemudian bergerak duduk untuk memulihkan tenaganya!
Seperti halnya Setan Ular Tertawa, Algojo Cakar Siluman pun mendapat
pertolongan dari kakek jangkung. Rasa nyeri yang diakibatkan luka di dalam tubuhnya
lenyap setelah beberapa saat telapak tangan kakek jangkung melekat di atas dadanya.
Tapi, tak sepatah ucapan terima kasih pun diucapkan Algojo Cakar Siluman, walau ia
merasa takjub dengan kepandaian kakek jangkung dan lega karena luka dalamnya telah
sembuh. Tanpa mempedulikan kakek jangkung, Algojo Cakar Siluman duduk bersemadi
untuk memulihkan tenaganya.
LIMA
"Hua ha ha...! Sungguh suatu pertunjukan yang hebat dan mengharukan sekali...!
Hua ha ha...!"
Kakek jangkung yang sudah melangkah menuju mulut goa terpaksa menunda
gerakannya. Kepalanya berputar memandang ke sekeliling tempat itu. Wajah kakek
jangkung tetap terlihat tenang dengan senyum kesabaran. Tapi, sorot matanya jelas
membayangkan keterkejutan. Suara tanpa wujud itu menimbulkan angin keras yang
berputaran, membuat pepohonan berderak keras. Suara itu seolah datang dari segala
penjuru. Sehingga sulit diketahui sumbernya.
"Kaget mendengar suaraku, Kyai Sanca Wilang?!"
Suara itu berubah menjadi lengkingan tinggi yang menusuk-nusuk telinga. Kakek
jangkung kembali memutar kepalanya. Kekagetan sekilas membayang pada sorot matanya.
Pemilik suara itu mengenal namanya dengan baik!
Algojo Cakar Siluman dan Setan Ular Tertawa yang tengah memulihkan tenaganya
sampai berjingkrak bangkit dari semadinya dan terbanting jatuh berdebuk dengan keras.
Demikian dahsyat pengaruh suara tanpa wujud itu. Betul kekuatan mereka memang
belum pulih seluruhnya, tapi sewaktu suara tanpa wujud terdengar mereka telah dapat
memulihkan tiga perempat bagian dari tenaga dalamnya. Dapat dibayangkan bukan main
terkejutnya Algojo Cakar Siluman dan Setan Ular Tertawa yang untuk kedua kali
mengalami kejadian tak terduga.
"Celaka...!" Algojo Cakar Siluman berdesah dengan wajah pucat. "Kemunculan
Utusan Dari Neraka ternyata telah mengundang kedatangan manusia-manusia sakti.
Kalau saja tidak mengalami sendiri, aku tidak akan pernah percaya di atas muka bumi ini
ternyata masih banyak tokoh-tokoh yang kepandaiannya sangat jauh di atas kita...!"
Setan Ular Tertawa yang jatuh berdekatan dengan Algojo Cakar Siluman masih
tampak pucat wajahnya. Ia tidak habis mengerti dengan kejadian-kejadian luar biasa yang
dialaminya. Akalnya masih belum bisa menerima kenyataan pahit ini. Sukar baginya
untuk percaya bahwa dirinya yang telah diakui sebagai datuk golongan sesat di hampir
dua wilayah ternyata dapat dikalahkan dengan mudah oleh kakek jangkung yang tak
dikenal. Malah, kini muncul lagi tokoh baru yang juga memiliki kepandaian luar biasa.
Kenyataan-kenyataan yang tak pernah terbayangkan itu benar-benar membuat
Setan Ular Tertawa sangat terpukul. Dalam mimpi pun rasanya Setan Ular Tertawa tak
pernah membayangkan kepandaiannya yang tinggi ternyata tak berarti apa-apa.
"Dunia sudah gila. Dunia sudah edan...!" karena belum bisa menerima kenyataan
pahit itu, Setan Ular Tertawa mengumpat sambil menggeleng berkali-kali.
"Kenyataan ini memang sangat menyakitkan bagi kita, Setan Ular Tertawa." Algojo
Cakar Siluman menanggapi keluhan kawannya. "Tapi, sebaiknya kita tunggu saja
perkembangan selanjutnya. Firasatku mengatakan pemilik suara yang belum
menampakkan diri itu adalah lawan kakek jangkung yang bernama Kyai Sanca Wilang.
Kita saksikan saja. Kemudian, kita ambil apa yang kira-kira bisa mendatangkan
keuntungan buat kita...," lanjutnya, bukan cuma untuk menghibur hati Setan Ular
Tertawa, tapi juga dirinya sendiri.
Setan Ular Tertawa hanya menjawab dengan anggukkan kepala perlahan. Sorot
matanya jelas memancarkan harapan agar tokoh yang baru terdengar suaranya itu
merupakan lawan Kyai Sanca Wilang.
Kyai Sanca Wilang yang mendengar pemilik suara itu telah mengenalnya dengan
baik kini menujukan pandangannya pada satu arah.
"Hm.... Rasanya aku dapat menduga siapa dirimu, Sahabat...!" Kyai Sanca Wilang
berkata halus. Namun, terdengar lantang dan bergema hingga ke seluruh pelosok tempat
itu.
Sesaat kemudian, ucapan Kyai Sanca Wilang disambut oleh suara daun-daun
pohon yang seperti diterjang suatu benda. Suara berkerosokan itu berpindah-pindah dari
satu pohon ke pohon lain di seputar tempat itu. Akhirnya, dengan disertai suara mengaung
meluncurlah sesosok tubuh yang bergerak berputaran bagai seekor burung.
Sosok yang memiliki perawakan sama dengan Kyai Sanca Wilang, jangkung dan
kurus, menjejakkan kaki di tanah dengan memperdengarkan suara keras. Sosok itu seperti
sengaja hendak menunjukkan kekuatannya. Meski tubuhnya jangkung dan kurus,
sewaktu kakinya menjejak tanah sekitar tempat itu berguncang keras laksana digoyang
gempa. Perbuatan itu jelas menunjukkan kekuatan tenaga dalam yang sangat dahsyat!
"Sudah kuduga kaulah pemilik suara itu, Sahabat Biang Segala Jahat..." Kyai
Sanca Wilang menyapa sosok yang berperawakan sama dengan dirinya. Bedanya, sosok
yang berjuluk Biang Segala Jahat itu mengenakan jubah panjang hitam. Lapisan sebelah
dalamnya berwarna merah darah. Tokoh luar biasa itu hanya tertawa ketika julukannya
disebut.
Algojo Cakar Siluman dan Setan Ular Tertawa menahan pekik kagetnya mendengar
Kyai Sanca Wilang menyebut julukan Biang Segala Jahat. Julukan itu pernah mereka
dengar dan menganggap keberadaan tokoh itu cuma ada di dalam dongeng. Bagi tokoh-
tokoh golongan hitam tingkat tinggi, nama Biang Segala Jahat dijadikan sebagai lambang
kekejaman dan kejahatan. Nama Biang Segala Jahat hanya terdengar dari mulut ke mulut
tanpa seorang pun yang pernah bertemu atau melihatnya. Tidak heran kalau Algojo Cakar
Siluman dan Setan Ular Tertawa demikian terkejut.
"Firasatmu ternyata benar, Algojo Cakar Siluman...!" Setan Ular Tertawa berkata
lirih dan bergetar oleh perasaan gembira. "Tokoh yang menjadi lambang dan pegangan
golongan kita itu akan mendatangkan keuntungan buat seluruh golongan sesat!"
"Benar-benar sebuah pengalaman yang luar biasa...!" Algojo Cakar Siluman
berdesah sambil tak hentinya menggeleng takjub. Kalau kekalahannya tadi sempat
membuatnya terpukul, kini ia merasa gembira dan ingin melihat apa yang dapat dilakukan
Kyai Sanca Wilang terhadap Biang Segala Jahat.
Sosok jangkung agak kurus yang mengenakan jubah hitam pekat itu memang
cocok sekali kalau dijuluki Biang Segala Jahat. Seluruh anggota wajahnya memancarkan
pengaruh jahat yang membuat orang bergidik. Sepasang matanya tajam berkilat
menyorotkan warna merah. Dalam sekejap mata itu tercermin watak penuh kelicikan,
kebengisan, dan kekejaman tiada tara. Begitu juga dengan alis matanya yang hitam tebal
dan bercabang pada ujungnya. Hidungnya yang melengkung tajam dan tarikan bibirnya
benar-benar melambangkan segala nafsu angkara murka. Usianya memang sudah tidak
muda lagi. Kira-kira enam puluh lima tahun. Padahal sesungguhnya usia tokoh berjuluk
Biang Segala Jahat itu telah mencapai seratus dua puluh lima tahun. Kalaupun sosoknya
terlihat separo lebih muda dari usia sebenarnya, itu karena ramuan-ramuan obat
ciptaannya. Juga karena 'Air Keabadian' tempatnya merendam tubuh.
Mengenai Kyai Sanca Wilang, boleh dibilang tidak ada orang yang tahu berapa
usianya. Rupa dan namanya pun hampir tidak dikenal tokoh-tokoh persilatan. Itu karena
Kyai Sanca Wilang hampir tidak pernah melibatkan diri dalam dunia persilatan. Ia seorang
penyebar agama yang selalu melakukan perjalanan ke daerah-daerah pedalaman yang
boleh dikatakan terpisah jauh dari keramaian dan sulit didatangi. Hanya sedikit sekali
tokoh persilatan yang mengenal Kyai Sanca Wilang. Tokoh-tokoh yang sedikitnya berusia
di atas sembilan puluh tahun, termasuk Biang Segala Jahat.
"Sungguh suatu pertemuan yang sangat menggembirakan. Bukan begitu, Kyai?"
Ramah dan lembut suara Biang Segala Jahat Sangat berbeda dengan kebanyakan
tokoh-tokoh jahat. Tapi, justru di balik keramahan dan kelembutan itu tersembunyi watak
jahat yang luar biasa. "Seingatku, wajahmu tetap tidak, berubah seperti kita pertama kali
bertemu pada puluhan tahun silam," lanjutnya sambil tersenyum. Tapi, anehnya dalam
senyuman itu orang yang melihatnya dapat merasakan bayangan kekejaman yang
mengerikan. Itu salah satu keanehan yang sulit diterima akal.
Kyai Sanca Wilang mengangguk-angguk dengan bibir tetap tersenyum. Bayangan
ketegangan sudah lenyap dari matanya sejak Biang Segala Jahat menampakkan diri.
Sikapnya tenang dan tidak menunjukkan tanda-tanda permusuhan. Seolah ia tengah
berhadapan dengan seorang sahabat baik yang telah lama tak berjumpa.
"Kau pun kelihatan tetap awet muda, Biang Segala Jahat. Aku merasa gembira bisa
berjumpa lagi denganmu. Ini adalah takdir dari Allah, Biang Segala Jahat...," ujar Kyai
Sanca Wilang menyahuti.
"Hua ha ha...! Rupanya kau tidak ingat siapa aku, Kyai. Di hadapanku jangan
sekali-kali Kyai menyebut takdir. Apalagi nama sesembahanmu. Itu pantangan bagiku,
Kyai. Anehnya, kau selalu lupa dengan hal itu" Meski ucapan itu jelas menunjukkan
ketidaksenangan hatinya, tapi raut wajah Biang Segala Jahat tidak berubah. Itu bukan
sesuatu yang aneh. Sebagai biangnya segala bentuk kejahatan, Biang Segala Jahat tentu
saja dapat menguasai perasaan dan sikapnya.
"Kau pun rupanya lupa siapa aku, Biang Segala Jahat. Aku seorang penyebar
agama yang tentu saja tidak bisa terlepas dari semua itu." Kyai Sanca Wilang menukas
tanpa meninggalkan senyumnya.
"Yah..., sudahlah...!" Biang Segala Jahat menepiskan telapak tangannya di udara.
"Sekarang kita telah bertemu. Dan, kita sama-sama tahu untuk kepentingan apa berada di
tempat ini. Kau mempunyai usul, Kyai...?"
Mendengar Biang Segala Jahat telah menyinggung ke pokok persoalan, Kyai Sanca
Wilang tidak segera memberikan jawaban, ia membisu beberapa saat.
"Hm.... Untuk memperebutkan Utusan Dari Neraka itu...," ujar Kyai Sanca Wilang
kemudian. "Kupikir sebaiknya kita mengadakan pertandingan melalui sebuah permainan.
Kurasa itu lebih baik. Tentu kau masih ingat dengan perjumpaan kita dulu. Kau terpaksa
harus pergi setelah dapat kukalahkan dalam permainan catur yang memakan waktu dua
hari dua malam. Bagaimana? Kau setuju? Atau kau takut kalah lagi denganku?" tantang
Kyai Sanca Wilang.
Biang Segala Jahat tertawa sambil mengangguk-angguk. Ia tidak segera menerima
usul Kyai Sanca Wilang. Mungkin karena takut mengulang kekalahannya di waktu silam.
"Kita cari permainan lain yang lebih menarik dan lebih mengutamakan kepandaian
daripada pikiran. Tapi, usulmu itu boleh juga. Anggaplah permainan catur itu merupakan
bagian pertama. Kau setuju, Kyai?"
"Sesukamulah, Biang Segala Jahat... " Kyai Sanca Wilang menyerahkan keputusan
kepada Biang Segala Jahat.
"Kalau begitu, mari kita mulai permainan yang pertama.... "
Usai berkata demikian, Biang Segala Jahat tahu-tahu lenyap. Sebentar kemudian ia
sudah kembali dengan membawa ranting pohon yang panjang dan besarnya sama dengan
lengan orang dewasa. Kyai Sanca Wilang sudah duduk bersila di atas tanah. Dengan
menggunakan kedua telapak tangannya, Kyai Sanca Wilang mengebut-ngebutkan tanah.
Gerakan Kyai Sanca Wilang demikian cepat dan tak tertangkap oleh mata. Tahu-tahu saja
tanah di depannya telah rata dan halus, membentuk kotak-kotak dengan dua warna,
persis papan catur.
Biang Segala Jahat dengan tanpa menggunakan benda tajam, hanya dengan kedua
tangannya, bekerja cepat membawa biji-biji catur dari ranting pohon. Kedua tangannya
bergerak dengan kecepatan luar biasa, memapas dan membentuk potongan ranting
menjadi biji-biji catur yang berupa bulatan seperti kepingan uang. Untuk membedakan
warna biji-biji catur, Biang Segala Jahat cukup menggenggam separo dari jumlah biji
catur, yang begitu dilepaskan telah berubah hitam dengan masih mengepulkan asap tipis.
Hebat dan cepat sekali pekerjaan itu dilakukannya. Dalam waktu singkat biji-biji catur
telah siap.
"Aku memilih warna hitam, Kyai. Karena dulu pun kau lebih menyukai warna
putih, bukan?" ujar Biang Segala Jahat, yang tanpa membuang-buang waktu lagi segera
mengatur buah-buah caturnya.
Perbuatan kedua tokoh sakti itu tentu saja mengundang keheranan Algojo Cakar
Siluman dan Setan Ular Tertawa. Meski agak kecewa karena kedua kakek itu tidak
bertarung seperti harapan mereka, namun keduanya merasa tertarik dan bergegas
mendekat untuk menyaksikan jalannya pertandingan.
***
Mulanya Algojo Cakar Siluman dan Setan Ular Tertawa mengira permainan akan
berlangsung seperti yang mereka ketahui. Tapi, setelah pertandingan dimulai barulah
kedua datuk sesat itu terkejut. Permainan kedua manusia sakti itu benar-benar tidak
lumrah. Mereka tidak menjalankan buah-buah catur seperti umumnya, melainkan saling
berebutan untuk segera menghabisi buah catur lawan. Kecepatan gerak, penggunaan
tenaga dalam, dan kejelian mata jelas sangat diperlukan.
Kemenangan ditentukan bagi mereka yang lebih dulu menghabisi buah catur lawan
dengan tanpa merubah letak duduk, Kyai Sanca Wilang dan Biang Segala Jahat duduk
bersila berseberangan. Sementara dua pasang mata mereka saling tantang.
Algojo Cakar Siluman dan Setan Ular Tertawa kaget bukan main ketika kepala
mereka mendadak pening sewaktu mengerling ke arah raut wajah kedua tokoh sakti itu.
Kenyataan ini membuat keduanya sadar kalau Kyai Sanca Wilang dan Biang Segala Jahat
telah mengerahkan kekuatan sihir dalam permainan itu. Kelengahan sedikit saja bisa
mengakibatkan luka dalam. Menyadari hal itu, berdebarlah hati Algojo Cakar Siluman dan
Setan Ular Tertawa. Mereka terpaksa bergerak mundur dan menyaksikan permainan dari
tempat yang agak jauh. Lama-kelamaan pertarungan kedua tokoh sakti itu bisa berakibat
buruk buat mereka.
Dalam hal kecepatan dan ketepatan gerak, Kyai Sanca Wilang masih lebih unggul
dari Biang Segala Jahat. Setelah agak lama permainan berlangsung, Kyai Sanca Wilang
berhasil mencuri tiga buah biji catur lawan dengan gerak tipu.
"Bagus sekali gerak tipumu, Kyai..." Biang Segala Jahat memuji seraya
menghentikan gerakannya. Sepasang matanya tidak berpindah dari wajah Kyai Sanca
Wilang, yang tersenyum-senyum meletakkan tiga buah biji catur curian di hadapannya.
Saat itu Kyai Sanca Wilang kelihatan agak lengah. Namun, sewaktu Biang Segala
Jahat mengulurkan kedua tangan dengan cepat untuk mencuri buah-buah caturnya,
kakek jangkung itu dapat menggagalkannya. Dengan kecepatan yang tidak bisa diikuti
mata, Biang Segala Jahat meliukkan tangan kanannya yang tertangkis lengan lawan.
Sekali sambar saja, dua buah biji catur telah berada dalam genggaman.
"Hua ha ha...!" Biang Segala Jahat memperdengarkan tawa bergelak seraya
memperlihatkan dua buah biji catur curiannya di depan wajah Kyai Sanca Wilang. Tapi,
alangkah kagetnya ia ketika Kyai Sanca Wilang membuka telapak tangannya. Terlihat dua
buah biji catur berwarna hitam. Rupanya pada saat yang hampir bersamaan Kyai Sanca
Wilang berhasil mencuri buah catur lawan.
"Kita sama-sama mendapat dua biji catur, Biang Segala Jahat...," Kyai Sanca
Wilang berkata dengan tersenyum.
"Kau curang, Kyai...!" Biang Segala Jahat menggeram gusar, ia mengumpat karena
tidak melihat kapan Kyai Sanca Wilang bergerak mengambil buah caturnya.
"Curang bagaimana, Biang Segala Jahat?" tukas Kyai Sanca Wilang masih tetap
tersenyum. "Buah catur ini kuambil dari hadapanmu, bagaimana bisa dibilang curang?"
Biang Segala Jahat tidak menyahut. Hanya sepasang matanya saja yang bergerak-
gerak liar merayapi biji-biji catur di depannya. Kemudian, dengan kecepatan kilat Biang
Segala Jahat mengulurkan tangan kanan. Tapi bukan biji catur yang ditujunya, melainkan
dua biji mata Kyai Sanca Wilang. Dua jari tangan Biang Segala Jahat memperdengarkan
suara mencicit sewaktu meluncur membelah udara.
Kecurangan lawan tidak membuat Kyai Sanca Wilang menjadi kaget, ia tahu betul
siapa lawan yang dihadapinya. Seorang tokoh yang terkenal paling licik dan paling jahat.
Sewaktu-waktu ia bisa saja tidak mempedulikan aturan permainan yang telah disepakati
sebelumnya. Dengan tenang Kyai Sanca Wilang menunggu jari-jari maut itu tiba dekat. Ia
sudah bisa menebak perbuatan Biang Segala Jahat cuma tipuan belaka.
Apa yang diperkirakan Kyai Sanca Wilang ternyata tidak meleset. Biang Segala
Jahat yang melihat Kyai Sanca Wilang belum juga menggerakkan tangan, mendadak
mengulurkan tangan kirinya menyambar biji-biji catur lawan. Tapi, alangkah heran
hatinya melihat Kyai Sanca Wilang masih tenang-tenang saja. Kekecewaan tampak jelas
pada wajah dan sorot mata Biang Segala Jahat. Ternyata lawan sama sekali tidak peduli.
"Hahhh...!"
Sambil membentak tertahan, Biang Segala Jahat merubah gerakannya. Tangan
kanan yang semula menusuk ke arah kedua mata, meliuk turun. Sebaliknya, tangan kiri
yang hendak menyambar biji-biji catur lawan bergerak melesat ke arah mata Kyai Sanca
Wilang! Rupanya, itulah yang menjadi penyebab mengapa Kyai Sanca Wilang belum juga
bergerak.
Plak! Dukk!
Tubuh kedua tokoh sakti yang tengah duduk bersila itu bergetar sewaktu kedua
pasang lengan mereka berbenturan. Kendati demikian, benturan itu tidak membuat tubuh
keduanya bergeser. Padahal benturan yang terjadi cukup keras. Hal seperti itu bukan
sesuatu yang mudah untuk dilakukan tokoh lain. Agaknya, selain mengerahkan tenaga
pada kedua lengan, mereka juga mengerahkan tenaga untuk membuat tubuh masing-
masing bagai tertanam dan melekat pada bumi.
Algojo Cakar Siluman dan Setan Ular Tertawa tak bisa menyembunyikan rasa
takjubnya menyaksikan kejadian itu. Mereka menggeleng dan berdecak berkali-kali. Apa
yang mereka saksikan benar-benar menunjukkan kesaktian yang sukar diukur! Lain
halnya kalau kedua tokoh sakti itu memiliki perbedaan tingkat kepandaian. Tapi, mereka
justru seimbang.
ENAM
Permainan catur yang tidak sewajarnya itu terus berlanjut. Segala kelicikan dan
tipu muslihat telah dilakukan Biang Segala Jahat. Tapi, ia tetap ketinggalan oleh Kyai
Sanca Wilang dalam mengumpulkan biji-biji catur. Sampai akhirnya, setelah semalaman
suntuk, permainan pun berakhir. Kemenangan berada di pihak Kyai Sanca Wilang dan
biji-biji caturnya masih tersisa hampir separo. Sedangkan biji-biji catur Biang Segala Jahat
telah licin tandas!
"Kau menang, Kyai..," ucap Biang Segala Jahat terdengar getir. Tampaknya ia
kecewa. "Sekarang kita meningkat pada permainan berikutnya. Karena permainan pertama
kau yang memilih, maka pada permainan kedua ini akulah yang memilih," lanjutnya
menyembunyikan kelicikan.
"Silakan... silakan...." Hanya itu yang diucapkan Kyai Sanca Wilang seraya
mengangguk-anggukkan kepala. Ia bergerak mengikuti langkah Biang Segala Jahat, yang
di tangan kanannya telah tergenggam dua batang ranting kecil sepanjang satu setengah
jengkal. Besarnya tak lebih dari jari kelingking.
Biang Segala Jahat menghentikan langkahnya di bawah sebatang pohon besar yang
pucuknya nyaris tak terlihat, ia menengadahkan kepala merayapi batang pohon besar itu.
"Kau lihat daun pada ranting itu, Kyai?" Biang Segala Jahat meluruskan jari
telunjuknya pada selembar daun yang terpisah dari daun-daun lain. Ia melekat pada
ranting sebesar lengan. Tingginya kira-kira sepuluh tombak dari atas tanah. "Itulah
pilihanku, Kyai. Sedangkan untukmu... Nah, daun yang sedikit berada di atas daun
pilihanku.''
Kyai Sanca Wilang tersenyum mendengar kata sedikit lebih tinggi yang diucapkan
Biang Segala Jahat. Karena sesungguhnya, daun yang dipilihkan untuknya berada lima
sampai enam tombak di atas daun pilihan Biang Segala Jahat. Daun itu lebih kecil dan
batang tempat daun itu melekat pun jauh lebih besar. Bagi mata orang awam daun yang
ditunjuk Biang Segala Jahat nyaris tak terlihat. Tapi, bagi mata kedua tokoh sakti itu
kelihatan sangat jelas. Mereka mengerahkan tenaga dalam pada kedua matanya untuk
melihat daun-daun itu.
"Hm... Lalu, bagaimana peraturan permainannya, Biang Segala Jahat?" tanya Kyai
Sanca Wilang. Ia tidak membantah meski jelas-jelas dicurangi Biang Segala Jahat.
"Dengan menggunakan potongan ranting kecil ini." Biang Segala Jthat
memperlihatkan dua potong ranting telapak tangannya. Lalu, diberikannya potongan
ranting yang lebih kecil kepada Kyai Sanca Wilang. "Kira berdua harus dapat mengambil
daun itu tanpa membuat cacat ranting tempat daun melekat. Tentu kau paham
maksudku, bukan? Kalau kau takut kalah, silakan pilih daun yang lebih muda untuk
dijadikan sasaran. Kau pasti takut sasaranmu meleset. Dan, tidak bisa memenangkan
permainan ini dariku. Perlu kau ingat, dalam permainan ini akulah yang berhak
mengaturnya!" Dengan licik Biang Segala Jahat sengaja mengulang-ulang kata takut dalam
perkataannya. Ia pun menekankan tentang haknya untuk mengatur permainan.
"Mulailah, Biang Segala Jahat" Meskipun sadar dirinya dicurangi mentah-mentah,
Kyai Sanca Wilang tetap tersenyum. Sejak semula ia sudah telanjur terjebak kata-kata
Biang Segala Jahat. Kyai Sanca Wilang tidak bisa mundur lagi. "Tentunya kau hendak
memulai lebih dulu, bukan?" lanjutnya mendahului, ia tidak ingin membuang-buang
waktu dan kembali terjebak dalam kelicikan Biang Segala Jahat.
Biang Segala Jahat tertawa bergelak. Sesaat kepalanya mengadah dengan sorot
mata mencorong tajam. Kemudian, ranting di tangan kanannya dilontarkan dengan
menggunakan tenaga dalam.
Potongan ranting meluncur dan menyambar tepat di batang daun tanpa merobek
daun itu. Demikian hebat pengaturan tenaga dalam Biang Segala Jahat, hingga dapat
mencopot daun utuh berikut batangnya. Potongan ranting kemudian meluncur turun dan
disambut dengan telapak tangan Biang Segala Jahat.
"Sekarang giliranmu, Kyai...," ujar Biang Segala Jahat setelah memperdengarkan
tawa.
Kyai Sanca Wilang segera melemparkan potongan ranting di tangannya. Potongan
ranting itu lebih kecil daripada yang digunakan Biang Segala Jahat. Berarti, Kyai Sanca
Wilang harus menggunakan lebih banyak tenaga dalam agar potongan ranting tidak
melenceng oleh hembusan angin sore yang berhembus keras.
Tapi, Biang Segala Jahat telah mempersiapkan segalanya untuk memperoleh
kemenangan. Diam-diam mengerahkan tenaga dalam hingga hambusan angin semakin
keras. Potongan ranting yang dilontarkan Kyai Sanca Wilang pun bergoyang-goyang hingga
bergeser dari sasaran. Tentu saja Kyai Sanca Wilang tahu itu adalah perbuatan Biang
Segala Jahat.
"Hm.... Kau curang, Biang Segala Jahat..," ucapan itu biasa saja. Namun, jelas
terkandung ejekan bagi Biang Segala Jahat.
"Mengapa kau berkata begitu, Kyai? Bukankah dalam permainan ini aku tidak
mengatakan kita harus bermain jujur? Itu artinya, aku atau kau boleh saja mencegah jika
memang mau...." Dengan licik Biang Segala Jahat mengelakkan tuduhan Kyai Sanca
Wilang, yang tentu saja tidak bisa berkata apa-apa lagi. Apa yang dikatakan Biang Segala
Jahat memang tidak salah.
Setelah memberikan alasan atas perbuatannya, Biang Segala Jahat malah
menambah tenaganya. Potongan ranting yang dilemparkan Kyai Sanca Wilang bukan lagi
bergoyang-goyang dan melenceng jauh dari sasaran, malah tertahan dan terkatung-katung
di udara.
Perbuatan licik Biang Segala Jahat membuat Kyai Sanca Wilang mendengus.
Kekuatannya dilipatgandakan, sehingga potongan ranting kembali bergerak naik mencari
sasaran. Tapi, baru tiga jengkal potongan ranting kembali tertahan, bahkan bergerak
turun satu jengkal lebih.
"Hmm..." Lagi-lagi Kyai Sanca Wilang mendengus. Lalu, telapak tangan kanannya
bergerak naik dengan mengerahkan tenaga dalam yang kian berlipat.
"Hehh...!" Biang Segala Jahat menghembuskan napas keras-keras. Seperti halnya
Kyai Sanca Wilang, Biang Segala Jahat pun segera mendorongkan telapak tangan
kanannya ke arah potongan ranting. Benda yang dijadikan sasaran adu tenaga dalam itu
bergetar keras. Tak bisa naik dan tak bisa turun.
Krassh...!
Karena dua kekuatan itu demikian kuat menghimpit, akhirnya potongan ranting
tak kuat bertahan lebih lama. Dengan memperdengarkan suara yang cukup keras
potongan ranting itu meledak, pecah menjadi serbuk kayu yang akhirnya sirna terbawa
angin.
"Kau kalah, Kyai...," Biang Segala Jahat tergelak melihat potongan ranting hancur.
"Hm.... Bagaimana dengan permainan selanjutnya? Kita masih seimbang, bukan?
Tentu harus ada permainan ketiga untuk menentukan siapa di antara kita yang berhak
atas diri Utusan Dari Neraka...," ujar Kyai Sanca Wilang seraya menghela napas panjang.
Ditahannya kejengkelan yang mulai meliputi hatinya.
Biang Segala Jahat tidak segera menjawab, ia berpikir keras mencari bentuk
permainan ketiga. Sekaligus memikirkan cara untuk mengalahkan Kyai Sanca Wilang.
"Usul mengadakan permainan ini datangnya darimu, Kyai." Tiba-tiba Biang Segala
Jahat berkata dengan wajah penuh tipu muslihat. "Kau juga yang menghendaki adanya
permainan ketiga sebagai penentuan. Artinya..., dalam permainan ketiga nanti aku jugalah
yang berhak menentukan bentuk dan aturannya...."
"Tidak bisa, Biang Segala Jahat!" Kali ini Kyai Sanca Wilang menolak keras.
"Mengapa tidak? Sebagai seorang yang berhati bersih seharusnya kau berlaku adil,
Kyai!" Biang Segala Jahat bersikeras dengan mengungkit-ungkit siapa Kyai Sanca Wilang
dan bagaimana seharusnya bersikap.
"Apa maksudmu, Biang Segala Jahat...?" Kening Kyai Sanca Wilang terkejut ketika
dirinya dituduh telah berlaku tidak adil.
"Hm...." Biang Segala Jahat tersenyum licik "Hitunglah, Kyai, sudah berapa
permintaan yang kau ajukan sejak kita berhadapan? Jauh lebih banyak dariku, bukan?
Bagaimana kau bisa dibilang berlaku adil kalau permintaanmu selalu kuturuti sedang
permintaanku selalu saja kau bantah."
"Sudahlah, Biang Segala Jahat!" Kyai Sanca Wilang mengangkat tangan kanannya.
"Aku tidak ingin berbantahan lagi denganmu, dan tidak mau menjadi korban kelicikan
serta kecuranganmu. Aku yakin dalam permainan ketiga nanti pun kau akan berlaku
curang demi memperoleh kemenangan... "
"Hm.... Lalu, apa maumu, Kyai?" Biang Segala Jahat malah menantang dengan
sorot mata merahnya yang memperlihatkan kebengisan. "Pihakku lebih kuat, Kyai. Kau
lihatlah kedua cecunguk itu...," lanjutnya menunjuk ke arah Algojo Cakar Siluman dan
Setan Ular Tertawa yang tengah menyaksikan pertengkaran kedua tokoh sakti itu.
Seolah terpengaruh gerakan jari Biang Segala Jahat yang menunjuk ke
belakangnya, Kyai Sanca Wilang menoleh. Tapi, alangkah kaget ia ketika saat itu juga
terdengar sambaran angin menderu tajam dari depan. Sadarlah Kyai Sanca Wilang bahwa
dirinya kembali terjebak kelicikan Biang Segala Jahat. Dia menggunakan kesempatan
untuk menyerang selagi dirinya menoleh.
"Licik..!" sambil mendesis jengkel, Kyai Sanca Wilang segera memecah kekuatan
tenaga dalam yang dikerahkannya. Sebagian disalurkan ke kedua tangan yang langsung
dikibaskan menyilang sewaktu berbalik, sedang sebagian lagi digunakan untuk melindungi
tubuhnya.
Prasssh...!
Meskipun hanya memiliki sedikit waktu, Kyai Sanca Wilang dapat berpikir dengan
cepat. Dari kibasan tangannya yang menyilang, membersit cahaya putih yang melebar dan
langsung memapaki pukulan maut Biang Segala Jahat. Terdengarlah benturan keras.
Kakek sakti itu tergempur kuda-kudanya. Tubuhnya terdorong dalam kedudukan semula.
Hanya telapak kakinya saja yang terseret dan menimbulkan guratan dalam ditanah.
Guratan memanjang pada tanah itu mengepulkan asap tipis. Agaknya, Kyai Sanca Wilang
telah mengerahkan tenaga dalam untuk mempertahankan kuda-kudanya.
"Hei...?!"
Tiba-tiba, sebelum pertarungan kedua tokoh luar biasa itu berlanjut, terdengar
seruan kaget yang berasal dari Algojo Cakar Siluman dan Setan Ular Tertawa. Kedua datuk
sesat itu memandang ke satu arah dengan mata terbelalak.
Seruan kaget itu membuat Biang Segala Jahat dan Kyai Sanca Wilang memalingkan
wajah. Menyaksikan sikap Algojo Cakar Siluman dan Setan Ular Tertawa yang
menggambarkan kekagetan dan ketegangan, kedua tokoh luar biasa itu segera memutar
kepalanya. Dan.... Biang Segala Jahat serta Kyai Sanca Wilang menahan seruannya.
Yang mereka lihat adalah sosok seorang bocah berkepala gundul dengan kulit
tubuh hitam legam.
Kaki-kaki mungilnya melangkah tertatih meninggalkan mulut goa. Rupanya, hari
itu adalah hari keempat puluh satu. Batas terakhir bagi pintu gaib yang dibuat Telapak
Lidah Halilintar. Bocah Utusan Dari Neraka telah terbebas dari kungkungan pintu gaib
yang selama empat puluh hari membuatnya terkurung di dalam goa.
***
Bocah berkepala gundul dan berkulit hitam legam yang hanya mengenakan cawat
itu memang cukup pantas dijuluki sebagai Utusan Dari Neraka. Sosoknya sanggup untuk
menggetarkan hati setiap orang yang memandangnya. Sepasang matanya bulat dan
mengeluarkan sinar mencorong tajam. Bocah itu mempunyai alis mata yang hitam tebal
dan bercabang tiga pada ujungnya. Giginya lengkap seperti gigi orang dewasa. Raut
wajahnya memancarkan perbawa aneh serta menggidikkan bagi siapa saja yang
melihatnya.
"Utusan Dari Neraka...?" Menyaksikan keseluruhan sosok bocah itu, Biang Segala
Jahat berdesis perlahan. Wajahnya menampakkan keheranan, tapi juga kegembiraan.
Biang Segala Jahat jelas sangat puas dapat menyaksikan bocah yang menggemparkan itu
dengan mata kepala sendiri.
Ucapan Biang Segala Jahat tampaknya terdengar oleh bocah yang berjuluk Utusan
Dari Neraka. Bocah itu seperti mengerti. Dia memalingkan wajahnya menatap Biang Segala
Jahat dengan sorot matanya yang tajam dan memancarkan pengaruh iblis.
Biang Segala Jahat adalah seorang tokoh sakti luar biasa, ia sangat ditakuti dan
dipuja-puja kaum golongan hitam. Namanya dianggap keramat. Tidak ada tokoh kaum
golongan hitam yang berani membicarakannya. Ada anggapan bahwa apabila nama Biang
Segala Jahat disebut, maka saat itu juga sosoknya akan muncul di hadapan orang-orang
yang membicarakannya. Tentu saja anggapan itu cuma dongeng belaka. Tapi, raja dari
segala raja tokoh sesat itu ternyata tergetar hatinya sewaktu ditatap sedemikian rupa oleh
Utusan Dari Neraka.
"Luar biasa...!" Meskipun saat itu terselip perasaan ngeri dan segan yang aneh,
Biang Segala Jahat masih sempat mengeluarkan pujian. "Jangan-jangan bocah itu titisan
dari Penguasa Alam Kegelapan...!"
Kyai Sanca Wilang mengangguk-anggukkan kepala sambil mempermainkan
jenggotnya yang menjuntai di dada. Keningnya berkerut dalam. Keresahan membayang di
wajahnya. Seperti halnya Biang Segala Jahat, hati Kyai Sanca Wilang pun sempat tergetar
oleh sorot mata dan raut wajah Utusan Dari Neraka.
Sekarang, setelah ia menyaksikan dengan mata kepala sendiri sosok bocah yang
menggemparkan itu, sadarlah Kyai Sanca Wilang kalau bocah itu memang memiliki
kekuatan jahat yang luar biasa. Kekuatan batinnya merasakan hal itu. Ia pun maklum
kalau bocah itu merupakan ancaman bagi keselamatan orang banyak. Menurutnya, bukan
mustahil kemunculan Utusan Dari Neraka akan membuat golongan hitam berjaya di atas
muka bumi ini.
Dengan langkah tertatih Utusan Dari Neraka bergerak menuju tempat Biang Segala
Jahat berdiri. Biang Segala Jahat sendiri tidak menunggu bocah itu sampai mendekat. Ia
sudah bergerak menyambut. Tapi, sebelum keduanya bertemu, tiba-tiba Kyai Sanca Wilang
membentak!
"Jangan dekati bocah itu, Biang Segala Jahat! Menyingkirlah! Aku hendak melihat
sampai di mana kekuatan jahat yang bersemayam di dalam tubuhnya...!" berkata
demikian, Kyai Sanca Wilang mengangkat telapak tangannya ke atas. Mulutnya berkemak-
kemik membaca sesuatu yang tak jelas terdengar. Lalu, seiring dengan bentakan telapak
tangannya dihantamkan ke arah Utusan Dari Neraka.
"Sirnalah kau, hai kekuatan jahat..!"
Whusss...!
Sebentuk sinar bulat berwarna putih yang menyilaukan mata melesat dari telapak
tangan Kyai Sanca Wilang. Udara panas menyebar sewaktu bola putih itu meluncur
dengan suara menderu. Tapi, sebelum sinar putih mengenai tubuh bocah yang berjuluk
Utusan Dari Neraka, Biang Segala Jahat tiba-tiba memutar tubuh. Diiringi pekik
mengguntur, kedua tangannya disilangkan di depan dada. Tubuh Biang Segala Jahat
tampak menggeletar, tanda ia tengah mengerahkan seluruh kekuatannya. Sesaat
kemudian, Biang Segala Jahat mendorongkan kedua telapak tangan. Meluncurlah dua bola
api berwarna merah menyala yang menyambut bulatan sinar putih!
Duarrr...!
Suara ledakan laksana gelegar selaksa guntur terdengar. Tanah di sekitar tempat
itu berguncang keras. Batu-batu beterbangan. Beberapa batang pohdn besar berderak
tumbang. Saat itu seakan Gunung Merbuk tengah meletus menumpahkan laharnya.
Algojo Cakar Siluman dan Setan Ular Tertawa sampai terpelanting jatuh, meski
mereka telah berusaha mempertahankan kuda-kudanya. Sementara Kyai Sanca Wilang
dan Biang Segala Jahat terpental ke belakang. Keduanya segera melenting bangkit dengan
wajah agak pucat dan napas sesak. Anehnya, Utusan Dari Neraka seperti tidak merasakan
apa-apa. Bocah itu tetap berdiri di atas kedua kakinya. Sehingga, Biang Segala Jahat
maupun Kyai Sanca Wilang memandang takjub kepada bocah itu.
"Lawanlah manusia tua sok suci itu, Biang Segala Jahat...!"
Biang Segala Jahat dan Kyai Sanca Wilang menoleh ke kanan kiri mencari pemilik
suara besar, parau, dan menggetar itu. Tapi, mereka tak menemukan orang lain di tempat
itu kecuali Utusan Dari Neraka. Sedangkan Algojo Cakar Siluman dan Setan Ular Tertawa
tengah sibuk mengurus dirinya. Baik Biang Segala Jahat maupun Kyai Sanca Wilang
merasa sangat yakin suara itu bukan berasal dari kedua datuk sesat itu.
"Apa lagi yang kau tunggu. Biang Segala Jahat? Lawan dan bunuh manusia sok
suci itu...!"
Biang Segala Jahat dan Kyai Sanca Wilang tertegun dengan wajah berubah tegang.
Suara itu berasal dari Utusan Dari Neraka! Sungguh suatu hal yang sangat tidak masuk
akal. Mana mungkin seorang bocah sekecil itu sudah bisa berbicara lancar. Apalagi
suaranya aneh dan mengerikan. Selain itu, bocah itu seolah menganggap dirinya lebih
tinggi dari Biang Segala Jahat. Kalau tidak, mana mungkin bocah itu berani memerintah
Biang Segala Jahat!
TUJUH
"Lakukan perintahku, Biang Segala Jahat! Lawan dan habisi manusia sok suci
itu...!"
Biang Segala Jahat dan Kyai Sanca Wilang masih tertegun dan belum bisa
menerima kenyataan itu ketika Utusan Dari Neraka kembali mengulang perintahnya.
Perintah itu disertai dengan gerakan tangannya yang menunjuk Biang Segala Jahat.
Gerakan menunjuk Utusan Dari Neraka ternyata bukan sembarangan. Dari ujung
jari telunjuknya membersit sinar merah terang yang langsung lenyap masuk ke dalam
tubuh Biang Segala Jahat. Sesaat tubuh kakek itu berguncang keras seolah dirasuki
kekuatan dahsyat!
"Aaarkhh...!"
Begitu guncangan tubuh terhenti, Biang Segala Jahat meraung. Ia merasakan
kekuatannya tiba-tiba berlipat ganda. Kekuatan aneh itu menjalar ke seluruh jalan
darahnya. Dan, menggelora di dalam tubuhnya bagai gelombang air lautan.
Kyai Sanca Wilang mengerutkan kening melihat sinar yang keluar dari ujung jari
telunjuk Utusan Dari Neraka. Dan, menyaksikan keadaan Biang Segala Jahat, Kyai Sanca
Wilang pun sadar Utusan Dari Neraka telah memberikan tambahan kekuatan kepada
Biang Segala Jahat yang diperintahkan untuk melenyapkan dirinya. Kyai Sanca Wilang
bergegas melangkah mundur untuk mempersiapkan diri.
Sementara itu, keanehan terjadi pada diri Biang Segala Jahat. Tubuh tokoh itu
kembali berguncang dan bergetar. Seiring dengan raungan panjang yang mendirikan bulu
roma, wujud Biang Segala Jahat perlahan-lahan berubah. Mula-mula dari tengah
keningnya menyembul suatu benda runcing berupa tanduk yang melengkung ke atas.
Kemudian pada sekujur tubuhnya, kecuali wajah, bulu-bulu lebat tumbuh dengan cepat
Pada bagian belakang tubuhnya tumbuh ekor yang memanjang dengan bagian ujung
berbentuk mata tombak. Dua buah gigi sampingnya memanjang runcing membentuk dua
buah taring.
"Astagfirullah...!" Kyai Sanca Wilang mengucapkan kalimat permohonan ampun
kepada Allah, pencipta seluruh makhluk. Disapunya wajah dengan kedua telapak tangan.
Perubahan yang terjadi pada diri Biang Segala Jahat hampir tidak bisa diterima akal
sehatnya. Tapi, sebagai seorang yang memiliki ilmu agama, Kyai Sanca Wilang sadar segala
sesuatu bisa saja terjadi atas kekuasaan Allah.
Apa yang disaksikannya itu disadari sebagai ujian dari Yang Maha Kuasa.
"Earrrkhhh...!"
Dengan raungan panjang yang parau, Biang Segala Jahat yang telah berubah
menjadi makhluk menyeramkan menerjang Kyai Sanca Wilang. Jari-jari tangannya yang
panjang dan runcing bagai kuku harimau menyambar datang dengan kecepatan dan
kekuatan menggetarkan. Cepat Kyai Sanca Wilang melompat mundur. Lalu, dengan
tasbihnya yang digunakan sebagai senjata, Kyai Sanca Wilang balas menyerang. Dalam
waktu singkat pertempuran sengit pun terjadi.
Makhluk jelmaan Biang Segala Jahat itu ternyata jauh lebih kuat dan tangguh dari
aslinya. Itu dirasakan benar oleh Kyai Sanca Wilang, yang meskipun belum pernah
bertarung secara terbuka dengan Biang Segala Jahat, namun sudah dapat mengukur
kesaktiannya. Kyai Sanca Wilang mulai kewalahan menghadapi makhluk jelmaan Biang
Segala Jahat setelah bertarung lebih tiga puluh jurus. Makhluk itu memiliki kekebalan
tubuh yang luar biasa. Hantaman tasbihnya bajai tak berarti apa-apa. Tapi, Kyai Sanca
Wilang tidak putus asa. Ia mulai memilih bagian-bagian tubuh lawan yang merupakan titik
terlemah di tubuh manusia. Kyai Sanca Wilang menganggap tubuh makhluk itu tidak
berbeda dengan manusia. Apalagi, pada dasarnya makhluk itu berasal dari seorang
manusia biasa.
Desss!
Makluk mengerikan itu memekik dan terpental terkena hantaman tasbih Kyai
Sanca Wilang yang mengenai saiah satu jalan darah besar di tubuhnya. Tapi, Kyai Sanca
Wilang menjadi kecewa ketika melihat pukulannya tak bisa melumpuhkan. Makhluk itu
kembali menerjangnya dengan lebih ganas.
Kreppp!
Suatu ketika, jari-jari yang kuat dan berkuku runcing itu berhasil mencengkeram
kedua bahu Kyai Sanca Wilang. Kakek sakti itu meringis merasakan kuatnya cengkeraman
jari-jari lawan. Sebelum ia dapat melepaskan cengkeraman itu tubuhnya telah diangkat
dan dilemparkan kuat-kuat.
Meskipun kedua tulang bahunya serasa remuk, Kyai Sanca Wilang masih sanggup
menyelamatkan diri agar tidak terbanting jatuh. Dengan berputaran beberapa kali di udara
untuk mematahkan daya lempar, Kyai Sanca Wilang berhasil mendarat di tanah dengan
selamat.
Makhluk jelmaan Biang Segala Jahat kembali menerjang disertai raungannya yang
bagai hendak membelah langit Kyai Sanca Wilang berusaha menghindari serangan-
serangan makhluk itu dengan loncatan-loncatan ringan. Ia belum bisa membalas karena
rasa nyeri di kedua bahunya membuat lengannya tidak bisa digerakkan. Keadaan itu
membuat dirinya didesak habis-habisan. Ketika kedua tangan masih bebas bergerak saja
ia sudah kewalahan, apalagi dalam keadaan kedua tangan tergantung lumpuh seperti itu.
Semakin kelabakanlah Kyai Sanca Wilang dibuatnya.
Beggg!
Kepalan yang besar dan kuat itu akhirnya tak sempat dielakkan dan telak
menggedor dada kanannya. Kyai Sanca Wilang terjungkal muntah darah. Sedang makhluk
jelmaan Biang Segala Jahat sudah menerkamnya dengan cakar yang siap merobek-robek
tubuhnya. Kyai Sanca Wilang masih mempunyai kesadaran. Dia segera melempar
tubuhnya bergulingan di tanah. Sehingga, terkaman makhluk itu luput!
Ketika terkamannya hanya mengenai tanah, makhluk mengerikan itu bergegas
mencelat bangkit. Dikejarnya Kyai Sanca Wilang yang saat itu sudah bangkit berdiri dan
tengah terhuyung limbung. Makhluk itu meluncur lurus bagai sebatang tombak. Kedua
cakarnya berada di depan, siap merobek-robek tubuh Kyai Sanca Wilang.
Mendadak, sebelum sepasang cakar makhluk itu mengenai sasaran, terdengar
lengkingan panjang yang disertai melayangnya sesosok bayangan. Sosok itu menerjang
makhluk jelmaan Biang Segala Jahat. Terdengar sambaran angin mengaung-ngaung
mengiringi datangnya serangan sosok bayangan.
Derrr...!
Dua kekuatan raksasa berbenturan. Tubuh makhluk jadi-jadian tertahan dan
tertolak balik. Sementara sosok bayangan terpental dengan disertai suara jerit tertahan.
Dengan dua kali lentingan tinggi di udara sosok bayangan itu mendaratkan kakinya di
belakang Kyai Sanca Wilang.
Sosok yang menyelamatkan Kyai Sanca Wilang ternyata seorang kakek. Kalau
dilihat dari raut wajah serta bentuk tubuhnya yang bongkok, usianya pasti sudah sangat
tua. Kakek bongkok yang rambut, kumis, dan jenggotnya berwarna putih suram dan
panjang menjuntai ke dada terbatuk beberapa kali. Ada darah yang terlompat keluar
sewaktu ia terbatuk. Benturan tadi tampaknya telah mengakibatkan guncangan yang
cukup keras di bagian dalam tubuhnya.
"Sahabat, kau terluka...!" Kyai Sanca Wilang yang saat itu merasakan kedua
tangannya sudah bisa digerakkan lagi bergegas menghampiri sahabat lamanya, Ki
Bongkok Guno.
"Uuh.... Makhluk apa itu? Dari mana dia datang? Kekuatannya luar biasa sekali...."
Ki Bongkok Guno berkata dengan terengah-engah. Tatapannya tertuju ke arah makhluk
jelmaan Biang Segala Jahat yang sudah siap hendak kembali menerjang.
"Makhluk itu jelmaan dari seorang tokoh yang berjuluk Biang Segala Jahat," jelas
Kyai Sanca Wilang. "Utusan Dari Neraka itulah yang telah merubahnya."
"Biang Segala Jahat..." Kakek bongkok berkata lirih dengan kening berkerut "Jadi,
tokoh itu benar-benar nyata...?" lanjutnya, bertanya setengah tak percaya. Rupanya, Ki
Bongkok Guno termasuk salah satu tokoh yang pernah mendengar nama Biang Segala
Jahat, dan menganggapnya sebagai dongeng. Sepanjang pengetahuannya nama Biang
Segala Jahat merupakan lambang kekuatan golongan hitam.
"Biang Segala Jahat memang benar-benar nyata," tegas Kyai Sanca Wilang.
"Berbahaya sekali...!" Ki Bongkok Guno mendesah seraya menggelengkan kepala.
"Jika Biang Segala Jahat yang selama ini dianggap sebagai tokoh dalam dongeng sudah
menampakkan diri, kiamat rasanya telah berada di ambang pintu. Kemunculan Utusan
Dari Neraka saja sudah membuat dunia ini serasa hancur. Haih... celaka... celaka...."
"Yah.... Kemunculan kekuatan-kekuatan jahat itu memang bisa diartikan sebagai
kiamat Dalam arti bencana besar bagi seluruh umat manusia di belahan bumi ini.
Firasatku mengatakan, kekuatan-kekuatan jahat itu akan segera menguasai dunia. Entah
untuk berapa lama. Yang jelas, segala bentuk keangkaramurkaan tidak akan pernah
kekal," ujar Kyai Sanca Wilang. Kemudian, bergegas dibawanya Ki Bongkok Guno
menjauh. Saat itu makhluk jelmaan Biang Segala Jahat tengah memperdengarkan
raungan panjang yang menggetarkan.
"Kau dengar raungan itu, Karina...?"
Panji dan Karina yang baru saja menyeberangi aliran sungai di bawah kaki Gunung
Merbuk menengadahkan kepala mencari-cari sumber raungan.
Jantung Karina berdebar keras. Ia hanya bisa mengangguk dengan wajah agak
memucat. Gadis itu terkejut mendengar raungan panjang yang mendirikan bulu roma.
Merasa yakin ada sesuatu yang tengah terjadi di salah satu lereng gunung,
bergegas Panji meraih pergelangan tangan Karina dan dibawanya berlari menuju sumber
suara raungan. Panji dapat dengan mudah menemukan tempat itu karena suara raungan
terus berlanjut Dan mereka tidak di hutan kecil tempat pertarungan dahsyat antara
makhluk jelmaan Biang Segala Jahat melawan Kyai Sanca Wilang yang dibantu kakek
bongkok.
Panji terkejut bukan main menyaksikan sosok makhluk mengerikan yang
menurutnya cuma ada dalam khayalan. Bahkan, Karina sampai terpekik dengan wajah
pucat pasi. Tubuh gadis cantik itu gemetar dan tanpa sadar memeluk Panji.
"Tenanglah, Karina...," Panji menepuk-nepuk punggung gadis itu. "Makhluk itu
pasti permainan seorang ahli sihir...," lanjutnya, meskipun sesungguhnya dia sendiri tidak
yakin dengan dugaannya. Karena melihat kelihaian kedua kakek yang tengah bertarung
dengan makhluk mengerikan itu, Panji tahu mereka tokoh-tokoh berkepandaian tinggi
yang tidak mungkin bisa termakan permainan sihir. Kesaktian kedua kakek itu berada
jauh di atas kepandaiannya.
Sementara itu, kemunculan Panji dan Karina tidak terlepas dari sepasang mata
tajam Utusan Dari Neraka. Bocah yang bukan bocah biasa itu segera dapat menyimpulkan
kalau kedua orang yang baru datang adalah lawan-lawan yang harus dilenyapkan. Ia
menggeram lirih. Lalu, kepalanya ditolehkan menatap Algojo Cakar Siluman dan Setan
Ular Tertawa yang tidak tahu harus berbuat apa. Nyali kedua datuk yang biasanya
bermulut besar itu sudah ciut sejak tadi.
"Hei...!"
Bagai disentakkan satu kekuatan yang tak tampak, kepala Algojo Cakar Siluman
dan Setan Ular Tertawa menoleh cepat ke arah Utusan Dari Neraka. Kedua datuk sesat itu
merasakan jantung mereka seperti diremas-remas sewaktu ditatap sorot mata tajam bocah
aneh itu. Tubuh mereka gemetar tak kuasa melawan perbawa luar biasa yang memancar
dari wajah dan sorot matanya.
"Algojo Cakar Siluman dan kau Setan Ular Tertawa!" Utusan Dari Neraka
melanjutkan ucapannya. "Bunuh kedua orang yang baru datang itu...!"
Begitu perintah selesai diucapkan tiba-tiba Algojo Cakar Siluman dan Setan Ular
Tertawa merasakan kekuatan mereka pulih kembali. Entah merasa diri mereka masih
berguna atau karena pengaruh perintah Utusan Dari Neraka. Kedua datuk sesat itu tidak
mau ambil pusing. Tanpa membantah lagi, Algojo Cakar Siluman serta Setan Ular Tertawa
berloncatan menghampiri Panji dan Karina.
"Heh heh heh...! Kalian berdua bersiaplah untuk segera menghadap raja neraka...!"
Algojo Cakar Siluman yang sudah memperoleh kembali watak dan kebiasaannya berkata
sesumbar kepada Panji dan Karina.
"Ya. Kami ditugaskan Utusan Dari Neraka untuk melenyapkan kalian berdua...!"
Setan Ular Tertawa menambahkan. Ucapan tokoh yang berasal dari tanah India ini
terdengar agak aneh. Semula maksud kedatangannya ke tempat ini adalah untuk
mendapatkan Utusan Dari Neraka yang kelak akan digunakan untuk kepentingan dirinya
sendiri. Sungguh tidak pernah terpikir olehnya kalau yang terjadi justru kebalikannya.
Bukan ia menjadi majikan Utusan Dari Neraka, malah dialah yang dijadikan budak bocah
itu.
Kedatangan kedua tokoh rolongan sesat itu membuat Panji waspada. Ditariknya
Karina ke belakang tubuhnya untuk melindungi gadis itu. Kemudian, dengan sorot mata
tajam dihadapinya kedua calon lawannya.
"Siapa kalian? Dan, mengapa tanpa sebab hendak membunuh kami?" tanya Panji
seraya meneliti sosok kedua tokoh itu.
"Hm... Kau dengarlah baik-baik agar tidak mati penasaran! Aku adalah Algojo
Cakar Siluman!" ujarnya seraya menepuk dada keras-keras. "Sedangkan kawanku ini
Setan Ular Tertawa. Cukup jelas?"
"Hm.... Pantas...," Panji mengangguk-angguk. "Rupanya kalian dedengkot manusia-
manusia sesat..!"
"Algojo Cakar Siluman, Setan Ular Tertawa, apakah kalian menunggu aku
mencabut nyawa kalian!"
Suara Utusan Dari Neraka membuat kesombongan kedua datuk itu lenyap
seketika. Ancaman yang mereka tahu bukan sekadar gertakan kosong itu membuat
keduanya tak lagi banyak tingkah. Mereka segera menyiapkan jurus untuk menggempur
Panji.
Mendengar suara parau dan dirasakannya mengandung pengaruh aneh, Panji
segera menoleh. Sukar sekali baginya menerima kenyataan itu. Seorang bocah kecil dapat
berbicara dengan tegas, bahkan memerintah! Suara yang dikeluarkan pun menurutnya
lebih pantas diucapkan seorang kakek. Nadanya parau dan berat.
"Utusan Dari Neraka...!" Tiba-tiba pikiran itu terlintas di kepala Panji. Wajahnya
seketika menegang. Panji merasa yakin akan dugaannya itu. Ciri-ciri bocah itu cocok
dengan keterangan yang diperolehnya. Wajah dan sorot mata bocah itu pun memiliki
pengaruh aneh yang luar biasa, membuat debaran dalam dadanya berdetak lebih cepat.
Panji cepat-cepat mengalihkan perhatiannya pada dua datuk sesat di hadapannya, ia
merasa tak sanggup menatap bocah itu lama-lama.
"Hyaaatt...!"
Algojo Cakar Siluman segera menerjang Panji karena takut akan ancaman Utusan
Dari Neraka. Seolah hendak menunjukkan jasa, Algojo Cakar Siluman dalam gebrakan
pertama langsung menggunakan jurus andalannya. Dia memang ingin melaksanakan
tugas itu secepat mungkin untuk mendapatkan pujian Utusan Dari Neraka.
Setan Ular Tertawa tentu saja tidak mau ketinggalan. Dia segera membarengi
tindakan kawannya. Tapi, ular-ular sendoknya tampaknya telah habis. Dalam menyerang
Panji, Setan Ular Tertawa hanya menggunakan kedua tangan.
Panji sadar siapa kedua lawannya itu. Maka, setelah menyuruh Karma agar
menyingkir, dihadapinya serangan kedua datuk sesat itu dengan Ilmu 'Silat Naga Sakti'.
Sepasang tangannya yang membentuk cakar naga bergerak dengan kecepatan yang sulit
ditangkap mata. Hawa dingin berhembus keras mengiringi setiap lontaran serangannya.
Hawa dingin dan lapisan kabut bersinar putih keperakan yang melapisi tubuh Panji
membuat mata Algojo Cakar Siluman dan Setan Ular Tertawa terbuka. Lawannya ternyata
Pendekar Naga Putih! Mereka kenal betul dengan ciri-ciri itu.
"Keparat! Kiranya kau pendekar muda yang sombong itu. Pantas kau berani
berlagak di hadapan kami…!" sambil melontarkan serangan, Algojo Cakar Siluman berkata
gusar. Dan karena telah mengetahui siapa pemuda berjubah putih itu, serangannya pun
segera dilipatgandakan, baik kecepatan maupun kekuatannya. Hal serupa juga dilakukan
Setan Ular Tertawa.
Tapi, Panji tidak menjadi gugup. Dengan tenang dihadapinya gempuran-gempuran
kedua datuk sesat itu. Tentu saja untuk dapat mengimbangi kekuatan lawan, ia harus
mengerahkan seluruh 'Tenaga Sakti Gerhana Bulan'nya. Kalau tidak, akan sukar baginya
melayani permainan kedua datuk sesat itu.
Dengan tenang Pendekar Naga Putih menghadapi gempuran gempuran kedua datuk
sesat itu. Tentu saja untuk dapat mengimbangi kekuatan Algojo Cakar Siluman dan Setan
Ular Tertawa, ia harus mengerahkan seluruh 'Tenaga Sakti Gerhana Bulan'nya. Kalau
tidak, akan sukar baginya melayani permainan kedua datuk sesat itu!
DELAPAN
Kesaktian Algojo Cakar Siluman dan Setan Ular Tertawa ternyata di luar perkiraan
Panji. Terlebih puluhan bayangan cakar yang dilontarkan Algojo Cakar Siluman benar-
benar tak ubahnya dengan cakar siluman. Lewat empat puluh jurus Panji mulai terdesak.
Bret! Bret!
Karina yang menyaksikan perkelahian itu dari balik sebatang pohon menahan
jeritnya ketika melihat tubuh Panji terpelanting. Pemuda itu terkena sambaran dua
bayangan cakar lawan yang tak sempat dihindarinya lagi.
"Tamat riwayatmu, Pendekar Naga Putih...!"
Setan Ular Tertawa tidak menyia-nyiakan kesempatan itu. Selagi tubuh Panji
terpelanting, ia segera menerkam dengan dua bacokan sisi telapak tangannya. Tapi, Panji
masih sempat menggulingkan tubuh. Bacokan maut Setan Ular Tertawa menghantam
tanah. Sedang Panji sudah melenting ke udara dan membentak keras. Tahu-tahu sebentuk
sinar terang berwarna kuning keemasan berpendar di genggaman tangan kanannya. Itulah
Pedang Pusaka Naga Langit!
"Heaaatt...!"
Brettt...!
Tubuh Setan Ular Tertawa tersentak ketika larikan sinar kuning keemasan
menyambar iganya. Darah menyembur membasahi tanah seiring dengan jerit kematian
Setan Ular Tertawa. Kibasan pedang Panji merobek dada Setan Ular Tertawa yang
sekaligus mematahkan tiga tulang iganya. Setan Ular Tertawa terbanting dengan tubuh
berlumuran darah. Datuk sesat itu tewas seketika tanpa sempat mengetahui apa
penyebabnya.
Kematian Setan Ular Tertawa membuat Algojo Cakar Siluman tertegun tak percaya.
Kenyataan yang membentang di depan matanya tak bisa dibantah iagi. Setan Ular Tertawa
jelas terkapar tanpa nyawa. Dengan kemarahan yang meluap Algojo Cakar Siluman pun
menerjang Panji dengan hebatnya.
Panji menggeser tubuhnya ke kiri-kanan menghindari sambaran bayangan cakar-
cakar siluman sambil sesekali menebaskan pedangnya. Sepuluh jurus kemudian Algojo
Cakar Siluman mulai kewalahan menghadapi kilatan-kilatan sinar terang yang
menyilaukan mata. Hingga akhirnya, ia terdesak dan dipaksa bermain mundur.
"Yeaaatt…!"
Pada jurus ketiga belas Panji membentak nyaring seraya melambung tinggi di
udara. Kemudian meluncur turun dengan pedang berputar membentuk gulungan sinar
terang Algojo Cakar Siluman memekik tertahan dan memalangkan lengannya untuk
melindungi mata. Itulah kesalahan besarnya!
Cras! Bret! Bret!
Pedang Naga Langit kembali menghirup darah korbannya. 'Jurus Naga Sakti
Meluruk ke Dalam Bumi' memang salah satu jurus terampuh yang sulit untuk dihindari
lawan. Demikian pula yang dialami Algojo Cakar Siluman. Tubuhnya pontang-panting
tersambar mata pedang yang tajam luar biasa. Darah menyembur keluar dari luka-luka
yang membawanya pada kematian. Algojo Cakar Siluman roboh bermandi darah, ia
melepaskan nyawa yang hanya satu-satunya itu.
"Panji, syukurlah kau selamat..."
Karina tahu-tahu saja sudah berada di belakang Panji dan memeluknya. Panji
terpaksa menggigit bibir kuat-kuat. Pelukan Karina demikian erat, membuat luka bekas
cakaran di iga dan lambungnya bertambah nyeri.
Tapi kegembiraan Karina dan kelegaan Panji lenyap seketika begitu keduanya
mendengar suara parau berpengaruh yang diucapkan Urusan Dari Neraka.
"Tak satu makhluk pun yang akan selamat dari cengkeramanku...!"
Panji dan Karina bergegas mundur. Entah dengan cara bagaimana tahu-tahu
Utusan Dari Neraka telah berada di hadapan mereka. Panji segera bergerak maju untuk
melindungi Karina sambil melintangkan Pedang Naga Langit di depan dada.
"Khak khak khak...!"
Mulut Utusan Dari Neraka terbuka. Tenggorokannya bergerak-gerak mengeluarkan
suara tawa ganjil yang membuat bulu kuduk Karina dan Panji berdiri. Suara tawa itu
memang sangat menyeramkan dan hanya pantas datang dari setan-setan penghuni
neraka.
"Bagiku pedang itu seperti barang rongsokan..!" ejek Utusan Dari Neraka. Matanya
tetap menyorot tajam. Sedikit pun tidak kelihatan silau oleh pancaran sinar keemasan dari
badan Pedang Naga Langit "Kalau kau tidak percaya, buktikanlah! Pilih bagian tubuhku
yang menurutmu paling empuk!" tantangnya sambil berkacak pinggang.
Sempat tergetar juga hati Panji melihat sikap Utusan Dari Neraka. Padahal, pedang
pusaka itu merupakan senjata ampuh yang dapat menolak segala jenis racun dan ilmu
gaib. Tapi tampaknya terhadap Utusan Dari Neraka, Pedang Naga Langit kalah pengaruh.
Panji tidak hendak mencoba keampuhan pedangnya ke tubuh bocah itu. Biar
bagaimanapun Panji tidak sampai hati membacok tubuh seorang bocah kecil.
"Hm.... Rupanya kau merasa enggan untuk membacok tubuhku," ujar Utusan Dari
Neraka ketika melihat Panji belum juga bergerak." Sebaiknya, kau lihat wujud asliku...."
Baru saja ucapan Utusan Dari Neraka selesai, tubuh kecil berkulit hitam legam itu
berubah dengan cepat. Bulu-bulu lebat bermunculan melapisi sekujur tubuhnya. Sebuah
tanduk runcing tumbuh di tengah kening. Kuku-kuku jari tangannya memanjang cepat
dan melengkung seperti kuku harimau. Kedua telapak kakinya membulat membentuk
tapak kaki kuda. Makhluk jelmaan Utusan Dari Neraka itu pun memiliki ekor. Sosoknya
sama persis dengan makhluk jelmaan Biang Segala Jahat!
"Aaah...!"
Panji dan Karina menahan pekikan dan terjajar mundur. Kedua kaki Karina terasa
lemas. Hampir tak sanggup menopang tubuhnya. Sedang Panji merasakan dadanya
berdebar kencang, ia tak bisa menahan perasaan ngeri yang seketika melanda. Terlebih,
sosok makhluk yang sepantasnya tinggal di neraka itu berdiri di hadapannya dalam jarak
kurang dari satu tombak.
Sikap Panji dan Karina membuat makhluk jelmaan Utusan Dari Neraka kehilangan
kesabaran. Bocah itu menggeram lirih namun menggetarkan. Tampak dua buah taring
yang tajam berkilat.
"Berikan pedang itu...!" ujar makhluk jelmaan Utusan Dari Neraka parau seraya
mengulurkan cakar hendak merampas Pedang Naga Langit. Tapi, makhluk tu buru-buru
menarik pulang cakarnya ketika seberkas sinar menyambar datang mengancam cakarnya.
"Jangan bialkan pedang itu dileburnya, Paman...!"
Suara bening seorang bocah yang masih cadel membuat Panji dan Karina menoleh
cepat. Sementara, makhluk jelmaan Urusan Dari Neraka mengeluarkan rintihan panjang
seolah menunjukkan hati yang dilanda kegelisahan.
"Resi Baranca! Aryoguno...!" Panji berseru girang melihat kemunculan Resi Baranca
yang menuntun seorang bocah kecil seusia Utusan Dari Neraka. Bocah itu memang
Aryoguno, putra seorang pendekar, yang pernah menggegerkan kawasan Jawa Timur dan
disebut-sebut sebagai Bocah Titisan Dewa. (Untuk mengetahui perkenalan Panji dengan
Resi Baranca dan Aryoguno, dapat ditemui dalam episode: "Bocah Titisan Dewa").
"Jangan kaget, Pendekar Naga Putih." Resi Baranca berkata dengan tersenyum.
"Aku sengaja membawa Aryoguno kemari. Berita tentang keganasan Utusan Dari Neraka
juga telah menggemparkan wilayah Jawa Timur. Dari petunjuk yang kuperoleh melalui
semadi, hanya Aryogunolah yang dapat menghentikan Utusan Dari Neraka. Sayang, ia
belum bisa menggunakan kekuatan mukjizatnya tanpa petunjuk," jelas Resi Baranca.
Secara tidak langsung ia ingin mengatakan bahwa dirinyalah yang akan menjadi
petunjuk bagi Aryoguno si Bocah Titisan Dewa.
"Lalu, bagaimana cara kita menghadapi Utusan Dari Neraka...?" Panji agak bingung
dan merasa khawatir Aryoguno akan celaka di tangan Utusan Dari Neraka.
"Kau hadapilah Utusan Dari Neraka itu, Pendekar Naga Putih. Aku dan Aryoguno
akan membantumu...," jawab Resi Baranca. Resi itu menganggukkan kepala ketika melihat
Panji masih ragu-ragu. Pemuda itu kemudian memutar tubuhnya menghadapi Utusan Dari
Neraka.
"Selang dia dengan dengan pedangmu, Paman...!" Dengan petunjuk Resi Baranca,
Aryoguno berseru sambil menunjuk belakang tubuh Panji.
Seberkas sinar kebiruan membersit dari ujung jari telunjuk Aryoguno. Sinar itu
langsung lenyap begitu mengenai tubuh Panji.
Agak tersentak Panji sewaktu sinar kebiruan itu lenyap ke dalam tubuhnya. Ada
suatu getaran aneh yang menyebar ke seluruh jalan darah. Hawa aneh itu mendatangkan
perasaan sejuk di hati. Tubuh Panji mendadak ringan dan pengaruh iblis yang memancar
dari wajah serta sorot mata makhluk jelmaan Utusan Dari Neraka tak lagi
mempengaruhinya.
"Alahkan tenaga itu ke pedangmu, Paman...!" Kembali Aryoguno berseru.
Untuk melakukan hal itu tentu saja tidak sulit. Petunjuk itu segera diikutinya.
Sinar Pedang Naga Langit yang pemula kuning keemasan kini terlapisi sinar kebiruan.
"Arrkhhh...!"
Utusan Dari Neraka memekik keras. Diterjangnya Panji dengan cakar-cakar
mautnya. Tapi, Panji sudah bergegas mengelak dengan menarik kakinya dua langkah ke
belakang. Lalu, pedangnya dibabatkan ke depan mengancam tubuh Utusan Dari Neraka,
yang dirasakan Panji kecepatan maupun kekuatannya agak menurun.
Ia mulai dapat melihat titik-titik kelemahan Utusan Dari Neraka. Panji
menggerakkan pedangnya mengincar kelemahan-kelemahan lawan. Ia tidak sadar kalau
Aryoguno sudah tidak lagi memberi petunjuk. Bocah Titisan Dewa itu tengah duduk bersila
di samping Resi Baranca. Tidak nampak tanda-tanda kehidupan pada tubuh bocah itu.
Jasad halusnya telah merasuk ke dalam tubuh Panji. Itulah sebabnya mengapa Panji tiba-
tiba memiliki pikiran bagaimana cara menghadapi Utusan Dari Neraka.
Utusan Dari Neraka terdengar memekik-mekik sambil berlompatan menghindari
sambaran sinar kuning dan biru yang keluar dari ujung pedang Pendekar Naga Putih.
Panji tidak tahu kalau hal itu bisa terjadi berkat adanya jasad halus Bocah Titisan Dewa di
dalam tubuhnya. Malah, ketika makhluk jelmaan Utusan Dari Neraka melenyapkan diri
dari pandangan, dengan mata batinnya Panji dapat mengetahui di mana bocah itu berada.
Sinar-sinar kilat berwarna kuning dan biru yang menyambar keluar dari ujung
pedangnya meluncur ke tempat bocah itu.
"Keparaaatt..!" Utusan Dari Neraka kembali menampakkan wujudnya. Ia
melontarkan makian yang ditujukan kepada Aryoguno. Ilmu menghilangnya ternyata tak
banyak membantu. Dengan kemarahan yang meluap-luap, bocah itu menggeram dan
melancarkan serangan dengan sinar-sinar merah terang yang keluar dari kedua ujung jari
telunjuknya.
Seperti tahu bagaimana cara menghadapi serangan itu, Pendekar Naga Putih pun
dengan menggunakan jari telunjuk kirinya menyambut serangan lawan. Setiap kali Panji
menggerakkan jari telunjuknya, seberkas sinar kebiruan membersit dan membentur sinar
merah terang yang meluncur ke arahnya. Dan setiap kali kedua sinar itu berbenturan
tubuh Utusan Dari Neraka terpelanting.
Itu terjadi bukan karena kekuatan Bocah Titisan Dewa lebih kuat. Karena
menggunakan raga Panjilah maka Bocah Titisan Dewa menjadi lebih unggul dari Utusan
Dari Neraka. Pendekar Naga Putih sendiri sudah memiliki dasar tenaga dalam yang tinggi.
Bocah Titisan Dewa menyalurkan kekuatan mukjizatnya yang digabungkan dengan
kekuatan dasar Panji. Sehingga Utusan Dari Neraka tak ubahnya dikeroyok oleh Panji dan
Bocah Titisan Dewa.
"Haiiitt...!"
Setelah berpuluh-puluh kali benturan terjadi dan untuk kesekian kalinya tubuh
makhluk jelmaan Utusan Dari Neraka terpelanting, Panji membentak seraya menusukkan
pedang dan menudingkan jari telunjuknya. Sinar kebiruan yang keluar dari jari telunjuk
tangan kiri Panji meluncur cepat. Bersamaan dengan itu, kilatan sinar kuning dan biru
menyambar keluar dari ujung pedangnya.
Bummm...!
"Aarkhhh...!"
Utusan Dari Neraka meraung setinggi langit ketika tubuhnya yang baru saja
bangkit terhantam dua sinar yang dilontarkan Pendekar Naga Putih. Terdengar suara
ledakan keras yang disusul dengan membubungnya asap tebal menelan tubuh Utusan
Dari Neraka. Seiring dengan itu terciumlah bau sangit daging terbakar. Ketika asap tebal
sirna tertiup angin, tampaklah onggokan sisa-sisa tubuh Utusan Dari Neraka yang telah
terbakar.
Musnahnya Utusan Dari Neraka membuat Panji tiba-tiba merasakan sekujur
tubuhnya sangat lemas. Ada sesuatu yang dirasakan keluar dari dalam tubuhnya. Panji
tidak tahu kalau saat itu jasad halus Bocah Titisan Dewa keluar dan kembali ke jasad
aslinya.
Sementara itu, di arena pertarungan makhluk jelmaan Biang Segala Jahat yang
menghadapi keroyokan Kyai Sanca Wilang, Ki Bongkok Guno dan satu sosok tubuh lain
yang ternyata Putri Perayu terjadi sesuatu yang mengejutkan!
Bersamaan dengan musnahnya Utusan Dari Neraka, makhluk jelmaan Biang
Segala Jahat meraung keras dan melonjak-lonjak tanpa sebab. Menyaksikan tingkah
makhluk mengerikan itu, ketiga lawannya berloncatan mundur. Beberapa saat kemudian,
di bawah tatapan enam pasang mata sosok makhluk itu perlahan lenyap dan kembali ke
wujud aslinya. Wujud Biang Segala Jahat!
"Hi hi hi...!" Putri Perayu tertawa mengekeh sambil mempermainkan rambutnya
ketika melihat wujud makhluk itu berubah menjadi manusia.
"Hm.... Pastilah Utusan Dari Neraka telah musnah." Kyai Sanca Wilang segera bisa
menebak mengapa wujud Biang Segala Jahat kembali ke bentuk aslinya. "Siapa pun yang
berhasil melenyapkannya, tanpa disadarinya ia telah menyelamatkan orang banyak."
Ki Bongkok Guno cuma mengangguk-anggukkan kepala, ia tampak sangat lelah
setelah bertarung sekian lama menghadapi makhluk jelmaan Biang Segala Jahat.
Sementara, Biang Segala Jahat yang telah sadar kembali dan mendapati tiga sosok
tubuh tengah menatapnya tampak sangat terkejut. Tapi, perasaan itu cuma sekilas
terlihat. Dengan cepat ia dapat menguasainya. Sambil tergelak Biang Segala Jahat
menengadahkan kepala. Dan, selagi ketiga tokoh yang berdiri di hadapannya saling
bertukar pandang, Biang Segala Jahat melesat dengan mengerahkan seluruh
kecepatannya, ia melompat masuk ke dalam gerombolan semak yang tumbuh rapat.
Kyai Sanca Wilang hanya bisa menghela napas, ia tidak mengira Biang Segala Jahat
akan melarikan diri. Sebelum sempat mengejar tokoh paling licik itu telah lolos. Setelah
agak lama menatap gerombolan semak tempat lenyapnya Biang Segala Jahat, Kyai Sanca
Wilang memutar tubuh. Bersama Ki Bongkok Guno dan Putri Perayu, mereka menghampiri
Panji dan yang lainnya. Ketika melihat Aryoguno dan memperhatikannya beberapa saat,
tahulah Kyai Sanca Wilang bahwa musnahnya Utusan Dari Neraka pasti ada kaitannya
dengan bocah itu.
"Hai.... Suamiku ada di sini rupanya...!" Tiba-tiba Putri Perayu berseru ketika
melihat Panji. "Mari, suamiku, peluklah aku erat-erat. Aku rindu sekali hangatnya
pelukanmu...!" Nenek itu berlari ke arah Panji dengan kedua tangan dikembangkan.
Panji tentu saja kaget bukan main. Tanpa pamit lagi kepada yang bannya, dia
segera lari ketakutan.
"Kanda, tunggu Dindaaa...!" Putri Perayu berseru dan lari mengejar Panji yang
tunggang-langgang. Terpaksa Panji harus mengerahkan seluruh kepandaian lari cepatnya
agar tidak terkejar nenek sinting itu.
Peristiwa itu membuat orang-orang yang tinggal tertegun bingung, kecuali Karina.
Gadis cantik itu geli bukan main melihat Panji lari terbirit-birit dikejar Putri Perayu.
SELESAI
0 comments:
Posting Komentar