..👉Catatan Penting Buat Penggemar Cerita Silat Di Blog Ini .. Bahwa Cerita Ini Di Buat Pengarang Nya Sebagian Besar Adalah Fiksi Semata..Ambil Hikmahnya Dan Tinggalkan Buruk Nya.. semoga bermanfaat.. semoga kita semua kelak mendapatkan surga dari Allah SWT.. aamiin...(Hadits tentang tiga perkara yang tidak terputus pahalanya setelah meninggal dunia adalah: Sedekah jariyah, Ilmu yang bermanfaat, Anak sholeh yang mendoakannya. Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra ) ..(pertanyaan Malaikat Munkar dan nakir di alam kubur : . Man rabbuka? Atau siapa Tuhanmu? 2. Ma dinuka? Atau apa agamamu? 3. Man nabiyyuka? Atau siapa nabimu? 4. Ma kitabuka? Atau apa kitabmu? 5. Aina qiblatuka? Atau di mana kiblatmu? 6. Man ikhwanuka? Atau siapa saudaramu?)..sabda Rasulullah Saw mengenai keutamaan bulan suci Ramadhan dalam sebuah hadits yang berbunyi: “Telah datang kepadamu bulan Ramadhan, bulan yang diberkahi, Allah telah mewajibkan padamu berpuasa di bulan itu..

Minggu, 17 November 2024

WIRO SABLENG EPISODE JAKA PESOLEK PENANGKAP PETIR

Jaka Pesolek Penangkap Petir


 JAKA PESOLEK PENANGKAP PETIR

GADIS BERKUMIS HALUS TATAP ORANG-ORANG

YANG ADA DI HADAPANNYA LALU BERKATA.

“NAMAKU JAKA. ORANG MENYEBUTKU JAKA

PESOLEK. KARENA AKU MEMANG, SUKA

BERDANDAN. KALIAN SUDAH MELIHAT DIRIKU.

BEGINILAHKEADAANKU.”

“AKU ...AKU MASIH BELUM MENGERTI”KATA

MAYATANEHKETIGA.“SAHABATINISEBENARNYA

SEORANGJAKAATAUSEORANGGADIS?”

JAKA PESOLEK TERSENYUM. DIA KEDIPKAN MATA PADA MAYAT

ANEHKETIGA.“KALAUDITANYAAKUINISEORANGPERJAKAATAU

SEORANGGADISMAKAAKUADALAHKEDUADUANYA.”



SATU


PETI mati hitam melesat di udara seolah terbang hendak menembus langit. Di

ufuk timur sang surya memancarkan cahaya benderang namun belum mampu

meredam kesejukan pagi.

Di atas peti mati Empat Mayat Bersaudara atau Empat Mayat Aneh duduk

uncang-uncang kaki. Sesekali terdengar mereka tertawa cekikikan,

“Gadis di dalam peti. Tubuhnya molek. Aku yakin dia cantik sekali. Tapi

mengapa wajahnya aneh menyeramkan. Hidung berada di pipi! ihh... bagaimana

mau menciumnya! Hik… hik... hik!”Yang berkata adalah Mayat Aneh Kesatu,

bicara sambil meletakkan dua tangan di atas mata.

Mayat Aneh Kedua turunkan dua tangan yang menekap mulut lalu menegur.

“Saudaraku, apa kau lupa ujar-ujar Pelihara Mulut Hanya Bicara Kebaikan?!”

“Walah… Akusalah!Akumemangsalah! Tapi sekali-sekali bicara keindahan

mahluk ciptaan Yang Maha Kuasa ada bagusnya untuk penyegaran. Apa lagi

mayat-mayat seperti kita. Jarang bertemugadiscantik.Hik…hik…hik.”Mayat

Aneh Kesatu lalu tampar-tampar mulutnya sendiri.

“Kita diminta membawa gadis itu ke Candi Kalasan. Untuk dipertemukan

dengan kakek bernama ...”

Ucapan Mayat Aneh Ketiga segera dipotong oleh Mayat Aneh Keempat yang

selalu menekap bagian bawah perut.

“Husss' Jangan menyebut nama. Walau siang hari banyak roh jahat

gentayangan mendengar segala pembicaraan kita!”

“Betul!”Menyahuti Mayat Aneh Ketiga sambil turunkan dua tangan yang

menutup telinga. “Kalau sampai gadis di dalam peti diculik orang, celaka kita.

Apa lagi kalau yang diculik cuma hidungnya yang aneh! Oala... dimana mau

mencari hidung pengganti!”

Empat Mayat Aneh sama-sama tertawa terpingkal-pingkal. Lalu diam. Mereka

rebahkan tubuh masing-masing di atas peti mati hitam besar. Mayat Aneh Kesatu


menutup mata dengan dua tangan. Mayat Aneh Kedua menekap mulut. Mayat

Aneh Ketiga kembali tutup telinga dengan dua tangan sementara Mayat Aneh

Keempat menekap bagian bawah perut sambil sesekali di usap-usap dan mata

terpejam meram melek!.

Sunyi beberapa lamanya sementara peti terus melayang di udara.

Tiba-tiba Mayat Aneh Ketiga bergerak duduk. Tangan kanan menunjuk ke arah

muka.

“Apa tidak aneh! Disini terang benderang. Di depan sana mendung nyaris

gelap gulita!”

Tiga Mayat Aneh lainnya bergerak bangun lalu palingkan kepala ke arah yang

ditunjuk saudara mereka Mayat Aneh Ketiga.

Mayat Aneh Pertama letakkan dua tangan di atas alis, menatap tajam ke depan.

Lalu berkata.

“Mendung tebal di atas bukit Randugunting sebelah utara! Memang aneh. Tapi

kita tidak menuju ke sana. Candi Kalasan hanya tinggal setengah jalan lagi...”

Baru saja Mayat Aneh Pertama berucap tiba-tiba di depan mereka berpijar

terang sambaran kilat diikuti gelegar suara dahsyat. Udara bergetar. Peti mati

hitam bergoncang berderak. Empat Mayat Aneh dengan sigap melompat bangkit

dan masing-masing melakukan gerakan agar peti mati kembali pada keadaan

seimbang.

“Luar biasa! Petir menyambar di depan mata di siang bolong! Pertanda apa

ini!”Berseru Mayat Aneh Keempat sambil terbungkuk mengusap bagian bawah

perut.

Tiba-tiba untuk kedua kalinya halilintar berkiblat. Kali ini cahaya terang yang

menggurat langit menyambar turun ke bumi hanya terpaut satu tombak saja dari

bagian depan peti mati. Kalau tadi peti mati hanya bergoncang, kali ini peti itu

berputar kencang hingga bagian yang tadi ada di depan berbalik ke kanan. Empat

Mayat Aneh berteriak keras lalu sama-sama tertawa terkekeh-kekeh.

“Para Dewa tengah menghibur kita dengan permainan alam yang sungguh

cantik!”Berseru Mayat Aneh Ketiga.

“Husss! Jangan bicara sembarangan!”Membentak Mayat Aneh Kedua.

Mayat Aneh Ketiga letakkan dua tangan di belakang daun telinga, lalu

digoyang-goyang.

“Hai! Apa kalian tidak mendengar suara orang tertawa gelak-gelak di bawah

sana?!”

“Kami tidak mendengar apa-apa!”Jawab Mayat Aneh Keempat.

“Sekarang aku malah mendengar suara orang bertepuk tangan dan

meneriakkan sesuatu.”Berkata lagi Mayat Aneh Ketiga yang pendengarannya

memang jauh lebih tajam dari tiga saudaranya.

“Turunkan peti! Kita menyelidik ke bawah!”Mayat Aneh Pertama akhirnya

berkata sambil mata dinyalangkan tajam-tajam berusaha menembus ketebalan

mendung hitam di depan sana


Empat Mayat Aneh menekuk lutut. Pantat disonggengkan. Beginilah cara dan

gerakan mereka menurunkan peti. Perlahan lahan peti mati besar bergerak turun

ke bawah.

“Hai! Kita kebablasan! Kalasan sudah kelewatan! Sekarang kita berada di

bawah gumpalan mendung tebal. Di atas Bukit Randugunting!”Mayat Aneh

Kedua yang berada di samping kanan peti mati berteriak.

Hanya sekejapan sesudah itu untuk ketiga kalinya kilat menyabung dari dalam

gumpalan mendung. Dan sekali ini ujung kilat mengarah tepat pada peti mati

hitam di atas mana Empat Mayat Aneh berada, sementara di dalam peti berada

Dewi Kaki Tunggal atau Sakuntaladewi bersama Ni Gatri!

“Celaka! Mati kita semua!”Teriak Mayat Aneh Keempat.

“Turunkan peti cepat! Kita mati lagi bukan masalah! Yang penting bagaimana

menyelamatkan gadis berhidung aneh dan anak perempuan yang membawa Bunga

Matahari itu!”Mayat Aneh Kedua balas berteriak.

Empat Mayat Bersaudara kembali membungkuk dan sunggingkan pantat.

Tenaga dalam dikerahkan ke kaki yang menginjak penutup peti. Peti mati besar

laksana terjun dengan cepat bergerak turun kebawah menuju puncak bukit kecil

bernama Randugunting. Namun datangnya sambaran petir tentu saja jauh lebih

cepat. Hanya sesaat peti itu akan menyentuh puncak bukit yang banyak ditebari

bebatuan dan dikelilingi pohon Randu, seratus tombak di udara ujung petir yang

laksana tombak api raksasa dan menghampar hawa luar biasa panas datang

menyambar dahsyat.

Empat Mayat Aneh tidak bisa berbuat apa-apa selain melompat berserabutan

sambil berteriak kecewa karena tidak mampu menolong Dewi Kaki Tunggal dan

Ni Gatri yang terkurung di dalam peti mati!

Namun kenyataannya petir maut tidak sampai menyentuh peti mati besar!

Masih lima puluh tombak di udara tiba-tiba ada suara orang berteriak girang.

“Bagus! Petir besar! Ini yang aku mau. Tiga ratus hari menunggu baru muncul!

Ha ... ha ... ha! Huppp!”

Satu cahaya kemerahan melesat di puncak Bukit Randugunting. Demikian

cepat daya lesatnya hingga mampu memotong datangnya sambaran ujung petir.

Dan inilah yang sungguh luar biasa. Cahaya merah tadi bukan setan bukan jin

melainkan ternyata adalah seorang anak manusia berpakaian merah muda. Dua

tangan di kembang seperti seseorang menanggapi benda jatuh. Kepala mendongak

sedikit dimiringkan ke kiri. Ketika Ujung petir menghantam ke bawah, sulit

dipercaya dan diterima akal, dua tangan orang yang terkembang membuat gerakan

menangkap kepala petir hingga peti mati besar dan Empat Mayat Aneh yang ada

di atas peti serta Dewi Kaki Tunggal dan Ni Gatri yang terkurung di dalam peti

selamat dari kehancuran yang mengerikan!

“Wuttt… ! Blaarr… !”

“Huaa! Ha ... ha ... ha! Ini dia yang aku tunggu!”

Sosok orang berpakaian merah muda berpijar terang dan mengepulkan asap

merah.


Laksana menangkap kepala seekor ular raksasa begitulah orang tadi

menangkap ujung petir dengan kedua tangan lalu jatuhkan diri bergelung dan

berguling di atas batu sementara mulut tiada henti keluarkan suara tertawa. Kalau

tidak menyaksikan sendiri pasti tidak ada orang yang bisa percaya!

“Wah...wah! Mulai panas! Aku bisa leleh! Tubuhku bisa meledak! Hik ...

hik…hik !”

Orang di atas batu berteriak lalu tertawa cekikikan. Sambil melompat bangun,

dua tangan yang memegang kepala petir didorongkan kuat-kuat ke atas seraya

mulut berteriak.

“Pergi!”

Dua tangan berpijar terang!

Petir besar bergoyang keras lalu terlempar ke udara. Sekitar tiga tombak dari

atas bukit petir meledak dahsyat! Belasan batu besar hancur dalam bentuk ratusan

keping menyala! Lusinan pohon Randu rambas tenggelam dalam kobaran api lalu

tergelimpang tumbang dalam keadaan gosong.

Di atas bukit Randugunting, berdiri di atas batu besar, sekujur tubuh orang

berpakaian merah muda mulai dari kepala sampai ke kaki kecuali wajah dan

rambut nampak berpijar merah laksana terbungkus bara menyala. Sementara batu

yang dipijaknya ikut membara dan mengepulkan asap. Tapi luar biasanya orang

itu kemudian tampak berjingkrak-jingkrak dan bertepuk tepuk tangan. Lalu dia

jatuhkan diri, berlutut di atas batu merah panas membara.

“Berhasil! Aku berhasil menangkap petir paling besar! Terima Kasih Para

Dewa! Ilmuku rampung sudah! Hik ... hik ... hik!”

Habis tertawa cekikikan orang ini melompat girang, menari-nari di atas batu

besar. Setiap pijakan kakinya meninggalkan jejak, membuat batu merah panas

tenggelam seujung kuku. Sambil menari dengan gerakan yang tampak

menggairahkan orang di atas batu lantunkan nyanyian.

Rampung ilmu pertanda berkah Dewa

Terima kasih wahai Sang Hyang Jagat Bathara

Punya ilmu bukan berarti sudah jadi orang pandai

Apa lagi hendak berkuasa seolah langit sudah di gapai ilmu untuk kepuasan

dan keteguhan hati

Karenanya dipakai untuk berbakti menolong sesama insani

Empat Mayat Aneh yang menyaksikan kejadian itu tampak terheran-heran tak

percaya.

“Tidak bisa dipercaya! Tapi mata menyaksikan!.”Ucap Mayat Aneh Kesatu

sambil usap-usap sepasang mata sementara Mayat Aneh Keempat tegak tertegun

sambil pegangi bagian bawah perut.

Mayat Aneh Kesatu kembali usap-usap sepasang mata.

“Selama puluhan tahun hidup jadi orang, selama puluhan tahun jadi mayat aku

sudah melihat ratusan keanehan! Tapi baru hari ini aku menyaksikan ada orang

mampu menangkap petir, menggeluti lalu melemparkannya kembali ke udara

seperti anak kecil bermain pita-pitaan! Apa benar dia anak manusia atau Dewa

Agung yang menjelma turun ke bumi!”


“Yang jadi perhatianku bukan cuma semua itu. Tapi apakah kalian tidak

melihat bagaimana goyangannya tadi ketika menari?”Mayat Aneh Kedua

keluarkan ucapan, lalu menyambung.

“Dada besar putih menyentak-nyentak, pantat berpinggul besar diogel-ogel.

Oala ...”

“Huss! Jaga mata hanya melihat kebaikan! Jaga mulut hanya bicara kebaikan!”

Mayat Aneh Ketiga membentak.

Diam sesaat lalu Mayat Aneh Kedua berkata.

“Hail Suara, orang yang tubuhnya membara itu aku dengar seperti suara lelaki.

Tapi mengapa tawanya menyerupai suara perempuan. Aku mau melihat lebih

dekati. Kalian ikut?! Jangan-jangan ada Puteri Jin yang kesasar main-main di

bukit Randugunting!”

Habis keluarkan ucapan Mayat Aneh Kedua siap melompat ke arah orang yang

masih berdiri di atas batu dalam keadaan tubuh membara merah dan mengepul.

Tiga saudaranya segera, pula melakukan hal yang sama.

Namun gerakan mereka terhenti ketika tiba-tiba.

“Braakk!”

Serangkum cahaya biru melesat keluar dari dalam peti!

Papan penutup peti mati hitam terpentang lebar. Bahkan ada bagian yang

berpatahan. Dari dalam peti melesat keluar Dewi Kaki Tunggal diikuti Ni Gatri!

“Oala! Hancur peti kediaman kita!”Teriak Mayat Aneh Ketiga.

“Bagaimana mungkin!”Mayat Aneh Kesatu ikut berteriak. “Seratus setan

gentayangan saja tidak mampu membuka penutup peti!”



DUA


DI DALAM serial sebelumnya (Dewi Kaki Tunggal) diceritakan sewaktu

Sinuhun Merah Penghisap Arwah hendak membunuh Dewi Kaki Tunggal dengan

tendangan maut, tiba-tiba di langit muncul Sepasang Arwah Bisu. Dua kakek

nenek dari alam roh ini segera melindungi Dewi Kaki Tunggal yang sebenarnya

adalah cucu mereka sendiri dengan ilmu Empat Tonggak Istana Dewa. Empat

cahaya putih berkilau yang keluar dari sepasang mata mereka memagari si gadis.

Namun dengan ilmu kesaktiannya yang luar biasa tinggi Sinuhun Merah

Penghisap Arwah menjungkirkan empat cahaya putih hingga berbalik menyerang

Sepasang Arwah Bisu. Untungnya kakek nenek ini masih bisa selamatkan diri dan

menghilang dari pandangan mata, masuk kembali ke dalam alam arwah.

Kemarahan Sinuhun Merah Penghisap Arwah terhadap Dewi kaki Tunggal

semakin menjadi-jadi. Dia membuat aliran bara panas di tanah yang siap melumat

tubuh gadis berkaki satu itu. Namun niat jahat sang Sinuhun lagi-lagi terhalang

dengan kemunculan tidak terduga sebuah peti mati besar. Kepulan asap putih

yang keluar dari bagian bawah peti menyumbat aliran cairan bara panas hingga

untuk kedua kalinya Dewi Kaki Tunggal yang masih berada dalam keadaan tidak

sadarkan diri selamat dari kematian. Dari dalam peti kemudian melompat keluar

empat mahluk yang sekujur tubuhnya kecuali wajah yang putih pucat tertutup oleh

gulungan kain putih. Mereka bukan lain adalah Empat Mayat Aneh. Mayat Aneh

Pertama dan Mayat Aneh Ketiga dengan cepat memasukkan Dewi Kaki Tunggal

ke dalam peti. Sinuhun Merah Penghisap Arwah berusaha menghalangi dengan

melancarkan serangan. Namun gagal. Ni Gatri yang kemudian muncul membawa

Bunga Matahari juga dimasukkan ke dalam peti. Sebelum peti ditutup Ni Gatri

masih sempat melihat sosok Dewi Kaki Tunggal terbaring di lantai peti. Peti

ditutup dari luar. Keadaan di dalam peti selain pengap juga gelap sekali.

“Dewi .... Dewi Kaki Tunggal....”Ni Gatri memanggil. Tak ada jawaban.

Dewi, saya takut sekali. Ada empat mahluk aneh memasukkan kita ke dalam peti.

Sepertinya peti tengah melayang di udara. Kita mau dibawa kemana? saya

mencium bau kemenyan. Saya takut. Dewi. Kau masih hidup atau bagaimana ...?”

Tetap saja tidak ada jawaban.

Ni Gatri beringsut ke kiri hingga tubuhnya bersentuhan dengan tubuh gadis

berkaki satu. Tubuh sang Dewi terasa hangat. Dia berharap tubuh itu masih

bernyawa. Namun anak yang cerdik ini ingin lebih meyakinkan. Dia meraba ke

sebelah atas hingga tangan kirinya menyentuh wajah Sakuntaladewi. Ketika

tangan diletakkan di atas hidung yang berada di sebelah pipi kanan, Ni Gatri dapat

merasakan hembusan nafas gadis berkaki satu yang disebutnya sebagai Dewi Kaki

Tunggal itu. Anak perempuan ini merasa lega. Dia kemudian ingat pada Bunga

Matahari yang ada di tangan kanannya.

Seperti yang diceritakan sebelumnya Dewi Kaki Tunggal telah mengalami

cidera dalam yang cukup berat akibat bentrokan pukulan sakti dan tenaga dalam

dengan Kesatria Roh Jemputan alias Pangeran Matahari. Ni Gatri yang tidak ingin

meninggalkan Dewi Kaki Tunggal seorang diri akhirnya baru mau pergi setelah


diperintah oleh si gadis agar dia mencari Ratu Randang dan meminta Bunga

Matahari yang diberikan Wiro kepadanya. Menurut Dewi Kaki Tunggal hanya

dengan Bunga Matahari yang telah dijampai oleh Patung Nyi Roro Jonggrang

luka dalamnya bisa disembuhkan.

“Dewi, saya sudah mendapatkan Bunga Matahari yang kau minta. Apa yang

harus saya lakukan untuk menolongmu ...?”

Ni Gatri menjadi bingung sendiri karena gadis berkaki satu yang berada dalam

keadaan pingsan tidak mungkin membuka mulut memberi jawaban. Dalam gelap

Ni Gatri meraba raba kembali dengan tangan kiri.

“Bathara Agung, saya mohon petunjuk-Mu agar saya bisa menolong Dewi

Kaki Tunggal...”Ni Gatri berucap perlahan. Tangan kirinya menyentuh kening

Sakuntaladewi. Anak perempuan ini lalu letakkan Bunga Matahari di atas kening.

Perlahan-lahan bunga sakti yang tetap dalam keadaan segar itu disapukan ke

wajah, melewati dagu turun ke leher lalu turun lagi ke dada. Pada saat menyentuh

dada, Bunga Matahari memancar kilatan cahaya putih. Tubuh Sakuntaladewi

menggeliat. Mulut mengeluarkan suara mendesah panjang.

“Dewi …?”

Sunyi sesaat lalu ada suara.

“NiGatri, kaukah ini?”

Ni Gatri terpekik kecil saking gembiranya.

“Bathara Agung, terima kasih Kau telah menolong Dewi Kaki Tunggal,”ucap

Ni Gatri pula. Lalu pada Sakuntaladewi anak perempuan ini berkata. “Dewi, saya

sudah mendapatkan Bunga Matahari yang kau suruh minta dari Ratu Randang.

Sekarang bunganya saya letakkan di dada Dewi ...”

“Aku berterima kasih padamu,”jawab Sakuntaladewi. Lalu gadis ini pegang

lengan kanan Ni Gatri. Bunga Matahari ditekankan ke dada sambil menarik nafas

dalam-dalam. Nafas ditahan seketika lalu perlahan lahan dilepas dihembuskan.

“Ni Gatri, luka dalamku sudah sembuh....”Ucap Sakuntaladewi. Lalu Bunga

Matahari diambilnya dari tangan anak perempuan itu dan disimpan di balik

pakaian Jingga yang dikenakannya. Gadis, berkaki satu ini kemudian menatap

berkeliling. Dia merasa heran.

“Gelap gulita, udara terasa pengap. Aku merasa kita seperti melayang. Ni

Gatri, kau tahu kita berada di mana?”

“Dewi, kita berada dalam satu peti mati besar hitam. Ada empat mahluk aneh

mengerikan menculik kita. Tubuh mereka memancar bau seperti kemenyan. Tidak

tahu kita mau dibawa kemana.” Jawab Ni Gatri. Lalu atas pertanyaan

Sakuntaladewi anak perempuan ini menerangkan ciri-ciri empat mahluk aneh

yang dilihatnya sebelum dia dimasukkan ke dalam peti mati.

“Turut keteranganmu tidak ada mahluk

lain yang menyerupai ujud empat mahluk itu. Aku yakin mereka adalah Empat

Mayat Bersaudara atau Empat Mayat Aneh. Mereka mahluk alam roh yang aku

tahu bukan mahluk jahat. Tapi aku kawatir...”

“Kawatir bagaimana Dewi”tanya Ni Gatri karena Sakuntaladewi tidak

meneruskan ucapan.


“Siapa tahu mereka telah menjadi kaki tangan dan berada dibawah kendali

Sinuhun Merah Penghisap Arwah , mereka bisa lebih jahat dari setan neraka!”

“Tapi Dewi,”kata Ni Gatri pula. “Kalau benar mereka kaki tangan Sinuhun

jahat itu, pasti kita sudah mereka habisi. Perlu apa susah-susah dimasukkan ke

dalam peti.”

“Kau anak cerdik. Ucapanmu betul Ni Gatri. Ada sesuatu yang menjadi rahasia

dibalik perbuatan mereka. Selain itu aku pernah menyirap kabar kalau mereka

punya pantangan.”Sakuntaladewi usap kepala Ni Gatri.

“Hanya saja, Dewi, sebelum mereka memasukkan saya ke dalam peti saya

melihat anjing kecil hitam terkapar di tanah dalam keadaan mati.”

“Apa?!”

“Saya mengira empat mahluk aneh itu yang membunuh. Tapi mereka

menyangkal.”

“Seperti kataku tadi, setahuku mereka mungkin punya pantangan. Kalau tidak

terpaksa sekali mereka tidak akan membunuh. Termasuk membunuh binatang. Itu

sebabnya atas kuasa Para Dewa mereka mendapat rahmat, bisa pergi dan berada

dimana mana serta hidup lagi dalam kematiannya.”

“Dewi, apa yang harus kita lakukan. Saya takut...”

“Tenang saja. Aku pernah berkata kalau Yang Maha Kuasa menolong, maka

pertolongan-Nya tidak pernah setengah-setengah. Ni Gatri, aku merasa peti ini

tengah melayang ke bawah...”

Baru saja Sakuntaladewi berucap tiba-tiba di luar sana terdengar suara dahsyat

disertai kilasan cahaya terang.

“Aku mendengar seperti gelegar suara petir. Aku harus melakukan sesuatu.

Kita harus keluar dari dalam peti celaka ini! Aku rasa peti sudah menyentuh

bumi.”

Sakuntaladewi lalu gerakkan dua tangan, keluarkan ilmu pukulan yang disebut

Enam Betas Gerakan Tangan Bisu. Saat itu juga enam belas cahaya biru

membersit lalu bergabung jadi satu, selanjutnya melesat ke atas menghantam

penutup peti mati !

Penutup peti mati langsung terpentang lebar dan sebagian kayunya ada yang

hancur. Sakuntaladewi pegang lengan kiri Ni Gatri lalu melompat keluar dari

dalam peti.

Empat Mayat Aneh yang siap mendatangi orang di atas batu serta merta

batalkan niat. Saat itu Sakuntaladewi sudah berada di hadapan mereka.

“Empat Mayat Aneh, terima kasih kalian sudah mengajak aku dan sahabat

kecilku ini jalan-jalan di udara ...”

“Ah, dia tahu siapa kita!”Mayat Aneh Kesatu berkata girang setengah berseru.

“Tapi sebenarnya kami berdua juga ingin tahu mengapa kalian menculik kami

berdua, memasukkan kami ke dalam peti lalu menerbangkan kami ke udara.

Sebenarnya apa maksud kalian. Kalian mau membawa kami kemana?”Bertanya

Sakuntaladewi.


“Kami tidak bermaksud jahat. Ada seseorang meminta tolong agar kami

membawamu menemuinya di satu tempat.”Yang menjawab adalah Mayat Aneh

Ketiga.

“Siapa orangnya dan berada dimana?”Tanya Sakuntaladewi.

“Kami dipesan untuk tidak memberi tahu kepada siapapun. Termasuk dirimu.

Kami hanya ditugaskan untuk membawamu kepadanya.”' Berkata Mayat Aneh

Keempat.

“Dewi, mungkin mereka berdusta. Mereka bisa saja punya maksud jahat.”

Berkata Ni Gatri.

Empat Mayat Aneh sama-sama. gelengkan kepala. Mayat Aneh Kedua maju

dua langkah mendekati Sakuntaladewi dan Ni Gatri,

“Sahabat kecil. Pelihara mulut hanya bicara kebaikan. Kalian berdua dengar

baik-baik. Dari pada menuduh kami yang bukan-bukan lebih balk terlebih dulu

kalian mendatangi dan mengucapkan terima kasih pada mahluk aneh di atas batu

sana.”

Sakuntaladewi kerenyitkan kening. Sebelum dia sempat membuka mulut Ni

Gatri sudah bicara duluan.

“Mahluk aneh, mengapa kami harus mendatangi dan mengucapkan terima

kasih pada orang di atas batu yang tubuhnya diselimuti bara menyala... “

“Dia telah menyelamatkan kalian berdua dan hantaman petir ketika masih

berada di dalam peti.”

Sakuntaladewi terkejut tapi dapat menyembunyikan perubahan wajahnya. Dia

ingat ketika masih berada di dalam peti telah mendengar suara gelegar dan kilatan

petir.

“Menyelamatkan kami dari hantaman petir ? Sungguh luar biasa ! Apa aku bisa

percaya ucapanmu ! Katakan apa yang terjadi !”Kata Sakuntaladewi pula.

“Empat Mayat Aneh tidak pernah berdusta!”Kata Mayat Aneh Kedua lalu

menceritakan apa yang terjadi.

Setelah mendengar cerita Mayat Aneh Kedua Sakuntaladewi terdiam sejenak

lalu berkata. “Sulit dipercaya. Kau berdusta! Kau mengarang cerita. Mana ada

manusia yang mampu menangkap petir lalu mempermainkannya, setelah itu

melemparkannya kembali ke udara!”Empat Mayat Aneh gelengkan kepala lalu

salah seorang dari mereka berkata.

“Kami tidak berdusta. Kami tidak mengarang cerita. Kami juga luar biasa

heran. Tapi itu yang kami lihat dan itu yang kami ceritakan pada kalian!”

Mayat Aneh Keempat yang berdiri sambil pegangi bagian bawah perut

menyambung ucapan.

“Ketika kau keluar dari dalam peti, kami berempat bermaksud mendatangi

mahluk hebat itu. Tapi niat kami tertahan karena kau menghadang. Sekarang

bagaimana kalau kita sama-sama saja mendatanginya?”

Sakuntaladewi keluarkan suara bergumam. Dia berpaling pada Ni Gatri. Anak

perempuan ini anggukkan kepala. Tiba-tiba Sakuntaladewi balikkan tubuh. Sekali

melompat membal ke udara dan di lain kejap dia sudah berada di atas batu besar

di sebelah belakang orang yang tubuhnya masih membara. Ni Gatri lari menyusul.


Empat Mayat Aneh tentu saja tidak mau ketinggalan. Mereka melesat ke atas

batu, berdiri di kiri kanan Sakuntaladewi dan Ni Gatri.

“Hik ... hik ... hik !”

Orang berpakaian merah muda di atas batu besar tertawa mengikik. Suara tawa

perempuan.

“Sahabat hebat, mohon kau mau memutar tubuh. Kami ingin melihat wajahmu.

Bersama kami ada dua orang yang telah kau selamatkan dari hantaman petir.

Mereka ingin mengucapkan terima kasih. Kami juga mau melakukan hal yang

sama karena berkat pertolonganmu menangkap petir peti mati tempat kediaman

kami tidak sampai musnah dilabrak petir.”

“Hik….hik! Rupanya ada orang yang melihat pekerjaanku! Lalu ada yang

hendak berterima kasih. Padahal aku merasa tidak menolong siapa-siapa.”

Kalau tertawanya seperti tawa perempuan maka dalam berucap suaranya jelas

laki-laki. Hal ini membuat heran ke enam orang yang berdiri di belakangnya. Rasa

heran ke enam orang itu berubah menjadi melengak kaget ketika tiba-tiba si baju

merah muda membalikkan badannya yang semampai.

“Hai, bagaimana ini. Tadinya aku mengira...”Mayat Aneh Kedua segera

menekap mulut tidak berani meneruskan ucapan.

Mayat Aneh Keempat tekap kencang-kencang bagian bawah perutnya. “Oala

cantiknya. Dada tersingkap pula. “rapi mengapa ada kumis-kumis halusnya?

Pelihara mata hanya melihat kebaikan. Pelihara kemaluan hanya untuk

kebaikan...”


TIGA


ORANG yang pakaian dan sekujur tubuhnya diselimuti bara menyala itu

temyata adalah gadis cantik belia berdandan sangat apik. Kulit muka licin di lapis

bedak halus. Sepasang alis kereng hitam melengkung seperti bulan sabit. Dua bola

mata bagus bening menatap bercahaya di hias bulu mata lentik. Hidung kecil

mancung. Di atas dagu yang bak lebah bergantung terdapat bibir bagus segar

merekah senyum. Rambut yang hitam tergerai sampai ke punggung. Sepasang

daun telinga dihias giwang bulat terbuat dari perak. Orang ini mengenakan

pakaian merah muda yang bagian dadanya agak tersingkap hingga belahan

dadanya tampak jelas diantara dua payudara yang putih kencang.

Namun ada satu hal yang menimbulkan kesan janggal di wajah gadis

cantik ini. Hal itu ialah adanya bulu-bulu halus di bagian atas bibir menyerupai

kumis halus anak lelaki yang tengah menginjak alam dewasa atau akil baleq.

Mayat Aneh Kesatu mendekati saudaranya Mayat Aneh Kedua. Lalu berbisik.

“Sssttt.... Bibirnya saja ada bulunya. Pasti di…”

Mayat Aneh Kedua segera sikut rusuk Mayat Aneh Kesatu. “Pelihara mata

hanya melihat kebaikan. Pelihara mulut hanya bicara kebaikan!” Gadis berbaju

maerh muda ini menatap enam orang yang berdiri di hadapannya di atas batu

besar, layangkan senyum hingga tampak barisan giginya yang putih rata dan

bagus. Dan di pipi kirinya muncul satu lesung pipit. Setelah merapikan rambut

yang tergerai gadis ini keluarkan sebuah cermin kecil. Perhatikan wajahnya di

dalam cermin lalu keluarkan sebuah kotak berisi bedak. Dengan cepat dia

membedaki dan mematut wajah. Setelah menyimpan cermin dan kotak bedak

diapun berkata.

“Maafkan, aku telah membuat kalian menunggu sampai aku selesai bersolek

Sahabat semua, rasanya kita tidak pernah bertemu sebelumnya. Apakah

kehadiranku di tempat ini membuat kalian merasa terganggu?”

Astaga! Ketika bicara suara si gadis jelas suara lelaki walau terdengar halus

dan lembut!

Empat Mayat Aneh saling pandang satu sama lain sedang gadis berpakaian

merah muda memperhatikan keadaan kaki Sakuntaladewi sementara pancaran

bara menyala yang melapisi tubuhnya perlahan lahan mulai meredup dan akhirnya

lenyap sama sekali.

“Harap maafkan, aku harus membuang dulu sisa-sisa petir yang masih ada

dalam tubuhku... “Gadis berpakaian merah muda lalu sambil menutup mulutnya

dengan tangan kiri keluarkan suara bersendawa. Dari sela-sela jarinya kelihatan

berhembus keluar nyala merah menebar hawa panas. “Ah, rasanya masih belum

bersih semua. Masih ada yang menyelinap di bawah kakiku...”Si gadis berkata

lagi. Kaki kiri kanan yang mengenakan kasut kulit halus digeser geser di atas batu

dan wuss ... wusss! Dari telapak kaki menyambar keluar dua larikan cahaya

merah. “Mudah-mudahan sudah bersih semua. Nah sekarang kita bisa

melanjutkan pembicaraan.”Sambil bicara si gadis meraba bagian perutnya.

Agaknya ada sesuatu yang mengganjal.


“Sahabat, kehadiranmu di sini sama sekali tidak mengganggu. Malah agaknya

telah mendatangkan berkah bagi kami.”Menjawab Sakuntaladewi. “Kami sengaja

datang menemuimu. Menurut empat sahabat yang aku kenal dengan nama Empat

Mayat Aneh ini, kalian telah menyelamatkan aku dan adik kecilku ini dari

sambaran petir ketika berada di dalam peti. Kami berdua datang untuk

menyampaikan rasa terima kasih atas budi baikmu itu.”

“Kami berempat juga ingin berterima kasih. Karena berkat pertolonganmu peti

mati tempat kediaman kami tidak sampai hancur dihantam petir.”Berkata Empat

Mayat Kedua mewakili saudara saudaranya.

Gadis cantik bersuara laki-laki tampak tercengang lalu gelengkan kepala. Lalu

lagi-lagi mengusap bagian bawah perut sementara kening tampak mengernyit.

“Sahabat, agaknya ada sesuatu yang menimbulkan rasa sakit di bagian bawah

tubuhmu?”Sakuntaladewi bertanya.

“Bukan ... bukan sakit. Tapi ada, rasa geli-geli. Hik...hik. Agaknya ada sisa

petir nakal yang menyelinap ke dalam auratku sebelah bawah. Aku mengalami

kesulitan mengeluarkannya. Paling tidak harus menunggu satu hari satu malam...”

Menjawab gadis berpakaian merah muda.

Sakuntaladewi ingat pada Bunga Matahari yang ada di balik pakaiannya.

Bunga segera dikeluarkan lalu berkata. “Kalau kau tidak keberatan, mudah-mudah

aku bisa menolongmu.”

Gadis berkumis halus menatap bunga di tangan Sakuntaladewi. “Bunga

Matahari. Indah sekali. Tapi dengan bunga itu?”Dia bertanya.

Sakuntaladewi tersenyum lalu mengangguk.

“Ihhh.... !”Gadis yang hendak ditolong undur satu langkah dan tekap bagian

bawah tubuhnya.

Sakuntaladewi berpaling pada Mayat Aneh Keempat yang selalu menekap

bagian bawah perut. Lalu berkata. “Kau yang melakukan. Usapkan Bunga

Matahari ini di bagian bawah tubuh gadis itu.”

“Oala ! Mengapa aku ?!”Mayat Aneh Keempat ikutan mundur tapi sambil

senyum-senyum karena sebenarnya dia ingin sekali melakukan hal itu tapi merasa

malu pada tiga saudaranya !

Tiba-tiba Ni Gatri mengambil Bunga Matahari dari tangan Sakuntaladewi.

Dengan cepat bunga itu diusapkan ke bagian depan bawah perut gadis berpakaian

merah muda.

“Ihhhh!”Si gadis berkumis halus terpekik.

Dari dalam Bunga Matahari memancar cahaya putih. Saat itu juga dari bagian

bawah perut si gadis yang terkena usapan bunga memancar cahaya merah dan

kepulan asap lalu lenyap.

“Luar biasa, aku merasa lega sekarang !”

Berkata si gadis berpakaian merah muda. Dia berpaling pada Ni Gatri yang

saat itu tengah mengembalikan Bunga Matahari pada Sakuntaladewi. Dia

kedipkan mata dua kali lalu berkata. “Sahabat cilik, masih kecil begini usapanmu

mantap luar biasa. Apa lagi kalau kelak kau sudah gadis. Ah, beruntunglah lelaki

yang bisa menjadi suamimu ! Hik ... hik ... hik !”


Empat Mayat Aneh tertawa ditahan-tahan. Sakuntaladewi tampak bersemu

merah wajahnya. Ni Gatri melengos cemberut. Setelah tertawa si gadis berkumis

halus menoleh pada Sakuntaladewi. “Kau telah menolongku dengan Bunga Sakti

itu. Aku sangat berterima kasih. Sekarang mari kita lanjutkan bicara. Kalian

berkata kalau aku telah menyelamatkan kalian dari hantaman petir. Aku ... aku

merasa tidak pernah menolong kalian. Kehadiranku di sini .... Ah, aku tidak boleh

memberi tahu. Tapi kalian semua agaknya bisa aku percaya.”

“Kami mohon sahabat mau memberitahu apa sebenamya yang terjadi. Apa

yang telah kau lakukan. Selain itu aku ingin memperkenalkan diri. Namaku

Sakuntaladewi. Aku juga dipanggil dengan nama Dewi Kaki Tunggal. Anak

perempuan ini bernama Ni Gatri. Aku ingin tahu siapa gerangan sahabat adanya

yang konon aku diberi tahu mampu menahan, menangkap dan mempermainkan

petir.”

“Kami Empat Mayat Aneh atau Empat Mayat Bersaudara.”Mayat Aneh

Keempat menyambung kata-kata Sakuntaladewi. “Kami berempat juga ingin tahu

siapa gerangan sahabat adanya.”

Si gadis berkumis halus menatap orang-orang yang ada di hadapannya lalu

berkata. “Namaku Jaka. Orang-orang menyebutku Jaka Pesolek. Karena aku

memang suka berdandan. Kalian sudah melihat diriku. Beginilah keadaanku.”

“Aku ... aku masih belum mengerti,”kata Mayat Aneh Ketiga. “Sahabat ini

sebenarnya seorang jaka atau seorang gadis?”

Mayat Kedua langsung meremas pinggang Mayat Aneh Ketiga. “Kau ini bicara

apa? Mulutmu usil kurang ajar !”

“Orang bertanya tidak jadi apa.”Jaka Pesolek berkata sambil tersenyum. Dia

kedipkan mata pada Mayat Aneh Ketiga. “Kalau ditanya aku ini seorang perjaka

atau seorang gadis maka aku adalah kedua duanya.”

Ucapan orang membuat semua yang ada di situ jadi terdiam, terkesima

melongo.

Sakuntaladewi cepat memecahkan suasana yang agak mengganjal dengan

berkata.

“Sahabat Empat Mayat Aneh menerangkan kau telah menolong diriku dan Ni

Gatri dari hantaman petir. Sebaliknya kau tadi mengatakan tidak menolong siapa-

siapa. Bagaimana ini ? Aku tidak mengerti.”

“Aku akan jelaskan. Aku akan ceritakan pada kalian.”Jawab Jaka Pesolek.

“Saat ini aku tengah menuntut satu ilmu aneh yang kedengarannya tidak masuk

akal. Ilmu itu adalah ilmu Tangan Dewa Menangkap Petir. Hari ini aku berusaha

merampungkan ilmu kesaktian itu. Tapi masih ada yang belum tuntas . Aku masih

belum bisa membersihkan diri dari sisa-sisa petir yang masuk ke dalam tubuhku.

Kalau kentut pasti aku akan mengeluarkan asap merah meliuk-liuk dari bawah

bokongku! Betapa malunya! Hik ... hik ... hik!”

Empat Mayat Aneh ikut tertawa gelak-gelak mendengar ucapan orang.

“Aku dan saudara-saudaraku telah menyaksikan ilmu itu. Sungguh luar biasa!”

Berkata Mayat Aneh Kesatu.


“Aku datang ke Bukit Randugunting ini karena di sini cuaca selalu mendung

dan paling banyak sambaran petirnya. Ratusan hari sudah aku lewati. Selama ini

aku hanya menangkap petir yang kecil-kecil. Baru tadi muncul petir besar. Walau

agak kesulitan tapi aku mampu menahan, menangkap dan mempermainkan petir

itu sebentar lalu melemparkannya kembali ke udara. Kalian lihat sendiri tubuhku

nyaris telah ditimbun bara menyala yang berasal dari panasnya api petir. Pada saat

aku menahan dan menangkap petir besar kebetulan saja kalian lewat bersama peti

besar hitam itu. Kalaupun kalian menganggap aku telah menyelamatkan dua

nyawa dan peti hitam, semua terjadi secara tak sengaja, secara kebetulan.

Mungkin kalau kalian tidak datang petir itu juga tidak muncul. Hik... hik… hik!”

“Bagaimanapun juga aku dan Ni Gatri tetap berterima kasih dan merasa

berhutang budi dan nyawa padamu.”Kata Sakuntaladewi pula.

“Kami juga begitu,”ujar Mayat Aneh Keempat.

“Ah, lupakan segala peradatan. Hidup di dunia ini bukankah harus saling

tolong menolong?”

“Kakak Jaka Pesolek ... “Tiba-tiba Ni Gatri berkata. “Mataram telah dilanda

malapetaka yang diciptakan oleh orang-orang jahat. Semua orang termasuk Raja

kejatuhan demam panas dan menderita lumpuh serta ada benjolan merah di

kening. Saya tidak melihat benjolan itu di kening Kakak.”

“Adikku,”jawab Jaka Pesolek. “Terkadang kejahatan memang selalu satu

langkah lebih dulu dari kebenaran. Tapi itu bukan berarti kejahatan mampu

melakukan segala-galanya.

Diatas kekuatan jahat masih ada kekuatan kebenaran dan semua itu berpulang

pada kehendak Para Dewa. Kau lihat sendiri, Empat Mayat Aneh dan juga

kakakmu Dewi Kaki Tunggal tidak memiliki benjolan di keningnya. Kau juga

tidak ketularan penyakit bisul aneh itu. Semua telah diatur sesuai kehendak Yang

Maha Kuasa!”

Sakuntaladewi berbisik. “NiGatri, apa yang dikatakan sahabat baru kita itu

memang betul. Kita bangsa manusia merupakan mahluk penerima takdir sesuai

kehendak Yang Maha Kuasa.”Sakuntaladewi kemudian bungkukkan badan

memberi hormat pada Jaka Pesolek. “Sahabat, sayang sekali aku dan Ni Gatri

harus meninggalkan tempat ini karena ada satu urusan sangat penting. Jika umur

sama panjang aku berharap kita bisa bertemu lagi.”

“Dewi Kaki Tunggal, tunggu dulu. Kau mau kemana ?!”Tanya Mayat Aneh

Kesatu.

“Kami punya tugas membawamu menemui seseorang.”

“Sahabat berempat. Aku berterima kasih kalian telah mengajak aku melayang

jalan-jalan di udara walau dari dalam peti yang tertutup aku dan Ni Gatri tidak

bisa melihat pemandangan indah di luar sana. Lain kali peti matinya tolong

dibuatkan jendela! Hik ... hik...hik! Sahabat berempat, perjalanan dan pertemuan

kita cukup sampai disini dulu. Lain kali jika kau mengajak lagi, pasti kami berdua

tidak akan menolak. Kerajaan Mataram tengah dilanda bencana. Aku yang tidak

memiliki kepandaian apa-apa ini bagaimanapun juga punya kewajiban untuk

menyelamatkan Raja dan rakyat Mataram. Aku mohon maaf kalian semua.”


“Tunggu! Jangan pergi dulu! Kami membawamu menemui seseorang justru

dalam tujuan untuk membantu menyelamatkan Kerajaan! Kami juga tidak punya

kepandaian apa-apa.”Berkata Mayat Aneh Ketiga merendah.

Sakuntaladewi terdiam. Setelah menatap Mayat Aneh Ketiga sesaat dia lalu

gelungkan tangan di pinggang Ni Gatri sambil berkata. “Sahabat berempat, kalian

lakukan apa yang bisa kalian lakukan. Aku lakukan apa yang aku sanggup.”

Sakuntaladewi hentakkan kakinya yang cuma satu ke tanah. Kejap itu juga

tubuhnya melesat membal ke udara. Dalam tiga kali lompatan saja bersama Ni

Gatri gadis kaki satu itu telah lenyap di kaki Bukit Randugunting.

“Urusan jadi kacau! Apa yang harus kita katakan pada...”

Ucapan Mayat Aneh Kesatu terputus karena saat itu Mayat Aneh Kedua

berseru.

“Astaga! Gadis cantik berkumis itu tak ada lagi di sini!”

Empat Mayat Aneh sama-sama terduduk lemas di atas batu besar datar. Setelah

berdiam diri beberapa lama, Mayat Aneh Keempat keluarkan ucapan.

“Terus terang aku masih penasaran. Terserah kalian mau bilang aku bermulut

kotor, tidak bisa memelihara mulut. Tapi aku ingin tahu, orang yang bernama Jaka

Pesolek tadi, apa anunya anu lelaki atau anu perempuan. Atau dia punya dua anu!

Hik ... hik !”

Mayat Aneh Kedua menyahuti.

“Tadi gadis berkaki satu yang punya hidung di pipi itu menyuruh kau

mengusapkan Bunga Matahari ke bagian bahwa perut! Mengapa kau tidak mau

melakukan? Padahal jika kau lakukan kau bisa mengusap dan mengetahui dia

punya anu apa atau punya anu berapa! Sekarang mengapa bicara segala

penasaran?!”

“Ah, memang tololnya diriku!”Kata Mayat Aneh Keempat lalu usap-usap

bagian bawah perutnya yang selalu ditekap sementara tiga saudaranya melangkah

menghampiri peti mati besar hitam!




EMPAT


“BUKIT BATU HANGUS. Pendekar 212 Wiro Sableng mulai melakukan

tugas. Dia memilih menolong Tabib Sepuluh Jari Dewa alias Soka Kandawa

terlebih dulu karena dilihatnya orang tua bertubuh gemuk berambut merah ini

menjelepok di tanah, tersandar di batu dalam keadaan megap-megap nyaris tidak

sadarkan diri. Begitu sampai di hadapan sang tabib Wiro segera tempelkan telapak

tangan kanan yang sudah dialiri ilmu kesaktian Menahan Darah Memindah Jazad.

Wiro mengusap empat benjolan di atas kening.

“Desss!”

Orang banyak yang melihat apa yang terjadi sama-sama keluarkan seruan dan

menunjuk ke kening sang tabib. Soka Kandawa yang merasa ada perubahan pada

dirinya, letakkan tangan kiri di atas kening. Astaga! Kening yang sebelumnya ada

empat benjolan kini licin polis. Berpaling ke kiri dia melihat empat benjolan yang

sebelumnya menempel di keningnya tergeletak di atas batu, berdenyut-denyut dan

mulai leleh. Dan bukan itu saja! Demam panas yang selama ini membungkus

tubuhnya dan membuat dia tiada henti menggigil ikut lenyap ! Lalu ketika dia

menggerakkan kaki ternyata dua kakinya yang selama beberapa hari ini berat

lumpuh kini bisa diangkat. Tidak tunggu lebih lama sang tabib langsung bangkit

berdiri dan berseru gembira menyebut nama Yang Maha Kuasa berulang kali.

Ternyata dia bukan hanya mampu berdiri tapi juga sanggup berjalan bahkan

melompat! Sekali melompat dia sudah berada di hadapan Pendekar 212.

“Kesatria Panggilan, aku berterima kasih padamu. Aku ...”

Wiro ingat pada ucapan Sakuntaladewi alias Dewi Kaki Tunggal bahwa ilmu

Menahan Darah Memindah Jazad yang dimilikinya dan dipakai untuk

menyembuhkan orang, orang yang sembuh akan mampu menyembuhkan orang

lain. Begitu secara berantai hingga pertolongan bagi semua orang di Bhumi

Mataram dapat dilakukan secara lebih cepat.

Maka diapun berkata. “Tabib Sepuluh Jari Dewa! Kau sekarang punya

kemampuan menyembuhkan orang. Pergunakan tangan kananmu untuk mengusap

kening orang lain. Yang sudah sembuh harus segera menolong yang lainnya !

Cepat lakukan !”

Mendengar seruan Wiro tabib gemuk berambut dan berpakaian serba

merah itu segera menghampiri sahabatnya Eyang Dukun Umbut Watukura.

Tangan kanan dengan cepat ditempelkan di kening sang dukun lalu beett! Sekali

mengusap empat benjolan lenyap, berpindah ke telapak tangan.

“Weehhh!”Sang Tabib merasa ngeri dan jijik melihat empat benjolan merah

yang menempel berdenyut denyut di telapak tangannya. Cepat-cepat dia kibaskan

tangan kanan hingga empat benjolan jatuh terbanting ke tanah.

“Umbut Watukura! Kau sudah sembuh! Ayo kita menolong yang lain-lain!”

Berteriak Tabib Sepuluh Jari Dewa.

“Hyang Jagat Bathara!”Eyang Dukun Umbut Watukura berseru lalu melompat

bangkit. Sekali berkelebat dia sudah ada di hadapan Rauh Kalidathi, nenek sakti

bermuka bulat.


Si nenek berdandan menor yang kini sudah awut-awutan dan tidak punya alis

ini tertawa, sepasang mata dikedap-kedip.

“He.. he ... Terima kasih kau memilih diriku untuk ditolong lebih dulu. Ini

bukan berarti karena kau suka padaku? Hik ... hik!”

Kesal mendengar ucapan si nenek Umbut Watukura bukan cuma mengusap

kening, tapi malah mengeplak kening perempuan tua hingga Rauh Kalidathi

terjengkang dan terpekik.

“Hai! Kau bernafsu sekali terhadapku atau memang kurang ajar?!”Teriak si

nenek namun tertawa gelak-gelak ketika mengetahui benjolan di keningnya

lenyap. Demam panas menghilang dan dua kaki sembuh dari kelumpuhan! Sadar

kalau dirinya telah lepas dari sengsara azab Malam Jahanam, Rauh Kalidathi

segera berteriak. “Kesatria Panggilan! Cepat tolong Raja Mataram!”Lalu nenek

ini berkelebat kian kemari menolong orang-orang yang ada di sekitarnya.

Mendengar teriakan si nenek dengan cepat Wiro mendatangi Sri Maharaja

Mataram Rakai Kayuwangi Dyah Lokapala.

“Yang Mulia, izinkan saya...”Ucap sang pendekar lalu arahkan tangan

kanannya ke kening Sri Baginda. Seperti diketahui, ketika malapetaka Malam

Jahanam jatuh menimpa Bhumi Mataram, Raja hanya menderita kemunculan

benjolan di keningnya. Dia sama sekali tidak terserang demam panas dan

kelumpuhan. “Kesatria Panggilan. Lakukan tugasmu.

Para Dewa memberkatimu. Jika sembuh aku dan semua pembantu akan segera

menumpas orang-orang yang telah menimbulkan malapetaka!”

Begitu mendapat izin, Wiro segera tempelkan telapak tangan kanannya ke

kening Raja Mataram. Namun hanya tinggal seujung kuku telapak tangan akan

bersentuhan dengan kening yang ada empat benjolan, tiba-tiba dari arah utara

bukit menggelegar dan berkiblat cahaya merah menyapu lereng Bukit Batu

Hangus sebelah barat. Walau matahari pagi telah menerangi lereng bukit namun

kilau cahaya merah membuat keadaan tambah benderang. Melihat bahaya besar

ini Wiro cepat menarik Raja Mataram ke balik batu besar lalu dari balik batu dia

lepaskan pukulan Tangan Dewa Menghantam Matahari. Dalam waktu hampir

bersamaan di langit Wiro melihat ada selarik sinar jingga melesat menghantam

bagian tengah larikan cahaya merah angker.

Letusan dahsyat laksana seratus halilintar berkiblat menggoncang lereng Bukit

Batu Hangus sebelah barat ketika cahaya merah, sinar putih pukulan sakti yang

dilepaskan Wiro serta cahaya jingga sating bentrokan di udara. Wiro mendengar

ada suara pekikan perempuan di atas sana. Lalu dia merasakan dadanya

mendenyut sakit. Sementara itu puluhan batu-batu besar mengepulkan asap,

terbongkar bergemuruh. Diantara suara gemuruh batu runtuh terdengar banyak

suara jeritan. Lalu tampak belasan orang berkaparan di lereng bukit dalam

keadaan tubuh merah melepuh, mengepulkan asap! Salah satu korban yang

menemui ajal secara mengenaskan itu adalah Klingkit Kuning, tokoh silat Istana

Mataram berkepala gundul kuning yang belum sempat ditolong dilenyapkan

empat benjolan di keningnya. Temyata hantaman cahaya merah memiliki

kekuatan di atas cahaya putih dan jingga!


Dari lereng bukit sebelah atas kemudian terdengar suara tawa bergelak. Semula

semua orang yang ada di lereng bukit sebelah barat mengira salah seorang dari

dua Sinuhun jahat yang muncul menebar maut dengan serangan ilmu Delapan

Arwah Sesat Menembus Langit atau Delapan Sukma Merah. Namun ketika

mereka menatap ke atas lereng bukit yang tampak adalah Kesatria Roh Jemputan

alias Pangeran Matahari. Saat itu dia masih mengenakan mantel hitam, namun ikat

kepala dan pakaiannya telah berganti dengan warna biru pekat. Dan di tangan

kanannya dia memegang sebuah benda yang terlihat aneh bagi semua orang

Mataram tapi tidak aneh bagi Pendekar 212 yang sebelumnya pernah melihat

benda itu.

Satu langkah di belakang Pangeran Matahari berdiri puluhan mahluk tinggi

hitam berperut buncit menebar bau amis! Kepala botak bercula. Setiap mulut

terbuka dari dalam mulut terjulur lidah panjang merah. Puluhan mahluk

mengerikan ini berdiri sambil pentang dua tangan ke atas. Sepuluh jari tangan

memiliki kuku panjang berwarna merah, mencuat laksana cakar elang! Meski

dalam keadaan bugil namun tidak diketahui apakah mereka lelaki atau perempuan

karena bagian bawah perut berbentuk licin plontos! Seratus Jin Perut Bumi Anak

buah Sinuhun Merah Penghisap Arwah!

Di jajaran sebelah depan berdiri mahluk Jin Perut Bumi bertampang paling

angker dengan hidung di Canteli sebuah anting-anting terbuat dari batu hitam.

Inilah pimpinan Seratus Jin Perut Bumi yang biasa dipanggil dengan sebutan Sang

Ketua.

Di dalam “Dua Nyawa Kembar' diceritakan bagaimana Wiro dihadang oleh

Seratus Jin Perut Bumi di dekat sebuah telaga selagi dia berusaha mencari Eyang

Sinto Gendeng. Dalam pertarungan mati hidup dengan mempergunakan pukulan-

pukulan sakti yang di dapat dari Datuk Rao Basaluang Ameh, Wiro berhasil

menumpas musnah dua puluh jin. Kini walau mereka tinggal delapan puluh

namun tetap saja bakal mendatangkan bahaya besar bagi Wiro dan semua orang

yang ada di Bukit Batu Hangus.

Tiba-tiba Sang Ketua keluarkan satu suitan keras. Puluhan anak buahnya serta

merta melesat menebar dan dalam bilangan kejapan sudah membentuk lingkaran,

mengurung lereng Bukit Batu Hangus sebelah barat! Melihat hal ini Wiro segera

alirkan tenaga dalam ke tangan kiri kanan, menyiapkan pukulan sakti warisan

Datuk Rao BasaWang Ameh yakni Pukulan Tangan Dewa Menghantam Matahari

dan Pukulan Tangan Dewa Menghantam Batu Karang. Dulu ketika dirinya

diserbu Seratus Jin Perut Bumi (baca episode sebelumnya berjudul “Dua Nyawa

Kembar”) dengan dua pukulan sakti itulah Wiro membantai dua puluh Jin Perut

Bumi.

Sambil memandang pada benda yang dipegang Pangeran Matahari di tangan

kanan, Wiro berkata dalam hati.

“Lentera lblis! Bagaimana Pangeran keparat itu bisa mendapatkan kembali

senjata jahanam yang sudah hancur musnah itu? Pasti Sinuhun Merah Penghisap

Arwah yang melakukan. Aku tidak melihat mahluk terkutuk itu bersama Pangeran

Matahari! Tapi aku merasa dia ada di sekitar sini. Memberi bantuan pada


Pangeran keparat itu secara sembunyi. Aku harus merampas atau menghancurkan

lentera itu. Bagaimana caranya. Aku ingat, ketika Eyang Sinto menghancurkan

lentera itu dulu, dia tidak mempergunakan ilmu kesaktian, tendangan atau

pukulan. Dia hanya menjepit lentera di antara dua kaki. Ada satu rahasia. Ada satu

kelemahan pada Lentera Iblis itu !”

Benda yang berada di tangan kanan Pangeran Matahari memang adalah sebuah

lentera yang mempunyai pegangan berbentuk kepala ular naga terbuat dari sejenis

perunggu, mempunyai tiga dinding tembus pandang. Setiap dinding menyerupai

kaca memiliki warna berbeda yaitu merah, kuning dan hitam.

Seperti diriwayatkan dalam serial Wiro Sableng berjudul “Api Di Puncak

Merapi”sebelum menemui kematian, Lentera Iblis yang menjadi senjata baru

sang Pangeran berhasil dilumpuhkan dan dibuat meledak hancur berkeping keping

oleh Sinto Gendeng. Kini bagaimana Pangeran Matahari muncul dengan

membawa lentera itu kembali dalam keadaan utuh?

Sebelumnya Sinuhun Merah Penghisap Arwah berhasil menjajagi kalau

Pangeran Matahari di masa kehidupannya di alam delapan ratus tahun mendatang

memiliki satu senjata sakti hebat luar biasa. Setelah memandikan dan menjumpai-

jampai sang Pangeran di Telaga Banyuraden serta memberikan seperangkat

pakaian baru, Sinuhun Merah lalu menanyakan pada Pangeran Matahari senjata

apa yang pernah dimilikinya, yang menurut penglihatan Sinuhun memancarkan

cahaya tiga warna.

Pangeran Matahari ingat pada Lentera liblis yang pernah dimilikinya latu

memberi tahu pada Sinuhun Merah. Sinuhun segera melakukan samadi kilat di

atas satu pohon besar di pinggir Telaga Banyuraden. Kalau mendatangkan

manusia yang sudah mati dan berada di alam arwah Sinuhun Merah mampu

melakukan maka mengambil sebuah benda mati seperti Lentera Iblis hanya

merupakan satu hal mudah baginya.

“Kesatria Roh Jemputan, aku sudah mendatangkan Lentera Iblis. Ini

kesempatan terakhir bagimu. Bunuh Raja Mataram, musnahkan semua orang,

yang ada, di Bukit Batu Hangus.”

Pangeran Matahari anggukkan kepala. Dia cepat mengambil Lentera Iblis yang

diserahkan Sinuhun Merah. Tidak menunggu lebih lama secara gaib dan cepat

Sinuhun Merah lalu membawa Pangeran Matahari bersama senjatanya ke Bukit

Batu Hangus. Di tengah jalan melalui ilmu menyampaikan suara dari jarak jauh

dia memberi tahu kepada saudara arwah kembarnya Sinuhun Muda agar segera

menyusul ke Bukit Batu Hangus. Saat itu Sinuhun Muda berada di satu tempat

dalam keadaan marah setelah dipermainkan oleh Empat Mayat Aneh.

Di Bukit Batu Hangus walau Sinuhun Merah Penghisap Arwah berdiri tidak

jauh dari sang pangeran dan deretan delapan puluh jin namun tidak ada satu

orangpun yang melihat sosoknya karena dia melindungi diri dengan ilmu bernama

Insan Berjalan Tanpa Bayangan.

Keadaan bagi Pendekar 212 Wiro Sableng, Sri Maharaja Mataram Rakai

Kayuwangi Dyah Lokapala dan semua orang Mataram yang ada di Bukit Batu

Hangus memang sangat mencekam. Selain di kurung oleh Seratus Jin Perut Bumi


mereka harus pula menghadapi Kesatria Roh Jemputan yang kini membawa

senjata sakti mandraguna Lentera Iblis. Selain itu ditambah lagi dengan Sinul tun

Merah Penghisap Arwah yang secara licik tidak mau memperlihatkan diri. Belum

terhitung Sinuhun Muda Ghama Karadipa yang segera akan muncul. Satu

malapetaka besar dan dahsyat akan terjadi setiap saat atas diri Pendekar 212 dan

orang-orang yang ada di Bukit Batu Hangus.

Di batik batu besar Raja Mataram yang tengah berusaha berdiri didatangi oleh

Tabib Sepuluh Jari Dewa. Pada saat itu Pendekar 212 sendiri tengah mengalirkan

hawa sakti ke seluruh tubuhnya yang tadi mengalami goncangan hebat akibat

bentrokan pukulan sakti yang dilancarkannya untuk menangkis serangan jurus

pertama Lentera Iblis jurus pertama Lentera Iblis yang disebut Api Neraka.

“Yang Mulia, harap tetap duduk dulu di tempatmu. Saya akan melenyapkan

benjolan di kening Yang Mulia.”

Dengan cepat tabib gemuk yang sudah diselamatkan Wiro ini ulurkan tangan

kanan ke arah kening Raja Mataram. Namun sebelum dia sempat menyentuh

kening Rakai Kayuwangi tiba-tiba satu tangan luar biasa besar, hitam berbulu dan

memiliki lima kuku mencuat merah mencekal lengannya. Sang tabib merasa

tubuhnya seperti dipanggang oleh hawa panas luar biasa yang keluar dari tangan

yang mencekal. Tiba-tiba! Sekali puntir saja kraak! Tangan kanan Tabib Sepuluh

Jari Dewa berderak tanggal di bagian persendian bah


LIMA



SELAGI Tabib Sepuluh Jari Dewa menjerit kesakitan, satu sosok tinggi besar

menebar bau amis membanting tubuhnya ke batu besar. Bagaimanapun tabib ini

bukan cuma ahli dalam bidang pengobatan tapi juga menguasai ilmu silat dan

kesaktian. Ketika tubuhnya menghunjam ke bawah dia masih sempat memberi

perlawanan. Dengan tangan kiri dia melepas Pukulan Tangan Api Menjebol

Tembok Berhala. Tangan gemuk pendek sang tabib berubah panjang dan merah

membara lalu bukk ! Tangan itu menghantam telak dada mahluk tinggi besar yang

berdiri di hadapannya yang bukan lain adalah salah satu dari sisa delapan puluh

mahluk Seratus Jin Perut Bumi !

“Wusss !”

Dada jin yang kena dihantam pukulan berlobang besar. Dari dalam lobang

menggebubu kobaran api. Jeritan keras menggelegar keluar dari mulut Jin Perut

Bumi. Sebelum tubuhnya hancur dalam bentuk kepingan yang dikobari api dan

amblas masuk ke dalam tanah Jin Perut Bumi masih sempat melanjutkan

membanting Tabib Sepuluh Jari Dewa ke atas batu. Malangnya kepala sang tabib

sampai lebih dulu.

Sekejapan lagi batok kepala Tabib Sepuluh Jari Dewa akan pecah beradu

dengan batu besar tiba-tiba satu bayangan jingga melesat dari arah kiri dan satu

kaki aneh menyorong di antara kepala dan batu.

“Dess !”

Kepala Tabib Sepuluh Jari Dewa membentur kaki aneh. Dia terkesiap karena

merasa kepalanya seolah membentur gumpalan kapas lembut, bukannya gundukan

batu keras. Kemudian seperti bola kepala dan tubuh Tabib Sepuluh Jari Dewa

membal ke udara. Kepala sang tabib selamat dari kehancuran, nyawanya lolos dari

kematian !

Sadar kalau ada yang menolong dirinya Tabib Sepuluh Jari Dewa cepat

membuat gerakan jungkir balik. Ketika dia injakkan kaki di tanah, berdiri

termiring-miring karena tangan kanan tergontai-gontai lepas dari persendian, di

hadapannya di atas batu dia melihat tegak seorang gadis berkaki satu,

mengenakan pakaian jingga, memiliki hidung yang terletak di pipi kanan dan

menggendong seorang anak perempuan yang bukan lain adalah Ni Gatri.

Ah ! Sang tabib terkejut. Dia tidak menyangka kalau yang menolong adalah

gadis aneh yang sebelumnya pernah dicurigainya. Sambil membungkuk orang tua

bertubuh gemuk ini berkata.

“Dewi Kaki Tunggal! Hyang Jagat Bathara! Terima kasih telah

menyelamatkan selembar nyawa burukku!”

Dewi Kaki Tunggal alias Sakuntaladewi turunkan Ni Gatri dari dukungan

sambil berbisik “Cari tempat berlindung yang aman.”Lalu gadis berkaki satu itu

melompat ke samping Pendekar 212. “Wiro, aku yakin sebentar lagi puluhan jin

di atas sana akan menyerang semua kita di sini. Pangeran keparat itu akan

menggempur dengan lenteranya. Secara sembunyi Sinuhun Merah Penghisap


Arwah akan ikut melancarkan serangan licik tapi sangat berbahaya. Raja belum

sempat ditolong …”

“Biar aku yang menolong Raja Mataram!”Ada satu suara menyahuti. Satu

bayangan biru berkelebat. Rauh Kalidathi! Nenek bermuka bulat tak beralis yang

barusan sembuh ditolong Eyang Dukun Umbut Watukura langsung melompat ke

hadapan Sri Maharaja Mataram. Tangan kanan dipentang ke arah kening.

“Yang Mulia, maafkan saya karena berani menyentuhmu!”

Tidak terduga tiba-tiba wuuutt .... wuuut!

Dua sosok bugil tinggi besar sambil keluarkan suara menggembor mengikuti

gerakan Rauh Kalidathi dari belakang. Ternyata tadi bukan hanya satu Jin Perut

Bumi yang melesat dari lereng bukit di atas sana, tapi masih ada dua temannya.

Keduanya, dalam keadaan marah besar setelah melihat seorang kawan mereka

menemui ajal hancur berkeping-keping akibat jotosan Tabib Sepuluh Jari Sakti.

Sebenarnya mereka ingin menghabisi sang tabib lebih dulu, namun ketika melihat

Rauh Kalidathi hendak menolong Raja maka dengan cepat mereka mengejar si

nenek.

“Nek awas di belakangmu!”Ni Gatri yang berada di balik satu batu besar

berteriak memperingatkan Rauh Kalidathi.

“Nek! Teruskan menolong Raja! Aku akan melindungimu!”Dewi Kaki

Tunggal berteriak lalu melesat ke udara. Kaki tunggalnya laksana kilat berturut

turut mengirimkan dua tendangan ke arah kepala dua Jin Perut Bumi.

“Dukk! Dukkk!”

Dua tendangan yang bisa menghancurkan batu sebesar rumah itu menghantam

sasaran dengan telak tapi temyata tidak mempan. Walau kepala terdongak keras

dan kaki mereka amblas ke dalam tanah sampai pertengahan betis, dua Jin Perut

Bumi hanya mengerenyit merasakan sakit yang tidak berarti. Didahului suara

menggembor keras dua Jin Perut Bumi membuka mulut lebar-lebar. Dua lidah

merah menyala melesat keluar, menyambar Dewi Kaki Tunggal!.

“Plaakk!”

Telapak tangan kanan Rauh Kalidathi mendarat di kening Rakai Kayuwangi.

Namun saat itu tubuh si nenek secara tidak sengaja terdorong oleh gerakan

mengelak yang dilakukan Dewi Kaki Tunggal yaitu ketika di serang dua Jin Perut

Bumi. Akibatnya dari empat buah benjolan yang ada di kening Raja Mataram,

hanya dua saja yang tersentuh dan mampu dilenyapkan oleh Rauh Kalidathi.

Sadar akan hal ini si nenek kembali pergunakan tangan kanan untuk menyentuh

kening Raja. Namun saat itu di belakangnya dia mendengar suara teriakan Dewi

Kaki Tunggal. Selain itu dari sekeliling lereng bukit sebelah atas dengan

mengeluarkan teriakan hiruk-pikuk puluhan Jin Perut Bumi melompat turun

menyerbu. Puluhan lidah merah berkelebat ganas laksana pecut api. Beberapa

batu besar yang terkena sambaran lidah api terbelah berkeping keping, berubah

seolah menjadi bara menyala!

Di saat bersamaan Kesatria Roh Jemputan alias Pangeran Matahari sentakkan

Lentera Iblis yang dipegang di tangan kanan. Didahului suara menggelegar keras

laksana petir menyambar cahaya merah berkiblat. Untuk kedua kalinya murid Si


Muka Bangkai ini lancarkan serangan Api Neraka yang sebelumnya telah

membantai belasan orang Mataram di lereng Bukit Batu Hangus. Hanya saja kali

ini serangan Lentera Iblis ditujukan tepat-tepat ke arah Raja Mataram Rakai

Kayuwangi Dyah Lokapala.

“Dewi!”Wiro berteriak ketika melihat arah kilatan serangan lawan. “Lindungi

Raja!”Dia tidak bisa turun tangan sendiri karena walau melihat dua puluh Jin

Perut Bumi melesat ke arah Raja Mataram namun puluhan lainnya menyerbu

menghadang dirinya!

Wiro sendiri yang saat itu telah berhasil memulihkan keadaan dirinya dengan

cepat melesat ke udara sambil lepaskan pukulan Tangan Dewa Menghantam

Matahari dan Tangan Dewa Menghantam Batu Karang. Dengan dua pukulan sakti

pemberian Datuk Rao Basaluang Ameh inilah dia sebelumnya telah membantai

dua puluh Jin Perut Bumi yang menghadangnya di tepi telaga. Namun Pendekar

212 jadi terkesiap kaget sewaktu menyaksikan sosok belasan Jin Perut Bumi yang

ada di hadapannya hanya terpental beberapa langkah, tidak cidera sedikitpun!

Padahal dulu dengan dua pukulan sakti itu dia mampu membuat tubuh dua puluh

Jin Perut Bumi hancur berkeping keping. Saat itu Wiro telah melayang turun dan

berdiri di atas satu batu besar.

“Aneh, apa yang terjadi?!”Ketika puluhan Jin Perut Bumi kembali menyerang

Wiro baru melihat, tidak seperti dulu, kini tubuh mahluk alam gaib itu semuanya

diselimuti selapis cahaya samar berwarna kuning bersemu merah. “Ada kekuatan

hebat melindungi mereka!”Ucap Wiro dalam hati.

Tiba-tiba dari balik batu besar terdengar suara. Yang berkata adalah Tabib

Sepuluh Jari Dewa yang saat itu masih cidera berat, karena tangan kanan tanggal

dari persendian di bahu akibat dipuntir oleh salah satu Jin Perut Bumi.

“Kesatria Panggilan. Mahluk-mahluk jin itu berasal dari api. Berarti hanya

mampu dihabisi dengan ilmu yang berinti pada kekuatan api atau hawa panas.

Aku tadi ... Ah, maafkan, aku tidak bisa bicara banyak. Aku harus membantu

menyelamatkan Sri Maharaja…”Sang tabib yang masih dalam keadaan cidera

tangan kanannya, bersama Eyang Dukun Umbut Watukura, Dewi Kaki Tunggal

dan beberapa orang lainnya yang memiliki kepandaian tinggi segera berkelebat

memagari Raja dari serangan dua puluh Jin Perut Bumi. Walau tangan kanan sang

tabib cidera namun Jin Perut Bumi merasa jerih mendekati Tabib Sepuluh Jari

Dewa karena dengan tangan kirinya orang tua bertubuh gemuk ini masih sanggup

melancarkan Pukulan Tangan Api Menjebol Tembok Berhala yang bisa membuat

bolong tubuh mereka lalu meledak hancur berkeping keping. Mereka mengincar

kelengahan lawan dan siap menyerang dengan semburan lidah merah menyala.

“Terima kasih atas petunjukmu Kek!”Wiro yang mendengar ucapan Tabib

Sepuluh Jari Dewa tidak menunggu lebih lama segera pentang tangan kanan. Dia

punya dua pilihan ilmu kesaktian yang berdasarkan hawa panas atau inti api. Yang

pertama dengan mengeluarkan Kapak Maut Naga Geni 212 dan batu api sakti,

yang kedua menghajar lawan dengan Pukulan Sinar Matahari! Wiro memilih yang

kedua. Maka tangan kanan sang pendekar mulai dari siku sampai ke lima ujung


jari tampak berubah laksana perak, bercahaya menyilaukan dan menghampar

hawa luar biasa panas.

Di atas lereng bukit sebelah utara Sinuhun Merah Penghisap Arwah bertanya.

“Kesatria Roh Jemputan, kau tahu pukulan sakti apa yang dimiliki jahanam

berambut gondrong itu. Aku mencium hawa panas sangat berbahaya. Aku

kawatir....”

Belum sempat Pangeran Matahari menjawab tiba-tiba!

“Wusssss!”

Sinar putih berkiblat di lereng Bukit Batu Hangus sebelah barat. Udara serta

merta berubah luar biasa panas seolah matahari berada hanya satu jengkal di atas

kepala!

Pukulan Sinar Matahari!

Belasan Jin Perut Bumi yang ada di deretan sebelah depan dan siap hendak

melumat Wiro dengan lidah api merah, menggembor keras. Suara gemboran serta

merta berubah menjadi raungan setinggi langit begitu mereka merasakan,

sambaran hawa panas. Beberapa di antara mereka dengah nekad meneruskan

serangan, yang lain-lain cepat menghindar.

Namun semua menjerit keras begitu Pukulan Sinar Matahari menghantam.

Cahaya putih berkilau dan panas luar biasa menebar laksana kipas raksasa

dikembang. Delapan belas Jin Perut Bumi terangkat ke udara. Lidah panjang

merah yang mencuat berputar melintir berubah menjadi pendek dan berwarna

hitam mengepulkan asap. Hanya sesaat mengambang di udara tiba-tiba tubuh

sekian banyak mahluk gaib ini meletup keras dan hancur berkeping-keping lalu

amblas ke dalam tanah di sela-sela bebatuan, meninggalkan tebaran bau amis!

Di atas lereng bukit sebelah utara Sinuhun Merah Penghisap Arwah yang

berdiri di samping Pangeran Matahari tapi tidak terlihat mata biasa karena

menerapkan Ilmu Insan Berjalan Tanpa Bayangan tersentak kaget. Sepasang mata

mendelik besar, tengkuk merinding dan darah mendidih. Dari batok kepalanya

mengepul delapan larik asap merah! Di sebelahnya pimpinan Seratus Jin Perut

Bumi yang biasa disebut Sang Ketua atau Jin Ketua berteriak marah. Cula besar di

kepala pancarkan cahaya merah menyala. Sepuluh kuku jari mencuat panjang,

merah menggidikkan dan lidah api menyembur bergulung gulung. Sekali dia

menghentak kaki kanan ke atas batu tubuh tinggi besarnya melesat ke lereng bukit

sebelah barat. Dari sepasang mata menyambar keluar cahaya merah angker.

“Jin Ketua! Jangan nekad mencari mati! Kau tidak akan sanggup menghadapi

pukulan bercahaya putih dan panas keparat Kesatria Panggilan!”

Tanpa hentikan gerakan Jin Ketua menjawab teriakan Sinuhun Merah

Penghisap Arwah. “Kalau begitu lindungi diriku dengan Cahaya Arwah Kuning

Merah!”

“Tidak ada gunanya! Aku telah melakukan hal itu pada puluhan anak buahmu!

Kau saksikan sendiri! Pukulan sakti pemuda gondrong itu menghajar hancur

mereka semua!”


Sang Ketua menyahut sengit. “Lalu apa gunanya menghadirkan Kesatria Roh

Panggilan kalau hanya menjadi penonton di tempat ini sementara puluhan anak

buahku mati berkaparan!”

Mendengar ucapan Sang Ketua Sinuhun Merah Penghisap Arwah yang berdiri

di dekat Pangeran Matahari menyumpah panjang. Rahang menggembung,

geraham bergemeletakan.

“Kurang ajar! Pemuda keparat itu ternyata memiliki ilmu pukulan inti api

mengandung hawa panas! Aku harus menerapkan ilmu Serat Berhala. Tapi apakah

kali ini akan berhasil?!”

Ketika Wiro kembali mengangkat tangan siap menghantam dua puluh Jin Perut

Bumi yang tengah menyerbu ke arah Raja Mataram, Sinuhun Merah Penghisap

Arwah cepat berteriak.

“Kesatria Roh Jemputan! Cepat alihkan arah serangan Lentera Iblis pada

pemuda keparat berambut gondrong itu!”

Seperti diketahui sebelumnya Pangeran Matahari dengan mengandalkan

Lentera Iblis telah melancarkan serangan Api Neraka ke arah Raja Mataram.

Namun mendengar perintah Sinuhun Merah Penghisap Arwah, apa lagi tadi dia

menyaksikan sendiri bagaimana Wiro melabrak belasan Jin Perut Bumi dengan

pukulan sakti yang dikenalinya sebagai Pukulan Sinar Matahari, dengan cepat dia

segera putar pergelangan tangan sambil lipat gandakan tenaga dalam.

Lentera Iblis berubah arah, menukik ke jurusan Pendekar 212 Wiro Sableng

yang saat itu juga tengah mendapat serbuan dari sisa-sisa Jin Perut Bumi yang kini

tinggal sekitar enam puluh termasuk dua puluh yang menyerbu ke arah Raja!

Sekali lagi terdengar suara menggelegar laksana petir menyambar. Cahaya merah

pekat yang keluar dari Lentera Iblis berkiblat ke arah lereng Bukit Batu Hangus

sebelah barat!

Perhatian Wiro jadi terpecah. Yaitu mengawatirkan keadaan Raja Mataram

sementara dirinya kembali diserang puluhan Jin Perut Bumi. Dalam pada itu

ketika memandang ke arah utara dia melihat kilatan serangan Api Neraka yang

keluar dari Lentera Iblis telah berubah arah, kini tertuju tepat ke padanya!

“Celaka! Aku tidak tahu kelemahan Lentera Iblis! Apa Pukulan Sinar Matahari

sanggup membendung?!”Wiro geser dua kaki, membuat kuda-kuda yang lebih

kokoh pertanda sang pendekar akan melancarkan pukulan sakti dengan tenaga

dalam penuh!

Mendadak satu bayangan merah berkelebat dari arah timur. Daya lesatnya luar

biasa cepat, tidak kalah dari kecepatan sambaran Api Neraka yang menyembur

keluar dari Lentera Iblis. Berbarengan dengan itu ada suara orang berseru.

“Aih! Mengapa aku baru tahu kalau Bukit Batu Hangus ada petirnya!”

“Sialan!”Wiro memaki karena gerakannya hendak melepas pukulan sakti

terhalang oleh sosok orang. Meski jengkel namun murid Sinto Gendeng tidak mau

kesalahan tangan membunuh orang atau sahabat sendiri. Lelaki itu dia juga

merasa heran, siapa gerangan orang yang bertindak nekad menghalangi datangnya

serangan Api Neraka Lentera Iblis. Apa dia punya dua raga dua nyawa?!



ENAM


DEWI KAKI TUNGGAL yang mengenali siapa adanya orang berpakaian

merah cepat berteriak.

“Jaka Pesolek! Jangan tolol! itu bukan petir. itu serangan senjata maut! Awas!

Lekas menghindar!”

Mungkin tidak mendengar seruan gadis berkaki satu, mungkin juga tidak

perduli orang berpakaian merah muda yang memang adalah Jaka Pesolek si

Penangkap Petir terus saja melesat menyongsong sambaran cahaya merah yang

keluar dari Lentera Iblis.

Semua orang di lereng barat Bukit Batu Hangus termasuk Raja Mataram

terkesiap membelalak, ada yang berseru kaget tidak percaya ketika melihat

bagaimana Jaka Pesolek mengembangkan dua tangan lalu secepat kilat

menangkap ujung cahaya merah yang sebenarnya adalah serangan ilmu kesaktian

Api Neraka yang keluar dari Lentera Iblis di tangan Kesatria Roh Jemputan alias

Pangeran Matahari!

Jaka Pesolek juga keluarkan seruan kaget karena tidak seperti petir yang

beberapa kali berhasil ditangkap sebelumnya, petir yang satu ini walau agak

mudah ditangkap namun mempunyai daya kekuatan aneh hingga pemuda pesole

kini nyaris terbanting ke bukit batu.

“Hebat! Petir Bukit Batu Hangus ternyata Lebih nakal dari petir Bukit

Randugunting! Aku suka! Hik ... hik!”

Jaka Pesolek lalu perhatikan pakaian, tubuh serta kaki dan mengusap wajah.

”Aneh,”ucapnya perlahan. “Tidak seperti yang sudah-sudah, mengapa pakaian

dan tubuhku tidak tertutup bara api? Hik ... hik ... hik. Ini lucu! Petir Bukit Batu

Hangus ternyata lucu! Hik... hik...hik!”

Suara yang terdengar suara lelaki tetapi lembut sedang suara tawa cekikikan

menyerupai tawa perempuan.

Jaka Pesolek kerahkan seluruh ilmu kesaktian pada kedua tangan. Dia berhasil

menggulung cahaya merah lalu ditarik ke bawah seperti menarik benang layang-

layang kemudian dilibat-libatkan ke kaki, pinggang dan dada! Setelah itu Jaka

Pesolek gulingkan tubuh beberapa kali di tanah sambil keluarkan suara tawa

gembira seperti anak kecil tengah bermain-main.

“Enak juga panasnya! Tapi tidak seenak panasnya petir di Bukit Randugunting!

Pusarku terasa geli! Hik…hik!”

Setelah puas bermain main dengan cahaya merah yang sebenarnya merupakan

cahaya serangan maut, Jaka Pesolek melompat bangun. Ujung cahaya Api Neraka

dilempar keatas dan meledak di lereng bukit pada ketinggian enam tombak!

“Oala! Mengapa meledaknya aneh?!”

Jaka Pesolek berucap kaget terheran-heran. Begitu memandang berkeliling

barulah dia melihat apa yang terjadi dan langsung bulu kuduknya jadi merinding.

“Ihhh..!”

Pangeran Matahari terjengkang akibat tenaga serangan Lentera Iblis yang

membalik menghantam dirinya, Sinuhun Merah Penghisap Arwah berteriak kaget


dan juga marah. Bukan saja karena serangan Api Neraka musnah namun dari atas

bukit mereka melihat bagaimana tebaran cahaya merah melesat ke berbagai arah

dan secara liar melabrak Jin Perut Bumi yang saat itu tengah melesat turun untuk

menyerang Raja Mataram serta Pendekar 212.

Puluhan Jin Perut Bumi terpanggang hangus, meledak lalu lenyap setelah lebih

dulu berubah menjadi kepingan menyala. Raungan dahsyat menggelegar di

seantero tempat. Beberapa orang Mataram yang ada di lereng bukit ikut menjadi

korban. Yang lain-lain masih bisa selamatkan diri karena cepat bertiarap. Jaka

Pesolek menatap ke udara, memandang berkeliling. Dia seolah baru menyadari

kalau ada banyak orang di tempat itu. Dua orang diantara mereka dikenalinya

yaitu Dewi Kaki Tunggal dan Ni Gatri.

“Aih, di tempat ini ternyata banyak lelaki gagah dan ada pemuda lucu tapi

ganteng. Aduh bagaimana wajahku. Jangan-jangan tidak karuan rupa!”Dari balik

pakaiannya Jaka Pesolek keluarkan sebuah cermin. Sambil menatap ke dalam

cermin rambut dipatut-patut. Lalu dia mengeluarkan sebuah potongan kayu kecil

berwarna merah. Benda ini dipoleskan ke atas bibir hingga bibir itu kini berwarna

lebih merah dan tampak lebih segar. Setelah merapikan wajah, rambut dan

pakaiannya, Jaka Pesolek simpan kembali cermin dan alat pemerah bibir. Dia

memandang ke arah Rakai Kayuwangi sambil hati menduga duga karena seumur

hidup dia memang belum pernah bertemu muka dengan Raja Mataram. Lalu gadis

berkumis halus ini lontarkan lirikan pada Pendekar 212 Wiro Sableng!

Jin Ketua yang tengah melesat hendak menyerang Wiro menggembor keras

sewaktu merasa paha kirinya mendadak panas luar biasa. Ketika diperhatikan

ternyata paha itu sudah buntung. Rupanya ada pecahan sinar Lentera iblis yang

terpesat menghantam kakinya. Ujung buntungan kaki menyala dikobari api

sementara kutungan kaki sebelah bawah tidak diketahui berada dimana! Sebelum

tubuhnya meledak Sang Ketua melesat turun ke bukit berusaha mencari air untuk

memadamkan api yang mulai naik ke tubuhnya sebelah atas. Dari udara dia

melihat satu mata air kecil. Langsung saja dia mengayun tubuh lalu masukkan

kaki kirinya yang terbakar ke dalam mata air.

“Cesss!”

Air dan kaki yang terbakar saling bersentuhan menimbulkan suara

menggidikkan. Jin Ketua menjerit setinggi langit namun dia selamat dari

kematian! Cula di kepala pancarkan cahaya merah terang tapi berkedap-kedip.

Lidah di dalam mulut terasa kaku pendek, tak mampu dijulur keluar. Dalam

keadaan seperti itu pimpinan Jin Seratus Perut Bumi ini terperangah kaget ketika

tiba-tiba dia melihat satu tangan kiri panjang merah menyala dengan jari-jari

membentuk tinju hanya berada sejengkal di depan dadanya, siap menjotos! Jika

hal itu sampai terjadi maka tak ampun lagi tamatlah riwayatnya dengan dada

bolong dan tubuh dilamun api lalu meledak seperti yang terjadi dengan salah

seorang anak buahnya begitu pertama kali mereka datang di Bukit Batu Hangus.

“Pukulan Tangan Api Menjebol Tembok Berhala!”ucap Jin Ketua dengan

dada bergetar sambil menatap pucat ke arah Tabib Sepuluh Jari Dewa yang tegak

di hadapannya. Kalau saja lidah di dalam mulutnya tidak berubah pendek dan


kaku, saat itu juga pasti orang yang berdiri di hadapannya sudah dilibas. Melirik

ke samping kiri dia melihat gadis berkaki satu dan Eyang Dukun siap

menghantam. Di samping kanan Kesatria Panggilan tegak dengan wajah

menyeringai dan tangan kanan masih memancarkan cahaya perak menyilaukan

disertai sambaran hawa panas. Lalu masih ada satu lagi orang tua berkepala

gundul kuning yakni Klingkit Kuning yang dari penampilannya pasti pula

memiliki ilmu kepandaian tinggi. Tidak ada kesempatan untuk lolos dari lobang

jarum!

Satu satunya cara menyelamatkan diri adalah dengan mengamblaskan tubuh

masuk ke dalam tanah. Tapi jika gerakannya terlambat dan tangan kanan Tabib

Sepuluh Jari Dewa menghajar tubuh atau kepalanya lebih dulu maka celakalah

dirinya! Apakah dia berjibaku saja atau mengintai kelengahan orang?!

Perlahan-lahan Jin Ketua jatuhkan tubuh dan duduk di tanah setengah bersila.

Dengan suara bergetar dia berkata.

“Tabib Sepuluh Jari Dewa. Aku mahluk bersalah! Aku menyesal telah

mengkhianati Raja dan Kerajaan Mataram yang memberi peluang hidup padaku,

yang dulu pernah aku bela ketika terjadi pemberontakan besar di Bhumi ini.

Untuk menebus dosa kesalahanku, aku tidak akan menghindari kematian di

tanganmu. Namun, jika kau masih mau berbaik hati dan menaruh belas kasihan,

aku mohon kau memberi ampun pada diriku. Aku merasa tidak sanggup kembali

ke alam roh untuk selama lamanya. Aku akan berbakti padamu selama bumi

terkembang!”

Tiba-tiba dua puluh satu Jin Perut Bumi anak buah Jin Ketua yang masih hidup

melompat lalu berlutut di samping kiri kanan Tabib Sepuluh Jari Dewa. Salah

seorang dari mereka berkata.

“Tabib sakti, jangan bunuh pemimpin kami. Kami bersedia menjadi tumbal

kematian untuk kau bunuh sebagai pengganti nyawa gaib pimpinan kami.”Habis

bicara, diikuti teman-temannya jin tadi pentang dada ke arah Tabib Sepuluh Jari

Dewa, kepala mendongak, sepasang mata merah dipejamkan. Semua tampak

pasrah, siap, menerima kematian.

Sesaat Tabib Sepuluh Jari Dewa jadi terpana. Namun diam-diam orang tua ini

berpikir mengapa Ketua Seratus Jin Perut Bumi minta pengampunan padanya,

bukan jatuhkan diri berlutut dan memohon pada Raja Mataram.

Dalam kebimbangan sang tabib melirik pada Dewi Kaki Tunggal dan Eyang

Dukun Watukura yang berdiri di dekatnya. Eyang Dukun diam saja. Gadis berkaki

satu geleng gelengkan kepala. sambil memandang ke arah Pendekar 212. Sang

pendekar sendiri kemudian menatap ke arah Raja Mataram. Saat itulah dia

menyadari bahwa di kening Raja masih terdapat dua benjolan merah. Berarti Raja

masih berada dalam keadaan bahaya. Tidak mau membuang waktu Wiro segera

melompat ke hadapan Rakai Kayuwangi dan sapukan telapak tangan kanan di atas

dua benjolan. Sambil melompat ke arah Raja Wiro berteriak.

“Jangan percaya ucapan mahluk-mahluk alam gaib itu. Mereka semua pandai

menipu!”

“Dess!”


Wiro tersentak kaget ketika tangan kanannya terpental begitu bersentuhan

dengan kening Raja. Mata mendelik tatkala melihat dua benjolan yang ada di

kening Raja masih ada, tidak musnah! Malah tangan kanannya tampak bergetar

hebat dan terasa seperti mau lumpuh! Wiro cepat kerahkan hawa sakti yang

bersumber pada Kapak Naga Geni 212 yang ada di dalam rongga dada, dibantu

yang ada dalam aliran darahnya!




TUJUH


MELIHAT keadaan Pendekar 212 Dewi Kaki Tunggal maklum apa yang

terjadi. Cepat dia berteriak.

“Wiro!Adaorangcobamenyusupkanilmujahatketanganmu!Ingatperistiwa

waktu kau berusaha melenyapkan benjolan merah di kening Lemayang dan orang

malang itu pecah kepalanya?! Saat ini agaknya kau masih menyimpan kekuatan

tenaga dalam dan aji pukulan sakti di tangan kananmu hingga ilmu jahat yang

hendak disusupkan tidak bisa tembus dan dirimu serta Raja selamat dari celaka

besar!”

Raja Mataram Rakai Kayuwangi Dyah Lokapala tersentak pucat. Murid Sinto

Gendeng terperangah. Mata Masih membelalak menatap ke arah Raja Mataram

lalu pandangi tangan sendiri yang berwarna putih perak karena masih dialiri aji

kesaktian puku1an Sinar Matahari.

“IlmuSeratBerhata!”UcapWiroyangmasihingatdanmenyebutnamailmu

hitamyanguntukkeduakalihampirmenclakainyadanRajaMataram.“Jahanam

keji. Pasti Sinuhun Merah Penghisap Arwah yang punya pekerjaan. Tapi aku tidak

melihat dia ada di ataslerengbukitsebelahutarasana!”

“Diapastiadadisana.Sembunyidibalikilmukesaktianyangmenyesat

pandanganmata!”JawabDewiKakiTunggal.

Mendengar ucapan gadis berkaki satu itu serta merta Wiro kembali merapal aji

kesaktian. Begitu tangan kanan berubah warna menjadi perak menyilaukan dan

menghampar hawa panas, dia segera menghantam ke arah bukit sebelah utara.

Namun satu hal tidak terduga mendadak berlangsung di depan mata.

Selagi semua orang terbagi perhatiannya pada Raja, Dewi Kaki Tunggal dan

Wiro, Jin Ketua pergunakan kesempatan. Laksana kilat tangan kanannya yang

besar dan berkuku panjang melesat ke arah kepala Tabib Sepuluh Jari Dewa tanpa

sang tabib mampu membuat gerakan selamatkan diri.

“Praakk!”

Tabib Sepuluh Jari Dewa terjengkang di tanah dengan kepala rengkah

menggidikkan.

Semua orang yang ada di tempat itu berteriak kaget dan marah. Tapi wusss!

Dengan mempergunakan ilmu kesaktiannya Jin Ketua amblaskan diri lenyap

masuk ke dalam bumi, meninggalkan tanah dan debu serta kepingan batu yang

bermuncratan ke udara.

“Akan aku kejar!” Dewi Kaki Tunggal berteriak. Tadi dia telah

menyelamatkan tabib sakti itu. Ternyata sekarang tetap saja menemui ajal.

Amarah Dewi Kaki Tunggal bukan alang kepalang. Tabib Sepuluh Jari Dewa

dibunuh di depan mata kepalanya! Didahului teriakan keras Dewi Kaki Tunggal

hunjamkan kakinya yang hanya satu ke dalam tanah lalu tubuhnya berputar

laksana gasing. Dalam sekejapan saja sosok Dewi Kaki Tunggal sudah tenggelam

sampai ke pinggang. Namun sebelum gadis itu lenyap dari permukaan tanah Raja

Mataram cepat melompat memegang bahunya.


“Dewi,kaubisamengejar.Tapitidakakanmampumembunuhmahlukcelaka

itu. Bukan aku merendahkan ilmu kepandaianmu. Namun aku menduga kau tidak

memiliki ilmu kesaktian yang berinti pada kekuatan panas atau apil Terialu

berbahaya.Kaubisacelakadanmenemuiajal!”

Menyadari Apa yang dikatakan Raja Mataram benar adanya, Dewi Kaki

Tunggal tidak membantah. Dia memutar tubuh ke arah berlawanan dan kejap itu

juga mencuat keluar dari dalam tanah.

Walau mengenal Tabib Sepuluh Jari Dewa belum lama dan malah pernah

mencurigai dirinya namun kematian orang tua bertubuh gemuk yang sangat

mengenaskan itu membuat Pendekar 212 Wiro Sableng mendidih amarahnya.

Pukulan Sinar Matahari yang tadinya hendak dipakai untuk menyerang musuh di

lereng bukit sebelah utara kini dihantamkan ke arah dua puluh Jin Perut Bumi

yang masih ada di tempat itu.

Dua kah terdengar suara menggelegar dan dua kali pula cahaya putih panas

menyapu.

“Gila!Adapetirbisakeluardaritangan!Duapetirsekaligus!”Tiba-tiba ada

suara orang berteriak.

Sementara itu dua puluh Jin Perut Bumi ketika melihat dua serangan sinar

putih berkiblat menyambar ke arah mereka menjerit keras, berusaha melesat ke

atas dan ada yang meniru pimpinannya, mengamblaskan diri ke dalam tanah.

Namun Pukulan Sinar Matahari datang menghantam luar biasa cepat. Dua puluh

Jin Perut Bumi mencelat ke udara dengan tubuh dikobari api. Begitu jatuh di atas

bukit tubuh mereka tampak gosong hitam lalu meledak berkeping keping, berubah

jadi asap dan akhirnya lenyap dari pemandangan, meninggalkan tebaran bau amis.

Di lereng bukit sebelah utara terdengar teriakan-teriakan marah dan menyumpah.

Wiro melirik ke arah Raja Mataram ketika dia mendengar Rakai Kayuwangi

menghela nafas dalam. Wajah sang Raja tampak redup. Dewi Kaki Tunggal

membisikkan sesuatu ke telinga Wiro.

“YangMulia,apakahsayatelahmembuatkesalahan?Membunuhpuluhanjin

tadi?”Wirobertanyasetelahmendengarbisikangadisberkakisatu.

“Kejahatandanmahluk-mahluk jahat memang harus dimusnahkan dari muka

bumi. Namun aku merasa hiba. Mahluk-mahluk yang disebut Seratus Jin Perut

Bumi itu dulu adalah mahluk gaib yang berbakti pada para sepuh Kerajaan

Mataram. Mereka ikut menyelamatkan Kerajaan ketika terjadi pemberontakan

besar…”

“YangMulia,kalausayatelahberbuatkelirusayamohonmaaf.Namunmasa

lalu adalah sesuatu yang tidak akan pernah datang lagi. Kita harus menghadapi

kenyataan yang ada saat ini, Apakah kita akan menjadi korban kejahatan atau kita

harus membasmi kejahatanagarkitatidakmenjadikorban...”

RajaterdiamlalupegangbahuPendekar212danberkata.“KesatriaPanggilan,

kautidakkeliru...”katanyakemudian.

Wiro alihkan pandangan ke arah lereng bukit sebelah utara. Raja Mataram dan

semua orang yang masih hidup ikut palingkan kepala memandang arah yang

sama. Di lereng bukit sebelah utara Kesatria Roh Jemputan alias Pangeran


Matahari tidak kelihatan lagi. Namun di atas sana kini ada cahaya samar redup

berwarna kuning kemerahan. Sayangnya tidak semua orang yang terlalu

memperhatikan hal ini. Kecuali Dewi Kaki Tunggal yang berbisik pada Pendekar

212.

“Wiro,walautidakkelihatanakumendugaorangorangjahatitumasihadadi

lereng bukit sebelah utara. Mereka sembunyi dibalik ilmu penyesat mata. Selain

itu ada cahayaredupanehdiatasbukitsana...”

“Dewi,harapkauterusmemperhatikan.Sesuatuyangmencelakakanbisa

terjadisecaramendadak,”menjawabPendekar212.

Sementara itu Raja memerintahkan beberapa pengawal mengurus jenazah

Tabib Sepuluh Jari Dewa dan Klingkit Kuning. 11Kita akan menyemayamkan lalu

membakar jenazah Tabib dan Klingkit Kuning bersama jenazah semua orang yang

adadibukitini.”

Pendekar212berkatapadaDewiKakiTunggal.“Dewi,cepatkaulenyapkan

dua benjolan merah yang masih ada di kening Raja Mataram. Aku tidak mau

melakukan sendiri, kawatir ilmu setan Serat Berhala masih bersarang dalam

tanganku.”

“Tapiakutidakpunyailmukesaktianitukarenatidakkejangkitanbenjolan

merah. Maksudku, aku belum kebagian ilmu Menahan Darah Memindah Jazad

yang kau miliki. Bagaimana kalau kita minta Eyang Dukun saja yang

melakukan...”JawabSakuntaladewialiasDewiKakiTunggal.

Wiro menggaruk kepala.

“Tidak,haruskau sendiriyang melakukan.Jangan kawatir,aku akan

menolongmu. Bukankah kau yang memberi tahu jika dipakai untuk menolong,

dengankehendakYangMahaKuasailmuitubisadipindahkanpadaoranglain.”

Wiro lalu letakkan tangan kanan di punggung si gadis. Sambil merapal aji

kesaktian dia mendorong gadis berkaki satu itu mendekati Raja Mataram.

Bersamaan dengan itu Wiro kerahkan aliran sakti dan tenaga dalam ke punggung

Dewi Kaki Tunggal.

“SekarangDewi!”ucapPendekar212begituDewiKakiTunggaltelah

berhadapan hadapan dengan Raja.

Begitu mendengar ucapan Wiro, Dewi

Kaki Tunggal segera angkat tangan kanan sementara Rakai Kayuwangi yang

tahu orang hendak menolongnya maju mendekat sambil rundukkan kepala.

Telapak tangan kanan yang halus Dewi Kaki Tunggal menyapu lembut di atas

kening Raja Mataram. Kejap itu juga dua benjolan merah di kening Rakai

Kayuwangi lenyap tidak berbekas. Semua orang yang menyaksikan berseru

gembira. Dan kegembiraan ini bersambung menjadi seruan-seruan panjang yang

riuh sewaktu puluhan orang yang masih belum sempat disembuhkan mendadak

sontak ikut lenyap benjolan-benjolan merah yang ada di kening mereka.

“DewaJagatBathara!”berkataEyangDukunUmbutWatukura.“Rupanya

angkara murka yang menimpa Bhumi Mataram oleh orang-orang jahat dipusatkan

pada Sri Baginda Raja. Celaka Raja maka celaka semua yang hidup di Kerajaan

ini. Sembuh Raja sembuh pula mereka semua. Aku yakin yang mengalami


kesembuhan bukan cuma yang ada di bukit ini, tapi semua orang di seluruh

Kerajaan...!”

Raja usap keningnya yang kini licin. Sepasang mata tampak berkaca-kaca.

“KuasaParaDewasungguhluarbiasa...”ucapRajaMataram dengansuara

bergetar. Lalu dia memimpin semua orang di tempat itu berlutut sambil

mengucapkan puji syukur dan terima kasih pada Yang Maha Kuasa. Dalam

kekhusukan itu sekonyong-konyong di lereng bukit sebelah utara terdengar

teriakan lantang disusul gelegar suara tawa.

“RajadanrakyatMataram!Janganterlalucepatbergembiradanbersyukur!

Lihatapayangakubawa!Ha...ha...ha!”

Semua orang yang ada di lereng bukit sebelah barat sama terkesiap dan

serentak dongakkan kepala. `

“Astaga!MerekamenangkapRatuRandang!”Yangberteriakadalahnenek

bermuka bulat tak beralis Rauh Kalidathi.



DELAPAN


DI LERENG Bukit Batu Hangus sebelah utara, dalam keredupan cahaya

kuning kemerahan tampak berdiri seorang perempuan tua, tubuh terbungkuk,

kepala menunduk dan muka lebam, mata terpejam bengkak, mulut terkancing.

Rambut yang biasa dikuncir lucu ke atas kini lepas awut-awutan. Pakaian yang

dikenakan tampak robek besar di beberapa bagian. Bukan cuma, Rauh Kalidathi

yang tadi berteriak, semua orang serta merta mengenali kalau perempuan itu

memang Ratu Randang adanya. Lereng barat bukit serta merta menjadi gempar.

Di leher Ratu Randang melingkar benda aneh berbentuk tali gelembung

panjang sebesar lengan berwarna putih berlumur darah. Tali ini bergerak

berdenyut seperti hidup. Di sela bibir perempuan berusia lebih setengah abad ini

terlihat lelehan darah tanda dia menderita, luka dalam yang cukup parah.

“Ratudijiratdenganrantaiususbabi!Celaka!Kitatidakbisamembebaskannya

kalau tidak menemukan bangkai babi yang punya usus dan membakarnya! Yang

berteriak adalah Eyang Dukun Umbut Watukura.

Di samping kiri Ratu Randang, berdiri menyeringai seorang pemuda

berpakaian serta mengenakan ikat kepala kain hijau. Wajah tertutup kumis,

janggut dan cambang bawuk hitam. Ghama Karadipa alias Sinuhun Muda! Dialah

tadi yang mengeluarkan suara teriakan serta tawa bergelak.

Di sebelah Sinuhun Muda berdiri Kesatria Roh Jemputan alias Pangeran

Matahari, memegang Lentera Iblis dan dongakkan kepala serta mengulum

seringai penuh kecongkakan. Sepasang mata sesekali menatap tajam ke arah Jaka

Pesolek. Agaknya ada semacam kebencian, mungkin juga dendam dalam dirinya

terhadap gadis ini. Karena Jaka Pesoleklah yang telah menggagalkan serangan

maut Lentera Iblis yang tadi ditujukan untuk membunuh Pendekar 212 Wiro

Sableng.

Di sebelah kanan Ratu Randang ada satu sosok aneh. Sosok ini selain terlihat

agak samar juga merupakan sosok seorang anak lelaki kecil berpakaian bagus,

berusia sekitar dua belas tahun, memiliki sepasang alis mata tebal hitam. Walau

wajahnya gagah namun sikapnya tidak kalah pongah dengan Pangeran Matahari.

Dia tegak sambil rangkapkan dua tangan di atas dada dan mata menatap dingin

sementara mulut menyeringai pencong. Sesekali tangan kirinya bergerak

mengusap anting anting emas yang mencantel di telinga kiri.

“YangMulia,apaYangMuliatahusiapagerangananaklelakisamardi

sebelah kanan Ratu Randang? Kelihatannya Sinuhun Muda Ghama Karadipa

menaruhhormatpadanya.”BertanyaRauhKalidathi.

Raja Mataram tidak segera menjawab. Dia berusaha berpikir keras.

Wiromenggarukkepalalaluberkata.“BocahitumiripdenganKesatria

LoncengMataram,MimbaPuranayangpernahsayalihatbeberapawaktulalu...”

“Kaubenar,”menyahutiRajaMataram.“Wajahsangatmiriptapi sikap dan

penampilannya tidak seperti Mimba. Yang satu ini tampak congkak. Pakaian

mewah sementara Satria Lonceng Dewa selalu mengenakan pakaian kain kasar

dansangatsederhana.Akucobamenduga…”Rajausapdagunyayangditumbuhi


janggut meranggas. MendadakwajahRakaiKayuwangiberubah.“Dengar...”

Katanya.“Akupernahmenyirapkabar.Anaklelakiinipernahmunculsewaktu

terjadi pemberontakan besar di Bhumi Mataram. Dia tidak berada di pihak

Kerajaan! Hyang Jagat Bathara. Aku ingat sekarang! Dia adalah Dirga Purana,

bocahkembaranMimbaPurana...”

Eyang Dukun Umbut Watukara melangkah mendekati Rakai Kayuwangi.

Setengahberbisikdiaberkata.“Keadaankitasungguhsulit.Jikabocahitu

berpihakpadaSinuhunMerahPenghisapArwah...”

“Yangakulebihkawatir,”sahutRajapula.Miabukancumaberpihakpada

Sinuhun Merah Penghisap Darah tapi justru dia yang jadi biang keladi semua

malapetaka yang terjadi di Bhumi Mataram! Mulai dari Malapetaka Malam

jahanam!

“Yang Mulia,saya pernah mendengartentang disebutsebutnya Sang

Junjungan oleh kelompok Sinuhun Merah Penghisap Arwah. Jangan-jangan bocah

inilahorangnya.”(TentangDirgaPuranaharapbacaSerialMimbaPurana

Kesatria Lonceng Mataram karangan Bastian Tito)

“Bisajadi,”jawabRajapula.“Kitaharusmelakukan sesuatu menyelamatkan

RatuRandang...”

Wiro menatap tak berkesip ke arah lereng bukit sebelah utara lalu berkata.

“YangMuliasetahusayaRatuRandangpunyailmukesaktianmerubahdiriatau

menjadikan benda mati atau benda hidup lainnya menyerupai dirinya.

Mungkinkah saat ini dia tengah melakukan tipuan dan yang ada di atas lereng

sanasebenarnyabukandirinyayangasli?”

“JikamusuhmempergunakanrantaiususbabimakasemuakesaktianRatu

Randang akan lenyap sampai rantai usus babi itu tersingkir dari lehernya. Untuk

menyingkirkan rantai usus babi kita harus mencari dan membakar bangkai babi

yangpunyaususitu!”MemberitahuEyangDukunUmbutWatukura.

Wiromelirikpadagadisberkakisatu.“SesuatutelahterjadidenganRatu

Randang sewaktu aku tinggalpergikebukitini...”

Dewi Kaki Tunggal berpaling pada Ni Gatri.

“NiGatri,akupernahmemintamumenemuiRatuRandanguntukmengambil

BungaMataharisakti.Ketikakaumenemuinyabagaimanakeadaannya?”

“SaatituRatutampakbiasa-biasa saja. Malah setelah memberikan Bunga

MatahariRatusempatberkatakalaudiaakansegerapergikeBukitBatuHangus.”

Menerangkan Ni Gatri. Seperti diketahui ketika Ni Gatri menemui Ratu Randang,

nenek berwajah cantik itu baru saja bertarung menghadapi Pangeran Matahari dan

Tiga Iblis Menjunjung Dupa. Kakek Kumara Gandamayana yang muncul di

tempat kejadian membantu Ratu Randang dan berhasil menghabisi Iblis Kedua.

Namun dirinya sendiri dipendam di dalam tanah oleh Sinuhun Muda dan dua Iblis

yang masih hidup. (Baca episode sebelumnyaberjudul“DewiKalkiTunggal”)

Mendengar keterangan Ni Gatri, Wiro menggaruk kepala.

“Gawatjuga!BagaimanaakuharusmenyelamatkanRatuRandang!Aku

memilihmengadujiwa!”


“PendekarDuaSatuDua!Tidakadayanggawatkalaukaumaumenerima

diriku sebagaisahabat!Apauntungnyamengadujiwasegala?!”

Di udara mendadak terdengar suara perempuan bicara. Lalu wutt! Sebuah

benda hitam panjang melesat dari balik sederetan batu besar dan buuuk! Benda

panjang ini jatuh bergulung di hadapan Wiro dan Raja.

Keduanya cepat melompat mundur.

Ternyata benda itu adalah seekor ular hitam besar berkepala putih. Dengan

cepat ular tegakkan kepala. Melihat sikap yang mengancam dari binatang ini Wiro

cepat menggeser kaki, berdiri melindungi Raja sambil tangan kanan siap

melancarkan pukulan Tangan Dewa, Menghantam Karang.

Ular besar miringkan kepala sambil keluarkan ucapan.

“Mau membunuhku? Apa untungnya!Padahalaku berniatmemberikan

pertolonganpadakalian!”Habisbicarawuss!Sosokularhitamkepulkanasapdari

kepala sampai ke ujung ekor. Lalu terdengar suara tawa panjang. Bersamaan

dengan itu ular hitam kepala putih menjelma berubah menjadi sosok seorang gadis

cantik mengenakan pakaian sutera halus hijau nyaris tembus pandang. Di

kepalanya ada satu mahkota terbuat dari perak berkilau berbentuk kepala ular

dengan sepasang mata terbuat dari batu permata hijau. Bau harum menebar keluar

dari tubuh dan pakaian. Ular hitam kepala putih besar yang tadi lenyap kini

kelihatan dalam ukuran lebih kecil, menyembul keluar dari perut si gadis!

“DewiUlar!”UcapWirotidaksenangketikamelihatdanmengenaliujudgadis

yang berdiri di hadapannya.

“DewiUlar! Ah! Itu nama yang hebattapiyang tidak membawa

keberuntungan bagi diriku. Kau tahu nama asliku. Kunti Ambiri.

Mengapa tidak memanggil aku dengan nama itu? Apa nanti tidak saru dengan

sahabatmugadisberkakisatuitu?”Ularjejadianyangkinimerubahujudmenjadi

seorang gadis cantik menjawab. Suara dan sikapnya yang selalu garang dan

sombong menghina sekarang berubah lembut.

“Ada apa kau muncul di sini! Jangan berani membuat tambah kalut urusan!

Apa kau tidak tahu kalau di sini hadir Sri Baginda Raja Mataram dan kami tengah

menghadapisatuperkarabesar!”

“Akutidakbermaksudmengacaukanurusankalian,apapunadanya.Akujuga

manaberaniberlakutidakhormatterhadapRajaMataram.”Habisberkatabegitu

Dewi Ular memutar tubuh menghadap Rakai Kayuwangi Dyah Lokapala lalu

membungkuk memberi hormat. Diam-diam matanya melirik ke arah Jaka Pesolek

danmembatin.“Sulitakumendugaapakah dia benar-benar betina atau jantan.

Hik..hik..hik!”

“Aneh,kausekarangkelihatansopandanlembut.Malahjelas-jelas berpihak

kepada kami. Apa kau sudah tidak laku lagi menjual diri dan tipu muslihat di

kalangan mahluk bernama Sinuhun Muda? Tipuan apa yang ada dibalik semua

sikapmuini?!”TanyaPendekar212sambilmenataptajamtepatkearahsepasang

mata Dewi Ular.

“Wiro,dengar.Akutahurahasiapenangkalilmurantaiususbabiyangmenjirat

leherRatuRandang


“SiapapercayaPadamu!SemuaorangdiBhumi Mataram tahu kalau kau

adalahkakitanganbahkangendakSinuhunMudaGharnaKaradipa!”

“Berucapdanmendugasepertiyangkaulakukanapasalahnya?”JawabDewi

Ular.“Ketahuilah,orang-orang di lereng bukit sana sekarang sudah menjadi

musuhku. Mereka menghina dan melecehkan diriku termasuk Pangeran Matahari!

Aku diminta melayani beberapa mahluk edan yang jadi kaki tangannya! Termasuk

KetuaJinSeratusPerutBumiyangtadikakinyakaubuatbuntung!Siapasudi!”

“Akutetaptidakpercayapadamu!Akutahukaupandai mengarang cerita!

Tidak ada yang memintamu datang ke Bhumi Mataram ini! Apa yang terjadi

dengan dirimu menjadi urusanmu sendiri! Ular sungguhan saja punya seribu

kelicikan.Apalagiulariblissepertidirimu!”

Dewi Ular tersenyum.

“Wiro,dinegeridelapan ratus tahun mendatang kita bisa merupakan musuh

bebuyutan dan saling berbunuhan. Bahkan kau memang telah membunuh diriku di

jurang batu pualam. Ingat? Tapi di negeri ini apa salahnya kalau kita saling

bersahabat. Bersatu menghadapi musuh Raja dan rakyatMataram.”

Wiro tetap tidak bisa percaya ucapan Dewi Ular. Perempuan iblis ini mungkin

saja tengah menyiapkan satu tipu daya besar. Raja Mataram Rakai Kayuwangi

mendekati Wiro dan membisikkan sesuatu. Wiro kemudian menatap ke arah Dewi

Ular. Lalu berkata.

“Tadikaumengatakankautahurahasiapenangkalrantaiususbabiyang

menjiratRatuRandang.Janganmenipu!Bagaimanakaubisatahu...?”

Dewi Ular tersenyum. Ujung lidah di ulurkan membasahi bibir yang merah

bagus. Mata di kedipkan.

“Ketikamasihbercinta dengan Sinuhun Muda, banyak rahasia yang aku dapat.

TidakbedaketikaRatuRandangmenipuSinuhuntololitu!”

“Kalaubegitukatakanrahasiaitupadaku.”

“Akumalahtelahmembawabendapenangkalitu,”jawabDewiUlar.

“Cobaperlihatkan,”kataWiropula agak tidak sabaran tapi tetap berlaku penuh

waspada. Bisa saja gadis iblis ini pura-pura mengeluarkan sebuah bendi yang

kemudian ternyata bisa meledak, membunuh atau meracuni semua orang yang ada

di tempat itu.

Dewi Ular gerakkan tangan kanan ke balik dada pakaian. Gerakannya sengaja

dibuat menggairahkan. Wiro jadi curiga. Bisa saja di bawah payudaranya yang

putih kencang itu dia menyembunyikan satu benda yang dapat membawa celaka!

“Tunggu!'WiroberkatadancepatpegangtanganDewiUlar.“Bersumpahlah

bahwa kau bukan dikirim oleh Sinuhun Muda atau Sinuhun Merah untuk menipu

danmencelakaidiriku,Rajaatausiapasajayangadaditempatini.”

Dewi Ular tatap sebentar wajah Wiro Pendekar 212 lalu rundukkan kepala

mencium tangan sang pendekar penuh khidmat. Dasar gadis nakal, dari hanya

mencium dia kemudian menjilat tangan Wiro, dengan ujung lidah, lantas berkata.

“Wiro,mahluksemacamkumanamengenalsumpah.Hidupkuadalahgelap

atau hitam. Jikalau kau menaruh curiga maka silahkan gebuk dan pecahkan

kepalakusaatinijuga!”


Wiro terdiam, menoleh ke arah Raja. Ketika Raja anggukkan kepala, perlahan

lahan Wiro tarik tangan kanannya yang masih dicium dan dijilati oleh Dewi Ular

lalu berkata.

“KuntiAmbiri.Bagaimanapunakubelumbisapercayapadamu.Tapijikakau

memang tidak membekal niat jahat harap kau segera perlihatkan padaku dan Raja

bendapenangkalitu!”

“Terima kasih kau memanggilku dengan nama itu.Bagiku itu sudah

merupakansatukebahagiaandankepercayaan,”kataDewiUlarpula.Laludari

balik dada pakaiannya Dewi Ular alias Kunti Ambiri mengeluarkan sebuah

kantong kain hitam. Dari dalam kantong kain hitam dia mengambil satu

bungkusan daun keladi. Ketika bungkusan dibuka di atas daun terlihat satu benda

berbulu putih bergelimang darah menjijikkan.

“Apaitu?”tanyaWiro.

“Potongankemaluanbabibetina...”JawabDewiUlar.

“Huekkk!”

Raja Mataram semburkan muntah. Wiro cepat menutup mulut karena

mendadak sontak perutnya jadi mual dan ingin menyemburkan muntah pula.

Dewi Ular tertawa.

“Pendekar,kalauumpamanya yang aku pegang ini bukan potongan kemaluan

babibetina,tapipotongankemaluanperempuanbenaranapakah



SEMBILAN


WIRO menggaruk kepala. Walau kemudian membentak, dia berusaha

sembunyikan senyum jengkelnya.

“KuntiAmbiri!Jagamulutmu!KaubicarakotorapadihadapanRaja!”

Air muka Raja Mataram sendiri tampak berubah merah mendengar ucapan

Dewi Ular. Orang-orang yang ada di tempat itu terperangah. Nenek Rauh

Kalidathi mesem-mesem. Dewi Kaki Tunggal dan Ni Gatri saling pandang sama-

sama rikuh.

“Siapayangbicarakotor!”jawabDewiUlar.“Sebentarlagiakan aku

buktikan!”

Sementara itu di atas lereng bukit sebelah utara, cahaya merah kekuningan

yang sejak tadi tampak redup kini kelihatan lebih jelas. Pertanda ada satu

kekuatan dahsyat yang tengah menunggu saat meledaknya.

Sinuhun Muda mengusap wajah lalu berkata pada anak lelaki dua belas tahun

di sebelahnya.

“KesatriaJunjunganDirgaPurana.DewiUlartiba-tiba muncul di lereng bukit

sana. Gadis iblis itu menjual diri ke mana-mana...”

“Sinuhunsalahseorangpembelinya!”tukasDirgaPuranasambiltersenyum

lalu cibirkan mulut.

TampangSinuhunMudamenjadimerahkelammembatu.“KesatriaJunjungan,

harap tidak terus terusan menyudutkan saya! Saya punya firasat kalau Dewi Ular

saat ini tengah melakukan sesuatu yang bisa mencelakai kita. Jika saya dan teman-

teman mulai menyerang, harap kau mau memberi perlindungan dengan ilmu

MegaKuningSujudKeBum!”

“SinuhunMuda,akukawatir.Selamabercintadengangadisiblisitukautelah

banyak terpedaya. Itu semua karena kelemahanmu. Tidak bisa mengendalikan

nafsu syahwat! Ingat, sebelum Malam Jahanam turun ke Bhumi Mataram kau

sudah diberi peringatan sebaiknya tidak menyentuh tubuh perempuan selama dua

puluhsatuhari”

“KesatriaJunjungansayatidaklupahal itu. Tapi peringatannya tidak jelas.

Didahului dengan kata-kata sebaiknya. Yang berarti kalau dilanggar tidak ada

masalah. Lagi pula semua ilmu kesaktian yang saya miliki akan berkurang

dayanya jika saya tidak bersentuhan dengan hawa hangat yang ada dalam tubuh

perempuan.HalyangsamajugaberlakuatasdiriNyawaKembaransaya.”

Anak lelaki berusia dua belas tahun yang tampak samar dalam cahaya kuning

kemerahan seolah tidak mendengar apa yang dikatakan Sinuhun Muda. Sepasang

mata yang tadi menatap dingin kini tampak berkilat ketika pandangannya

membentur Ni Gatri, anak perempuan berusia empat belas tahun yang berwajah

cantik dan bertubuh sintal, yang sebelumnya berdiri agak terlindung di balik

sebuah batu.

Tanpa mengalihkan pandangan matanya dari Ni Gatri Kesatria Junjungan

Dirga Purana berkat


“SinuhunMuda,akuhanyamenyayangkansecaratidaksadarkautelah

terbujuk menceritakan beberapa ilmu kesaktianmu termasuk penangkalnya.

Bukankahbegituyangterjadi?Kaumengacaukanurusansendiri!”

Sinuhun Muda tidak menjawab. Dia berpaling pada Kesatria Roh Jemputan.

“Akuakanbertindaksesuairencana.JikagagalkaucepatmenyerangRaja

Mataram dengan Lentera Iblis. Jika pemuda aneh berpakaian merah muda

melakukan sesuatu aku akan menghajarnya dengan Ilmu Delapan Arwah Sesat

Menembus Langit. Jika Dewi Ular, Kesatria Panggilan atau siapa saja di lereng

bukit barat sana ikut melakukan penyerangan saya harap Kesatria Junjungan mau

melakukansesuatu!”

Bocah lelaki berusia dua belas tahun tersenyum, angguk anggukkan kepala tapi

matanya masih terus menatap ke arah Ni Gatri. Kembali ke lereng bukit sebelah

barat.

Sambil memegang lengan Wiro Dewi Ular berkata.

“AkuakanmenyelamatkanRatuRandang.Kaliansemuadisiniharapmau

membantu.”Lalugadisalamrohitumelirik pada Jaka Pesolek. Setelah melempar

senyum diaberpalingpadaDewiKakiTunggaldanberkata.“Kaupunya

sekuntum Bunga Matahari sakti. Mengapa tidak dipergunakan untuk menumpas

kejahatan? Bukankah Sinuhun Muda musuh yang harus kau habisi karena dengan

tipu daya liciknya dia hampir menghancurkan kehormatanmu? Ketika dia tidak

berhasil merampas kegadisanmu dia menebar fitnah. Padahal bukankah dia

saudarasatuayahmusendiri?!”

Dewi Kaki Tunggal terbelalak. Sampai saat itu hidungnya masih berada di pipi

kanan. Semua orang yang ada di tempat itu dan mendengar jelas ucapan Dewi

Ular tersentak kaget. Dengan wajah berubah pucat gadis berkaki satu itu bertanya.

“Dari...darimanakautahusemuaitu....”

“Bukansaatnyauntukbicarapanjang.Adaurusanlebihbesaryang harus

segeradilaksanakan!”JawabDewiUlar.Habisberkatabegitudiagoyangkandua

bahu. Wusss! Saat itu juga tubuhnya berubah menjadi ular hitam raksasa

berkepala putih. Potongan kemaluan babi betina dimasukkan ke moncongnya,

kepala dinaikkan hingga kini ekornya yang berdiri di atas batu besar.

Tiba-tiba dari atas lereng bukit sebelah utara terdengar teriakan lantang.

“RajaMataramRakaiKayuwangi!AkuSinuhunMudaGhamaKaradipa!Jika

kau ingin aku menyerahkan nenek mesum orang kepercayaanmu ini dalam

keadaan hidup, kau harus menyerahkan nyawa Kesatria Panggilan sebagai

imbalan!”

Rahang Raja Mataram tampak menggembung oleh luapan amarah. Pendekar

212 kertakkan sepuluh jari tangan. Saat itu ingin sekali dia menghajar sampai

lumat mahluk bernama Sinuhun Muda Ghama Karadipa itu.

“YangMulia,”katiPendekar212.“Sayatidakperduli!Sayaakanmenerima

tantangan Sinuhun Keparat itu. Ratu Randang mungkin akan tewas. Tapi Sinuhun

jahanamharuslelehditangansaya


“Tunggudulu!”JawabRajaMataram.Laludiaberteriak.“SinuhunMuda

Ghama Karadipa! Kau tidak layak memerintah aku Raja Mataram. Lepaskan Ratu

Randangataukauakanmenerimahukumansangatberat!”

Sebagai jawaban Sinuhun Muda tertawa gelak-gelak.

“RupanyasekarangtelahadahukumberlakudiBhumiMataram! Tiga tahun

silam ketika terjadi pemberontakan dan dua orang tuaku serta saudara-saudaraku

dibantai secara keji dan kejam tanpa salah tanpa dosa saat itu tidak ada hukum!

Rakai Kayuwangi tanganmu berlumuran darah dan sampai saat ini darah itu masih

belumkering!”

“Siapaayahmuyangmenurutmutidakberdosatidakbersalahitu?!”

Tanya Raja berteriak.


SEPULUH


AYAHKU RakaiSedanaDyahSeladu!”JawabnSinuhunMudadengan

teriakan sangat keras hingga menggelegar di seantero bukit.

Raja Mataram terkejut. Semua orang Mataram terdiam.

Sesaat kemudian Raja Mataram berkata

“AkutidakpernahmendengarkalauRakaiSedanaDyahSeladumempunyai

seorangputerabernamaSinuhunMudaGhamaKaradipa!”

“RajaMataram!Kaubicaraapa?!”teriakSinuhunMuda.“Apakaulupa kalau

Rakai Sedana Dyah Seladu adalah saudara tuamu yang berhak atas tahta Kerajaan

Mataram! Yang kau rampas tahtanya secara keji! Apa kau tidak sadar tahta

Kerajaan yang kini kau duduki penuh lumuran darah rakyat Mataram yang kau

bantai termasuk kedua orang tuaku dan saudara-saudaraku?! Dan kalau semua

orang mau tahu gadis berkaki satu bernama Sakuntaladewi itu adalah satu satunya

anak perempuan keturunan Rakai Sedana yang selamat dari kezalimanmu selain

diriku!”

“Jugaselamatdarikezaliman bejatmu!Hingga dia menerima kutukan!

Bukankah kau hendak merusak kehormatannya padahal kau tahu gadis itu

ayahnyaadalahayahmujuga!”

Tiba-tiba Dewi Ular yang telah membentuk diri menjadi ular hitam besar dan

berdiri lurus di atas ekornya keluarkan ucapan lantang. Sebelum bicara Dewi Ular

keluarkan dulu potongan kemaluan babi betina yang ada di moncongnya yang dari

jauh tidak terlihat apa adanya oleh Sinuhun Muda.

Rahang Sinuhun Muda menggembung. Geraham bergemelatakan.

“Braakk!Bless!”

Gundukan batu yang dipijak Sinuhun Muda terbelah dan amblas ke dalam

tanah!

“DewiUlarpelacuriblis!Kau akan segera mendapatbagianmu!Aku

bersumpahakanmemendamrohbejatmudilapistanahketujuh!”

Habis berteriak mengancam Sinuhun Muda berkata pada bocah lelaki di

sampingnya.

“KesatriaJunjungan,akumohonkaumenyirapagarsemuaorangjanganada

yang bergerak dulu, termasuk ular hitam di atas batu sana! Biar kita bikin lumat

merekasemuadengansekalimenggempur!”

“Akumendengarucapanmudanakanmelakukanapayangkauminta!”Anak

lelaki bernama Dirga Purana menjawab. Dua tangan dikembang ke samping lalu

digerakkan ke depan. Saat itu juga cahaya kuning kemerahan yang sejak tadi

menyungkup di atas Bukit Batu Hangus bergerak turun sampai seratus jengkal di

atas lereng bukit sebelah barat, membuat semua orang Mataram tertegun dalam

kejut dart takut!

“IlmuPembungkamBumi...”desisRajaMataram.

“Sinuhunkeparat!”Tiba-tibaEyangDukunUmbutWatukuraberteriak.“Anak

siapapun kau adanya! Aku salah seorang sepuh di Bhumi Mataram yang tahu

semua riwayat! Walau usia ayahmu lebih tua dari Raja Mataram Rakai


Kayuwangi namun dia hanyalah anak dari seorang selir! Mana mungkin menjadi

Raja dan berhak atas tahta Kerajaan Mataram. Rakai Sedana Dyah Seladu adalah

tokoh dibalik pemberontakan. Mengajak anak istri serta saudara-saudaranya

menghasut para pejabat dart tokoh silat serta rakyat Mataram di wilayah selatan

untuk memberontak merebut tahta! Hukuman mati adalah hukuman yang setimpal

bagi setiap pemberontak, dimanapun di muka bumi ini! Aku yakin tiga tahun lalu

kau juga ikut melakukan pengkhianatan terhadap Kerajaan! Kalau Raja Mataram

tidak menangkapmu saat ini, itu sudah satu berkah besar bagimu! Karena itu lekas

angkat kaki dari sini dan bebaskan Ratu Randang maka kau akan mendapat

pengampunan!”

Sinuhun Muda mendengus lalu meludah ke arah Eyang Dukun Umbut

Watukura.

“Tuabangkabermulutbusuk!Kau adalah kacung penjilatpantatRaja

Mataram. Tentu saja bicara yang bagus-bagus tentang Rajamu. Berapa ribu rakyat

tak berdosa yang telah kalian bunuh ketika terjadi peperangan di Mataram tiga

tahun lalu? Jika kau hendak menangkap diriku, mengapa tidak dilakukan sekarang

juga?!”

Habis berteriak begitu Sinuhun Muda sentakan gelungan usus babi yang

menjirat leher Ratu Randang hingga kepala perempuan tua ini tersentak, mulut

mengeluarkan suara tercekik dan mata sesaat terbuka membeliak. Dari mulut

makin banyak darah yang mengucur.

“RakaiKayuwangi…”SinuhunMudaberteriak.

“Mahlukkurangajar!JanganberanimenyebutnamaRajaMataramselancang

itu!”Membentak Eyang Dukun Umbut Watukura.

SinuhunMudaGhamaKaradipamenyeringailalumeludah.“Bagikuseekor

anjing gila budukan adalah lebih mulia dan terhormat dari seorang Raja jahat

pembantairakyat!”

Mendengar dirinya dihina orang secara keterlaluan begitu rupa Rakai

Kayuwangi berteriak geram. Walau tahu di lereng bukit sebelah utara bahaya

besar mengancam, namun dia segera hendak melompat menyerbu.

“YangMulia,haraptetapdisini.Biarsayayangmerobekmulutmahluk

kurangajaritu!”KataPendekar212sambil menahan bahu Raja Mataram. Saat

itu, melihat kesengsaraan Ratu Randang, amarah murid Sinto Gendeng jadi

tambah menggelegak. Namun di sampingnya Eyang Dukun Umbut Watukura

sudah lebih dulu berteriak dan bergerak.

“Mahlukjahanamterkutuk!”EyangDukunUmbut Watukura melompat ke atas

satu batu besar. Kumis dan janggut putihnya sampai berjingkrak mendengar

ucapan orang. Dari atas batu orang tua berjubah biru berikat kepala kain kuning

ini lepaskan satu pukulan maut ke arah Sinuhun Muda.

Selarik cahaya biru melesat ke arah lereng bukit sebelah utara yang hanya

terpisah sekitar dua puluh tombak. Cahaya ini berbentuk aneh karena di sebelah

ujungnya membuntal dua lingkaran yang berputar seperti gerinda raksasa.

“AstagaMengapabisatembus?!”Anaklelakiyangdipanggil dengan sebutan

Kesatria Junjungan dan bernama Dirga Purana berseru kaget ketika melihat Eyang


Dukun Umbut Watukura bukan saja mampu bergerak tapi juga lancarkan

serangan pukulan sakti yang menembus ilmu Pembungkam Bumi berupa cahaya

merah kekuningan yang mengambang di atas lereng bukit. Dua tangan digosokkan

ketelingakirikanan.“Sinuhun,apakaumendengarsuaraloncengdikejauhan?”

Wajah Dirga Purana tampak berubah dan suaranya bergetar.

Sinuhun Muda mendengus. Dia tidak perduli lagi.

“SepasangCakraBumiLangit.!”SinuhunMudaberteriakmenyebutnamailmu

kesaktianseranganEyangDukunUmbutWatukura.“Ilmumainantolol!Bocah

ingusanpuntidakakanmenaruhtakut!”

Sinuhun Muda sentakan kepala. Dari kening yang ada delapan benjolannya

serta merta mencuat delapan larik cahaya merah disertai suara gelegar dahsyat'

Serangan Delapan Arwah Sesat Menembus Langit!

“Delapanpetirmerah!”

Jaka Pesolek yang sejak tadi berdiam diri menyaksikan semua kejadian

berteriak girang.

Gadis berkumis halus ini agaknya tidak dapat membedakan mana petir mana

serangan. Dan dalam keadaan seperti itu dia jadi bingung sendiri. Dari delapan

petir yang berkiblat, yang mana yang akan ditangkapnya lebih dulu1

Di atas batu besar, ular hitam berkepala putih yang merupakan perujudan Dewi

Ular tiba-tiba berteriak marah. Potongan kemaluan babi betina yang barusan

dikembalikan ke moncongnya tiba-tiba lepas direnggut orang!

“Kurangajar!Siapayangmerampaskemaluanbabibetinadimulutku!”

“DewiUlar!Masihuntungorangtidakmenganibil kenialuanniu sendiril Kalau

kausampaikecolongandimanamencaripenggantinya?!Hik...hik...hik!”Tiba-

tiba ada orang berteriak disusul suara tawa cekikikan.

“Setanalas!Siapaberanibicaramempermainkanku'?!Teriakansuaralaki-laki,

cekikikan suaraperempuan!Pemudabancipastikau!”.

Di atas batu besar sosok ular hitam kepala putih semburkan asap hitam beracun

ke arah suara orang yang berteriak dan tertawa cekikikan yaitu yang bukan lain

adalah Jaka Pesolek.

“DewiUlar!Hik...hik!Akuhanyabercanda.

Kitadipihakyangsamamengapakaumenyerangkawansendiri?!”Jaka

Pesolek cepat melompat, mundur hindari serangan asap be racun.

“Siapapunyangberanimenghinadanmempermalukandirikupastiakuhajar!”

“Oala!Janganbegitu.Akuhanyabergurau.Bergurau adalah kembangnya

persahabatan. Main hajar adalah tanda kurang belajar! Hik ... hik ... hik! Sobatku

cantik, nanti saja kita bicara lagi. Aku mau menangkap petir dulu., Ada petir

bagusmenggelegardiatasbukit!”

Dewi Ular yang masih jengkel berusaha mengejar Jaka Pesolek yang berhasil

lolos dari serangan asap hitamnya. Kini dia berusaha mematuk. Namun saat itu

dengan gerakan kilat Jaka Pesolek kembali berhasil menghindar. Sebaliknya Dewi

Ular yang masih dalam ujud ular besar hitam kepala putih merasakan ada usapan

lembut tapi hangat di kepalanya sebelah kiri, membuat dadanya bergetar. Dan


aneh usapan ini membuat ujudnya kembali ke bentuk semula, seorang gadis cantik

berpakaian sutera hijau tipis.

“Gila!”DewiUlarmerutuksambilrabapipikirinyayang tadi diusap Jaka

Pesolek.


SEBELAS


KETIKA delapan cahaya serangan Delapan Arwah Sesat Menembus Langit

yang dilancarkan Sinuhun Muda menggelegar ke arah cahaya biru pukulan

Sepasang Cakra Bumi Langit yang dilepas Eyang Dukun Umbut Watukura,

sewaktu Kesatria Junjungan Dirga Purana mendadak mendengar suara genta

lonceng dan berseru kaget melihat Ilmu Mega Kuning Sujud ke Bumi dan Ilmu

Pembungkam Bumi miliknya sanggup ditembus serangan sang dukun, pada saat

itu seseorang tiba-tiba berkelebat ke udara.

Orang ini bukan lain Jaka Pesolek yang punya gerakan secepat kilat. Pemuda

yang berdandan dan bersifat seperti seorang gadis ini sempat bingung sendiri. Ada

delapan cahaya merah datang menyambar. Mana yang harus ditangkapnya?!

“Hebattapianeh!delapansekaligus! Apa ini benar-benarpetir?!”

Bingung hanya sebentar. Otak Jaka Pesolek cepat bekerja. Seperti yang sudah-

sudah dia cepat menangkap salah satu dari sinar merah itu lalu digulungkan pada

tujuh sinar merah lainnya. Namun dia hanya berhasil menggulung lima cahaya

merah. Dua sisanya lolos menyambar ke arah Eyang Dukun Umbut Watukura

yang tengah melakukan serangan Ilmu Sepasang Cakra Bumi Langit.

Begitu berhasil menggulung lima cahaya merah, Jaka Pesolek kerahkan tenaga

dalam penuh. Lima cahaya diputar di atas kepala seperti titiran lalu dilempar ke

udara. Lima cahaya merah yang digulung ditambah dengan satu cahaya yang

menggulung meledak dahsyat antara lereng bukit sebelah utara dan sebelah barat,

menghambur kobaran api ke berbagai penjuru, membakar beberapa pohon.

Jaka Pesolek bersorak gembira namun berteriak kaget ketika belum sempat

menjejakkan kaki kembali di atas bukit, di bawahnya Eyang Dukun Umbut

Watukura menjerit keras. Dua larik cahaya merah sisa dari gempuran Delapan

Arwah Sesat Menembus Langit saling bentrok dengan ilmu Sepasang Cakra Bumi

Langit yang tadi dipakai untuk menyerang Sinuhun, Muda.

Jaka Pesolek kembali berteriak sambil berusaha menolong Eyang Dukun

Umbut Watukura. Namun takdir menentukan lain.

Satu letusan dahsyat menggelegar. Cahaya merah dan biru mencuat ke langit

menebar hawa panas. Bukit Batu Hangus laksana dihantam gempa. Beberapa batu

besar menggelinding longsor. Orang-orang terhuyung, banyak yang jatuh

terbanting. Beberapa diantaranya menemui ajal digilas atau terjepit batu. Ketika

tebaran cahaya kuning kemerahan dan biru sirna, beberapa orang termasuk Raja

Mataram menjerit keras.

Apa yang terjadi?!

Di atas sebuah batu besar yang telah rengkah tergeletak mengerikan sosok

Eyang Dukun Umbut Watukara dalam keadaan hangus hanya tinggal berupa

tulang belulang gosong hitam!

Jaka Pesolek memandang dengan wajah pucat. Setengah sesunggukan dia

berkata.“Orangtua,maafkandiriku.Akutidakmampumenolongmu.Rupanya

yangtadiitumemangbukanpetir...


“Sinuhunkeparat!Kauharusmenggantinyawa Umbut Watukura dengan

nyawabusukmu!”RajaMataram berteriakmarah.Duatangandipentangdan

mendadak sontak berubah menjadi hijau pertanda dia telah merapal aji kesaktian

Dewa Kembar Membalik Gunung. Namun belum sempat melepas serangan, dari

lereng bukit sebelah utara Kesatria Roh Jemputan alias Pangeran Matahari telah

menghantam dengan serangan Lentera Iblis! Sinar hitam menggidikkan

menyambar panas dan ganas. itulah jurus kedua Lentera Iblis yang disebut Jurus

Api Akhirat!

Melihat datangnya serangan, Raja Mataram cepat memutar badan. Pukulan

Dewa Kembar Membalik Gunung yang tadi hendak diarahkan pada Sinuhun

Muda kini sambil membuat gerakan melompat ke udara dihantamkan ke arah

datangnya serangan Api Akhirat.

“YangMulia,sayabersamamu!”DewiUlarberteriak dari atas batu lalu

tubuhnya melesat ke arah lereng utara Bukit Batu Hangus. Yang dituju adalah

Pangeran Matahari!

“KakakKuntiAmbiri!Akuikutkamu!”

Dewi Kaki Tunggal yang tidak mau ketinggalan segera menyusul melesat ke

udara sambil dua tangan membuat gerakan Enam Belas Gerakan Tangan Bisu.

Enam belas larik cahaya biru menggebubu menyongsong serangan Api Akhirat.

“YangMulia!DewiKakiTunggal!KuntiAmbiri!Batalkanserangan.Lekas

menghindar! Kalian tidak akan mampu menghadapi serangan LenteraIblis!”

Yang berteriak memberi ingat adalah Pendekar 212 Wiro Sableng.

Namun terlambat.

“Wusss!”CahayahitamApiAkhiratberkiblat.

“Blaar!Blaar!”

Raja Mataram yang melesat lebih dulu ke udara berseru kaget ketika melihat

serangan Lentera Iblis tahu-tahu sudah berada satu tombak di depan mata. Dua

tangan yang telah dipentang hendak melepas Pukulan Dewa Kembar Membalik

Gunung mendadak terasa kaku! Maut tidak dapat dielakkan lagi!

“DewaJagatBathara!Ketikarakyatsayamasihdalam keadaanditimpa

sengsaramalapetakaapakahsayapantasmatilebihdulu!”SriMaharajaRakai

Kayuwangi Dyah Lokapala berteriak seolah putus asa.

Hanya setengah tombak lagi cahaya hitam Api Akhirat Lentera Iblis akan

menghabisi Raja Mataram, tiba-tiba sebuah benda meluncur keluar dari lengan

kanan Raja yang ternyata sebuah tongkat kayu. Tongkat kayu ini adalah tongkat

sakti pemberian Eyang Dhana Padmasutra mahluk dari alam roh.

Sepertidiceritakandalamepisodeberjudul“EmpatMayatAneh”EyangDhana

Padmasutra adalah utusan Para Dewa yang membantu Raja Mataram ketika

tersesat di satu rimba belantara antara Prambanan dan Kali Dengkeng. Tongkat

bukan saja bisa dipergunakan sebagai penunjuk jalan untuk menemukan Sumur

Api tapi kesaktiannya juga akan menjadi pelindung Raja. Jika tongkat dipegang

terbalik, yaitu ujung yang lebih kecil digenggam sementara gagang tongkat

diarahkan ke bawah maka tongkat akan menyelamatkan Raja dari segala

marabahaya. Eyang Dhana Padmasutra berpesan jika kelak telah bertemu dengan


Kesatria Lonceng Dewa Mimba Purana, maka tongkat harus diserahkan pada anak

lelaki itu karena sesungguhnya tongkat sakti adalah pinjaman dari ibu kandung

Mimba Purana. (Mengenai kisah tongkat serta riwayat Mimba Purana harap baca

serial Kesatria Lonceng Dewa karangan Bastian Tito)

“Wuttt!”

Tongkat sakti melesat ke udara, berubah ujud menjadi besar laksana batang

pohon jati, lalu berputar seperti titiran raksasa! Merupakan tameng dahsyat

melindungi Raja Mataram.

“B1aarr!”

“Traakk...trakkk....traak!”

“Biaaar!Blaaar!”



DUA BELAS


WALAU tongkat sakti yang membentuk tameng batang pohon jati hancur

berantakan, berhambur berkeping keping dikobari nyala api, namun Raja Mataram

Rakai Kayuwangi Dyah Lokapala masih bisa selamat. Meski demikian terpaan

angin dan hawa panas Api Akhirat membuat Raja terlempar jatuh ke bawah.

Pakaian hangus dan mengepulkan asap di beberapa bagian. Sebelum tubuhnya

terbanting di atas sebuah batu besar, satu bayangan merah berkelebat secepat kilat

menangkapnya lalu dengan perlahan lahan diturunkan dan dibaringkan di tanah.

Si penolong bukan lain adalah Jaka Pesolek yang punya gerakan secepat kilat

menyambar!

“Putus,nafasku!”kataJakaPesolekterengahengah.Maklumsaja,tubuhRaja

yangtadidigendongnyaduakalibesartubuhnya.“Aduhbiyung,untungRaja

masih selamat.”

“Keparatjahanam!” Dilereng bukitsebelah utara Pangeran Matahari

menyumpah marah melihat Raja Selamat dari serangan mautnya. Lentera Iblis

kini diarahkan pada Dewi Kaki Tunggal dan Dewi Ular yang tengah melesat ke

arahnya. Sekali menggerakkan lentera maka menderulah cahaya kuning pekat.

Inilah jurus ketiga Lentera Iblis yang disebut Liang Lahat Menunggu! Yang

merupakan jurus paling ganas dari tiga jurus cahaya serangan Lentera Iblis!

Masih terpaut jauh dari cahaya kuning, Dewi Kaki Tunggal dan Dewi Ular

sudah merasakan terpaan hawa panas. Seperti juga Raja Mataram tadi, Dewi Kaki

Tunggal dan ular besar kepala putih mendadak merasa tubuh mereka kaku. Ada

gelombang hawa aneh yang tidak bisa mereka tembus, yang bukan saja membuat

keduanya tidak mampu mendekati lawan tapi juga tidak bisa bergerak. Dalam

keadaan seperti itu serangan Liang Lahat Menunggu hanya tinggal sekejapan lagi

di depan mata.

“Celaka!InipastiperbuatanSinuhunkeparatitu!Tadisudahbisaditembus

mengapa sekarang .... Jangan-jangan...”DewiUlarberteriak.

Mendadak dua cahaya besar aneh muncul lebih benderang di lereng Bukit Batu

Hangus.

Cahaya pertama berwarna kuning turun ke bawah dengan cepat disertai suara

genta lonceng. Cahaya kedua kuning kemerahan. Udara di atas bukit untuk

beberapa ketika menjadi redup. Lalu terdengar ledakan-ledakan dahsyat. Asap

kuning dan merah mengepul dimana mana. Hawa panas menebar di udara.

“KesatriaJunjungan!Apakautidakmemberikanperlindunganpadaku!Mana

kehebatan Ilmu Pembungkam Bumi dan IlmuMegaKuningSujudKeBumi!”

Sinuhun Muda berteriak marah.

“Akusudahmelakukan!”Jawabbocahduabelastahundisampingnyayang

tampakberdiritegang.“TapiapakautidakmerasakansaudarakembarkuKesatria

LoncengDewaberadadisekitarsini?”

“Persetandengan Kesatria Lonceng Dewa. Tiga tahun silam aku sudah minta

engkau membunuhnya! Kau tidak melakukan. Sekarang ini akibatnya! Dimana

manadiaselalumunculmengacaukansegalarencana!”


Ketika terjadi ledakan-ledakan keras, selagi hampir semua orang di lereng

bukit terhuyung-huyung dan banyak yang jatuh ke tanah, di atas sana sosok

Pendekar 212 melesat ke arah Sinuhun Muda yang tegak tergontai-gontai sambil

mencekal rantai usus babi yang menjirat leher Ratu Randang. Di tangan kanan

Wiro memegang potongan kemaluan babi betina yang dirampasnya dari mulut

ular hitam jejadian Dewi Ular. Seperti yang dikatakan Dewi War, potongan

kemaluan babi itu merupakan penangkal untuk menyingkirkan rantai usus babi.

Karena tidak tahu bagaimana cara mempergunakan benda penangkal itu Wiro

langsung saja tempelkan potongan kemaluan babi betina pada rantai usus babi

yang melingkar di leher sebelah depan Ratu Randang.

“Dess!”

Wiro merasa tangan kanannya seperti dijalari api dan tubuhnya bergoncang

keras.

Sinuhun Muda berteriak kaget dan marah luar biasa ketika dalam jarak sedekat

itu baru menyadari benda apa yang ada di tangan Wiro dan barusan ditempelkan

ke rantai usus babi di leher Ratu Randang!

“Jahanamkurangajar!PastiinipekerjaangadisiblisDewiUlar!”

Dengan cepat Sinuhun Muda sentakan tangan kanan yang memegang ujung

rantai usus babi. Dengan gerakan ini dia bermaksud untuk menghabisi Ratu

Randang saat itu juga. Jika maksud jahatnya itu berhasil maka leher Ratu Randang

akan putus dan kepalanya akan buntung!

Namun terlambat. Begitu potongan kemaluan babi betina menyentuh rantai

usus babi, berpijar satu sinar hitam. Saat itu juga rantai usus babi putus leleh

mengepulkan asap hitam berbau busuk. Sosok Ratu Randang keluarkan suara

batuk-batuk beberapa kali, mata yang sejak tadi terpejam mendadak membeliak,

tubuh menggeliat Jalu roboh ke tanah.

Sinuhun Muda keluarkan suara meraung seperti srigala terluka. Dua telapak

tangan dikembang lalu secepat kilat dihantamkan ke arah Pendekar 212 yang saat

itu tengah berusaha mengimbangi diri dari goncangan hebat. Telapak kiri mencari

sasaran di kening, telapak kanan melesat ke pertengahan dada. Ketika dua telapak

tangan menghantam, jari tengah sengaja ditekuk! Ternyata Sinuhun Muda

melancarkan serangan Delapan Sukma Merah yang sangat berbahaya dan paling

ditakuti!

Mendapat serangan begitu rupa Wiro tidak tinggal diam. Tangan kanan

dikembang lalu ditiup. Di telapak tangan serta merta muncul gambar kepala

harimau putih bermata hijau! Di kejauhan menggelegar suara gerengan harimau.

Lereng bukit sebelah utara bergoyang laksana dilamun gempa!

Wiro bukan saja mengeluarkan ilmu pukulan yang disebut Pukulan Harimau

Dewa pemberian Datuk Rao Basaluang Ameh dari Pulau Andalas, serangannya

itu disertai pula aliran hawa sakti mengandung inti api yang berasal dari Kapak

Maut Naga Geni 212 yang ada di dalam tubuhnya.

“Plaa!Plaak!”

“Bukk!Kraak!”


Wiro menjerit keras. Tubuhnya terpental hampir satu tombak lalu terbanting

tertelentang di tanah. Kening dan dada kanan terasa panas. Sehabis memukul

Sinuhun Muda mendadak melihat ada seekor harimau besar putih bermata hijau

menerkam ke arahnya. Entah harimau sungguhan entah jejadian. Dia tidak bisa

menduga duga lebih lama karena saat itu juga Pukulan Harimau Dewa

menghantam dadanya dengan telak.

“Bukk!Kraaak!”

Sinuhun Muda terlempar dari lereng bukit sebelah utara. Tubuh mengepulkan

asap putih kehijauan. Di balik kepulan asap tampak dada yang hancur nyaris

berlubang sebesar kepala. Sebagian isi dada dan perut kelihatan menguak,

mengerikan. Namun anehnya tidak ada darah yang mengucur.

Sinuhun Muda meraung keras.

“KesatriaJunjungan!Sinuhun Merah Penghisap Arwah kalian dimana?!

Hekk!”'Teriakan Sinuhun Mudaterhenti.Tenggorokannya sepertidicekik

sementara tubuhnya terus melayang ke bawah bukit.

Tidak ada suara jawaban. Yang terdengar justru suara aneh. Suara kucing

mengeong! Latu!

“Buummm!”

Untuk kesekian kalinya di udara antara lereng barat dan lereng utara Bukit

Batu Hangus menggelegar dentuman keras. Cahaya kuning polos dan cahaya

kuning kemerahan membungkus udara hingga keadaan di tempat itu untuk

beberapa lama menjadi kelam. Begitu perlahan lahan dua cahaya di atas sana sirna

dan keadaan menjadi terang kembali, teriakan-teriakan keterkejutan terdengar di

lereng Bukit Batu Hangus sebelah barat.



TIGA BELAS


DIDAMPINGI Jaka Pesolek, di atas sebuah batu besar Raja Mataram terbujur

tak bergerak. Walau akibat bentrokan Api Akhirat yang menyembur keluar dari

Lentera Iblis hanya membuat dirinya cidera ringan, pakaian hangus, namun saat

itu Raja juga merasa sekujur tubuhnya laksana luluh-lantak. Nafas mengengah

engah dan sepasang mata setengah terpejam.

“YangMulia,bagaimanakeadaanYangMulia.Apaadayangdirasakansakit?”

Jaka Pesolek bertanya sambil usap kening Raja, agak bingung karena tidak tahu

harus menolong bagaimana.

“Aku...akutidakapa-apa. Bagaimana yang lain-lainnya?”RajaMataram

justru mengawatirkan keadaan orang lain yang ada di lereng bukit. Rauh Kalidathi

satu-satunya orang Kerajaan ditempat berkepandaian tinggi yang masih ada di

tempat itu cepat mendatangi Raja Mataram. Nenek bermuka bundar tak punya alis

ini memeriksa lalu menotok tubuh Raka Kayuwangi di beberapa bagian.

“YangMulia,syukur Dewa melindungi. Yang Mulia tidak apa-apa. Tak

ada hawa beracun mengindap dalam tubuh Yang Mulia. Izinkan saya dan gadis ini

menggotongYangMuliaketempatlebihaman...”Sinenekmemberiisyaratpada

Jaka Pesolek. Kedua orang ini lalu mengusung tubuh tinggi besar Raja Mataram

beberapa belas langkah ke bagian bawah lereng lalu membaringkan di balik

sebuah batu hitam.

Di bagian lain lereng barat Bukit Batu Hangus Pendekar 212 terbujur di tanah

tak bergerak, mata terpejam dan ada darah meleleh dari sudut kedua mata. Di

keningnya ada tanda bekas telapak tangan kiri berjari empat! Di pertengahan dada

yang tersingkap juga kelihatan tanda telapak tangan kanan berjari empat. ltulah

Pukulan Delapan Sukma Merah yang secara kasat mata dilakukan oleh Sinuhun

Muda namun sebenarnya ada roh gaib lain yaitu Sinuhun Merah Penghisap Arwah

yang memberi kekuatan dan merasuk masuk ke dalam tubuh Sinuhun Muda.

“Wiro!Kau!OhhSangHyangJagatBathara!Jangan...”

Satu jeritan perempuan terdengar lalu ada sosok seseorang meneduhi tubuh

Pendekar 212 dan mengusap kening serta dadanya berulang kali. Sambil

mengusap dia kerahkan tenaga dalam mengandung hawa sakti memancarkan

cahaya biru.

“Wiro,janganmati!Kautidakbolehmati!”

Orang yang tengah berusaha menolong Wiro adalah gadis berkaki satu

Sakuntaladewi alias Dewi Kaki Tunggal. Melihat Wiro masih tetap tidak bergerak

Dewi, Kaki Tunggal letakkan telinga kanannya di dada sang pendekar.

“DewaBatharaAgung!Akutidakmendengarsuaradetakjantung!”Wajah

Sakuntaladewi berubah pucat. Lalu dia guncang tubuh Wiro keras-keras. Tiba-tiba

dalam keadaan antara sadar dan tiada, Wiro buka kedua mata, tidak cukup besar

dan pandangannya tidak cukup jelas. Namun hidungnya mencium bau harum.

Wiro pejamkan mata beberapa kali lalu memandang lagi. Perlahan lahan dua

tangan diangkat memegang wajah orang yang berada di atasnya. Dia melihat ada


cahaya biru. Lalu ada wajah cantik samar. Mulut berucap perlahan tapi cukup

jelas.

“BidadariAnginTimur,kau...”

“Wiro,kaumenyebutnamasiapa?Aku...akuSakuntaladewi.Akugadis

berkaki satu yang punya kaul. Aku Dewi Kaki Tunggal! Kau calon suamiku! Kau

tidak bolehmati!”

Wiro terdiam, mulut ternganga. Mata dibuka lebih lebar. Bola mata membesar.

“Dewi....kau,”sangpendekarberkata.“Pikirankutidakjernih,kepaladan

dadaterasapanas.Pandanganmatakabur...”

“Kau,kauterkenapukulanDelapanSukmaMerah.Seharusnya kau sudah

menemui ajal saat ini! Para Dewa pasti telah menolongmu! Wiro, di kening dan

dadamu ada tanda telapak tangan berjari empat. Bekas pukulan Delapan Sukma

Merah…”

Wiro mengusap kening lalu memperhatikan dadanya. Walau samar dia masih

mampu melihat bekas telapak tangan kanan berjari empat yang tertera di dada.

“Kepalakumemangterasapanas.Dadasakit,nafaskusesak....Akutidak

pernahmengalamisepertiini.Apakah...apakahakuakanmati?”

“Tidak,kautidakakanmatiWiro!Akuakan...”

Wajahpucatsangpendekartersenyum datar.“Sebelum matiakuharus

melakukan sesuatu. Aku telah membuat wajahmu yang cantik menjadi buruk. Aku

akanmengembalikanhidungmuketempatsemula.Maafkankalauaku...”

“Janganpikirkandiriku.Yangpentingkauharussembuh lebih dulu. Kau telah

memberikanilmuitupadaku.Akubisamelakukansendirinanti.”

“Tidak,akuyangmelakukanakuyangharusmengembalikan.”

Wiro gerakkan tangan kanan ke hidung Sakuntaladewi yang ada di pipi kanan.

Hidung diusap lalu tangan dipindah ke pertengahan wajah. Ketika tangan diangkat

hidung gadis itu telah kembali ke tempat semula secara. sempurna. Namun selesai

melakukan hal itu, mungkin karena mengerahkan hawa sakti dikala tubuh cidera,

dua tangan sang pendekar terkulai, jatuh ke samping. Mulut keluarkan keluhan

pendek, mata kembali terkancing!

“Wiro!”

Sakuntaladewi terpekik. Dia pegang dua bahu Pendekar 212 lalu digoyang

keras-keras. Tubuh itu tidak bergerak, wajah tampak semakin pucat. Seperti tadi

Sakuntaladewi letakkan telinga. kanannya di dada Wiro. Dia tidak mendengar

suara detak jantung. Sakuntaladewi tempelkan dua telapak tangannya di atas dada

Wiro lalu ditekan dihentakkan. Satu kali, dua kali. Sampai beberapa kali Wiro

tetap diam tidak bergerak.

“DewaAgungtolongsaya.Tolongsaya!”Sakuntaladewiberkatasetengah

meratap. Lalu gadis ini menotok kening, dada dan urat besar di pangkal leher kiri

kanan Wiro. Setelah itu dia rundukkan kepala, jari-jari tangan kanan menekap dua

lobang hidung Wiro, jari-jari tangan kiri membuka mulut yang terkatup. Lalu

gadis itu tempelkan bibirnya ke bibir sang pendekar. Berulang kali dia

menghembuskan nafas hangat ke dalam mulut Wiro.

Tiba-tiba ada suara perempuan tertawa dan menegur!


“Hik...hik!Sahabatkuitubelummati.Mengapaburu-buru memberikan cium

perpisahan?!”

Saat itu tiba-tiba saja Wiro sadar dari pingsannya. Sambil terbatuk-batuk dia.

nyalangkan sepasang mata. Di arah lain ada lagi suara orang perempuan berucap.

“Seharusnyaakuyangmemberikanpuluhanbahkanratusanciuman.Apa

kalian tidak tahu kalau aku masih berhutang empat ratus enam puluh dua ciuman

lagipadaPendekarPanggilan?!”

Sakuntaladewi angkat kepalanya. Memandang ke kiri dia melihat Kunti Ambiri

alias Dewi Ular tergeletak di tanah. Rambut hitam panjang tergerai lepas.

Mahkota perak hilang entah kemana. Tubuh bagian pinggang ke bawah termasuk

pakaian sutera hijaunya tampak hangus. Kelihatannya gadis alam roh ini hanya

mampu menggerakkan dua tangan dan sebagian tubuh sebelah atas saja.

Sementara tubuh pinggang ke bawah dalam keadaan lumpuh!

“Oala!Sahabatkumuda!Nasibkucelakaakutidakperduli.Tapikalaudirimu

yang sengsara aku sungguh sedih. Tidak ada yang bisa menghilangkan tanda

telapak tangan di kening dan dadamu selain dengan ciuman yang harus dilakukan

oleh Sinuhun Muda atau Sinuhun Merah Penghisap Arwah! Oala! Apakah kau

maudiciummahlukkeparatitu.Laluapakahdiamaumenciummu?Hik...hik!”

Wiro yang baru saja siuman dan mata masih menerawang ke langit mengenali

suara itu.

“Ratu....RatuRandang...Kaukahitu!”



EMPAT BELAS



SEORANG nenek berambut kusut masai tidak karuan, berdiri di samping Wiro

yang masih terbujur di tanah didampingi Sakuntaladewi. Sepasang matanya yang

juling menatap hiba memperhatikan Pendekar 212. Ternyata dia memang adalah

Ratu Randang si nenek yang sebenarnya berwajah cantik tapi kini dalam keadaan

lebam bekas dianiaya orang, salah seorang kepercayaan Sri Baginda Raja

Mataram.

“Wiro,akuberterimakasihkautelahmenyelamatkandiridannyawakudari

tangan jahat Sinuhun Muda. Tapi akibatnya sekarang kau malah yang jadi

sengsara. Bagaimana aku ganti menolong membalas budimu. Hutang empat ratus

enampuluhduaciumansajamasihbelumlunas!”

Wiro yang masih menahan sakit di kepala dan di dada masih bisa tersenyum

mendengar ucapan sinenek, Malahdiakemudianberkata.“Nek,janganberterima

kasih padaku, tapi berterima kasih pada Kunti Ambiri. Dia yang membawa benda

penangkalrantaiususbabi...”

“KuntiAmbiri?Siapaitu?Akutidakpernahkenaldenganperempuanbernama

sepertiitu.”

Kata Ratu Randang pula.

“KuntiAmbiriadalahnamasebenarnyadariDewiUlar.MenerangkanWiro.

Ratu Randang terkejut. Ini kali kedua si nenek terkejut. Pertama ketika

mendengar disebutnya benda penangkal rantai usus babi dan kedua sewaktu

mendengar nama Dewi Ular.

“Dewi Ular? Wiro, apa kau tidak salah bicara aku tidak salah mendengar?

Bukankah gadis iblis yang sama datang dari alammu itu adalah musuh besarmu

dan musuh orang-orang kerajaan? Semua orang tahu dia berpihak bahkan pasti

sudah digilir oleh Sinuhun Muda. dan Sinuhun Merah dan beberapa kali hendak

membunuhmu!”Sinenekkernyitkankening.

“SekarangtidaklagiNek.Kalaudiamemusuhikita,tidakakangadisitu

munculmembawabendapenangkal...“

Ratu Randang bergumam. Agak senyum-senyum dia berkata.“Benda

penangkal,maksudmupotongankemaluanbabibetina?”

“BetulNek,”jawabWiro.

“Ah…!RatuRandangmenghelanafaspanjanglalusambilmenahantawa

cekikikandiaberkata.“Akutidakheran.Kalausoalbenda-benda semacam yang

aku sebut tadi Dewi Ular memang ahlinya ...Hik…hik!Dimanagadisalamroh

itusekarang?”

“Nenektuatapimasihcantikdanmontok,akudisini.Apakahkauhendak

menolongataumaumembunuhku!Akumenungguapamaumusaja...”

Satu suara menjawab dari depan sebuah batu besar. Tidak tunggu lebih lama

Ratu Randang segera melesat ke udara dan melayang turun di depan batu, dimana

Kunti Ambiri alias Dewi Ular tergeletak. Walau masih bisa bicara namun

tubuhnya sebelah bawah berada dalam keadaan hangus dan lumpuh. Ini bukan

lain akibat bentrokan sebelumnya dengan cahaya, serangan Lentera Iblis serta


sapuan cahaya kuning kemerahan yang menyambar dari lereng bukit sebelah

utara.

“Sahabat,kaumengalamicideraberat!Kulihattubuhmupinggangkebawah

dalamkeadaanlumpuh.Akukawatirtidakbisa,menolongmu…”

Dewi Ular tersenyum.

“Sebenarnyaakutidakmintaditolong.Kaumaumemanggildirikudengan

sebutansahabatsudahmerupakansatuhalsangatmenggembirakanbagiku...“

“Janganbicarabegitu,”kataRatuRandangpulasambilcobaalirkantenaga

dalam dan hawa, sakti ke tubuh bagian bawah Dewi Ular. Di saat yang sama dia

merapal ilmu kesaktian bernama Tangan Langit Kaki Bumi. Dua larik sinar biru

memancar dari dua tangannya. Dua kaki Dewi Ular hanya tersentak sebentar lalu

diam lagi. Sampai sekujur tubuh si nenek keringatan tetap saja dia tidak bisa

menolongDewiUlar.“Akumenyesal....”UcapRatuRandangpula.“Aku

menduga ada satu kekuatan masih menolongmu sewaktu membantu Raja

menggempurKesatriaRohJemputanbersenjatalentera.”

“Ah,tidaksangkakaumengetahuihalitu…”

“Ketikamasihdijeratrantaiususbabitadiorangmelihatduamatakuyang

lebam seperti terpejam. Tapi aku masih mampu menyaksikan apa yang terjadi.

Hanya saja saat ini aku berpikir-pikir...”

“ApayangkaupikirkanNek?Sisaciumanyangmasihempat ratus enam

puluhduaitu?”RatuRandangterperangahtapikemudiantertawagelak-gelak.

“Itumemangjadipikirandansangatpenting.Tapiyangsaatiniakupikirkan

ialah aku heran melihat keadaan gadis berkaki satu yang dipanggil Dewi Kaki

Tunggal itu. Dia ikut menyerang orang-orang di lereng bukit utara. Tapi mengapa

dia hampir tidak mengalami cidera sedikitpun? Apakah dia memang memiliki

kesaktianluarbiasa?”

“YangakutahudiamasihsedarahdenganSinuhunMuda.Tapitidakberadadi

pihaknya. Lalu gadis kaki satu itu sebenarnya juga adalah cucu dari dua mahluk

saktiSepasangArwahBisu.Namunaku....Astaga!Akuingatsesuatu!”Dewi

Ularberucapsetengahberserulaludiam,.“Heh!Kauingatapa?!”RatuRandang

bertanya tidak sabaran.

“Akupernahtahu kalau gadis berkaki satu itu membekal sebuah bunga sakti.

Sekuntum Bunga Matahari. Sebelum Sinuhun Muda dan Kesatria Roh Jemputan

melakukan serangan aku malah sudah memberi tahu dan mengingatkan dirinya

kalaubungaitubisadijadikanandalan...”

Belum selesai Dewi Ular dengan ucapannya, tidak menunggu lebih lama Ratu

Randang segera berkelebat ke atas lereng dimana Wiro dan Sakuntaladewi berada.

“Anakgadis,apakahbungayangakukembalikanpadamumelaluiNiGatri

sudah kau terima?” Tanya Ratu Randang begitu sampai di hadapan

Sakuntaladewi yang tengah menolong Wiro yang saat itu telah mampu duduk

bersandar ke sebuah batu besar.

“MengapakaumenanyakanbungaituNek?”BalikbertanyaSakuntaladewi.

Lalu tiba-tibasajagadisiniingat.“'HyangJagatBathara Dewi Ular pernah

mengatakansesuatu!”


Dengan cepat Sakuntaladewi keluarkan Bunga Matahari dari balik pakaiannya.

Namun dengan cepat pula segera dirampas oleh si nenek. Dia hendak melesat

turun kembali ke tempat Dewi Ular tergeletak namun batal karena ingat akan

keadaan Pendekar 212. Bunga yang pernah dijampai oleh patung Nyi Roro

Jonggrang di kawasan Candi Prambanan ini segera disapukannya di kening Wiro

dimana terdapat tanda telapak tangan empat jari.

“Kalauampuhdisini,makadengankehendakYangMahaKuasa akan mampu

untukmenolongsemuaorang!”UcapRatuRandanglaluwuss!

Asap kuning kemerahan mengepul dari kening yang diusap Bunga Matahari.

Begitu asap sirna, tanda telapak tangan kiri berjari empat di kening Wiro lenyap

tidak berbekas! Ratu Randang dan Sakuntaladewi berseru gembira. Wiro

terbengong-bengong sambil meraba kening. Dia tentu saja tidak bisa melihat apa

yang terjadi dengan keningnya namun saat itu rasa sakit di kepalanya serta merta

lenyap begitu Bunga Matahari diusap di atas kening.

“Nek...Nek,masihadasatutandalagi,”kataWiropadaRatuRandangsambil

membuka bagian dada pakaiannya.

“Kecil!”Jawabsinenekjadisombong.SekalimenyapukanBungaMataharidi

dada Pendekar 212 maka tanda telapak tangan kanan berjari empat yang tertera di

dada itu juga lenyap setelah lebih dulu mengeluarkan asap kuning kemerahan!

Rasa sesak dan sakit di dada juga sirna!

“TerimakasihNek,”kataWirosambilmengulurkantangan.Tiba-tiba saja dia

sudahmerangkulRatiRandang.“Sekarangbiarakubantumengurangi hutang

ciumanmuNek!”

Wiro memagut punggung dan belakang kepala si nenek. Lalu cup ... cup ...

cup. Dia mengecup bibir si nenek berulang kali sampai si nenek megap-megap

tapi tidak mau melepaskan diri seolah memang suka dicium begitu rupa!

Tersengal-sengal Wiro hentikan ciuman. Dia melihat wajah si nenek yang

bersemu merah. Mata dipejam, bibir diruncingkan tanda masih ingin dan siap

dicium. Wiro berkata.

“SudahduluNek.”

Ratu Randang buka kedua mata dan usap bibirnya. Dia merasa ada kelainan.

“Oala,kenapabibirkuterasalain?Jadilebihtebal...”

Wiro memperhatikan. Ternyata bibir si nenek sudah melembung merah!

“Kau...kaumembuatbibirkujontor!”kataRatuRandang.Tangankirinya

bergerak menjewer telinga Wiro. Lalu sambil membawa Bunga matahari di

tangan kanan nenek ini berkelebat menuruni bukit.

Di lereng bukit Wiro berteriak.

“Nek,tadiakutidakmenghitung.Tapipalingtidakadaempatpuluhkaliaku

menciummu.Berartihutangciumanmukinitinggalempatratusduapuluhdua!”

Si nenek hentikan lari. Memutar tubuh ke arah Wiro sambil kepalkan tinju.

Sampai di hadapan Dewi Ular Ratu Randang berkata.

“DenganbungainiakuberhasilmengobatiWiro.Mudah-mudahan bunga sakti

inijugabisamenyembuhkanm


“Astaga!SetanmanayangmenyedotbibirmuNek?”TanyaDewiUlar

bergurau padahal sebenarnya dia tadi sempat melihat apa yang terjadi.

“Janganmenggoda.Kaumauakutolongtidak?!”KataRatuRandangpula.

“Nek,janganpikirkandiriku.SebaiknyakaulekasmenolongRajaMataram.

Dia di sana ditemanigadisyangadakumishalusnyaitu.”DewiUlarmenunjukke

arah satu batu besar di belakang mana Raja berada bersama Jaka Pesolek.

Ratu Randang orangnya memang polos.

Karena sudah merasa bersahabat dengan Dewi Ular, sebelum pergi

meninggalkan gadis alam roh itu, Bunga Matahari diusapkannya di atas perut,

punggung,pantatdanduakakiDewiUlar.“Biarakutambahkansatuusapanlagi

sebagaihadiah!”KataRatuRandang.Lalutanpabanyakceritalagidiaangkat

bagian bawah pakaian sutera hijau Dewi Ular dan susupkan Bunga Matahari ke

bagian bawah perut gadis itu.

“Hainek!Kauinigilaapa?!”TeriakDewiUlarkegeliantapitidaksempat

menghindar.

Ratu Randang tertawa cekikikan.

“Kaubilangakugila!Nantilihatsaja!Pastibanyaklelakiyangtergila-gila

padamu!Hik...hik...hik!”RatuRandangkembalitertawapanjang.

“Nek,bagaimanakalaunantikarenakualatbungaituhilangkesaktiannya.

PadahalkaubelummenolongRaja!”

Walau lari terus ke arah dimana Raja dan Jaka Pesolek berada namun ucapan

Dewi Ular membuat Ratu Randang jadi berdebar dan dingin tengkuknya. Dia jadi

punya rasa kawatir kalau-kalau apa yang diucapkan Dewi Ular menjadi

kenyataan. Bunga Matahari hilang kesaktiannya karena tadi langsung diusapkan

ke bagian terlarang. Si nenek dekatkan Bunga Matabari ke hidungnya lalu

mencium dalam-dalam.

“Tidakadabauyanganeh...”ucapsinenekdalamhati.“Tapitadiakutidak

sempat melihat. Apa Dewi Ular pakai celana dalam atau tidak ya? Gadis seronok

itu! Jangan-jangandiatidakpakaicelanadalam!”

Jaka Pesolek terkejut ketika tahu-tahu Ratu Randang sudah berdiri di

hadapannya.

“Nek,kaudatangmembawaBungaMatahari.Kaumauberbuatapa?Apakau

bisamenolongRaja?”

Ditegur begitu Ratu Randang hanya tegak terdiam. Dia masih memikirkan

ucapan Dewi Ular tadi.

“Kalauperbuatankutadimemangmendatangkankualat,berartiRajamemang

tidak bisa ditolong. Celaka, bagaimana ini. Apa ada penangkal untuk

menghilangkan kualat? Tadi aku usapkan ke anunya Dewi Ular. Mungkin

penangkainya lawan dari yang itu .... Hemmm.”

Lalu tiba-tiba sekali Ratu Randang rundukkan tubuh. Bunga Matahari yang ada

di tangan kanan diusapkan ke bagian bawah perut Raja Mataram.

“RatuRandang!Apayangkaulakukan?!”TeriakRajaMataram.Tapiakibat

usapan bunga sakti pada bagian bawah perutnya segala rasa sakit yang diderita

Raja menjadi lenyap. Malah setelah ada kepulan asap kuning kemerahan Raja


langsung melompat bangkit. Dua tangan ditekapkan ke bawah perut. Kepala

mendongak sementara sepasang mata berkedap-kedip meram melek dan lidah

diulurkan berulang kali membasahi bibir.

Melihat hal ini Jaka Pesolek dekati si nenek dan bertanya.

“Nek,apayangkaulakukanpadaRaja.KelihatannyaYangMuliasepertiorang

yangsedangkeenakan.CobaakulihatbungaituNek.”

“Jangan!Kautidaksakit!”

Tapi Jaka Pesolek yang punya gerakan kilat sudah merampas Bunga Matahari

dari tangan Ratu Randang lalu dengan cepat bunga sakti itu diusap ditekan-tekan

berulang kali ke bawah perutnya sendiri!

Tiba-tiba Jaka Pesolek menjerit keras. Bunga Matahari terlepas jatuh dari

tangan kanan. Tubuh gadis ini jatuh tertelentang, Mata membeliak, bola mata

berputar-putar. Mulut senyum-senyum.

“Gila!Apayangterjadi?!”SinenekcepatmengambilBungaMatahariyang

tercampak di tanah dan berpikir pikir sambil menatap ke arah Raja, lalu

memandang pada Jaka Pesolek, setelah itu memperhatikan Bunga Matahari.

“Hemmm...,.”Sinenekbergumam.“Kalautidakakulakukansendirimanaaku

tahuapayangterjadidandirasakanduaorangitu.”Tiba-tiba si nenek tekapkan

kuat-kuat Bunga Matahari sakti ke bagian bawah perutnya. Sesaat kemudian

sepasang mata si nenek tampak terbeliak, mulut menganga mengeluarkan suara

eranga dan lidah terjulur.

“Oala!Oala!”RatuRandangberteriakberulangkali.Lututnyagoyah,tubuh.

limbung lalu jatuh tertelentang menggeliat geliat di atas sebuah batu.

“Nek,“tiba-tiba ada orang mendatangi dan bertanya. Ternyata Jaka Pesolek.

“Nek,akucumamautanya.Apayangkaualamisamadenganyangakurasakan.

Aku merasa geli-geli aneh tapi enak di sebelah bawah tubuhku. Lalu sesekali

sepertiadatanganlembutyangmengusapanuku...Hik...hik....”

“Kalausudahtahumengapamasihbertanya?!”RatuRandangmendamprat.

Lalu kembali berteriak Oala...Oaia Mata meram melek!

Jaka Pesolek tertawa panjang lalu jatuhkan tubuh melintang di atas tubuh si

nenek!

“Gadisliar!Akuiniperempuan!Jikakaumausenang-senangcarilelakisaja!”

RatuRandangberucapmarahkarenatubuhnyadihimpitbegiturupa.”

“Hikk...hik...“ JakaPesolekkembalitertawagelicekikikan.“Apakautidak

tahuNek?Akuinibisajantanbisabetina?!”

“Huekkk!”RatuRandangkeluarkansuarasepertimaumuntah.Laludia

membentak.

“Setanalas!Janganmengganggu!.Janganmembuatakumarah.Akusedang

keenakantahu!”

“SamalagiNek,sammaaa...Akujugalagi....uhuk…uhuk…ihik..ihik!”Jawab

Jaka Pesolek dan terus saja menindih tubuh si nenek sementara dua kakinya

bergerak melejang-lejang.



                         T A M A T



Apakah perbuatan Ratu Randang yang tidak sengaja mengusap bagian bawah

perut Ratu Ular benar-benar telah mendatangkan kualat ?

Sinuhun Muda dan Sinuhun Merah tidak mau menerima kekalahan di Bukit

Batu Hangus begitu saja. Mereka menyusun satu rencana baru antara lain dengan

memanfaatkan Arwah Ketua, yang dikenal sebagai Raja segala arwah dan

Penguasa Candi Miring di Bhumi Mataram. Bagaimana pula dengan keberadaan

Sinto Gendeng yang tidak kunjung tersingkap?

Bagaimana kalau tiba-tiba Keris Kanjeng Sepuh Pelangi dipergunakan untuk

menggenang darah menebar maut?

Ikuti cerita selanjutnya berjudul :


TABIR DELAPAN MAYAT


Share:

0 comments:

Posting Komentar