KUPU-KUPU MATA DEWA
“TuankuLaras,dengarkansaya.Adayanghendaksayakatakan.Ada
satu hal yangsangatsayatakutkan…”
Tuanku Laras angkat kepalanya dari dada Chia Swie Kim. Tapi dua
tangan kini turun memegang paha Si gadis.
“PutiMataDewa,kekaSihku… Katakan,halapayangkautakutkan?”
“TuankuLaras,ketahuilah,sayasudahtidakgadislagi.Saya tidak
perawanlagi…”
Sepasang mata Tuanku Laras membeliak. Bulu hitam putih yang
menutupi wajah berdiri meranggas.
“PutiMataDewa,apamaksudmu?Bicarayangjelas.”
“TuankuLaras,ketikaberadadigoakediamanDatukMarajoSati,
Datuk itu telah merampas kehormatan saya. Dia meniduri saya sampai
berulangkali…”
Habis berkata begitu Chia Swie Kim lalu menangis sesenggukan.
Apa yang diucapkan Si gadis seperti gelegar petir terdengarnya di
telinga Tuanku Laras.
“Srett!”
Tiba-tiba Tuanku Laras cabut pedang Al Kausar
--------------------------------------------------
SATU
BUKIT Batu Patah di Gudam, ranah Minangkabau, malam bulan sabit hari ke tiga.
Kawasan yang selama ini diselimuti kesunyian dan dipalut kegelapan di malam hari, kini
keadaannya sangat berbeda. Dua buah obor tiba-tiba melayang di udara. Entah Siapa
yang melemparkan. Hebatnya, dua obor itu kemudian menukik ke tanah lalu clep... clep!
Menancap di halaman Rumah Gadang Nan Sambilan Ruang yang merupakan bangunan
bekas Istana Kerajaan Pagaruyung. Sebagian halaman luas diujung rumah kini menjadi
terang oleh cahaya api obor. Di antara dua batang obor, di tanah terlihat enam buah batu
datar bulat menebar membentuk lingkaran cukup lebar. Sebelum kemunculan dua buah
obor dan lima batu bulat datar secara aneh itu, di Bukit Batu Patah telah berdatangan
beberapa orang.
Yang pertama Pakih Jauhari, kekaSih Gadih Putih Seruni yang telah menjadi Istri Datuk
Marajo Sati. Pemuda ini muncul setelah memaksakan janji agar sang kekaSih datang
menemuinya di Istana Bukit Batu Patah dimana kemudian mereka merencanakan akan
melarikan diri menyeberang ke tanah Jawa. Meski saat ditemui Gadih Putih Seruni
menolak permintaan Pakih Jauhari namun Si pemuda tetap pergi ke Bukit Batu Patah,
seolah dia telah yakin Gadih Puti Seruni akan datang.
Ketika sampai di bekas bangunan Istana Kerajaan Pagaruyung itu, Pakih Jauhari
segera mencari Mamaknya, Jambek Magang. Namun sang paman ditemui dalam
keadaan meregang nyawa, luka parah bergelimang darah, tergeletak di dekat lumbung
padi di halaman depan rumah gadang.
Sebelum menghembuskan nafas terakhir Jambek Magang maSih sempat memberi tahu
bahwa orang yang membunuhnya bersenjata pedang, memiliki wajah tertutup bulu putih
dan hitam. Tidak terduga di saat itu pula orang yang disebut memunculkan diri dan segera
dikenali oleh Pakih Jauhari bukan lain adalah Tuanku Laras Muko Balang. Dalam
marahnya Si pemuda segera menyerang Tuanku Laras.
Pakih Jauhari yang hanya memiliki ilmu Silat kampung tentu saja dengan mudah dihajar
oleh Tuanku Laras. Setelah menggebuk muka Si pemuda hingga berkelukuran, Tuanku
Laras mencekik lehernya, mengangkatnya ke udara seraya membentak menanyakan
dimana satu peti batangan emas disembunyikan. Karena memang tidak tahu apa-apa
tentang barang yang ditanyakan. Pakih Jauhari tidak bisa menjawab. Tuanku Laras
membanting pemuda itu ke tanah lalu menghunus pedang sakti Al Kausar. Dia
mengancam kalau Pakih Jauhari tetap tidak mau memberi tahu keberadaan barang yang
ditanyakan maka dia akan dihabiSi sebagaimana yang telah terjadi dengan pamannya.
Sekejapan lagi pedang di tangan Tuanku Laras Muko Balang benar-benar akan
menamatkan riwayat Pakih Jauhari tiba-tiba muncul Ki Bonang Talang Ijo bersama
Perwira Muda Teng Sien dan Pendeka Bumi Langit Dari Sumanik. Ki Bonang datang ke
bekas bangunan Istana Kerajaan Pagaruyung di Bukit Batu Patah untuk menyelidiki
keberadaan satu peti batangan emas yang memang pernah disembunyikannya di tempat
itu bersama Perwira Muda Teng Sien. Emas di dalam peti itu direncanakan sebagai
hadiah tambahan jika gadis Cina yang dicari berhaSil ditemukan. Sebenarnya Teng Sien
merasa lebih penting mencari dan mendapatkan Chia Swie Kim, gadis Cina puteri
Pangeran Tiongkok yang dijuluki Kupu Kupu Giok Ngarai Sianok itu terlebih dulu karena di
dalam tubuhnya terdapat satu batu Giok yang disebut Kupu Kupu Mata Dewa dan
merupakan salah satu Pusaka Utama Kerajaan Tiongkok bagi syahnya kekuasaan Raja
yang bertahta. Namun Teng Sien terpaksa mengalah atas kemauan Ki Bonang karena
sejak semula mulai dari Jawa tokoh Silat ini memang telah dipercayakannya sebagai
pemimpin rombongan pengejar dan mencari Chia Swie Kim.
Ki Bonang dan Teng Sien tentu saja terkejut melihat Tuanku Laras Muko Balang berada
di tempat itu. Apa lagi mereka sempat mendengar Tuanku Laras membentak Pakih
Jauhari memaksa memberi tahu dimana disembunyikan satu peti batangan emas. Berarti
rahaSia keberadaan satu peti batangan emas itu telah bocor.
Teng Sien yang sudah sejak lama curiga dan muak melihat Tuanku Laras segera
hendak mencabut golok Siap untuk menyerang manuSia berbulu hitam putih ini. Tapi
dicegah oleh Ki Bonang. Tokoh Silat dari tanah Jawa ini meminta Tuanku Laras
melupakan dulu perihal emas satu peti agar jangan sampai terjadi sengketa diantara
mereka. Hal ini dikarenakan, sewaktu menuju ke Bukit Batu Patah, di tengah perjalanan Ki
Bonang dan kawan-kawan melihat sebuah kereta dikawal oleh belasan perajurit istana
Baso di Pagaruyung tengah bergerak cepat di kawasan itu mengarah ke Bukit Batu Patah.
Ini menjadi satu pertanyaan. Kalau tidak ada satu perkara besar mana mungkin ada orang
Kerajaan datang ke tempat itu, malam hari pula. Dan orang di atas kereta, walau tidak
jelas Siapa adanya pastilah seorang tokoh penting. Mungkin pula pihak Kerajaan sudah
mengetahui keberadaan emas yang satu peti itu ?!
Dalam kawatirnya Teng Sien sempat berbiSikpadaKiBonang.“Jahanamberhaticulas
itu datang sendiri. Dimana Chia Swie Kim ditinggal disembunyikan? Kita harus cepat
mencari tahu!”
Tuanku Laras tidak perduli keterangan Ki Bonang. Orang bermuka belang putih hitam
ini ingin menyelesaikan perkara malam itu juga yaitu dengan cara kekerasan. Dia meminta
Pandeka Bumi Langit segera bergabung namun sang Pandeka menolak karena
sebelumnya dia sudah tahu Tuanku Laras berniat licik dan keji terhadapnya. (Baca serial
terdahulu“Bulan Sabit Di BukitPatah”)
Amarah Tuanku Laras Muko Balang bukan alang kepalang.
“Keparat! Musuh dalam selimut kau rupanya! Tamat riwayatmu malam ini juga!”Teriak
Tuanku Laras Muko Balang. Lalu segera menyerbu Pandeka Bumi Langit dengan pedang
Al Kausar. Teng Sien berusaha menolong dengan melemparkan golok besar ke arah
Tuanku Laras. Namun dengan mempergunakan sarung pedang, golok ditangkis mental
sementara pedang Al Kausar terus membabat ke arah bahu Pandeka Bumi Langit. Teng
Sien memaki panjang pendek. Selain marah dia juga sangat mengawatirkan diri Chia Swie
Kim.
Hanya sekejapan mata lagi senjata sakti itu akan membabat putus tangan kiri Pandeka
Bumi Langit tiba-tiba satu gulungan kain putih panjang melesat di udara demikian rupa lalu
membuntal membungkus pedang Al Kausar.
Walau pedang sakti itu kemudian maSih sempat menghajar tangan Pandeka Bumi
Langit namun akibat tertahan gulungan kain putih tangan itu hanya berderak patah, tidak
jadi tertabas buntung.
Belum habis kejut semua orang terutama sekali Tuanku Laras Muko Balang tentunya,
dua orang berkelebat dari kegelapan dan berdiri di tempat itu. Keduanya adalah Si Kamba
Mancuang Tangan Manjulai, ditemani pemuda berpeci hitam, berambut panjang seperti
paduSi yang bukan lain Pendekar 212 Wiro Sableng. Nenek inilah tadi yang melemparkan
kain putih panjang. Seperti diceritakan sebelumnya kain itu pernah dipergunakan untuk
membungkus pedang Al Kausar. Dengan ilmu kesaktiannya dan mengandalkan kain putih
itu Si nenek berhaSil menjajagi pedang Al Kausar yang berarti sekaligus menunjukkan
dimana beradanya Tuanku Laras Muko Balang. Secara kebetulan hal terjadi di malam
bulan sabit hari ke tiga. (paduSi=perempuan)
Amarah Tuanku Laras semakin menggelegak. Destar hitam di atas kepalanya bergerak
naik oleh tekanan hawa panas yang memancar keluar dari batok setengah kepala. Dia
membentak tokoh Silat tua dari tanah Jawa di hadapannya.
Ki Bonang! Tadi kau mengatakan ada rombongan orang-orang Kerajaan menuju ke
Sini! Ternyata yang datang adalah kapuyuak muda dan cigak gaek ini! (kapuyuak -
kecoak, cigak gaek = monyet tua)
Meski tahu kalau yang disebut sebagai kecoak dan monyet tua itu adalah diri mereka
namun Pendekar 212 Wiro Sableng dan Si Kamba Mancuang tenang-tenang saja bahkan
tampak cengar-cengir. Si nenek malah berbiSik pada Wiro.
“Si Muko Balang itu sudah kita temukan. Tiga setan alas temannya juga ada di Sini,
Bagaimanakalaukita...”
“Nek,Janganbertindaktergesa-gesa. Aku menduga sesuatu akan terjadi di bukit ini.”
“Ah,kauini selalu saja menghalangi... ”
“Bukanmenghalangi,Nek.Percayapadaku...”JawabWirosambilmengusaplalu
memegang lengan Si nenek. Hal ini sempat dilihat oleh Tuanku Laras. ManuSia muka
belang ini langsung tertawa bergelak sambil menunjuk ke arah Wiro dan Si Kamba
Mancuang.
“Pantas... pantas! Sudah bergendak kalian berdua rupanya. Kalau mau berbuat mesum
pergi ke tanah Jawa sana! Jangan mengotori tanah Minang ini!”
Si Kamba mancuang hendak mendamprat marah. Namun mendadak di kejauhan
terdengar deru suara detak roda kereta dan hentakkan kaki-kaki kuda. Lalu ada suara
orang berteriak menyahuti ucapan Tuanku Laras tadi.
“Siamang bermuka belang! Bersabarlah sedikit! Orang yang hendak diadili belum
kelihatan di tempat ini. Perlu apa terburu-buru! Urusan kita yang harus diselesaikan lebih
dulu!”(Siamang = Monyet besar/orang hutan, biasanya berbulu hitam polos) Seruan itu
disusul menggembor marah.
Disebut Siamang tentu saja Tuanku Laras jadi berkobar amarahnya. Rahang
menggembung. Bulu yang menutupi muka berjingkrak kaku. Tangan kanan yang
memegang pedang disentakkan dua kali. Kain putih pembungkus senjata itu bergulung
membuka, Jatuh tercampak di tanah.
“Pedangsakti! Coba berikan sambutan selamat datang pada orang bermulut besar itu!”
“Wuuttt!”
Tuanku Laras Muko Balang lemparkan pedang Al Kausar ke udara. Senjata sakti itu
berputar-putar mengeluarkan suara deru dahsyat disertai kilauan cahaya lalu melesat ke
arah datangnya suara orang yang tadi memaki dan saat itu maSih keluarkan suara
tertawa.
Mendadak sontak suara tawa lenyap, terputus oleh seruan kaget dan suara seperti
orang tercekik. Hanya beberapa saat kemudian, pedang Al Kausar kelihatan kembali,
melayang di udara menuju ke arah Tuanku Laras yang tegak berkacak pinggang. Namun
keadaan pedang kini tidak panjang lurus melainkan bergelung membentuk lingkaran. Dan
di tengah lingkaran mata pedang ada batang leher seorang kakek bersorban dan berjubah
putih! Karena pedang Al Kausar bergerak melayang di udara, orang tua ini mau tak mau
berjingkat-jingkat setengah berlari mengikuti kemana gerakan pedang. Kalau dia tidak
berbuat begitu maka dari tadi-tadi lehernya pasti sudah putus ditabas senjata sakti itu! Si
orang tua pergunakan dua tangan untuk mencekal pedang. Namun walaupun dia bisa
memegang senjata itu, dia tidak mampu membuka gelungannya, sementara kulit leher
sebelah belakang telah mulai luka dan mengucurkan darah!
Orang tua ini akhirnya Jatuh tersungkur di hadapan Tuanku Laras Muko Balang.
Sorban jatuh ke tanah, menggelinding di bawah rangkiang (lumbung padi) di halaman
depan Rumah Gadang Sambilan Ruang.
Melihat kehebatan senjata sakti milik Tuanku Laras itu semua orang yang ada di tempat
tersebut jadi tercekat. Ki Bonang sampai melotot tak berkeSip.
Hatikecilnyamembatin.“MungkinapayangdikatakanTengSien benar. ManuSia satu
ini harus cepat-cepat diSingkirkan.Senjatanyasangatsakti,sangatberbahaya.”
Dari tempatnya berdiri Wiro bertanya pada Si KambaMancuang.“Nek,kautahuSiapa
orang tua berjubah putih itu?”
DUA
ELUM sempat Si nenek menjawab, seperti yang dituturkan pada permulaan cerita
tiba-tiba dua buah obor melayang di udara, menancap di halaman, tepat di anjungan
Rumah Gading Nan Sambilan Ruang. Begitu dua nyala api obor menerangi seantero
tempat, di tanah terlihat enam buah batu bulat datar, menebar membentuk lingkaran.
Untuk seketika Tuanku Laras melirik pada dua obor dan enam batu. Lalu dengan cepat
dia melangkah ke hadapan orang berjubah putih yang tersungkur di tanah. Tangan kanan
dikembang. Telapak menghadap ke atas. Sambil tangan digerakkan mulut berucap.
“Naik… naik. Berdiri...Akuinginmelihatwajahmulebihjelas,”
Pedang Al Kausar bergerak naik ke atas. Orang tua jubah putih meringis kesakitan,
terpaksa berdiri mengikuti gerakan pedang yang maSih melingkar menggelung lehernya.
Begitu orang tua ini berdiri lurus di hadapannya. Tuanku Laras menyeringai.
Kepala digeleng-geleng Mulut dipencong mengejek, lalu berucap dengan suara sengaja
dikeraskan.
“Aaahh...SutanManjinjingLangit! Kau rupanya !”
Orang tua berjubah putih yang dipanggil Sutan Manjinjing Langit megap-megap,
pegang gelungan pedang di leher. Mulut terbuka tapi suara tidak keluar.
“Astaga! Tololnya diriku ini ! Tentu saja kau tidak bisa bicara !”
Tuanku Laras rapatkan jari tengah dan ibu jari tangan kanannya lalu dijentikkan hingga
mengeluarkan suara klik ! Luar biasa ! Saat itu juga pedang yang melingkar di leher Si
orang tua pancarkan cahaya berpijar lalu gelungannya terbuka. Pedang melayang di
udara, lalu masuk dengan sendirinya ke dalam sarung yang tergenggam di tangan kiri
Tuanku Laras.
Begitu lehernya lepas dari gelungan pedang Si orang tua langsung berteriak.
“ManuSia jahanam ! Kau salah seorang pembunuh adikku Sutan Panduko Alam !”
Sambil berteriak orang tua itu menerjang. Tubuh merunduk, mulut menggeram seperti
harimau bergumam.
“Bett! Bettt!”
Tangan kiri menyambar ke dada, tangan kanan melesat ke bagian bawah perut!
Inilah jurus serangan yang benar-benar mematikan bernama Di Ateh Hancuah Di
Bawah Ramuak. (Di Atas Hancur Di Bawah Remuk)
Sepertidituturkandalam permulaanserial(“KupuKupuGiokNgaraiSianok”)ketika
dikejar oleh Ki Bonang, Teng Sien, Tuanku Laras dan beberapa orang lainnya, Chia Swie
Kim dalam keadaan berbentuk kupu-kupu besar menyelamatkan diri masuk ke dalam
rumah kediaman Sutan Panduko Alam di Bukit Malintang peSiSir barat pulau Andalas.
Walau orang tua itu berhaSil menyelamatkan sang kupu-kupu namun dirinya sendiri tewas
dibantai Ki Bonang dan anggota rombongannya.
Dapatkan dirinya diserang secara tak terduga Tuanku Laras tersentak kaget. Kalau
tidak cepat dia melompat mundur, salah satu serangan pasti akan menjebol jantung atau
kemaluannya.
“Sutankalera! Seharusnya tadi sudah kutebas batang lehermu. Tapi maSih belum
terlambat !”(kalera=makiankotor)
“Srett!”TuankuLaras cabut pedang Al Kausar. Namun baru setengah senjata itu keluar
dari sarung tiba-tiba ada seSiur angin menyambar, membuat tangan Si muka belang ini
menjadi ngilu kesemutan hingga tidak mampu meneruskan mencabut pedang. Bersamaan
dengan itu muncul sebuah kereta ditarik seekor kuda hitam, dikuSiri seorang lelaki muda
berdestar yang tegak berdiri gagah dan berpakaian hitam lalu berhenti di halaman kiri
Rumah Gadang Nan Sambilan Ruang. Di kiri kanan bagian depan kereta terdapat
bendera hijau dan merah, bergambar kaligafi tulisan Arab. Dua belas penunggang kuda
berpakaian perajurit Kerajaan Pagaruyung bertubuh rata-rata besar berotot, menebar
mengelilingi kereta.
Sambaran angin yang membuat gerakan tangan kanan Tuanku Laras tertahan tidak
bisa meneruskan mencabut pedang datang dari arah kereta.
“Kurangajar!”rutukTuankuLaras.Matamenatapgeram berkilatkearahkereta.
“KuSirnya kurasa tidak. Pasti pelakunya kakek jahanam yang duduk di belakang kuSir!
Agaknya dia juga yang tadi melempar obor dan enam batu bulat!”
Tanpa memperhatikan lebih seksama Siapa adanya kakek di atas kereta. Tuanku Laras
kerahkan tenaga dalam penuh ke tangan kanan hingga sekujur lengan sampai ke ujung
jari bergetar keras dan memancarkan cahaya kelabu. Tangan disentakkan sambil
membentak garang. Cahaya kelabu menyambar ke arah kereta.
Ki Bonang sebelumnya tidak menyangka kalau Tuanku Laras memiliki ilmu kesaktian
tinggi. Selama ini dia hanya mengagumi kehebatan pedang Al Kausar yang dimilikinya.
Orang tua dari Jawa ini berbiSik pada Pandeka Bumi Langit yang berdiri di sebelah
kirinya.
“SahabatPandekaBumiLangit,kautakpernahmemberitahu.TernyataTuankuLaras
memilikikesaktiantinggi...”
“Selamaini dia sengaja menyembunyikan ilmu kepandaiannya. Menurut saya selain
pedang dan ilmu kesaktian, yang paling berbahaya dari orang ini adalah Sifat culasnya.
Sejak saya mendengar ucapannya di goa di Bukit Siangok, cepat atau lambat satu ketika
dia pasti akan menghabiSi kita semua karena temahak ingin mendapatkan satu peti emas
lalu ingin pula mendapatkan gadis Cina itu.”SelesaibicaraPandekaBumiLangitmeringis
kesakitan memegangi tangan kirinya yang remuk dihajar pedang Al Kausar.
“KiBonang,akuikutkaudanteman-teman cukup sampai di Sini saja. Aku tidak mau
mencari celaka lebih parah...”
“Pandeka,janganpergi.KitaharusmenyelesaikanduluurusandenganTuankuLaras.
Akubutuhbantuanmu...”
Pandeka Bumi Langit gelengkan kepala. Dia memutar tubuh tetap hendak
meninggalkan tempat itu. Teng Sien yang walau tidak mengerti apa yang dibicarakan
namun melihat gelagat sudah tahu kalau Pandeka Bumi Langit hendak pergi. Dia cepat
berkata pada Ki Bonang agar mencegah. Tapi Pandeka Bumi Langit tetap saja pergi
malah mempercepat langkah.
Teng Sien yang sejak lama sudah jengkel terhadap orang-orang yang dianggapnya
tidak mau membantu, hanya ingin menyerakahi hadiah emas tidak tunggu lebih lama dari
balik pakaiannya segera mencabut sebilah pisau besar. Secepat kilat senjata ini
dilemparkan ke arah Pandeka Bumi Langit yang berjalan membelakangi. Pisau ini
bernama Naga Kecil Dari Syantung, bukan senjata sembarangan. Kecepatannya
melayang laksana kilat. Selain itu pada saat melayang di udara tidak mengeluarkan suara
sedikitpun.
MenyakSikan kejadian ini Pendekar 212 segera angkat tangan kanan untuk melepas
pukulan Kunyuk Melempar Buah yang bisa membuat mental pisau. Bagaimanapun dia
tidak suka melihat orang diserang secara curang dari belakang. Namun justru saat itu di
telinga kanannya mengiang suara.
“Apayangbukanmenjadiurusanmutidakperluikut campur! Apa yang sudah menjadi
suratan jangan ditantang!”
“Sial, Siapayangbarusanmengirim ucapanpadaku...”Wiromenggerendengdalam
hati.Matamelirikkearahorangtuadiataskereta.“Ah,pastidia!”AkhirnyaWiroturunkan
tangan kanannya.
Di lain kejap terdengar pekik Pandeka Bumi Langit Dari Sumanik. Karena tidak ada
suara tidak merasa ada sambaran angin, pisau panjang yang dilempar Perwira Muda
Teng Sien menancap telak dan dalam di punggung kirinya, menembus bagian bawah
jantung. Tubuh tersungkur menelungkup di tanah. Orang menyangka dia sudah menemui
ajal. Pandeka Bumi Langit kerahkan tenaga dalam dan seluruh kesaktiannya untuk
bertahan hidup.
Untuk beberapa saat tempat itu diselimuti kesunyian. Dalam keadaan seperti itu Teng
Sien melompat ke arah sosok Pandeka Bumi Langit yang disangkanya sudah mati.
Dengan cepat dia menggeledah. Begitu menemukan tiga batang emas di balik pakaian
orang Teng Sien cepat mengambil dan memasukkannya ke dalam sebuah rompi yang
melintang di dadanya. Semua mata orang yang ada di tempat itu terbeliak. Bukan saja
terkeSiap menyakSikan apa yang terjadi dengan Pandeka Bumi Langit, tapi juga sewaktu
melihat tiga batang emas yang berkilauan terkena cahaya nyala api dua buah obor! Yang
tidak tahu ceritanya menduga-duga bagaimana Pandeka Bumi Langit bisa memiliki tiga
batang emas lalu mengapa enak saja orang Cina itu mengambilnya! Apakah ini satu
perempasan ?!
Walau tidak tahu sebab musababnya, dua belas perajurit berkuda yang mengelilingi
kereta bagaimanapun juga merasa tidak senang menyakSikan ada orang aSing
membunuh Pandeka Bumi Langit. Untuk menghindarkan tuduhan yang bisa menimbulkan
keributan Ki Bonang cepat berseru. Tiga batangan emas adalah milik perwira Cina ini! Dia
bukanmencuribukanmerampas.”
“Tapi dia membunuh orang di negeri ini!”YangmenyahutiadalahPenghuluSangkaloSi
kuSirkereta.“Orangtua,kausendiriorangpendatang.Apakepantinganmudinegeri
kami...”
Suasana karuan saja menjadi agak panas dan tegang. Teng Sien berbiSik pada Ki
Bonang agar segera saja meninggalkan tempat itu.
Sementara itu di atas kereta, melihat datangnya cahaya kelabu menyerang, kuSir
kereta terpaksa putus ucapan kerasnya tadi. Dia berteriak marah lalu melesat ke atas,
jungkir balik satu kali di udara. Begitu menjejakkan dua kaki di tanah orang ini Siap
hendak menyerang Tuanku Laras. Tangan bergerak ke pinggang mencabut dua bilah
badik. Senjata ini berlapis racun jahat yang bisa membunuh seekor kerbau besar hanya
dalam beberapa kejapan mata, apa lagi manuSia!
Dua belas parajurit yang mengelilingi kereta juga tidak tinggal diam. Mereka mengambil
ancang-ancang. Enam bergerak melindungi kereta, enam lagi Siap menyerang.
“PenghuluSangkalo! Para perajurit Pagaruyung!”Orangtuadiatas kereta segera
menegur kuSir kereta yang rupanya bukan orang sembarangan. Sebutan Penghulu
menyatakan bahwa dia adalah seorang terkemuka atau pimpinan satu kelompok besar
atau kaum yang diseganiditanah Minang.“Kita diutusRaja bukan untuk berbuat
keonaran tapi mencari kebenaran. Jangan menyerang!”
Meskipun kemarahannya belum mengendur terhadap Tuanku Laras, namun
mendengar ucapan Si kakek di atas kereta, kuSir yang bernama Sangkalo dengan patuh
ikuti ucapan orang. Maka dia undur satu langkah sambil menyimpan dua bilah badik, diam
tak bergerak, dua kaki dikembang, dua tangan diSilang di atas dada pertanda setiap saat
jika ada bahaya dia telah memiliki kuda-kuda bertahan sekaligus balas menyerang. Enam
perajurit yang tadi Siap menyerang kini mengambil Sikap mengalah, tetap duduk di atas
kuda maSing-maSing.
Sementara itu orang tua yang duduk di atas kereta walau hanya sekejapan, terpaan
cahaya kelabu serangan Tuanku Laras membuatnya terangguk-angguk seperti orang
mengantuk. Mulut merangkum senyum, kepala ditundukkan ke arah cahaya kelabu yang
datang menyambar. Padahal yang dihadapinya adalah serangan maut mematikan! Malah
tiba-tiba orang tua ini buka mulutnya lebar-lebar. Lalu lalu wuutt!
Cahaya kelabu serangan Tuanku Laras lenyap masuk ke dalam mulut. Sepasang mata
Si orang tua tampak merem melek dalam rongganya yang cekung.
Mulut berkomat-kamit, kepala ditengadah. Dari tenggorokan kemudian jelas sekali
terdengar suara gluk... gluk... gluk! Sikapnya tidak beda seperti orang kehausan tengah
meneguk lahap minuman sejuk lezat!
TIGA
SELAGI semua orang yang ada di tempat itu melengak kaget, mulut ternganga mata
mendelik, Si orang tua di atas kereta tertawa mengekeh. Pendekar 212 angkat kopiah
hitamnya dan menggaruk kepala berulang kali. Mulut seringaikan senyum. Si Kamba
Mancuang pegang lengan Wiro lalu berbiSik.
“Kautidakterkejutmelihatkehebatanorangtuaitu. Malah menggaruk kepala seperti
orangbelummanditujuhhari.Heh,akurasakaupastikenalpadanya.Katakanpadaku...”
Si nenek tidak sempat meneruskan ucapan karena orang tua di atas kereta tiba-tiba
membuka mulut lebar-lebar. Saat itu juga cahaya kelabu yang tadi seolah ditelannya kini
melesat keluar, menyambar ke arah Tuanku Laras yang maSih tertegun terkeSiap melihat
apa yang barusan dilakukan Si kakek.
“CahayoGanto Bisu ditelan lalu disemburkan kembali! Sabana gilo!”(Sabanagilo=
Benar-benar gila) Tuanku Laras menggeram dalam hati. Serangannya tadi bernama
Cahaya Genta Bisu karena sewaktu menyambar sama sekali tidak mengeluarkan suara
sedikitpun dan ini sangat berbahaya bagi lawan yang berlaku lengah atau tidak sempat
melihat datangnya serangan.
Melihat ilmu kesaktiannya dibuat main dan kini malah dipakai orang untuk menyerang
dirinya sendiri, kejut Tuanku Laras seperti melihat setan kepala tujuh! Sambil menyumpah
dia cepat melompat mundur, sekaligus cabut pedang Al Kausar. Pedang dibabatkan ke
depan. Cahaya putih menebar di udara.
“Trang!”
Luar biasa! Beradunya cahaya kelabu dan Sinar pedang mengeluarkan suara seolah
dua senjata terbuat dari logam keras saling beradu di udara!
Kalau orang tua di atas kereta unjukkan Sikap tenang dan usap-usap janggut putihnya
sebaliknya Tuanku Laras berseru tegang. Bentrokan dua cahaya menimbulkan angin
deras membuat dua lututnya menjadi goyah dan tubuh terjajar ke belakang sampai dua
langkah sementara dada mendenyut sakit. Kalau saja mukanya tidak terlindung bulu hitam
putih, akan terlihat jelas betapa kulit wajah itu telah menjadi pucat paSi! Mau tak mau nyali
Tuanku Laras jadi menciut leleh. Jika diperturutkan amarahnya dia Siap untuk menyerang
kembali karena merasa maSih memiliki beberapa ilmu Simpanan. Tetapi manuSia cerdik
ini pandai membaca keadaan.
Orang tua di atas kereta keluarkan suara tertawa pendek lalu melesat ke udara. Sesaat
kemudian dia sudah menjejakkan kaki di salah satu dari enam batu bulat datar yang
bertebar di halaman membentuk lingkaran. Nyala dua api obor yang menerangi dirinya
membuat Tuanku Laras dan semua orang yang ada di Situ kini dapat melihat wajahnya
lebih jelas dan mereka semua sama-sama merasa merinding.
Ki Bonang dan Teng Sien sama sekali tidak mengenal Siapa adanya orang ini. Begitu
juga Si Kamba Mancuang. Sutan Menjinjing Langit tegak tertegun-tegun, berusaha
mengingat-ingat Pendekar 212 Wiro Sableng sendiri memandang dengan mulut ternganga
walau sejak tadi dia sudah bisa menduga Siapa adanya orang tua itu.
Ketika Wiro hendak mengeluarkan suara orang tua yang tegak di atas batu bulat datar
kedipkan dua mata yang cekung lalu jari telunjuk tangan kiri dipalang di atas bibir.
Memberi tanda agar murid Sinto Gandeng tidak mengeluarkan suara, tidak membuka
mulut
Melihat Sikap Wiro serta apa yang barusan dilakukan orang di atas batu, Si Kamba
Mancung mengorek pinggang Pendekar 212.
“Akutakpelaklagi.Kaumemangkenalkakekitu,diakenaldirimu! Siapadia...?”
“SabarNek,tenangsaja.NantijugaketahuanSiapa dia. Atau heh, kau tertarik padanya
?!”
Dijawab seperti itu Si nenek unjukkan wajah cemberut lalu cubit pinggang sang
pendekar hingga Wiro menggeliat antara kesakitan dan kegelian.
Akan halnya Tuanku Laras, orang bermuka belang Ini berusaha menduga-duga Siapa
adanya kakek yang tegak di atas batu bulat datar. Mengapa kakek ini tadi mengedipkan
mata dan memalangkan jari tangan di atas bibir dan ditujukan ke arah pemuda berkopiah
hitam dan berambut panjang itu. Apa hubungan antara keduanya. Tuanku Laras tidak mau
memikir berlama-lama. Dia harus bertindak cepat.
“Sebaiknyaakutidakmembuaturusanditempatini. Emas celaka itu bisa aku cari
kemudian. Orang tua yang tidak aku kenal ini agaknya memiliki ilmu kesaktian tinggi.
Mengapa aku tidak pernah melihat atau mendengar dirinya sebelumnya Apakah dia
orangnya Raja di Pagaruyung...?”
Tuanku Laras bukan Tuanku Laras Muko Balang namanya kalau dia tidak berlaku
cerdik dan licik. Untuk mengalihkan perhatian orang tiba-tiba dia berpaling pada Sutan
Manjinjing Langit yang karena kemunculan kakek berkereta terpaksa menunda
serangannya.
“SutanManjinjing Langit! Kalau kau ingin tahu Siapa yang membunuh adikmu Sutan
Panduko Alam, orangnya adalah tua bangka berjubah hijau yang mata dan sebagian
kepalanya diikat kain! Namanya Ki Bonang! Dia berasal dari tanah Jawa. Datang ke Sini
bersama komplotannya memang sengaja hendak mengacau!”SambilberteriakTuanku
Laras menunjuk tepat-tepat ke arah Ki Bonang Talang Ijo. Lalu dia meneruskan
teriakannya.“Kalaukautidakpercayalihatsaja! Tasbih batu pualam hitam milik adikmu
dikalung dilehemya!”
Seperti yang kejadian sewaktu Ki Bonang dan kawan-kawan menyerbu ke tempat
kediaman Sutan Panduko Alam di Bukit Malintang, sebelum pergi dia mengambil tasbih
hitammilikkorbanyangtercampakditanah.(Baca“KupuKupuGiokNgaraiSianok”).
Tasbih itu kini memang dikalungkan di leher, menjulai di dada di atas Jubah hijau.
Mau tak mau semua kepala dipalingkan dan semua mata memandang tepat-tepat ke
arah Ki Bonang Talang Ijo. Mereka memang melihat ada tasbih hitam melingkar di leher.
TuankuLarasdengancerdiknyakemudianmenambahucapannya.“Nenekberjubah
putih Si Kamba Mancuang, orang Cina berpakaian perang bernama Teng Sien, mereka
berdua termasuk Pandeka Bumi Langit yang sudah mati ikut terlibat membantai adikmu!
Balaskan dendammu pada mereka semua! Barunantikitabicaralagi!”
Habis berteriak lantang begitu rupa Tuanku Laras memutar tubuh. Pedang Al Kausar
dicabut dan ditudingkan ke depan. Dengan kesaktiannya pedang ini bukan saja mampu
mengangkat tubuh Tuanku Laras, namun juga membawanya melayang di udara hingga
kejapan itu juga sosoknya tak kelihatan lagi, lenyap ditelan kegelapan malam.
EMPAT
UCAPAN Tuanku Laras membuat geger semua orang yang ada di Situ. Dalam marah
tetapi juga bingung Sutan Manjinjing Langit menatap ke arah tiga orang yang ada di
hadapannya. Apakah ucapan Tuanku Laras tadi bisa dipercaya yang berarti dia saat itu
juga harus membuat perhitungan dengan Ki Bonang, Teng Sien dan Si Kamba Mancuang.
Atau dia akan mengejar Tuanku Laras terlebih dulu.
Sementara itu Ki Bonang dan Teng Sien berunding saling berbiSik Mereka
memutuskan untuk tidak akan melayani Sutan Menjinjing Langit, apapun yang akan
dilakukan kakak Sutan Panduko Alam itu. Mereka merasa lebih penting mengejar Tuanku
Laras karena Si muka belang ini pasti akan pergi ke tempat dimana dia meninggalkan dan
menyembunyikan Chia Swie Kim alias Kupu Kupu Giok Ngarai Sianok alias Kupu Kupu
Mata Dewa. Soal emas yang satu peti keduanya yakin tidak ada yang menguSik dan
maSih tetap berada di tempat yang mereka sembunyikan. Sebelum pergi Ki Bonang
tanggalkan dari leher tasbih milik Sutan Panduko Alam lalu dilemparkan ke arah Sutan
Manjinjing Langit. Setelah Ki Bonang dan Teng Sien berkelebat ke arah lenyapnya Tuanku
Laras, Sutan Manjinjing Langit jadi tambah bingung. Dia menatap ke arah Si Kamba
Mancuang, satu-satunya orang yang maSih tinggal dan terlibat dalam pembunuhan
adiknya di Bukit Malintang.
Melihat Sikap dan cara menatap Sutan Manjinjing Langit, Wiro cepat membuka mulut.
“Neneksahabatsayaini mengaku salah dan bertobat atas apa yang telah dilakukannya.
Dia juga telah menerima balasan setimpal yaitu kematian yang dialami saudara
kembarnya Si Kamba Pesek. Nenek itu mati dibunuh Ki Bonang dan kawan-kawannya.
Saya sendiri yang menyakSikan. Harap persoalan antara Sutan dan nenek ini dihabiSi
sampai di Sinisaja...”WiroberpalingpadaSi KambaMancuang.“Nek,ambil kain putih
bekas penggulung pedang itu. Kita harus cepat-cepat mengejar Ki Bonang. Dia tidak
muncul dengan gadis Cina itu, pertanda Si gadis disembunyikan di satu tempat Kita bisa
pergunakankainputihpanjangituuntukmenguntitnya...”
“PendekarDuaSatu Dua! Kau tetap di Sini karena akan menjadi sakSi. Nenek rambut
putih bergigi perak kau juga jangan beranjak dari tempatmu. Kau juga akan kujadikan
sakSi. Sutan Manjinjing Langit, kalau kau tidak akan membalaskan sakit hati dendam
kesumat kematian adikmu terhadap nenek rambut putih bergigi perak itu, aku perSilahkan
cepat-cepat meninggalkan tempat ini. Kau tidak punya kepentingan di Sini...“
Sutan Menjinjing Langit tertegun sejenak. Akhirnya dia memutar tubuh. Namun sebelum
pergi dia bertanya.
“Orang gagah berjanggut putih, mohon kiranya diberi tahu. Siapa dusanak ini
sebenarnya. Dusanak datang diantar dan dikawal orang-orang Kerajaan. Tapi seingat
saya,sayabelumpernahmelihatdusanakdiPagaruyung.”(Dusanak=Saudara)
Orang tua yang tegak di atas batu bulat datar tersenyum. Dia hanya mengusap-usap
janggut putih panjangnya. Maklum orang tidak akan memberi tahu Siapa dirinya Sutan
Menjinjing Langit segera saja tinggalkan tempat itu.
Bagaimana dengan Pakih Jauhari, pemuda kekaSih Gadih Puti Seruni, orang yang
pertama sekali datang ke Bukit Batu Patah malam itu? Setelah selamat dari tebasan
pedang Tuanku Laras dia terpaksa meninggalkan jenazah pamannya dengan cepat
menyelinap ke kolong rumah gadang, bersembunyi di bagian yang gelap dan
menyakSikan apa yang terjadi. Selain itu dia mengawartirkan Gadih Putih Seruni yang
sampai saat itu belum juga muncul.
***
YANG tadi keluarkan ucapan dan meminta Sutan Menjinjing Langit meninggalkan
tempat itu adalah orang tua yang tegak di atas batu bulat datar. Orang tua ini berambut
putih panjang, berkumis dan berjanggut yang juga berwarna putih. Pakaiannya sehelai
kain putih diselempang di sekujur tubuh mulai dari bahu sampai ke mata kaki. Yang
membuat orang merasa angker setiap melihatnya adalah wajahnya yang hanya tinggal
kulit pelapis tulang tidak beda seperti tengkorak. Sepasang mata besar tapi cekung
menggidikkan.
Wiro dan Si Kamba Mancuang hanya bisa saling pandang. Tiba-tiba sang pendekar
ingat. Astaga!
Saat itu Juga dengan cepat Wiro melangkah ke hadapan Si orang tua, membungkuk
dalam-dalam,mengambiltangankanannyalalumencium serayaberkata.“Kekmaafkan
kalau sejak tadi saya tidak buru-buru menemui dan menyalamimu. Terima salam
hormatku Kek...”Wiro lalu mencium tangan Si orang tua sekali lagi, disakSikan Si Kamba
Mancuang dengan terheran-heran.
“Hemmm…”Si orangtuabergumam.Lalumenegur.“Anaksetan,sudahberapalama
kau berada di negeri ini...”
“CukuplamaKek.MaafkalausayabelummenyambangimudiGunungKerinci...”
“Apa urusan dan keperluanmu di tanah Minang ini? Membuat keonaran? Mau
membunuhiorangjahatseenaknyasajasepertiyangkaulakukanditanahJawa...?”
“TidakKek,anu...SayadimintaseseorangdatangkeSini...”
Si orang tua sudah bisa menduga orang yang dimaksudkan Wiro. Dia melirik pada Si
nenek. Sambil senyum-senyumberkata.“Pemudagatal,kausudahkehabisan anak gadis
cantik di negeri ini hingga menjadikan nenek itu sebagai kekaSihmu?!”
Wiro melengak. Tidak menyangka sang guru akan berkata begitu.
“Tuabengkabermulutkotor.Eneksaja kau bicara...!”Si Kamba Mancuang menyemprot
marah.
Orang tua berselempang kain putih malah tertawa sambil kedipken mata cekungnya ke
arah Si nenek. Lalu dia dekatkan mulutnya ke telinga Wiro dan bertanya berbiSik.“Anak
setan, sudah berapa kali kau mencium nenek itu. Ha... ha... ha!”
Tampang murid Sinto Gendeng jadi bersemu merah. Kopiah hitam diangkat, kepala
digaruk. Si kakek tertawa geli. “Ayojawab.Mengakusaja...”
Wiro terpaksa menjawab polos.
“Baruduakali Kek. Tadi dia menanyakan dirimu. Saya kira dia suka padamu. Jika kau
suka padanya akan saya beri tahu sekarang juga...”
“Akutidakakanmemotongmu!”JawabSi kakek sambil tertawalebar.“Kulihatgiginya
berlapis perak. Pasti enak waktu kau berciuman dengannya!”Si kakek tertawa mengekeh.
Wiro ikutan tertawa. Penghulu Sangkalo dan dua belas perajurit, begitu juga Si Kamba
Mancuang hanya terheran-heran melihat kelakuan kedua orang itu.
“Anaksetan...OrangtuaitutadimemanggilWirodengansebutananaksetanAneh!
Siapa sebenarnya pemuda ini? Setan yang menyaru? Siapa pula kakek aneh bermuka
tengkorak yang ilmu kesaktiannyasungguhluarbiasaini?”Si Kamba Mancuang bertanya-
tanya dalam hati.
Si kakek yang datang berkereta dikuSiri Penghulu Sangkalo dan dikawal dua belas
perajurit Kerajaan Pagaruyung bukan lain adalah Tua Gila yang dalam rimba perSilatan di
pulau Andalas dan tanah Jawa juga dikenal dengan Julukan Pendekar Gila Patah Hati
atau Iblis Gila Pencabut Nyawa. Seperti yang diriwayatkan, Wiro pernah berguru pada Tua
Gila yang bernama asli Sukat Tandika sedang dimasa mudanya Tua Gila pernah menjalin
tali kaSih, bercinta dengan Sinto Weni alias Sinto Gendeng yang merupakan guru
Pendekar 212 yang pertama. Dimasa tuanya, setelah peristiwa berdarah di Gajah
mungkur, Tua Gila mengaSingkan diri di puncak Gunung Kerinci bersama Sabai Nan
Rancak yang kemudian diperstrikannya.
Tua Gila pegang bahu Pendekar 212 lalu kembali berbiSik.
“JikaakumaSih muda atau saat ini aku berada di tanah Jawa, mungkin kau tak perlu
bertanya apakah aku suka atau tidak pada nenek bergigi perak itu. Pasti sudah aku
sambar! Ha.. ha.. ha.. Anak setan, apakah kau sudah tahu kalau perujudan nenek itu
bukanbentuknyayangasli?”
Wiro terkeSiap mendengar pertanyaan sang guru. Rupanya walau sekali bertemu Tua
Gila yang memiliki kesaktian begitu tinggi mengetahui keadaan diri Si Kamba Mancuang.
“SayatahuKek,tapibelumbisajelas.ApakahKakekbisa...”
“Akutidaktahumengapakejadiandirinyasampaisepertiitu. Tapi ada satu hal yang
bisa aku kira-kira. Dengar baik-baik. Kalau perak yang melapiSi giginya bisa ditanggalkan
maka mungkin dia akan kembali ke ujud semula. Seorang gadis cantik luar biasa. Weleh.
,... pokoknya putus semua gadis yang pernah kau pacari! Ha… ha… ha… ”
“TerimakaSih Kek. Sekarang saya kepingin tahu mengapa malam-malam begini Kakek
muncul di Sini.Naikkereta,dikawalpulasepertiseorangRaja...”
“Akutidakakanmenjawab.Kaulihatsajaapayangbakalterjadisebentarlagi.Seperti
kataku tadi kau dan nenek bergigi perak itu akan jadi sakSi. Sekarangmenjauhlahdulu...”
Begitu Wiro melangkah mundur, Si kamba Mancuang cepat meremas dan menarik baju
hitamnya.“Aku tidak tahu Siapa yang gilo. Kakek itu atau kau. Mengapa dia
memanggglimuanaksetan.Apabapakibumumemangsetanataubagaimana...?”
“Nek, kakek itu memang orang gila. Namanya saja Tua Gila. Tapi dia adalah guruku
nek...”
Si Kamba Mancuang terkejut dan tercengang. Matanya memandang bulak balik ke arah
Si kakeklalukembalikeWiro.“Kautidakbergurau?”Wiromenggeleng.
‘TuaGila...akurasa-rasa pernah mendengar nama itu. Aku maSih belum mengerti.
Katamu kau orang Jawa. Bagaimana mungkin punya seorang guru yang diam di pulau
Andalasini?”
“PanjangceritanyaNek.Kalauadakesempatanakanakuceritakanpadamu.”
Si nenekbelumpuas.“Eh,apa yang tadi kalian bicarakan berbiSik-biSik malah tertawa-
tawa seenaknya ?!”
“Gurukumemangsukabergurau.TadidiahanyamelucusajaNek,”JawabWiro.
“Kaupastingibul...Eh,betulsepertikatamu.NgibulkalauditanahJawaartinya
bohong, dusta ? Pinduto ?”(Pinduto = orang yang berbohong) Wiro tertawa lalu
anggukkan kepala.
Di langit bulan sabit malam ke tiga tampak jelas karena saat itu langit dalam keadaan
berSih tidak berawan. Di kolong rumah gadang Pakih Jauhari semakin gelisah. Di atas
batu bulat datar Tua Gila tegak sambil rangkapkan dua tangan di depan dada. Kepala
ditengadahkan dan sedikit dimiringkan ke kiri seperti Sikap orang tengah memasang
telinga. Sesaat kemudian orang tua berkepandaian sangat tinggi ini lepaskan nafas lega.
“Duaorangyangditunggusudahdatang...”ucapTuaGiladalam hati.Saatitujugadi
langit tampak dua orang berpakaian hitam menunggang dua harimau besar yang laksana
terbang melesat di udara. Dua kali binatang sakti tunggangan itu mengaum keras hingga
getaran udara terasa sampai di tanah. Ketika dua ekor harimau menukik dan melayang
turun di halaman Rumah Gadang Sambilan Ruang, Wiro dan Si Kamba Mancuang segera
mengenali. Dua orang gagah berwibawa yang menunggangi harimau-harimau hitam
belang kuning itu adalah Datuk Bandaro Putih, pimpinan Luhak Limapuluh Kota dan Datuk
Kuning Nan Sabatang, penguasa Luhak Agam.
LIMA
SEBELUM turun dari tunggangan maSing-maSing dua Datuk tampak terpana karena
tidak menyangka akan menemui dan berhadapan dengan kakek sakti dari Gunung Kerinci
yang dikenal dengan nama Tua Gila. Seumur hidup dua Datuk baru satu kali melihat
orang tua itu yakni sekitar lima tahun Silam ketika ada pertemuan besar di Pariangan
antara para tokoh Silat dan cerdik pandai di pulau Andalas bagian tengah.
Datuk Bandaro Putih dan Datuk Kuning Nan Sabatang memperhatikan Penghulu
Sangkalo, kereta serta dua belas perajurit Kerajaan yang saat itu sudah turun dari kuda
maSing-maSing. Dua Datuk turun dari atas punggung harimau dan langsung sama-sama
menemui Tua Gila. Dua Datuk membungkuk hormat seraya sama berucap.
“Inyiek Sukat Tandika, salam hormat dari kami berdua untuk saudara tua yang datang
dari jauh...”
Rupanya di tanah Minang Tua Gila yang bernama asli Sukat Tandika dipanggil orang
dengan sebutan Inyiek. Inyiek artinya orang tua yang disegani dan dihormati bukan saja
karena uSia tapi juga karena ketinggian tingkat ilmu yang dimilikinya. Tua Gila membalas
penghormatan dengan membungkuk pula, tersenyum sedikit tapi belum mengeluarkan
suara.
“Inyiek,”kataDatukBandaroPutihyangbertubuhtinggibesar.Walaukumistebal
melintang namun air mukanya tampak jernih.“Maafkan kalau kamiberdua lancang
bertanya. Apakah Inyiek orang yang dipercayakan Sri Baginda Raja di Pagaruyung untuk
menangani masalah besar yang tengah dihadapi kami para Datuk Luhak Nan Tigo?”
“SepertiyangDatukberdualihatsendiri.Begitulahkepercayaanyangdiberikan,begitu
pulayangkejadian.”jawabTuaGila.“Datukberdua,akusenangDatukberduasudah
datang. Makin cepat urusan ini diselesaikan makin baik. Kini kita tinggal menunggu
kehadiranorangyangpalingpentingdalamurusanIni.YaituDatukMarajoSati.”
Datuk Kuning Nan Sabatang berpaling pada Wiro dan Si Kamba Mancuang. Lalu
bertanya.“Kehadirankedua orang itu, apakah ada sangkut pautnya dengan perkara yang
hendakInyiektangani?”
“KeduanyaakankitajadikansakSi. Mungkin maSih ada tambahan sakSi yang lain.
Namun saat iniyangadabarumerekaberdua...”JawabTuaGilapula.
“Mohon maafInyiek. Kedua orang itu kami ketahui adalah orang-orang yang
memperkeruh suasana. Nenek bernama Si Kamba Mancuang terlibat dalam pembunuhan
Suten Panduko Alam dan Datuk Panglimo Kayu dari Luhak Tanah Datar. Pemuda yang
konon berasal dari Jawa itu kami curigai sebagai kaki tangan Datuk Marajo Sati. Selain itu
dia juga membuat keonaran di beberapa tempat. Malah ada kabar bahwa dia membunuh
salah seorang dari dua bersaudara Duo Hantu Gunung Sago yaitu Si Kalam Langit...”
Yang bicara adalah Datuk Kuning Nan Sabatang.
Tua Gila menatap ke arah Pendekar 212 dan Si Kamba Mancuang. Saat itu Wiro
tengah memencongkan mulut mengejek Datuk Kuning Nan Sabatang. Si Kamba
Mancuang malah mencibir.
“Begitu...?”UjarTuaGilasetelahmendengarucapanDatukKuningNanSabatang.
“Jika nanti keduanya memang diketahui bersalah, mereka pasti tidak akan lolos dari
hukumKerajaan...”
Si Kamba Mancuang yang memang penasaran terhadap dua Datuk sejak peristiwa di
sekitar Bukit Siangoktempoharimenggerendeng.“Manusia-manusia tidak tahu diuntung,
kalau bukan kau yang menolong keduanya beberapa hari lalu, mereka berdua pasti sudah
hancur luluh ditelan tanah, dihisap ilmu Tanah Tabalah Azab Manimpo yang dikeluarkan
Datuk Marajo Sati...”
Dua Datuk merasa tidak senang mendengar ucapan Tua Gila. Aneh, mengapa orang
tua itu seperti membela pemuda berambut panjang dan Si nenek bergigi perak. Datuk
BandaroPutihkemudianberkata.“Inyiek,menurutInyiekapakahDatukMarajoSatiakan
datang ke tempat ini? Bagaimana kalau dia tidak berani muncul? Berarti perkara tidak
akanbisadiselesaikan.”
Tiba-tiba ada suara angin bersiur disusul seruan lantang.
“AkuDatukMarajoSati! Siapa bermulut besar mengatakan aku tidak berani datang!”
Satu sosok berjubah putih berkelebat. Di lain kejap di tempat itu telah berdiri Datuk
Marajo Sati tanpa mengenakan sorban Di sebelah atas kepala setengah botak, di kuduk
rambut menjulai panjang sampai di belakang telinga. Wajah tampak garang walau tidak
dapat menyembunyikan rasa keletihan. Sang Datuk berdiri langsung di atas salah satu
batu bulat besar dan tepat di hadapan Tua Gila yang berarti membelakangi Dua Datuk
yang telah datang terlebih dulu. Agaknya Datuk Marajo Sati sengaja memilih batu tempat
tegak yang membelakangi kedua orang itu sebagai pertanda rasa bencinya terhadap
mereka.
Tua Gila tersenyum, membungkuk sedikit lalu berucap.
“Terimakasih Datuk Marajo Sati telah datang. Memang tinggal Datuk seorang yang
kami tunggu-tunggu.”KataTuaGilapula.
Di kolong gelap rumah gadang Pakih Jauhari merasakan dadanya sesak.“Datuk
Marajo muncul. Apa sebenarnya yang hendak terjadi di tempat ini. Bagaimana Seruni... ?
Kalaudiasampaimunculbisacelakaanakitu...”MemikirsampaidiSitu dan merasa
sangat kawatir Pakih Jauhari segera hendak melompat keluar dari tempat gelap,
menyeruak ke bagian belakang rumah gadang lalu dia akan berusaha menunggu
kedatangan Seruni di satu-satunya jalan yang menuju ke Bukit Batu Patah. Namun
pemuda ini nyaris berteriak kaget ketika dia merasakan dua kakinya lemas tak bisa
digerakkan apa lagi dipakai melangkah. Perlahan-lahan tubuhnya jatuh terduduk di tanah.
“Celaka! Hantu apa yang masuk ke tubuhku hingga aku tak bisa menggerakkan kaki?!”
Setelah menegur Datuk Marajo Sati, Tua Gila mempersilahkan dua Datuk berdiri di atas
batu bulat bundar di kiri kanannya hingga mereka kini tegak berhadap-hadapan dengan
Datuk Marajo Sati. Setelah itu Tua Gila Juga meminta Wiro dan Si Kamba Mancuang
berdiri di atas batu, satu di samping kanan satu lagi di sebelah kiri Datuk Marajo Sati.
Datuk Marajo Sati delikkan mata pada Wiro yang berdiri di sampingkanannya.“Pemuda
jahanam! Kau mencuri sorbanku. Kau kemanakan sorban itu sekarang? Kalau sampai
tidak kau kembalikan aku pecahkan kepalamu!”
Tadinya Wiro tidak mau menjawab. Namun dimaki jahanam murid Sinto Gendeng
membuka mulut juga.
“SorbanDatuksudahdibenamkankedalam tanaholehTuankuLarasMukoBalang.
Kalau Datuk mau mencarinya saya bisa menunjukkan tempatnya. Atau ada baiknya Datuk
berurusansajalangsungdenganTuankuLaras...”
Datuk Marajo Sati jadi beringas. Ketika dia hendak mendamprat kembali bahkan siap
mengangkat tangan hendak menggebuk Wiro, Tua Gila segera menengahi.
“Harapsemuayanghadirdisini mengerti. Pertemuan ini bukan untuk membicarakan
soal sorban. Aku mohon masing-masing pihak bisa menahan diri. Setiap masalah hanya
bisa diselesaikan kalau ditangani dengan hati jernih, kepala dingin, ucapan sejuk serta
kerendahan hati dan kebesaran jiwa. Di hadapan hukum semua orang sama, tidak ada
bedanyasatusamalain.”
Datuk Marajo Sati ternyata masih menyimpan kekesalan karena sewaktu dia menemui
Tua Gila di puncak Gunung Kerinci tempo hari dan pulangnya dia dikerjai oleh orang tua
sakti itu hingga sulit kencing. Akibatnya dia terpaksa mencebur masuk ke dalam sungai
dan air kencingnya aur-auranmembasahijubahputihnya!(Baca“KupuKupuGiokNgarai
Sianok”)
“InyiekSukatTandika.SayapernahmengunjungiInyiekdiGunungKerinci.Kalausaja
Inyiek mau mendengar semua penjelasan saya saat itu tentang pemuda berambut seperti
perempuan ini, niscaya tidak akan terjadi semua perkara gila ini!”
Kesalmendengarucapanorang,Wiromenjawabdengansuaramengejek.“Datuk,yang
tengah kita hadapi saat ini bukan perkara gila. Tapi orang-orang gila!”
“Sahabatku,kaubetul! Memang banyak orang gila tidak karuan di tempat ini! Hendak
ditolong malah menggolong. Sudah itu menggonggong pula! Seperti anj… anj… Hik…
hik... hik…!”Si Kamba Mancuang sambuti ucapan Wiro lalu tertawa cekikikan.
ENAM
“DIAM!Tuabangkatidaktahudiri! Perempuan setan!”BentakDatukMarajoSatiyang
tahu kalau dirinya diejek dipermainkan oleh Wiro dan Si Kamba Mancuang.
Tua Gila batuk-batuk beberapa kali.
“Sudahsaatnyakitamemulaipembicaraan.DatukMarajoSatiapakahDatuksudah
menerima dan membaca Surat Perintah Raja di Pagaruyung yang disampaikan Datuk
BandaroPutihdanDatukKuningNanSabatang?”
Sebagai jawaban Datuk Marajo Sati mengeruk saku kanan jubah putihnya. Ketika
tangan itu ditarik, ikut keluar sepotong bambu yang sudah hangus serta bubuk hitam yang
berasal dari hancuran hangus kain. Seperti diceritakan sebelumnya selesai membaca
Surat Perintah Raja Pagaruyung yang ditulis di atas secarik kain putih dan digelungkan
pada sebatang bambu, Datuk Marajo Sakti dengan ilmu kesaktiannya, datam marahnya
telah meremas Surat Perintah itu hingga terbakar dan berubah menjadi bambu hangus
dan debu hitam. Dengan Sikap sombong Datuk Marajo Sati berkata.
“Inyiek,sayatidaktahu,apakahiniSuratPerintahyangInyiekmaksudkan?”
Dua Datuk disamping Tua Gila tampak kerutkan alis dan dalam hati merutuk sikap yang
diperlihatkan Datuk Marajo Sati. Sebaliknya Tua Gila tampak tenang-tenang saja, malah
mukanya yang angker menggidikkan itu masih bisa tersenyum namun mulutnya berucap
ketus.
“Tidakseharusnyakita menghina Kerajaan. Tidak seharusnya kita mempermalukan
Raja Negeri sendiri. Mudah-mudahanakubisamelakukansesuatu...”
Ketika Datuk Marajo Sati hendak menjatuhkan potongan bambu dan bubuk hangus ke
tanah Tua Gila cepat maju mendekat. Selempang kain putih ditarik dan ditodongkan
sambil berucap.
“Jangan dibuang.Mungkin aku masih bisa membacanya agar dapat kita Simak
bersama...”
Potongan bambu dan bubuk abu hangus yang ditampung di atas pakaian putihnya
beberapa kail digoyang-goyangkan oleh Tua Gila seperti laiknya orang menampi beras.
Tiba-tiba ada kepulan asap hitam. Ketika asap lenyap, di pakaian putih Tua Gila terlihat
sederetan panjang tulisan. Datuk Mararjo Sati memperhatikan, ternyata apa yang tertera
di pakaian Tua Gila sama dengan yang tertulis dalam Surat Perintah Raja Pagaruyung
yang pernah dibaca dan telah dimusnahkannya!
Seharusnya ilmu kepandaian luar biasa dari Tua Gila membuat Datuk Marajo Sati tidak
berlaku sombong lagi. Namun tidak demikian adanya.
“Jelassekali...Jelassekaliapayang tertulis di atas selempang kain putih pakaianku ini.
Aku yakin Datuk bertiga sudah membaca dan mengetahui isi Surat Perintah ini.
Karenanya aku tidak perlu bacakan lagi. Tapi mungkin aku perlu menegaskan salah satu
bagian...”LaluTuaGilaaliasInyiek Sukat Tandika dengan suara keras membacakan
salah satu bagian Surat Perintah itu.
“...KamimemerintahkanagarDatukMarajoSatidatangkebekasIstanalamaKerajaan
Pagaruyung di Bukit Batu Patah untuk memberi kesaksian pada utusan yang telah kami
percaya...”
Tua Gila angkat kepalanya sedikit lalu berkata.
“AgarjelasbagisemuapihakyangadaditempatiniutusanyangdimaksudSriBaginda
Raja di Pagaruyung dalam Surat Perintah ini adalah diriku. Dan agar jelas bagi Datuk
Marajo Sakti, saat ini kedudukan Datuk adalah sebagai saksi yang ditanyakan. Bukan
tertuduh,bukanpulapesakitan...”
Setelah berkata Tua Gila goyang-goyangkan kembali pakaian selempang kain putihnya.
Asap hitam sekali lagi tampak mengepul. Begitu asap sirna, tulisan di atas kain putihpun
ikut lenyap! Potongan bambu hangus dan debu hitam jatuh ke tanah.
“Sekarangsemuayanghadir,apakahpembicaraanbisakitamulai?”TanyaTuaGila
kemudian.
“Sayatidaksukahalini!”KataDatukMarajoSatidengansuarakerasmeradang.
Sikapnya masih saja sombong, membuat semua orang merasa jadi tidak senang dan
sebal.
“DatukMarajo,harapDatukmenjelaskanhalapayangDatuktidaksuka.”Menyahuti
Tua Gila.
“Pertama,InyiekbukanorangyangberasaldarisalahsatunagariditanahMinangini.
Bagaimana Inyiek tahu persoalan yang akan dibicarakan Apa lagi mau menyelesaikan
perkara! Kedua, Inyiek bukan orang di sini, hak apa maka Inyiek menangani perkara ini?!
Saya ingin Inyiek menjawab pertanyaan saya. Jika jawaban Inyiek tidak memuaskan, saya
lebih baik angkat kaki dari sini. Kalau perlu biar urusan ini diselesaikan dengan darah dan
nyawa!”
“Aahh.“TuaGilaangguk-anggukkankepala.“Darahmudahtertumpah,nyawamudah
melayang. Tapi selama masih ada jalan dan cara baik yang bisa ditempuh, apakah kita
anak manusia yang sebenarnya lemah ini mau menujukkan kekuatan dan kehebatan yang
memalukan di hadapan Tuhan, mau memakai cara-carakekerasan...?”
“Inyiek,dalam persoalan ini saya harap jangan membawa-bawa nama Tuhan! Allah
benci pada mereka yang mempergunakan agama dan memakai nama-Nya untuk
memutarbalikkenyataanuntukkepentingansendirikarenamaumenangsendiri!”
Sepasang mata besar cekung Tua Gila bergerak-gerak, menatap tak berkesip ke arah
Datuk Marajo Sati yang barusan keluarkan ucapan, sementara mulut dipencong ke kiri.
“DatukMarajoSati,akuingatpadaujar-ujar yang mengatakan bahwasanya lidah tidak
bertulang ucapan Datuk sungguh benar sekali. Tapi siapa saja yang merasa dirinya orang
Minangkabau tentu tidak lupa pada kata-kata indah. Bahwasanya di negeri ini Adat
Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah! Atau apakah saat ini aku bukan berhadapan
dengan pemuka tanah Minangkabau, tapi berhadapan dengan beruk-beruk liar yang
tersesatdariPulauCingkuk?!”
Sekilas terlihat air muka Datuk Marajo Sati bersemu merah dan pelipis bergerak-gerak
sementara rahang menggembung. Tua Gila tersenyum. Wiro diam-diam merasa gemas
melihat sikap sang guru. Kalau hal ini terjadi dimasa dulu-dulu sudah dapat dipastikan Tua
Gila akan menghajar habis Datuk Marajo Sati saat itu juga. Selain itu setelah mendengar
cerita Si Kamba Mancuang mengenai gadis Cina yang dijuluki Kupu Kupu Giok Ngarai
Sianok saat itu dia merasa kawatir.
“Nek,terusterangakutidaksukaberadaditempatini.Bukankahlebihbaikkalaukita
berusahamenolonggadisCinaitu?”
Si Kamba Mancuang hanya menjawab dengan anggukan kepala. Di hadapan mereka
kembali Tua Gila angkat bicara.
“DatukMarajoSati,kautelahbertanyamakawajibakumenjawab.Pertama,memang
benar aku ini bukan orang di negeri ini. Tapi mengenai perkara yang hendak kita
bicarakan, berarti semua kejadian yang sudah berlangsung, mudah-mudahan aku telah
mengetahui secara lengkap. Hal kedua, Sri Baginda Raja Pagaruyung sengaja menunjuk
diriku orang dari luar sebagai utusan sekaligus menjadi penengah dan pemutus perkara
ini, karena jika diambil orang dari negeri ini, dari tanah Minang ini, dikawatirkan orang
tersebut akan berat sebelah dan condong ke salah satu pihak, yang berarti akan
merugikan pihak lain. Bukankah dalam hal ini Raja di Pagaruyung telah bertindak sangat
bijaksana dan sangat adil? Tetapi jika maksud baik diriku Si tua buruk ini, jika
kebijaksanaan dan sikap adil Sri Baginda Raja tidak dapat diterima maka jika kekerasan
yang diinginkan maka halaman rumah gadang ini cukup luas untuk dijadikan kubangan
darah. Lihat saja, sebelum para Datuk datang ke sini sudah ada dua orang yang jadi
korban. Pertama Jambak Magang penjaga Rumah Gadang Sambilan Ruang. Kedua
Pandeka Bumi Langit Dari Sumanik. Apakah ada yang mau segera menyusul menjadi
korban kedua, ketiga dan seterusnya...? Aku yang tua bangka ini saja kalau bisa masih
ingin hidup berlama-lama...”
Halaman luas di depan rumah gadang itu kini tenggelam dalam Kesunyian. Tidak ada
satu orangpun yang bicara.
“Inyiek,sebaiknyapembicaraandimulaisaja,”berkataDatukBandaroPutih.
Tua Gila anggukkan kepala, menatap Datuk Marajo Sati lalu mulai bicara.
“Semuayanghadirdisini harap berkata kalau benar katakan benar, kalau salah katakan
salah walaupun pahit Datuk Marajo Sati, ada dua perkara besar menyangkut dirimu.
Pertama Datuk dikabarkan telah membunuh Datuk Panglimo Kayo, Datuk Penghulu di
Luhak Tanah Datar. Apa yang hendak Datuk katakan sebagai jawaban ?”
“Kabarituadalahfitnahbusukbelaka.AdentidakmembunuhDatukPanglimo Kayo
yang adalah sahabat, bawahan bahkan aden anggap maSih mertua sayal Sekalipun aden
dalam keadaan gila, otak miring, aden tidak akan pernah membunuh Datuk Panglimo
Kayo! Tidak mungkin!”MenjawabDatukMarajoSatidengansuaralantangdantegas.
(Aden=Aku, bahasa kasar. Diucapkan Datuk Marajo Sati saking marahnya)
“Terima kasih Datukmaumenjawab.”KataTuaGilapula.“SewaktujenazahDatuk
Panglimo Kayo sampai di rumah gadang di Batu Sangkar, dalam genggaman tangan
almarhum terdapat robekan ujung sorban milik Datuk. Banyak orang yang menyaksikan
hal itu. termasuk Datuk Bandara Putih dan Datuk Kuning Nan Sabatang yang saat ini hadir
di sini. Tersirat dugaan bahwa sorban itu adalah milik sang pembunuh yang berhasil
direnggut cabik oleh Datuk Panglimo Kayo sebelum dia dibunuh. Apa jawab Datuk Marajo
Sati?”
TUJUH
RAHANG Datuk Marajo Sati menggembung. Dari hidungnya membersit suara
mendengus. Lalu mulutnya berucap.
“Justrudisitulah titik tolak tuduhan dan fitnah terhadap diriku! Ada orang yang sengaja
menggenggamkan robakan sorban milik saya ke dalam tangan mayat Datuk Panglimo
Kayo...”
“ApakahDatukMarajotahuataubisamengira-ngira siapapelakunya?”TanyaTuaGila
sang utusan yang mewakili Sri Baginda Raja di Pagaruyung.
DatukMarajoSatimenggeleng“Sayatidakberanimenuduhsembarangan,tidakmau
memfitnah orang lain. Sangat besar dosanya!”
“ApakahDatukMarajopunyasyakwasangkaterhadapsalahsatuatausekaliguspada
kedua Datuk yang ada di sini?”
Datuk Marajo Sati menatap dengan mata besar pada Datuk Kuning Nan Sabatang dan
Datuk Bandara Putih.Laluberkata.“CobaInyiekSukatTandikasajayangmenanyakan
pada mereka! Kalaumerekajujurmerekaakanmengakui”
“DatukMarajo Sati! Jangan menuduh tanpa bukti!”DatukKuning Nan Sabatang
menegur.
Datuk Marajo Sati kembali mendengus. Dengan mata dimendelikkan dia berkata.
“Kalianyangmembawaperkara! Kalian harus ikut bertanggung jawab!”
Inyiek Sukat Tandika alias Tua Gila angkat tangan kirinya lalu berkata. “DatukMarajo,
jika ditanya mereka pasti akan menjawab tidak. Bukankah begitu Datuk Kuning dan Datuk
Bandara. Dua orang Datuk yang diajak bicara sama-sama anggukkan kepala.
Panaslah dada Datuk Marajo Sati. Wajah kaku membesi lalu sunggingkan tawa buruk.
“SelakuutusanternyataInyiekberlakuberatsebelah.Inyiekbelumbertanyatapisudah
menjawab sendiri!”
‘TenangDatuk,jangankeburumendugasalah,”kataTuaGilapula.
DatukMarajoSatikembalimenyemprot“KalauInyiektidakbisamembuktikanmereka
sebagai pelaku yang menyusupkan cabikan sorban saya ke dalam tangan mayat Datuk
Panglimo Kayo, berarti sama saja Inyiek juga tidak bisa membuktikan saya yang telah
membunuh Datuk Luhak Tanah Datar itu!”
Tua Gila tersenyum “Untuk jawaban yang Datuk berikan,apakah Datuk berani
bersumpah bahwa Datuk benar-benartidakmembunuhDatukPanglimoKayo?”
“Sayaorangyangdifitnahsaya orang yang teraniaya. Mengapa saya tidak berani
mengangkat sumpah. Sesungguhnya Allah semata yang Maha Melihat dan Maha
Mengetahui!”
Datuk Bandaro Putih dan Datuk Kuning Nan Sabatang sama-sama tertawa sinis
mendengar ucapan Datuk Marajo Sati.
“Kalaubegitubaiklah“TuaGilalalumemberitandapadaPenghuluSangkalo.Kusir
kereta ini lalu melangkah ke hadapan Tua Gila. Dari satu kantong kain berwarna putih dia
mengeluarkan sebuah kitab tebal berkulit hijau yang ternyata adalah kitab suci Al Qur’an.
Belum disuruh Datuk Marajo Sati segera saja mengambil kitab suci itu, menjunjung di atas
kepala seraya mulut mengucapkan sumpah bahwa dia tidak membunuh Datuk Panglimo
Kayo.
Habis mengucapkan sumpah Datuk Marajo Sati mengembalikan Al Qur’an pada
PenghuluSangkalodanberkatapadaTuaGila.“SayaharapInyiekmemintaduaDatukitu
bersumpah bahwa mereka bukan orang-orang yang berbuat keji telah menyusupkan
cabikan sorban saya ke dalam genggaman tangan almarhum Datuk Panglimo Kayo!”
Tua Gila memberi isyarat pada Penghulu Sangkalo. Orang ini kemudian menyerahkan
kitab suci pada dua Datuk. Seorang demi seorang mereka kemudian mengangkat sumpah
bahwa mereka tidak pernah menyusupkan robekan kain sorban Datuk Marajo Sati ke
dalam genggaman tangan mayat almarhum Datuk Panglimo Kayo.
Dengan tersenyum simpul Tua Gila menggosok-gosok dua telapak tangannya satu
sama lain lalu berkata.
“TigaDatukdansemuayang hadir di Sini. Perkara pertama sudah kita selesaikan
dengan baik dan cepat. Datuk Bandara Putih dan Datuk Kuning Nan Sabatang telah
bersumpah di hadapan Tuhan Yang Maha Kuasa, Maha Mengetahui dan Maha Melihat.
Bahwa mereka tidak pernah menyusupkan cabikan sorban milik Datuk Marajo Sati ke
dalam genggaman tangan mayat Datuk Panglimo Kayo. Berarti ada orang lain yang
melakukan hal itu dengan maksud melancarkan fitnah! Siapa orang ini belum diketahui.
Tapicepatataulambatpastiakanterungkap.”Setelahdiam sebentar baru Tua Gila
meneruskanucapan.”DatukMarajoSatitelahbersumpahpuladihadapanTuhanYang
Maha Kuasa, Maha Mengetahui dan Maha Melihat. KitabsuciAlQur’andijunjungdiatas
kepala. Bahwa dia tidak membunuh Datuk Panglimo Kayo! Berarti ada orang lain yang
membunuh Datuk itu. Siapa orangnya kita belum tahu. Tapi Tuhan pasti akan memberi
petunjuk. Siapapelakunyaniscayaakanterungkap...”
Tiba-tiba ada orang berucap dengan suara tersendat dan gemetaran disertai desah
tarikan nafas dalam berulang kali. Suara itu tidak begitu keras namun cukup dapat
didengar oleh semua orang yang ada di tempat itu.
“PembunuhDatukPanglimoKayo...adalah...TuankuLaras,dibantu...orangJawa
bernama Ki Bonang, orang Cina bernama Teng Sien. Tuanku Laras pula yang kemudian...
menggenggamkan robekan sorban Datuk Marajo Sati ke dalam tangan Datuk Pangllmo
Kayo. Tuanku Laras kemudian mengirim mayat Datuk Panglimo Kayo dengan sebuah
pedatikeBatuSangkar...”
Keadaan di halaman depan Rumah Gadang Sambilan Ruang untuk beberapa lamanya
tenggelam dalam kesunyian. Semua pandangan tercekat ditujukan dengan perasaan tidak
percaya pada Pandeka Bumi Langit Dari Sumanik yang terkapar di tanah. Dialah tadi yang
bicara. Tiba-tiba Datuk Marajo Sati menggembor keras.
Sekali lompat saja dia sudah berada di samping Pandeka Bumi Langit
“Pandekakeparat! Ternyata kau belum mati! Kalau Datuk Panglima Kayo dibantai oleh
Tuanku Laras dan kawan-kawannya berarti kau juga turut terlibat dalam perbuatan
durjana itu! Kau pula yang telah membunuh burung Alang peliharaanku!”
Kaki kanan batuk Marajo Sati bergerak.
“Praak!”
Tubuh Pandeka Langit Bumi mencelat menghantam batang pohon besar. Lalu jatuh
menggelepar di tanah dengan kepala pecah! Sekali ini nyawanya benar-benar lepas
sudah!
Melihat apa yang terjadi Si Kamba Mancuang cepat melompat mendekati Wiro lalu
berbisik. “Pandeka Bumi Langit menyimpan tiga batang emas hadiah dari Teng Sien. Pasti
adadibalikpakaiannya...”
Wiro yang tahu maksud Si nenekcepatberkata.“Biarkansaja.Jangan diambil dulu
terlalu banyak mataditempatini...”
“Akumengerti,”jawabSi nenek laiu kembali ke tempat tegaknya semula yaitu di
sebelah kiri Datuk Marajo Sati.
Dari tempatnya berdiri Datuk Marajo Sati tegak berkacak pinggang. Dengan suara
kerasa bergetar dia berkata.
“SemuasudahmendengarapayangdiucapkanPandekaBumiLangitApamasih ada
yang menaruh syak wasangka terhadap diriku?!”
Inyiek Sukat Tandika alias Tua Gila angkat kedua tangannya ke udara. Lalu berkata.
“Saksi telah berucap. Kenyataan yang benar telah terungkap. Datuk Marajo Sati, aku
selaku utusan yang dipercaya Sri Baginda Raja Pagaruyung menyatakan bahwa Datuk
tidak terbukti membunuh Datuk Panglimo Kayo. Sekarang harap kau kembali berdiri di
atas batu bulat. Karena masih ada satu perkara lagi yang harus mendapat kejelasan
darimu...”SetelahmengusapjanggutnyaInyiekSukatTandikameneruskanucapan.
“Datuk Marajo Satibukan saja diLuhak Nan Tigo,tapihampirseluruh tanah
Minangkabau ini telah dilanda kehebohan. Berita sampai pula kepada Sri Baginda Raja di
Pagaruyung. Karena ini menyangkut aib luar biasa besar maka itu sebabnya Sri Baginda
Raja sangat perlu untuk mendapat kebenaran hingga jika hukum kelak dijatuhkan dapat
dilakukan dengan seadil-adilnya.”
“Inyiek,sayasudahtahuperkara apa yang hendak Inyiek sampaikan. Tidak usah
berpanjang-panjang.Langsungsajapadapersoalannya!”KataDatukMarajoSatipula
dengan wajah beringas dan pelipis bergerak-gerak.
Tua Gila angguk-anggukkan kepala.
“DatukMarajoSati,sepertikabaryang tersiar di delapan penjuru angin ranah Minang,
Datuk dikatakan selama beberapa hari telah menyembunyikan seorang gadis Cina di goa
kediaman Datuk di Ngarai Sianok. Kabar yang bergulir bukan saja Datuk dikatakan hanya
sekedar menyembunyikan, tapi juga telah berbuat yang tadi baik. Datuk dikabarkan telah
berbuat mesum dengan gadis itu. Padahal Datuk adalah Datuk Pucuk dari semua Datuk di
Luhak Nan Tigo yang selama ini menjadi panutan. Tahu di adat taat beragama. Apa
tanggapan Datuk Marajo atas kejadian ini?”
DELAPAN
SETELAH menarik-narik janggut tebalnya pertanda sangat kesal. Datuk Marajo Sati
menjawab.
“Mulutmanusia bisa seperti seratus mulut ular berbisa. Tuduhan punya seribu muka!
Fitnah punya sejuta bencana! Inyiek pandai bicara begini begitu. Semua hanya
berdasarkan kabar. Kabar yang tentunya berasal dari mulut para pemfitnah. Kalau Inyiek
ingin meneruskan perkara ini saya minta Inyiek menghadirkan gadis Cina yang Inyiek
maksudkan itu! Kapanpun Inyiek bisa menghadirkannya akan saya tunggu! Saat ini saya
merasa tidak punya kepentingan lagi di tempat ini!”
Habis berkata begitu Datuk Marajo Sati segera turun dari atas batu bulat datar lalu
membalikkan diri siap untuk pergi.
‘Tunggu! Tidak semudah itu Datuk pergi begitu saja!”
Tiba-tiba Datuk Kuning Nan Sabatang berteriak sementara Datuk Bandaro Putih sudah
turun dari batu bulat, sikapnya jelas hendak menghadang. Melihat hal ini naiklah amarah
Datuk Marajo Sati.
“Apamaukalianberdua?!Datukkeparattukangfitnah!”
“DatukMarajoSeti! Jagamulutmu!”DatukKuningNanSabatangsegerapulaturundari
atasbatu.“Kamitidakpernahmemfitnah.Kabarperbuatanmesum Datuksudahtersiar
kemana-mana dan bukan berasal dari mulut kami berdua! Kami hanya menyelidik,
mencari kebenaran. Negeri ini perlu dibersihkan dari manusia-manusia bejat dan kami
menemukan bukti-buktiyangtidakmungkinDatukingkari!”
“Bukti...?”DatukMarajoSaktidelikkanmata.Lalutertawagelak-gelak“Kalautidak
menghormati Inyiek Sukat Tandika selaku utusan Raja Pagaruyung sudah tadi-tadi aku
robek mulut kalian berdua!”
“Inyiek! Kami minta izin untuk memberi pelajaran pada manusia busuk ini!”KataDatuk
Kuning Nan Sabatang yang rupanya sudah tidak bisa bersabar diri lagi.
Lalu tidak menunggu jawaban Tua Gila Datuk Kuning Nan Sabatang segera menerjang.
Tubuh merunduk seperti harimau hendak menerkam. Tapi tangan kanan tiba-tiba melesat
ke atas, ke arah mulut Datuk Marajo Sati. Lima jari terpentang. Hebatnya, lima kuku pada
jari tangan itu mendadak sontak mencuat panjang dan berwarna merah! Inilah jurus dari
ilmu yang disebut Jari Hantu Gunung Pangilun. Rupanya Datuk Kuning Nan Sabatang
benar-benar ingin merobek mulut Datuk Marajo Sati. Namun serangan ganas ini tidak
menemui sasaran karena Datuk Marajo cepat melompat mundur sambil menendang ke
arah perut lawan dalam Jurus Dongkak Kilek Nan Tongga. (Tendangan Kilat Tungal)
Datuk Bandaro Putih tidak tinggal diam. Dia berteriak.
“Inyiek,DatukPucukharusditangkaplebihdulu.Barunantidiadili.Kalaudibiarkan
pergi dia bisa melarikan diri!”Lalu DatukBandaro Putih berkelebatpula memasuki
kalangan pertarungan.
Tua Gila goleng-goleng kepala. Wiro dan Si Kamba Mancuang hanya tegak diam
memperhatikan jalannya pertarungan dua lawan satu itu tanpa ada rasa kawatir.
Setelah lima jurus berlalu dan tidak mampu menjatuhkan Datuk Marajo Sati, dua Datuk
lipat gandakan tenaga dalam dan hawa sakti pada setiap serangan mereka. Kini keadaan
berubah. Datuk Marajo Sati harus berhati-hati agar tidak terdesak. Maka dia segera pula
mengeluarkan ilmu kesaktiannya. Dapat dipastikan bahwa cepat atau lambat bakal ada
yang mengalami cidera bahkan bisa-bisa menemui ajal.
“AwasDatuk!”MuridSinto Gendeng berseru ketika gempuran hebat Datuk Bandaro
Putih dan Datuk Kuning Nan Sabatang membuat Datuk Marajo Sati mundur terhuyung-
huyung. Sebelum dia sempat mengimbangi diri tangan kanan Datuk Kuning Nan Sabatang
menyelinap dari bawah, melesat ke arah dagu lawan. Dari deru angin serta hawa aneh
yang mendahului pukulan itu dapat dipastikan serangan yang dilancarkan Datuk Kuning
Nan Sabatang merupakan serangan mematikan.
Sambil berseru Wiro pura-pura hendak menahan tubuh Datuk Marajo Sati yang nyaris
jatuh. Namun di saat yang sama dia juga majukan bahu kirinya menahan serangan Datuk
Kuning Nan Sabatang.
“Bukk!”
Hantaman keras mendarat di bahu kiri Pendekar 212 hingga mengeluarkan suara keras
bergedebuk. Wiro melintir lalu terbanting ke tanah. Pura-pura menjerit sakit Padahal
sebenarnya dia sudah terlebih dulu melindungi diri dengan tenaga dalam tinggi dan hawa
sakti yang memancar dari Kapak Naga Geni 212 yang ada dalam tubuhnya hingga dia
tidak sampai mengalami cidera tapi hanya menderita sakit di sebelah luar. Ketika
mengerenyit pura-pura kesakitan tak sengaja Wiro memandang ke bagian kolong rumah
gadang. Di bagian kolong rumah yang gelap dia melihat ada seseorang mendekam
bersembunyi. Dia kerahkan Ilmu Menembus Pandang yang membuat dia bisa melihat
lebih jelas. Orang yang sembunyi di bawah rumah itu ternyata adalah seorang pemuda
berpakaian biru.
“Datuk! Mengapa Datuk memukul saya? Apa salah saya?!”TeriakWiropadaDatuk
Kuning Nan Sabatang tapi kedipkan mata ke arah Si Kamba Mancuang.
“Pemuda jahanam! Kau melindungi Datuk itu, sengaja memasang badan!”Yang
menjawab Datuk Bandaro Putih karena dari samping tadi dia melihat jelas gerakan Wiro.
“Pemudasombong! Akumautahusampaidimanakehebatanilmumu!”MakaDatuk
Bandaro Putih langsung saja menyerang Wiro.
“DatukBandaroPutih!”Si Kamba Mancuang melompat menghadang gerakan Datuk
Luhak LimapuluhKotaitu.“Sungguhtidakberbudi.Pemudainiadalahtamudarijauhyang
patutdihormati.MengapaDatukmenyerangnyatanpalantaran?”
“Tuabangkabusuk! Aku tahu kau sudah bergendak dengan pemuda itu! Tidak heran
kalau kau membelanya!”
Kalau tadi Datuk Bandaro Putih mengarahkan serangan pada Wiro maka kini dia
menyerbu Si Kamba Mancuang. Si nenek bergigi perak sambut serangan lawan dengan
menyilangkan dua tangannya yang panjang ke depan.
“Wuutt! Wuuttt!”
Datuk Bandaro Putih terkejut ketika tahu-tahu dua tangan Si Kamba Mancuang dengan
cepat menyambar ke pinggang, satu lagi bergulung hendak menelikung lehernya! itulah
jurus serangan bernama Manyapo Puncak Gunung Merapi. (Menyapa Puncak Gunung
Merapi)Walaunamanya“menyapa”tapi“sapaan”inibisamendatangkan malapetaka!
Datuk Bandaro Putih tahu benar kehebatan dua tangan Si Kamba Mancuang.
Pinggangnya bisa remuk, leher bisa hancur! Karena tidak sempat menghindar
menyelamatkan diri maka Datuk Bandaro Putih tanpa perasaan malu segera cabut keris
besar Nago Gunung Singgalang dari pinggang. Sinar biru berkiblat, menyambar ke arah Si
Kamba Mancuang. Selagi Si nenek berusaha menghindar, tahu-tahu ujung keris telah
membabat
“Breett!”
Jubah putih Si Kamba Mancuang robek di bagian bahu kiri. Untung dagingnya tidak ikut
tersayat. Melihat kejadian ini Wiro jadi mengkelap.
“Datukpengecut!Beranimenyerangperempuan!Dengansenjatapula! Teriak murid
Sinto Gendeng lalu menggebrak ke arah sang Datuk dalam Jurus Dewa Topan
Menggusur Gunung. Dari telapak tangan kanan murid Sinto Gendeng menyembur angin
dahsyat disertai suara menderu seperti topan menggila. Sesuai dengan nama jurus yang
dilancarkan. Jangankan manusia, lereng gunungpun bisa dibuat ambruk.
Kejut Datuk Bandaro Putih mendapat serangan itu bukan olah-olah. Namun
keterkejutan ini bukan saja karena kehebatannya melainkan juga karena dia mengenali
jurus serangan itu.
“DewaTopanMenggusurGunung!”TeriakDatukBandaroPutihsambilmelompatjauh
dan melintangkan keris sakti di depan dada. Matanya yang mendelik diarahkan sekilas
padaInyiekSukatTandikaaliasTuaGila.“Pemudakeparat!Darimanakaumendapat
ilmu pukulan itu. ApahubunganmudenganInyiekSukatTandika?!”
“Hik...hik...hik!”Si KambaMancuangtertawacekikikan.“DatukBandaroPutih,belum
tahu kau rupanya kalau sobatku ini adalah murid Inyiek Sukat Tandika!”
Di tempatnya berdiri di atas batu bulat datar Tua Gila mengomel sendiri.
“Anaksetan! Mengapa dia mengeluarkan jurus serangan itu! Apa tidak ada jurus
serangan yang lain ?! Lalu nenek bergigi perak itu, mulutnya seperti ember!”
Datuk Bandaro Putih tentu saja terkejut sekali mendengar ucapan Si Kamba Mancuang.
Untuk beberapa ketika dia memandang ke arah Tua Gila dan Wiro ganti berganti dengan
rasa tidak percaya.
Akan halnya Datuk Kuning Nan Sabatang yang saat itu tengah menggempur habis
Detuk Marajo Sati dan berusaha merobohken lawan dengan beberapa pukulan kilat, mau
tak mau ikut terpengaruh mendengar teriakan Datuk Bandaro Putih tadi.
Sebaliknya Datuk Marajo Sati yang memang sudah tahu siapa adanya Pendekar 212
yaitu murid Inyiek Sukat Tandika alias Tua Gila, tidak mensia-siakan kesempatan. Selagi
lawan agak terpana dengan cepat dia susupkan jurus serangan bernama Tangan Sakti
Menggapai Puncak Singgalang. Tangan kanan yang menyerang berubah panjang dan
melesat ke arah kening Datuk Kuning Nan Sabatang didahului sambaran cahaya hitam
pekat!
SEMBILAN
“GILASEMUA!Kaliangilasemua!Kalaumemangsudahinginmencarimatiakuakan
buatkan liang kubur buat kalian seorangsatu!”
Di tengah membuncahnya pertarungan antara Datuk Kuning Nan Sabatang melawan
Datuk Marajo Sati dan Datuk Bandaro Putih menghadapi Pendekar 212 tiba-tiba di tempat
itu berkiblat cahaya putih, enam kali berturut-turut, luar biasa cepatnya.
“Bumm...bumm...bumm...bumm...bumm...bummi”
Enam letusan dahsyat menggelegar di Bukit Batu Patah. Rumah Gadang Sambilan
Ruang bergoyang berderak-derak. Tanah bergetar. Kuda penarik kereta meringkik keras.
Penghulu Sangkalo cepat melompat ke atas kereta, menahan tali kekang agar kuda tidak
menghambur lari. Dua belas perajurit Kerajaan Pagaruyung berseru kaget ketika dapatkan
tubuh masing-masing terlempar ke udara lalu jatuh terbanting ke tanah! Serta merta
mereka berdiri sambil mencabut lading besar di pinggang (lading = golok)
Di kolong rumah gadang Pakih Jauhari tersungkur ke tanah. Kepalanya terantuk salah
satu tiang rumah hingga benjut.
Di beberapa tempat udara mendadak gelap tertutup lapisan tanah dan debu yang
bermuncratan ke udara. Begitu muncratan tanah dan debu luruh maka di halaman rumah
gadang terlihat menganga enam buah lobang. Ukurannya memang cukup besar untuk
menjadi liang kubur!
Empat orang yang sedang bertarung tampak terhuyung-huyung. Gerakan mereka
terhenti dan mata sama dipalingkan ke arah Inyiek Sukat Tandika yang saat itu tegak
menatap dengan mata cekung membeliak dan tampang angker.
“Kaliantuabangkatololsemua!”MendampratInyiekSukatTandika.“Semuacepat
kembali tegak di atas batu semula. Semua persoalan harus selesai malam ini! Kalau tidak
mau aku selesaikan maka silahkan melanjutkan saling bunuh! Jangan kira aku tidak
senang melihat darah! Nanti satu persatu mayat kalian aku tendang masuk ke dalam
lobang! Ha... ha... ha!”TuaGilatutupucapannyadengansuaratawamengekeh.Ucapan
Tua Gila bahwa dia senang melihat darah bukan asal bicara. Karena konon di masa muda
dia diketahui telah membunuh hampir tiga ratus orang yang dianggapnya sebagai musuh!
Dengan terengah-engah karena lebih banyak menahan amarah Datuk Bandaro Putih
dan Datuk Kuning Nan Sabatang bersurut mundur, kembali berdiri di atas batu bundar di
kiri kanan Inyiek Sukat Tandika.
Di bagian lain sebelum naik ke atas batu bulat, Datuk Marajo Sati memandang Wiro
sesaat. Lalu berkata.
“Aku tahu kau tadimenyelamatkan kepalaku dari serangan Datuk Kuning Nan
Sabatang. Tapi jangan harap aku akan berterima kasih...”
“Datuktidaktahudiuntung!”Si Kamba Mancuang memaki dalam hati mendengar
ucapan Datuk Marajo Sati itu. Sebaliknya dengan tenang Wiro menanggapi.
“Datuk,sayamemang tidak perlu terima kasihDatuk,”jawabWiro.“Pukulanlawantadi
bisa menghancurkan muka Datuk. Saya menolong bukan kasihan pada Datuk, tapi cuma
menaruhsedihpadaorangdirumah...”
“Orangdirumahsiapamaksudmu?!”BentakDatukMarajoSatidenganmata berkilat
Wiro menyeringai.
“Ah,rupanyaDatukterlalulamatinggaldigoadiNgaraiSianok hingga lupa padusi di
rumah! Siapa lagi yang saya maksud dengan orang di rumah kalau bukan istri Datuk yang
masih muda belia itu! Apa tidak kasihan melihat dia nanti masih muda sudah jadi janda?
Selain itu arwah Datuk pasti tidak tenteram kalau nanti dia kawin lagi dengan orang lain.
Mungkin kawin dengan pemuda yang pernah jadi kekasihnya dulu. Apa lagi kalau sampai
kawin dengan diriku! Eh, Siapa namanya istri Datuk yang konon setengah abad lebih
mudadariDatukitu...?”HabisberkataWirotertawa keras.
Mendengar ucapan Wiro menggelegak amarah Datuk Marajo Sati. Kaki kanannya
diinjakkan ke kaki kiri Wiro. Sekeli injak pasti hancur kaki Si gondrong ini. Dengan cepat
Wiro melompat selamatkan kaki kirinya.
“Braakk! Desss!”
Batu bulat datar hancur berkeping-keping, mengepulkan asap. Akibatnya kalau semua
orang telah berdiri di atas batu bulat masing-masing, kini hanya Wiro seorang yang tegak
di atas tanah. Pakaian hitamnya kotor oleh debu hancuran batu.
Si Kamba Mancuang berteriak marah dan siap bergerak hendak melakukan sesuatu.
Tapi Wiro cepat memberi isyarat agar Si nenek tidak melakukan apa-apa. Ini membuat Si
Kamba Mancuang jadi gemas geregetan.
Setelah membersihkan pakaian hitamnya yang berselomotan tanah dan debu. Datuk
Bandaro Putih menatap ke arah Datuk Kuning Nan Sebatang. Yang ditatap memberi
isyarat dengan anggukan kepala. Maka Datuk Bandaro Putih berpaling pada Tua Gila.
“Inyiek Sukat Tandika. Sebelum pembicaraan dilanjutkan, saya dan Datuk Kuning Nan
Sabatanginginmengajukanpertanyaan...”
“Akutidakkeberatan.Tapicepatdanjanganbertele-tele!”Jawab Tua Gila sambil
menatap ke langit. Saat itu di langit dari arah timur nampak gumpalan awan hitam
bergerak ke arah barat. Sementara angin bertiup agak kencang. Pertanda mungkin malam
itu akan turun hujan.
“SetelahkamitahukalaupemudaJawaitu adalah murid Inyiek, untuk selanjutnya,
dalam perkara yang dipercayakana Raja pada Inyiek apakah Inyiek bisabertindakadil?”
“DatukBandaroPutih,akutahumaksudpertanyaanmu.Bicarasoalkeadilanbagiku
dan bagi Sri Baginda Raja dan bagi Kerajaan Pagaruyung bukan berarti siapa orangnya,
tapi apa perbuatannya. Kalau muridku aku jadikan saksi dan ternyata dia bersaksi palsu,
akuakancabutlidahnyasepertiini!”
Habis berkata begitu Tua Gila lalu buka mulutnya lebar-lebar. Tangan kiri dimasukkan
ke dalam mulut lalu dipelintir dan disentakkan.
“Kreekk!”
Dari dalam mulut keluar sebuah benda merah sepanjang tiga perempat jengkal. Oleh
Tua Gila benda ini dilemparkan ke tanah, tepat di hadapan kaki Datuk Bandaro Putih. Di
atas tanah benda ini bergerak-gerak seolah hidup. Benda itu ternyata adalah lidah sang
Inyiek. Semua mata membelalak. Semua tengkuk jadi merinding dingin. Sang murid, yaitu
Pendekar 212 Wiro Sableng walau kaget tapi tetap tenang dan berucap dalam hati.
“SetahukukakekTuaGilatidakpunyailmusepertiIni.Aneh.HampirmenyerupaiIlmu
Menahan Darah Memindah Jazad yang aku dapat dari negeri LatanahSilam.”
Tua Gila ulurkan tangan kanannya. Lidah yang ditanah melesat ke atas, cepat
ditangkap lalu dimasukkan kembali ke dalam mulut.
“Adalagiyanghendakbicaraataumaubertanya?”
Tak ada yang bersuara. Tak ada yang berani menjawab pertanyaan sang inyiek utusan
Kerajaan Pagaruyung itu. Si Kamba Mancuang berdiri sambil mengusapi pangkal
lehernya. Selain ngeri nenek satu ini juga merasa jijik hingga dia megap-megap menahan
muntah.
“Kalaubegitukitateruskanpembicaraan,”kataTuaGila pula. Matanya yang cekung
angker menatap ke arah Datuk Marajo Sati yang berdiri di atas batu antara Wiro dan Si
Kamba Mancuang.
“DatukMarajoSati,kembalipadaperkarakeduamenyangkutdiriDatukdangadisCina
itu. Tadi Datuk meminta agar aku menghadirkan gadis Cina itu sebagai saksi. Saat ini hal
itu tidak bisa dilakukan. Karena turut kabar yang aku dengar dari Penghulu Sangkalo
bukankah gadis itu telah dilarikan oleh Tuanku Laras yang tadi ada di sini, lalu kabur
melarikan diri!”
“InyiekSukatTandika.Perihalbagaimana dan dimana beradanya gadis itu, saya tidak
mau perduli. Jika Inyiek Ingin mencari kebenaran dan mau berlaku adil, hanya gadis itu
satu-satunya yang bisa memberi kesaksian nyata dan benar. Bahwa saya dan dia tidak
melakukan perbuatan mesum! Tidak melakukan zinah!”
“Perkaraini memang sulit. Tapibukanberartiperludipersulit...”UcapTuaGilapula.
“GadisCinaitu tidak bisa, dihadirkan sebagai saksi. Bagaimana, kalau kita memeriksa
dulu saksi yanglain?”
Semua orang bertanya-tanya siapa saksi yang dimaksud oleh sang utusan Sri Baginda
Raja itu. Tua Gila menatap ke arah muridnya. Pasti muridnya sendiri, pemuda jawa
berambut panjang sebahu itu!
“PendekarDuaSatuDua...“berkataTuaGila.“Bukankahsejaktadikaumelihatada
seseorang bersembunyi di bawahkolongrumahgadang?”
Wiro terkejut tapi cepat-cepat mengiyakan ucapan Tua Gila.
“Temuiorangitu. Bawa dia ke hadapanku. Jika dia menolak kau boleh menggebuk dan
menyeretnya kesini!”
Datuk Bandaro Putih dan Datuk Kuning Nan Sabatang memutar tubuh sama berpaling,
membungkuk sedikit dan memandang ke bawah kolong rumah gadang. Begitu juga Si
Kamba Mancuang, kusir kereta Penghulu Sangkalo dan dua belas perajurit Kerajaan.
Semua memperhatikan ke kolong gelap rumah gadang. Ingin mengetahui siapa adanya
orang yang sembunyi di bawah kolong rumah. Datuk Marajo Sati sendiri tetap tak
bergerak dari tempatnya. Sikapnya acuh saja.
Saat itu Wiro sudah masuk ke bawah rumah gadang. Tak lama kemudian dari bawah
rumah gadang terdengar suara jeritan seseorang minta ampun dan minta agar dirinya
dilepaskan.
Wiro keluar dari kolong rumah gadang. Datuk Marajo Sati baru tersentak ketika melihat
siapa adanya pemuda yang diseret Wiro ke hadapan Inyiek Sukat Tandika itu.
“JahanamPakihJauhari!”rutuk Datuk Marajo Sati.“Mengapa keparat ini berada di sini.
Apayangdilakukannya!”
Dengan geram Datuk Marajo Sati melangkah cepat mendekati Pakih Jauhari. Tangan
kanan diangkat tinggi-tinggi lalu secepat kilat dihantamkan ke batok kepala pemuda yang
berasal dari Biaro itu.
Sekejapan lagi kepala Pakih Jauhari akan remuk dihantam pukulan, tanpa bergerak
dari batu bulat yang dipijaknya Tua Gila kebutkan selempang kain putih yang jadi
pakaiannya.
Selarik angin menderu dan wuuttt!
Datuk Marajo Sati terhuyung-huyung satu langkah. Tapi dengan sebat orang ini
sanggup imbangi diri dan lanjutkan serangan ke arah Pakih Jauhari. Yang dituju masih
tetap kepala pemuda itu pertanda Datuk Marajo Sati memang sangat mendendam dan
ingin membunuhnya!
“Datuksadar! Jangan!”teriakWiroberusahamencegah.
Tapi Datuk Marajo Seti tidak bergeming.
Melihat hal ini Wiro segera dorong tubuh Pakih Jauhari hingga pemuda ini jatuh
terguling di tanah. Pukulan maut Datuk Marajo Sati menghantam tempat kosong. Ini
membuat sang Datuk menjadi marah setengah mati. Dua kaki diputar cepat. Tangan
kanan kembali berkelebat. Kali ini yang dituju adalah kepala Pendekar 212!
SEPULUH
SEPASANG mata Pendekar 212 terbelalak.“Datuk!Apa yang kau lakukan ini!
Mengapamenyerangku!”TeriakWiro.
Datuk Marajo Sati tidak perduli.Malahmulutnyaberucap.“Kaudanpemudaitusama
keparatnya! Aku tidak akan pernah menyesal membunuhmu!”
Di tempatnya berdiri Tua Gila menjadi marah melihat apa yang dilakukan serta barusan
diucapkan Datuk Marajo Sati. Kehadirannya di situ seolah tidak dipandang sebelah mata.
Maka orang tua ini segera kirimkan suara mengiang ke telinga muridnya
“Anaksetan,cobakauberipelajaranpadaDatukSialan itu!”
Wiro yang semula hanya berniat akan menghindarkan diri dari serangan Datuk Marajo
Sati, namun begitu mendengar ucapan sang guru dengan cepat alirkan tenaga dalam ke
tangan kiri. Lalu menangkis pukulan Datuk Marajo Sati dengan Jurus Tangan Dewa
Menghantam Matahari.
Jurus pukulan ini adalah jurus pertama dari enam pukulan sakti yang bersumber pada
Kitab Putih Wasiat Dewa pemberian Datuk Rao Basaluang Ameh, tokoh silat yang
kesaktiannya dianggap setengah Dewa, diam di Danau Meninjau. Datuk Rao Basaluang
Ameh seperti diketahui adalah salah seorang guru Pendekar 212 Wiro Sableng dan orang
tua inilah - yang konon dikabarkan telah meninggal dunia sekitar seratus tahun silam -
yang meminta Wiro untuk datang ke tanah Minangkabau. Orang tua sakti itu agaknya
sudah mengetahui bahwa satu peristiwa besar akan terjadi di negeri tempat kediamannya.
Wiro diharapkan akan dapat mencegah berlarut-larutnya hal-hal yang tak diingini di negeri
itu. Namun seperti yang dituturkan Wiro malah menjadi bulan-bulanan tuduhan dan
dianggap sebagai biang keladi pembuat keonaran serta kekacauan termasuk tewasnya
beberapa tokoh rimba persilatan tanah Minang.
“Bukk!”
Dua lengan beradu keras.
Wiro merasa tanah yang dipijaknya seperti melesak. Dua lutut menekuk. Sebelum
tubuhnya terbanting jatuh duduk di tanah, Wiro cepat kerahkan ilmu meringankan tubuh.
Sambil berseru keras dia melesat ke atas. Di udara Wiro jungkir balik satu kali.
Beradunya dua tangan tadi membuat Datuk Marajo Sati terlempar hampir satu tombak
ke udara. Tangan kanan sakit luar biasa seolah saat itu tangannya sudah putus! Getaran
rasa sakit menjalar sampai ke dada! Di saat yang sama Wiro yang tengah melayang turun
pergunakan bahu kiri kanan sang Datuk sebagai tumpuan sebelum akhirnya menjejakkan
kaki berdiri di tanah sambil cengar-cengir padahal lengan kirinya tampak menggembung
bengkak biru kehitaman!
Ketika kaki Wiro mendarat di bahunya kiri kanan, Datuk Marajo Sati merasa seperti
tubuhnya dihimpit dua batu besar. Bagaimanapun dia kerahkan tenaga sampai rambut,
kumis dan janggut pendeknya berjingkrak tetap saja dia tidak mampu bertahan. Tubuh
besar berjubah putih ini akhirnya jatuh terduduk di tanah. Mukanya tampak agak pucat
dan penuh keringat. Seumur hidup baru sekali ini Datuk Marajo Sati dibuat seperti itu oleh
lawan bertarung.
“Tenagadalamnyaluar biasa. Kalau dia berniat jahat saat ini aku pasti sudah muntah
darah!”Membatin Datuk Pucuk Luhak Nan Tigo itu.
Datuk Bandaro Putih dan Datuk Kuning Nan Sabatang saling pandang satu sama lain.
Keduanya maklum kalau pemuda yang selama ini dianggap remeh ternyata memiliki
tenaga dalam yang jauh melebihi apa yang dimiliki Datuk Marajo Sati. Ini berarti melebihi
pula tingkat kepandaian mereka berdua!
Wiro cepat dekati Datuk Marajo Sati, mengambil tangannya dan membantu berdiri
seraya berkata.
“Datuk,maafkansaya.Sayatahukitaberduatidakadamaksud jahat terhadap satu
samalainnya.”
Mendengar ucapan Wiro Datuk Marajo Sati termenung dan pejamkan mata. Mulutnya
ingin menyemburkan carut marut. Namun hatinya tak kuasa melakukan.
Di langit awan tebal semakin banyak. Bergerak mulai menutupi bulan sabit hari ke tiga.
Dari tempatnya berdiri di atas batu bulat datar Tua Gila berkata.
“Datuk,sayaharapDatukkembaliketempatsemula. Saya mengerti Datuk sangat
benci dan dendam pada pemuda bernama Pakih Jauhari itu. Saya harap hal itu dilupakan
dulu. Yang lebihpentingadalahmencarikebenaran!”
“Inyiek,pemudainipangkalbahaladarisemuafitnahyangterjadiatasdirisaya.Hidup
saya jadi begini karena dia!”KataDatukMarajoSati.Suaranyamasih keras tapi tidak lagi
terdengar garang.
“AkutahuDatuk.Untuk itulah kita akan menanyainya. Mudah-mudah yang hitam akan
tersingkaphitam,yangputihakantetapterlihatputih.”TuaGilamemberiisyarat. Dua
orang perajurit membawa Pakih Jauhari ke hadapan sang utusan Raja.
Pakih Jauhari ketakutan setengah mati. Beberapa kali dia berteriak minta ampun sambil
berlutut memegangi kaki Tua Gila dan minta diperkenankan meninggalkan tempat itu.
“Anakmuda,berdirilahdihadapanku! Jangan berteriak seperti orang gila. Berdiri lurus-
lurus atau aku patahkan kedua kakimu!”
Diancam Tua Gila seperti itu Si pemuda segera berdiri. Kepala ditundukkan, tapi mata
sesekali melirik ke arah Datuk Marajo Sati. Kawatir sang Datuk akan menghajarnya dari
belakang.
“Anakmuda,Siapanamamu?”bertanyaTuaGila.
Pakih Jauhari menjawab memberi tahu namanya.
“Menurutkabar,juga seperti yang dikatakan Datuk Marajo Sati tadi, apa benar kau
yang membuat cerita bahwa Datuk Marajo Sati telah menyekap seorang anak gadis di
dalam goa di Ngarai Sianok dan melakukan perbuatan aib. Kabar buruk itu telah membuat
buncah seluruh nagari. Telah pula sampai ke telinga istri Datuk Marajo Sati di Batu
sangkar. Bahkan beberapa orang telah tewas menemui ajal oleh ulah perbuatanmu! Apa
Jawabmu?!”
“Inyiek, saya...”Pakih Jauhari jatuhkan diri.
“Sayamintaampun...”
“Berdiri!”BentakTuaGila.“Jawabsajaapayangakutanya!”
Pakih Jauhari berdiri.
“Inyiek.semuaorangyangadadiaini. Saya minta ampun. Mohon saya jangan diapa-
apakan...”Lalu pemuda yang dilanda ketakutan ini meraung-raung.
“Plaakk!”
Datuk Kuning Nan Sabatang yang berdiri di sebelah Tua Gila jadi kesal, hilang
sabarnya. Langsung saja tangan kanannya melayang menampar Pakih Jauhari hingga
pemuda ini menjerit keras dan darah meleleh dari sudut bibirnya yang luka.
“Kalaukaumasih meraung akupatahkanbatanglehermu!”
Mengancam Datuk Kuning Nan sabatang.
“AmpunDatuk...ampunberibuampun.Sayaakanmenjawab.Sayaakanbicara...Apa
yangtadiInyiektanyakan..”
Dengan kesal Tua Gila mengulang ucapannya.
“KaudituduhmenyebarceritabahwaDatuk Marajo Sati telah berbuat aib dengan
seorang gadis Cina di goanya di Ngarai Sianok. Akibat perbuatanmu itu orang seranah
Minang menjadi buncah. Kabar itu telah sampai pula ke telinga istri Datuk Marajo Sati di
Batusangkar. Apa kau sengaja hendak menghancurkan rumah tangga orang ?! Kau juga
diketahui mengumpulkan orang banyak dari beberapa dusun. Menghasut untuk menghujat
dan menyerang Datuk Marajo Sati. Kau juga diduga membawa-bawa Datuk Luhak Nan
Tigo ikut terlibat dalam perkara. Jika apa yang kau ceritakan adalah dusta maka berarti
kaumenyebarfitnah.Jikakaumerasabenarapakahkaumemilikibukti?”
Sebelum PakihJauharimenjawabDatukKuningNanSabatangmendahului.“Inyiek,
izinkan saya bicara. Saya dan Datuk Bandaro Putih pernah menyelidik ke dalam goa
kediaman Datuk Marajo Sati. Maaf bicara disana kami menemukan bukti, berupa tanda-
tandanyatakeberadaanseorangperempuan...”
“ApayangDatuktemukan...”tanyaTuaGila.
“Pakaianluarperempuan,peralatanuntukberhiassepertipupur.Lalu,maafinyiek.
Kamijugamenemukancelanadalamperempuan...”
Sampai disitu entah sadar entah tidak Pendekar 212 Wiro Sableng tertawa gelak-gelak.
Si Kamba Mancuang satu tangan memegang perut satu lagi menekap mulut menahan
tawa cekikikan yang menyembur. Sementara itu Datuk Marajo Sati tampak kelam
membesi wajahnya. Mulut berkomat kamit tapi tidak ada suara yang keluar.
“Diam semua!”Inyiek SukatTandika membentak.“Apa kalian kira inipanggung
sandiwara lucu-lucuan?!”
Wiro dan Si Kamba Mancuang segera hentikan tawa. Namun ditempatnya berdiri wajah
sang inyiek sekilas tampak tersenyum.
SEBELAS
UNTUK beberapa ketika halaman rumah gadang tenggelam dalam kesunyian, inyiek
SukatTandikamemandangpadaPakihJauhari.“KausudahSiap menjawab semua apa
yangakukatakantadi?!”PakihJauharimengangguk.Sebelumbicaradiakembalimeratap
minta ampun.
“inyiek,sayaorangberdosa.Sayamengakusalah.MemangbenarsayaketahuiDatuk
Marajo Sati berdua-dua dengan seorang gadis Cina di goanya di Ngarai Sianok selama
beberapa hari. Tapi cerita bahwa Datuk telah berbuat aib, semua itu hanyalah karangan
sayabelaka...”
“Kaumengakutelahmenyebarfitnah?”TanyaTuaGila.
“Sayamengakudansayamintaampun,mintamaaf.Mengenaibeberapaorang yang
tewas, tidak ada sangkut pautnya dengan diri saya. Tiga Datuk dari Luhak Nan Tigo sama
sekali tidak terlibat dalam urusan ini. Pada pagi hari sewaktu saya membawa penduduk ke
Ngarai Sianok, sayalah yang menghasut, saya pula yang menancapkan tiga bendera
lambang Luhak Nan Tigo. Kedatangan Para Datuk Luhak Nan Tigo di Ngarai Sianok
hanyalah satu kebetulan saja. Saya mohon maaf pada semua Datuk…”
“Pemudakeparat! Karena mulut beracunmu Datuk Panglimo Kayo sampai menemui
ajal!”TeriakDatukBandaroPutih.
“Sayamohonampun,mintamaaf.KematianDatukPanglimoKayotidakadasangkut
pautnya dengan diri saya. Datuk Panglimo Kayo adalah korban kejahatan seorang yang
datang dari Jawa. Orang itu membawa seorang tentara Cina. Dia dibantu oleh beberapa
orang tokoh di negeri ini. Semua yang berkomplot dengan dia diberi hadiah batangan
emas...”
“Hemmm...”Tua Gila bergumam sambilusap-usap janggutputihnya.“Sekarang
jelaskan padaku dan semua orang yang ada di sini. Mengapa kau berbuat jahat
mengarang cerita menebarfitnahatasdiriDatukMarajoSati...”
PakihJauharitampakragujugatakutTapiakhirnyamembukamulutjuga“Inyiek...
banyak orang di Luhak Nan Tigo mengetahui, termasuk keluarga besar Datuk Panglimo
Kayo di Tanah Datar bahwa saya dan Gadih Puti Seruni sudah lama menjalin hubungan
dan kami berniat hendak naik ke pelaminan. Namun semua rencana gagal karena Gadih
Puti Seruni yang kemenakan Datuk Panglimo Kayo itu dijodohkan dengen Datuk Marajo
Sati. Suatu hari saya memberanikan diri menemui Datuk Marajo Sati memohon agar
beliau membatalkan pernikahannya dengan gadis yang saya cintai itu. Tapi saya dihajar
sampai setengah mati. Selama puluhan hari saya terbaring menderita sakit di tempat tidur.
Ajalsajayangbelumsampai..”
“DatukMarajoSati, apa betul yang dikatakan anak muda ini? Kau menghajarnya
sampaisetengahmati?”
Datuk Marajo Sati anggukkan kepala.
“Rupanyatelahterjadiapayangdinamakanhukum sebabakibat...”kataInyiekSukat
Tandikapula.“PakihJauhari,ceritamubisaditerima.Tetapi kalau apa yang terjadi kau
buat alasan untuk menebar fitnah, itu perbuatan salah dan tercela. Kau mungkin tidak
berjodoh dengan gadis yang kau cintai. Apa kau lupa ajaran agama kita kalau langkah,
rezeki, pertemuan atau jodoh dan maut itu semua adalah kehendak dan kuasaNya Allah
?”
“SayasadarInyiek.Sayamengerti.Sayamintaampun...
Sang Inyiek berpaling pada Datuk Marajo Sati.
“DatukMarajoSati, aku gembira kau mau mengakui perbuatanmu terhadap pemuda ini.
Sekarang di hadapan semua orang kau harus menuturkan apa sebenarnya yang telah
terjadi antara dirimu dengan gadis Cina itu yang aku dengar punya beberapa nama elok.
Puti Bungo Sekuntum, Kupu Kupu Giok Ngarai Sianok. Konon dia juga disebut Kupu Kupu
Mata Dewa...”
Datuk Marajo Sati memulai penuturannya dari kedatangan Chia Swie Kim dalam ujud
seekor kupu kupu besar. Yang terpesat ke dalam goanya di Ngarai Sianok dalam
gulungan sorban milik Sutan Panduko Alam.
“Diamintaperlindunganpadasayakarenadirinyadalamkeadaandikejarserombongan
orang. Dia menceritakan bahwa dirinya berasal dari negeri Cina. Ujudnya sebenarnya
adalah sebuah kupu kupu batu giok bernama Kupu Kupu Mata Dewa yang merupakan
satu benda pusaka milik Kerajaan Cina dan harus berada di tangan Kaisar Cina sebagai
tanda syahnya dia menduduki tahta. Sebelum dirinya masuk ke dalam Kupu Kupu Mata
Dewa gadis itu adalah puteri seorang Pangeran yang melarikan diri karena dituduh telah
berbuat zinah dengan seorang pemuda. Pemuda itu sendiri telah dibunuh. Yang Maha
Kuasa masih menolong Si gadis. Dia berubah menjadi angin dan masuk ke dalam Kupu
Kupu Mata Dewa. Selanjutnya dia mampu merubah diri menjadi seekor kupu kupu besar
dan hidup. Untuk menyelamatkan diri dari hukuman pancung oleh ayahnya sendiri kupu
kupu itu melarikan diri dan terpesat masuk ke dalam sebuah kapal. Ayah gadis Cina itu
kemudian mengirim seorang Perwira Muda bernama Teng Sien untuk melakukan
pengejaran. Ketika sampai ditanah Jawa, Teng Sien minta bantuan seorang sakti
bernama Ki Bonang Talang Ijo. Kupu kupu hampir tertangkap namun masih bisa
menyembunyikan diri di dalam sebuah kapal yang kemudian membawanya terpesat ke
tempat kediaman Sutan Panduko Alam di Pesisir Barat. Menurut gadis yang menjelma,
sebagai kupu-kupu itu Sutan Panduko Alam berusaha menolongnya dari kejaran Ki
Bonang dan kawan-kawan. Namun jumlah lawan yang harus dihadapi Sutan Panduko
Alam terlalu banyak. Meski dia berhasil menewaskan salah satu dari mereka dan
menyelamatkan kupu kupu itu di dalam sorbannya, namun Sutan Panduko Alam sendiri
akhirnya menemui ajal, dibantai beramai-ramai. Gadis itu menerangkan bahwa namanya
adalah Chia Swie Kim. Dalam perasaan tidak percaya saya, saya uji dia untuk
memperlihatkan ujud sebenarnya. Maka dia merubah diri kedalam ujud manusia, ujud
seoranggadisCina...”
“Luarbiasa! Sulit dipercayai Inyiek, ada satu hal yang tidak masuk akal tiba-tiba Datuk
Kuning Nan Sabatang memotong cerita Datuk Marajo Sati. “Seekor kupu kupu bisa bicara
bahasa manusia, itu adalah ajaib. Lalu jika dia bisa memperlihatkan diri dengan ujud
sebagai seorang gadis, ketika bicara bahasa apa yang dipakainya. Bukankah Datuk
MarajoSatitidaktahubahasaCina?”
TuaGilaberpalingpadaDatukMarajoSati.Datukinisegeraberkata.“Keajaibanadalah
kuasaNya Allah. Gadis itu mampu bicara bahasa Minang. Kepada gadis itu saya bertanya,
bagaimana mungkin dia bisa bicara bahasa anak negeri ini. Dia menerangkan dalam
pelariannya, suatu malam, masih dalam ujud seekor kupu-kupu dia hinggap di atas
sebuah rumah di pesisir barat Di rumah itu tengah terjadi musibah. Seorang anak gadis
penghuni rumah meninggal dunia. Secara aneh dari tubuh gadis yang sudah meninggal
keluar cahaya putih yang kemudian masuk ke dalam tubuh Chai Swie Kim. Sejak saat itu
dia mengerti dan mampu bicara dalam bahasa Minang. Namun dia tidak bisa lagi bicara
dalam bahasa leluhurnya walau dia masih mengerti apa yang diucapkan orang. Saya
kemudian memberinya nama Puti Bungo Sekuntum disertai julukan Kupu Kupu Giok
Ngarai Sianok”
“DatukMarajoSati...”TuaGilaberkata.“SelamabeberapaharigadisCina itu berada di
dalam goa kediamanmu, apa yang telah terjadi ? Harap Datuk menjawab dengan jujur.
Kalau perlu akan kusumpah lagi dengan menjunjung kitab suci Al Qur’andiataskepala.”
“Jangankanberbuataib,menyentuhgadisitupunsayatidakpernah.Niat saya hanya
ingin menolong karena LillahiTaAllah...“
DatukBandaroPutihmenyeringai.“Sayaingat ajaran agama kita. Jika ada seorang
lelaki dan seorang perempuan di satu ruangan, maka di ruangan itu akan ada pula orang
ke tiga. Orang ketiga itu adalah setan!”
“Sayatidakpernah menjadi setan dan tidak ingin menjadi setan. Saya cukup mampu
berlindung pada Allah Yang Maha Kuasa hingga tidak berbuat aib seperti yang difitnahkan
kepadasaya.”KataDatukMarajoSatipula.
“Tapitidakadasaksi yang menguatkanketeranganDatuk,”kataDatukKuningNan
Sabatang pula.
“Saksi sayaadalahAllahYangMahaMengetahuidanMahaMelihat...”JawabDatuk
Marajo Sati. Tiba-tiba Pendekar 212 maju selangkah.
“Inyiek,bolehkansayamemberikesaksian?”tanyasangpendekar pada Tua Gila.
“Memangitugunanyakauberadadisini,”JawabTuaGila.“Apayanghendak kau
katakan ?”
Datuk Marajo Sati menjadi agak tegang sementara dua Datuk lainnya tampak
menyeringai senang karena mengira Wiro akan memberi kesaksian yang akan
mengungkap perbuatan busuk Datuk Marajo Sati.
Wiro angkat kopiah hitamnya, garuk-garuk kepala baru keluarkan ucapan “Pada malam
yang sama masuknya kupu kupu besar ke dalam goa kediaman Datuk Marajo Sati saya
juga terpesat masuk ke dalam goa itu. Tidak ada maksud jahat, semata-mata karena rasa
ingin tahu saja yaitu gara-gara saya melihat ada seekor burung masuk ke dalam goa. Di
dalam goa, saya mendengar semua pembicaraan gadis kupu kupu itu dengan Datuk
Marajo Sati. Apa yang dikatakan Datuk Marajo Sati tadi sedikitpun tidak berbeda dengan
apayangsayadengar.DatukMarajoSatitidakberdusta...”
Kalau Datuk Bandaro Putih dan Datuk Kuning Nan Sabatang terheran-heran
mendengar penjelasan Wiro maka Datuk Marajo Sati sampai terpana saking tidak
percayanya kalau pemuda yang selama ini dibenci dan malah hendak dibunuhnya itu
ternyata kini membela dirinya.
“DatukMarajoSati,apakahDatukbersediamengangkatsumpahatassemua yang tadi
Datukceritakan?”BertanyaTuaGila.
Sebagai jawaban Datuk Marajo Sati berpaling ke arah Penghulu Sangkalo. Kusir kereta
inisegeramengeluarkankitabsuciAlOur’andaridalam kantongputihdanmenyerahkan
kepada Datuk Marajo Sati. Datuk Marajo letakkan kitab suci itu di atas kepala lalu
mengucap sumpah. Begitu sumpah diucapkan tiba-tiba di langit sebelah utara kilat
menyabung disusul gelegar suara guntur. Angin bertiup kencang. Hujan mulai turun.
Tua Gila angkat dua tangannya ke udara “Saksi sudah berucap. Sumpah sudah
disampaikan! Aku utusan Raja Pagaruyung menyatakan bahwa untuk saat ini Datuk
Marajo Sati tidak terbukti telah melakukan perbuatan mesum dengan gadis Cina itu.
Namun agar lebih ada kejelasan, gadis Cina itu harus ditemukan untuk diminta
kesaksiannya. itu menjadi tugas Datuk Marajo Sati kalau memang benar-benar ingin
membersihkan diri dari lumpur fitnah. Muridku Pendekar Dua Satu Dua dan nenek
bernama Si Kamba Mancuang itu mungkin bisa membantu. Aku akan berada di
Pagaruyung selama beberapa hari. Mudah-mudahan dalam waktu Singkat Datuk Marajo
Sati bisa menemukan gadis Cina itu dan membawanya ke Istana di Pagaruyung.
BukankahdiatelahdiculikolehTuankuLarasMukoBalang?”
Baru saja Tua Gila selesai berucap hujan turun dengan lebatnya. Dua obor di halaman
serta merta padam. Halaman rumah gadang diselimuti kegelapan. Tua Gila melesat naik
ke atas kereta diikuti Penghulu Sangkalo. Dua belas perajurit serentak naik ke atas
tunggangan masing-masing. Sesaat kemudian rombongan dari Pagaruyung itu telah
bergerak pergi dengan cepat Datuk Bandaro Putih dan Datuk Kuning Nan Sabatang
melompat ke atas harimau besar tunggangan masing-masing. Pakih Jauhari lenyap entah
kemana.
Wiro menekan kopiah hitamnya sampai ke alis. Sekujur tubuhnya basah kuyup.
“UhhdinginNek,”kataWiropada Si Kamba Mancuang.
“He…he1 Jangan mencari akal! Awas kalau kau berani memelukku1”KataSi nenek
cepat tanggap.
Wiro tertawa gelak-gelak. Si nenek ikut-ikutan tertawa cekikikan. Saat itu tiba-tiba Wiro
mendengarsuarangianganTuaGila.“Anaksetan! Kalau kau tidak mampu menemukan
gadis Cina itu lebih baik kau pulang kampung saja. Apakah kau tidak ingin melihat
wajahnya? Apa benar dia cantik? Ha…ha…ha. Awas kalau kau sampai kepincut Nenek
bergigi perak itu pasti akan meremas kantong menyanmu sampai hancur dan dibuatnya
dendeng balado! Ha... ha... ha!”(dendeng balado = dendeng bumbu cabe. Makanan khas
orang Minang)
Wiro senyum-senyum mendengar suara ngiangan sang guru. Lalu dia mengambil kain
putih yang tercampak di tanah.
“Nek!” katanya pada Si Kamba Mancuang. “Dengan kesaktianmu kita bisa
mempergunakan kain ini untuk kembali menjajagi dimana beradanya Tuanku Laras Muko
Balang. Kitaharusmengejardanmenemukannyasecepatmungkin!”
Mengerti apa yang dimaksudkan Wiro maka Si Kamba Mancuang segera ambil kain
putih yang tercampak di tanah lalu dililitkan di pinggang. Hujan lebat membuat enam
lobang di tanah tergenang air, berubah menjadi kolam.
Sebelum pergi Si Kamba Mancuang lari ke arah mayat Pandeka Bumi Langit yang
tergeletak tak jauh dari salah satu lobang besar yang telah digenangi air hujan. Dengan
cepat dia berhasil menemukan tiga batang emas di balik pakaian lelaki itu.
“Nek,kaurupanyatidaklupahartaitu,”tegur Wiro.
“Bukanuntukdiriku.Kelakakanakusedekahkanpadafakirmiskin.”JawabSi nenek
bergigi perak.
Sebelum berkelebat pergi di bawah hujan lebat Pendekar 212 berseru pada Datuk
Marajo Sati.
“Datuk,apaDatukmauberhujan-hujan dan kedinginan sendirian di tempat ini? Lekas
ikut bersama kami! Bukankah kita punya kepentingan yang sama? Mencari Tuanku Laras,
menyelamatkan gadis Cina bernamaPutiBungoSekuntumitu?!”
Datuk Marajo Sati terkesima. Tidak menyangka Wiro akan berkata seperti itu. Sadar
kalau dia punya tanggung jawab dan memang harus ikut bergabung menyelamatkan gadis
Cina itu maka sang Datuk berseru. Tunggu!”
Wiro dan Si Kamba Mancuang hentikan lari. Datuk Marajo Sati perhatikan kain putih
yang melilit di pinggang Si nenek.
“KambaMancuang,kaumemilikiilmuSapanjangJalanMangajaRaso?”(Sapanjang
Jalan Mangaja Raso = Sepanjang Jalan Mengejar Rasa)
Si nenek terkejut mendengar Datuk Marajo Sati mengetahui limu pemberian gurunya
Inyiek Susu Tigo. Memang dengan ilmu kesaktian. yang tadi disebutkan Datuk Marajo Sati
dengan mengandalkan kain putih yang telah bersentuhan dengan pedang Al Kausar dia
akan mampu mencari dimana beradanya Tuanku Laras seperti yang telah dilakukan
sebelumnya. Sambil tersenyum Si nenekmenjawab.“Ah,Datuksudahtahuilmuitu
rupanya.”
“Bagus,dimanapunTuankuLarasberadakitasudahpunyakepastianakandapat
mengetahui dan mendatanginya. Tapi kita harus bertindak cepat. Aku kawatir terjadi
sesuatudengangadisCinaitu.”
Datuk Marajo Sati lalu susun sepuluh jari di atas kepala.
Mulutnya berucap perlahan
“InyiekHarimauNanTongga,JikakausudahsembuhdatanglahAkuDatukMarajoSati
sangat membutuhkanpertolonganmu!”
Dalam gelapnya malam, di bawah hujan lebat dan deru angin luar biasa kencang tiba-
tiba tanah menggeletar oleh suara auman dahsyat.
Sesaat kemudian sebuah benda besar melayang turun dari langit. Ketika ujudnya
nampak nyata ternyata benda itu adalah seekor harimau kuning belang hitam. Sepasang
matanya yang kebiru-biruan seperti menyala dalam gelap. Ekor menyentak-nyentak
menderaairhujan.“Alhamdulillah...AkubersyukurpadaAllah.”MengucapDatukMarajo
Sati. Seperti, diketahui sebelumnya harimau sakti itu pernah mengalami cidera keracunan
dan sakit akibat serangan Ilmu Santuang Panyasek yang dilancarkan Tuanku Laras. Ingat
akan hal itu muncul rasa kawatir dalam diri Datuk Marajo Sati. Bukan tidak mungkin kalau
tahu dirinya dikejar Tuanku Laras kembali akan melancarkan serangan yang sama, malah
bisa saja lebih dahsyat yang bisa membunuh harimau peliharaannya.
“Datuk,adasesuatuyangmerisaukanDatuk?”BertanyaWiro.
Datuk Marajo Sati lalu menceritakan apa yang pernah dialami harimau tunggangannya
itu.
“KalaucumaIlmuSantuangPanyasek,mudahmenangkalnya!’
Si Kamba Mancuang berkata. Lalu dari balik pakaiannya dia mengeluarkan satu
kantong kecil. Dari dalam kantong dia mengambil sebuah cermin kecil. Bagian belakang
cermin dijilatnya diberi ludah. Lalu cermin itu ditempelkan ke kening harimau peliharaan
sangDatuk.”BeresDatuk.Segalailmusetanpanyasekapapuntidakakantembus!”
“KauhebatNek,”memujiDatukMarajoSati.“Kitaberangkatsekarang.”
Ketiga orang itu lalu naik ke punggung harimau besar Inyiek Nan Tongga.
DUA BELAS
PENDERITAAN gadis Cina Chia Swie Kim Si Kupu Kupu Mata Dewa yang oleh Datuk
Marajo Sati diberi nama Puti Bungo Sekuntum dan dijuluki Kupu Kupu Giok Ngarai Sianok
serasa tidak tertahankan lagi. Selama dirinya dalam penculikan gadis ini senantiasa
dihantui rasa takut. Siang tadi yaitu sejak Tuanku Laras Muko Balang meninggalkannya
dia tergolek miring di lantai batu yang dingin. Dia Ingin berteriak namun mulut tak bisa
bersuara. Tenggorokan terkancing akibat totokan yang dilakukan Tuanku Laras. Selain tak
bisa bersuara gadis ini juga tidak mampu menggerakkan kepala, badan, tangan ataupun
kaki. Dia tidak tahu kemana perginya Tuanku Laras. Sebelum pergi Tuanku Laras
menyalakan sebuah pelita kecil yang ada di dalam ruangan. Ini satu pertanda bagi Chia
Swie Kim kalau orang yang menculiknya itu akan pergi cukup lama dan baru kembali pada
malam hari. Yang jelas cepat atau lambat Tuanku Laras pasti akan datang kembali.
Dalam derita sengsara seperti itu Chia Swie Kim tiada hentinya berdoa mohon
keselamatan pada Thian Yang Maha Kuasa. Dengan air mata berderai dia memohon agar
dirinya diberi perlindungan dan diselamatkan dari segala maksud jahat Tuanku Laras.
(Thian = Tuhan)
Tiba-tiba terdengar suara berdesir disertai kilauan cahaya pulih. Sesaat kemudian
seseorang melayang masuk, terbang bergayut pada sebilah pedang. Meskipun tidak bisa
melihat, karena dirinya tergolek miring membelakangi namun Chia Swie Kim sudah
maklum siapa yang datang. Orang itu membungkuk di belakangnya, membalikkan
tubuhnya hingga tertelentang. Karena ada dua kancing bajunya yang lepas, ketika
tertelentang sebagian dada gadis itu jadi tersingkap.
Tuanku Laras melirik sebentar. Tubuhnya bergetar melihat pemandangan itu. Seperti
diketahui dia sudah memiliki tiga orang istri. Dua diantaranya masih muda-muda, hampir
sebaya gadis Cina ini. Namun kecantikan serta keelokan tubuh Chia Swie Kim tidak dapat
tertandingi oleh istri-istrinya itu.
Tuanku Laras lalu melepas totokan di leher Chia Swie Kim hingga Si gadis bisa
membuka mulut dan bicara kembali.
“Sebentarlagifajarmenyingsing. Kita harus segera pergi dari Sini...”BerkataTuanku
Laras.
“TuankuLaras,sayamohonlepaskansaya...”
“Akutidakbermaksudjahatpadamu.Bukankah sudah pernah aku katakan bahwa aku
akan mengawinimu secara baik-baik? Kita akan berangkat ke Periangan Padang Panjang.
Besok pagi-pagi sekali sudah ada seorang ulama yang akan menikahkan kita. Kau akan
aku panggil dengan nama Puti Mata Dewa. Bukankah nama itu lebih bagus dari Puti
BungoSekuntumpemberiankeparatDatukMarajoSatiitu?”
Mendengar ucapan Tuanku Laras yang hendak mengawininya walaupun secara baik-
baik Chia Swie Kim merasa nyawanya seperti terbang. Dia terdiam beberapa lama lalu
berkata.
“Tuanku Laras, terus terang saya tidak pernah berniat dan mau jadi istri Tuanku Laras.
Tapi kalau ini memang sudah takdir saya hanya bisa berpasrah diri. Saya mohon Tuanku
Larastidakmenotokjalansuarasayakembali...”
Mendengar ucapan Si gadis Tuanku Laras tersenyum. Dia merasa ada perubahan pada
diriChiaSwieKim.“Jadikausukaakunikahi?”TanyanyasambilmemegangbahuSi
gadis sementara sepasang mata kembali melirik ke dada yang tersingkap.
“Tuanku Laras, tadinya saya memang sangat membencimu. Namun setelah saya
berpikir dengar jernih. Agaknya tidak ada pilihan lain. Mungkin ini sudah takdir Yang Maha
Kuasa saya harus kawin denganTuankuLaras...”
Mendengar kata-kata Chia Swie Kim Tuanku Laras jadi luar biasa gembira. Dia
membungkuk lelu menciumi wajah Si gadis. Ciumannya kemudian turun ke dada. Dalam
keadaan tertotok seperti itu Chia Swie Kim tidak mampu berbuat apa-apa selain meratap,
memohon.
“Tuanku Laras, jangan perlakukan saya seperti ini! Saya belum jadi istrimu!”KataChia
Swie Kira setengah berteriak. Tuanku Laras diam saja. Mukanya yang berbulu masih terus
berada di atas dada Si gadis. Nafas mengengah, dada turun naik. Sebelum Tuanku Laras
mengumbar nafsunya lebih jauh, gadis Cina ini berkata.
“TuankuLaras,dengarkansaya.Adayanghendak saya katakan. Ada satu hal yang
sangatsayatakutkan...”
Tuanku Laras angkatkepalanya daridada Chia Swie Kim.“PutiMata Dewa,
kekasihku...Katakan,haiapayangkautakutkan?”
“Sayamalu,sayatakberanimenyampaikanpadaTuankuLaras.”Menjawab Chia Swie
Kim.
Tadi kau mengatakan takut, sekarang malu. Aku tidak mengerti. Apa yang kau
takutkan,apayangmembuatmumalu?”
“Sayamalupadadirisendiridansaya takut pada Tuanku Laras. Saya takut apakah
Tuanku Laras masih mau menerima saya dalam keadaansepertiini...”
“PutiMataDewa,mengapakauberkatabegitu.Memangnyaadaapadengandirimu.
Kaucantikdankautahuakusangatmenyukaimu...“
Wajah gadis puteri Pangeran Tiongkok itu tampak berubah muram. Suaranya berucap
sedikit tersendat tapi cukup jelas sampai ke telinga Tuanku Laras.
“TuankuLaras,ketahuilah,sayasudahtidakgadislagi.Sayatidakperawanlagi...”
Sepasang mata Tuanku Laras membeliak. Bulu hitam putih yang menutupi wajah
berdiri meranggas.
Puti Mata Dewa... apa maksudmu? Bicarayangjelas...”
“TuankuLaras,ketikaberadadigoakediamanDatukMarajoSati,Datukitutelah
merampas kehormatan saya. Dia meniduri saya sampai berulang kali...”
Habis berkata begitu Chia Swie Kim lalu menangis sesenggukan. Apa yang diucapkan
Si gadis seperti sambaran petir terdengarnya di telinga Tuanku Laras.
“Apa?! Datuk keparat itu telah menidurimu ?! Dia telah merampas kegadisanmu ? Jadi
sekarang kau tidak perawan lagi ? Kalera ! Jahanam kurang ajar ! Apa yang dikatakan
orang rupanya benar ! Datuk mesum !”(Kalera=makiankasar/jahanam)TuankuLaras
berteriak keras seperti orang kemasukan setan.
“SayamengertiTuankuLarassangatkecewasetelahtahusayatidakgadislagi.Saya
mohon kalau bisa Tuanku Laras membalaskan sakit hati saya pada Datuk jahanam itu.
Saya sebenarnya lebih baik mati dari pada menerima aib seperti ini. Apa lagi kalau saya
sampaiberbadandua...“SenggukanChiaSwieKimsemakinkeras.
Tuanku Laras melompat bangkit. Beberapa lama dia melangkah mundar-mandir di
dalam ruangan batu sambil mulut menyumpah tiada henti. Beberapa kali saking marahnya
dia menendang hingga dinding batu hancur berlubang-lubang.
“TuankuLaras,sayasudahdinodaiorang.Takpantas rasanya saya jadi istri Tuanku
Laras...”
Tuanku Laras berhenti mundar-mandir. Darah dalam tubuhnya mengalir seperti bara
cair!
“Srett!”
Tiba-tiba Tuanku Laras cabut pedang Al Kausar dari sarungnya. Senjata itu walaupun
di dalam ruangan agak gelap tetap saja memancarkan cahaya berkilauan.
“TuankuLaras,jangan!”Chia Swie Kim berteriak keras. Mata terbeliak ketika melihat
bagaimana pedang berkilat dihunjamkan.
TIGA BELAS
TUANKU Laras keluarkan suara menggembor. Pedang Al Kausar ditusukkan ke bawah!
Cahaya berkilau memancar pertanda dia mengerahkan seluruh tenaga dalam yang
dimiliki! Chia Swie KIm kembali menjerit
“Traangg!” Pedang sakti berkerontang ketika menembus lantai batu sampai
sepertiganya. Lantai batu bergetar. Pedang Al Kausar bergoyang-goyang memancarkan
cahaya terang menyilaukan.
“PedangsaktipedangAlKausar.Keluardarisini. Pagari tempat ini dengan Ilmu
Salapan Panjuru Bumi Manulak Bahalo !”(SalapanPanjuruBumiManulakBahalo=
DelapanPenjuruBumiMenolakBahala.”
Begitu Tuanku Laras berteriak, pedang Al Kausar yang menancap di lantai batu
pancarkan delapan cahaya putih gemerlap yang kemudian membentuk delapan buah
pedang yang sangat sama dengan aslinya. Delapan pedang ini kemudian melesat keluar
ruangan.
Chia Swie Kim tidak sempat memperhatikan apa yang kemudian terjadi, karena begitu
delapan pedang jejadian melesat keluar, saat itu pula Tuanku Laras jatuhkan diri ke lantai
lalu menghimpit tubuhnya. Dua tangan meraba kian kemari. Chia Swie Kim menjerit keras
tiada henti hingga suaranya jadi parau.
“Kaumemangtidaklayak jadi Istriku! Tapi cukup layak melayaniku seberapa lama aku
suka!”UcapTuankuLaraspenuhnafsu.
“Jangan! Kasihani saya!”ChiaSwieKim berteriak memohon ketika Tuanku Laras mulai
membuka paksa pakaian birunya.
***
CERMIN milik Si Kamba Mancuang yang ditempelkan di kening harimau Inyiek Nan
Tongga ternyata ampuh menangkal ilmu Santuang Panyasek Tuanku Laras Muko Balang.
Ternyata bukan saja penangkal itu berhasil menembus kesaktian Tuanku Laras dan
membuat Datuk Marajo Sati, Wiro serta Si Kamba Mancuang yang menunggang harimau
sakti berhasil mengejar dan mengetahui dimana beradanya manusia bermuka belang itu,
tapi Ki Bonang Talang Ijo serta Teng Sien yang juga mengejar Tuanku Laras kebagian
untungnya. Karena kendala sudah ditumpas, kedua orang ini juga bisa melakukan
pengejaran tanpa halangan walau agak ketinggalan di belakang.
Setelah beberapa lama melayang di udara malam yang dingin, dengan matanya yang
tajam karena dialiri hawa sakti Si Kamba Mancuang memandang ke bawah lalu berkata
pada Datuk Marajo Sati.
“Datuk,kaulebihtahudarisaya.Saatini bukankah kita berada di atas kawasan Air
Terjun Akar Berayun di Luhak Lima Puluh Kota ?”
“Rasanyakautidakkeliru.Akudaritadimemangmendengarsuaraderuairterjunitu,”
jawab Datuk Marajo Sati. Baru saja dia berucap tiba-tiba harimau yang ditunggangi
menukikkebawah.“Akuingat”kataDatukMarajoSatisetengahberteriak.“AirterjunAkar
Berayun terletak di Lembah Hantu. Di sekitar lembah banyak relung batu membentuk goa
besar yang bisa dijadikantempatpersembunyian.”
Tak selang berapa lama harimau Nan Tongga sudah menjejakkan kaki di tanah. Ke tiga
orang itu memandang berkeliling. Si Kamba Mancuang angkat ujung kain putih yang
digulung di pinggang. Ujung kain ini seperti ular hidup bergerak-gerak ke arah depan
dimana terdapat dinding lembah yang memiliki banyak relung atau goa besar. Pendekar
212 segera terapkan Ilmu Menembus Pandang pemberian Ratu Duyung, gadis cantik
bermata biru kepercayaan Nyi Roro Kidul, Penguasa Laut Selatan.
“Datuk,sayamelihatadacahayaapikecil.Mungkinlampuminyak.Diarahsana...”
Wiro menunjuk ke depan, ke arah salah satu relungan di dinding lembah.
Tiba-tiba Datuk Marajo Sati dan juga Wiro serta Si nenek mendengar suara Jeritan
perempuan.
‘Itu suara Puti Bungosekuntum!”TeriakDatukMarajoSati.“Akuyakin!”Saatitusang
Datuk dan Si nenek sudah dapat melihat nyala api pelita yang ada di dalam salah satu
relung di dinding lembah. Tidak menunggu lebih lama ke tiga orang itu segera melesat ke
arah nyala api. Harimau Inyiek Nan Tongga melompat lebih dahulu, menyusul Wiro. Ketika
hanya tinggal sepuluh langkah dari mulut goa dimana ada nyala api dan terdengar suara
jeritan perempuan tiba-tiba dari dalam tanah lembah yang banyak ditumbuhi semak
belukar mencuat keluar delapan cahaya terang menyilaukan, membeset ke udara.
Harimau besar Inyiek Nan Tongga mengaum keras ketika salah satu cahaya mencuat
menembus tubuhnya. Binatang ini mencelat sampai satu tombak lalu terbanting jatuh ke
tanah. Datuk Marajo Sati berteriak kaget. Cepat melompat ke arah harimau peliharannya
sambil melepas satu pukulan tangan kosong mengandung hawa sakti. Namun terlambat
Inyiek Nan Tongga tergeletak di tanah. Tubuhnya sebelah bawah terbelah mulai dari dada
sampai ke bawah perut Sebuah senjata aneh menyerupai pedang Al Kausar menancap di
tubuh binatang ini lalu berubah jadi asap dan lenyap.
Tujuh cahaya yang juga menyerupai pedang Al Kausar jejadian laksana terbang
menderu ke arah Wiro, Datuk Marajo Sati dan Si Kamba Mancuang. Tiga membabat dua
membacok dan dua lagi menusuk.
“TuankuLaraskeparat! Dia mempergunakan ilmu Salapan Panjuru Bumi Manulak
Bahayo!”
Berteriak Si Kamba Mancuang yang rupanya mengetahui ilmu gaib sakti yang dimiliki
Tuanku Laras. Lalu Si nenek dorong tubuh Wiro dan Datuk Marajo Sati.
Ketiganya jatuh sama rata di tanah. Tujuh pedang ganas lewat hanya dua jengkal di
atas mereka!
“Kalauitu memang ilmunya Tuanku Laras, berarti manusia keparat itu ada di dalam goa
sana!”SangDatukbergerakhendakmasukkedalam goa.TapiSi Kamba Mancuang
cepat menarik kaki Datuk Marajo Sati hingga orang bertubuh tinggi besar ini jatuh
tergelimpang menelungkup. Di saat yang sama tujuh pedang gaib kembali menderu, kini
hanya satu jengkal di atas kepala! Datuk Marajo Sati merasa tengkuknya dingin.
“Terima kasih,kautelahmenyelamatkannyawaku,”kata DatukMarajo Satiyang
disambut Si nenek dengan senyum-senyum.
Sementara itu tujuh pedang kembaran Pedang Al Kausar berputar di udara lalu kembali
hendak menyerang. Wiro segera lepaskan pukulan sakti sekaligus dengan dua tangan.
Yang kiri melepas pukulan Kilat Menyambar Puncak Gunung, yang kanan melancarkan
pukulan Tangan Dewa Menghantam Batu Karang. Datuk Marajo Sati lepaskan pukulan
yang memancarkan cahaya kebiruan, menebar membentuk kipas. Inilah jurus pukulan
sakti bernama Manjajak Bumi Mangapuang Langlek (Menjejak Bumi Mengepung Langit)
yang sangat jarang dipergunakan oleh sang Datuk. Si Kamba Mancuang tak mau
ketinggalan. Dia menghantam dengan ilmu Angin Merapi Merambah Bumi. Sekali dia
mengangakan mulut maka dua cahaya putih mengandung hawa panas melesat keluar
dari dua deretan gigi perak.
Empat dentuman keras disertai taburan cahaya berkilauan menggelegar di Lembah
Harau Langit seperti hendak runtuh. Bumi serasa tenggelam amblas! Dan hebatnya, yang
membuat tiga orang itu kaget luar biasa adalah ketika getaran dentuman serta taburan
cahaya lenyap, di udara tampak kembali pedang Al Kausar jejadian, tapi kini jumlahnya
bukan cuma tujuh melainkan menjadi empat belas!
“Nek,celakakita!”TeriakWiro.
“Datuk! Cepat keluarkan ilmu Bumi Tabalah Azab Manimpo! Semua pedang jahanam
itu harus dimusnahkan! Cepat!”TeriakSi Kamba Mancuang.
Mendengar teriakan itu serta merta Datuk Marajo Sakti kerahkan ilmu yang dikatakan Si
nenek. Wiro tidak mau ketinggalan. Murid Sinto Gendeng ini dengan cepat keluarkan Ilmu
kesaktian yang sama tapi berlainan nama yaitu Membelah Bumi Menyedot Arwah, yang
didapatnya dari negeri Latanahsllam.
Lembah Harau bergemuruh ketika tanah lembah menguak terbelah di dua tempat.
Empat belas pedang Al Kausar jejadian yang melayang di udara tak ampun lagi terhisap
ke bawah. Begitu dua tanah yang terbelah merapat kembali, empat belas pedang amblas
tersedot lenyap tak kelihatan lagi!
Di dalam relung di dinding lembah Tuanku Laras yang baru saja hendak membuka
pakaian hitamnya berteriak kaget ketika suara empat dentuman di luar sana membuat
tubuhnya terhuyung-huyung hampir jatuh. Kilau pedang Al Kausar yang menancap di
lantai batu tampak meredup, getarannya yang tadi angker kini berubah perlahan.
Tiba-tiba dilihatnya pedang itu amblas ke dalam batu sampai ke batas gagang. Ujung
gagang mengepulkan asap kehitaman.
“Jahanam kurangajar! Apa yang terjadi!”TeriakTuankuLarasMukoBalang.Dengan
cepat dia melompat mencabut pedang dari dalam batu. Saat itulah kiri kanan dinding
relung batu menggelegar lalu hancur berkeping-keping. Pelita di dalam ruangan padam!
Apa yang terjadi ? Setelah memusnahkan empat belas pedang jejadian, Wiro dan
Datuk Marajo Sati kembali melancarkan serangan. Kali ini ditujukan pada dinding kiri
kanan goa batu dimana Tuanku Laras berada. Wiro menghantam dengan Pukulan
Harimau Dewa pemberian Datuk Rao Basaluang Amen, salah seorang tokoh yang
dianggap paling sakti di Pulau Andalas yang tinggal di dasar Danau Maninjau.
Datuk Marajo Sati cabut keris Rajo Kaluak Sambilan lalu ditusukkan ke depan.
Sembilan larik sinar biru bergulung dahsyat membentuk ujung tombak, menghajar dinding
batu sebelah kanan, inilah ilmu kesaktian yang disebut Tombak Dewa Turun Ke Bumi.
Dinding goa kiri kanan runtuh. Asap bercampur kepingan batu dan debu mencelat tinggi
sampai lima tombak.
Lembah Harau kembali dilanda dentuman keras ketika Pukulan Harimau Dewa yang
dilepas Pendekar 212 dan Tombak Dewa Turun Ke Bumi gulungan sinar biru yang
memancar dari keris sakti di tangan Datuk Marajo Sati menghantam kiri kanan dinding goa
batu hingga runtuh, asap bercampur kepingan batu dan debu mencelat tinggi sampai lima
tombak.
“AkukawatirserangankitamencelakaigadisCinaitu!”KataDatukMarajoSatiagak
kawatir. Tiba-tiba dibalik debu dan asap, dari dalam goa kelihatan seorang lelaki keluar
sambil memanggul perempuan berpakaian biru.
“Lihat! Itu dia ! Jahanam itu mencoba lari!”TeriakDatukMarajoSati.Dengantangan
masih memegang keris sakti serta merta melompat hendak mengejar. Namun Wiro
memegangbahunyaserayaberkata.“Kitajangansampaitertipu.SetahusayaTuanku
Laras punya Ilmu bernama Bayangan Menipu Mata! Bukan mustahil yang kita lihat adalah
jejadian untuk memperdayai! Kita sembunyi dan mengintaiduludibalikbelukar.”
Apa yang dikatakan murid Sinto Gendeng ternyata memang benar. Beberapa saat
setelah dua sosok yang terlihat lenyap ke arah timur dimana saat itu fajar mulai
menyingsing dan keadaan di Lembah Harau mulai terang, dari balik semak belukar tiba-
tiba ketiga orang itu melihat sosok Tuanku Laras keluar dari dalam goa yang masih
dikepuli asap. Di bahu kiri dia memanggul seorang perempuan berpakaian biru yang
bukan lain adalah Chia Swie Kim. Gadis ini tidak bersuara tidak pula meronta. Agaknya
Tuanku Laras telah menotoknya kembal
Tuanku Laras acungkan tangan kanan yang memegang pedang tinggi-tinggi di atas
kepala. Pedang Al Kausar melesat ke udara, menerbangkan Tuanku Laras dan Chia Swie
Kim.
“KurangajariSi muka belang itu melarikan diri dengan terbang ke udara mengandalkan
kesaktian Pedang Al Kausar!”BerseruSi Kamba Mancuang. Datuk Marajo Sati melompat
keluar dari balik semak belukar. Wiro dan Si Kamba Mancuang juga segera mengejar.
“Celaka! Kita tidak mungkin mengejar! Sorbanku telah tiada! Harimau tungganganku
telah tewas!”DatukMarajoSatiberteriakmarahdanputusasa.Diacobamenyerang
dengan keris sakti namun tak jadi karena takut akan mencelakai Chia Swie Kim. Di udara.
Sambil melayang terbang Tuanku Laras memandang ke arah ke tiga orang itu lalu tertawa
gelak-gelak.
“Datukkeparat! Kau telah merusak kehormatan calon istriku! Dia mengaku sendiri!
Kalau kau masih menginginkan dirinya aku akan mengirimkan bangkainya ke Ngarai
Sianok! Ha... ha… ha!”
Tiba-tiba suara tawa Tuanku Laras terputus.
EMPAT BELAS
KETIKA sosok Tuanku Laras melayang di udara melewati bagian atas sebuah pohon
besar tiba-tiba dari balik kerimbunan dedaunan melesat seutas benang putih yang
demikian halusnya hingga sulit terlihat mata. Benang itu dengan cepat melibat pedang Al
Kausar terus bergulung ke tangan kanan Tuanku Laras Muko Balang dan selanjutnya
membuntal seluruh tubuhnya. Anehnya benang sama sekali tidak melibat tubuh Chia Swie
Kim yang ada di panggulan Tuanku Laras.
Manusia bermuka belang hitam putih itu tersentak kaget. Menyumpah marah dan
berusaha dengan segala cara untuk melepaskan libatan benang putih aneh. Namun sia-
sia saja. Malah saat itu tubuhnya seperti dikerek melayang turun ke bawah hingga
akhirnya jatuh terguling di tanah Lembah Harau, tak jauh dari air terjun Akar Berayun.
Tubuh Chia Swie Kim yang tidak terlibat benang aneh, jatuh dari bahunya dan terbaring di
tanah.
Melihat apa yang terjadi, dalam perasaan heran Datuk Marajo Sati, Wiro dan Si Kamba
Mancuang segera memburu ke tempat jatuhnya Tuanku Laras Muko Balang. Dari arah
lain mendadak muncul dua orang. Mereka ternyata adalah Ki Bonang Talang Ijo dan
Perwira Muda Teng Sien. Di saat itu pula tiba-tiba di atas pohon besar terdengar suara
tawa mengekeh. Lalu seorang berpakaian serba putih melayang turun.
“Guru!”SeruWiro.
Ternyata orang yang turun dari atas pohon adalah kakek muka tengkorak Inyiek Sukat
Tandika alias Tua Gila! Dialah tadi yang menjirat Tuanku Laras Muko Balang dengan
senjata yang dikenal bernama benang sakti Benang Kayangan yang selama ini tidak satu
kekuatan atau senjata apapun bisa memutusnya! Sambil masih tertawa mengekeh Tua
Gila sentakkan benang sakti.“Wuttt”
Serta merta pedang Al Kausar yang masih tergenggam di tangan kanan Tuanku Laras
Muko Balang berikut sarungnya yang terselip di pinggang melesat ke udara. Tua Gila
angkat tangan kiri. Sarung pedang menancap lebih dulu ke tanah. Pedang telanjang
menyusul jatuh dan langsung masuk ke dalam sarung!.
Si Kamba Mancuang cepat mendatangi Chia Swie Kim dan menolong gadis ini setelah
lebih dulu melepas totokannya. Dari balik pakaiannya Si nenek keluarkan sehelai jubah
putih lalu dikenakan ke tubuh Chia Swie Kim hingga auratnya yang nyaris telanjang kini
tertutup. Datuk Marajo Sati mendatangi Tuanku Laras lebih dulu dari Ki Bonang dan Teng
Sien. Wiro dan Si Kamba Mancuang berjaga-jaga agar kedua orang itu tidak terlalu dekat
dengan Chia Swie Kim.
“InyiekSukatTandika,terimakasih telah tolong meringkus jahanam gadang bermuka
belang ini! Mohon Inyiek melepaskan libatan benang sakti. Biarkan kami bertarung satu
lawan satu!”BerkataDatukMarajoSati.
Dari samping kiri Ki Bonang Talang Ijo membuka mulut “Orangtuayangdipanggil
Inyiek. Saya mohon gadis itu diserahkan pada Perwira Muda dari Tiongkok ini. Dia
bertanggung jawab untuk membawanya kembali ke negeri Cina!”
DatukMarajoSatimendenguslalukeluarkanucapanmengancam.“Siapa saja yang
menginginkan gadis itu harus melangkahi mayatku lebih dulu
Tua Gila tertawa. Dia tidak mengacuhkan permintaan Ki Bonang. Sementara di tanah
Tuanku Laras masih mencoba melepaskan diri dari libatan Benang Kayangan. Namun
tetap tidak berhasil. Kini dia mulai berteriak-teriak dan memaki.
“Inyiek! Lepaskan diriku! Apa kau kira aku takut berkelahi melawan Datuk mesum itu?!”
“Bukkk!”
Dimaki Datuk mesum Datuk Marajo Sati segera saja tendang dada Tuanku Laras Muko
Balang hingga orang ini terpental dan muntahkan darah kental!
“Datuk Marajo Sati,harap kau mau bersabar.Inikesempatan baik kita dapat
meneruskan pembicaraan di Bukit Batu Patah tadi malam. Gadis yang diharapkan akan
menjadi saksi sudah ada di sini.Akuakanmenanyainya...”
Tua Gila berpaling ke arah Chia Swie Kim. Gadis ini tampak ketakutan.
“Gadisberambutpanjanghitam,tidakusahtakut. Siapanamamu?”TuaGilamenyapa
dengan menanyakan nama.
Mula-mula Chia Swie Kim tak mau bicara. Namun dibujuk oleh Si Kamba Mancuang. Si
gadis jadi heran. Dia ingat dulu nenek seram bertangan sangat panjang dan bergigi perak
ini adalah salah seorang anggota rombongan Teng Sien yang mengejarnya sampai di
Bukit Melintang. Sekarang mengapa berbuat baik menolongnya ?
“Anak gadis, kau tak usah takut. Tidak akan ada seorangpun yang bakal
menyakitimu...”BerkataTuaGila.“Harapkaumaumenjawabsemuapertanyaanku.”
Akhirnya Si gadis membuka mulut juga.
“SayaterlahirdengannamaChiaSwieKim.DatukMarajoSatimemberisayanamaPuti
Bungo Sekuntum. Datuk Juga menggelari saya Kupu Kupu Giok Ngarai Sianok...”
“ApabenarkauputeriseorangPangerandinegeriCina? Melarikan diri ke negeri ini
karena dituduh berbuat zinah dengan kekasihmu?”
“BahwasayaseorangputeriPangeranituadalahbenar.Namuntuduhanbahwasaya
berbuat zinah adalah fitnah belaka. Saya melarikan diri ke negeri ini atas petunjuk Yang
Maha Kuasa. Saya dimasukkan ke dalam sebuah batu giok keramat berbentuk kupu-kupu
bernamaKupuKupuMataDewa,milikKaisarTiongkok...”
“Berartidalam tubuhmuterdapattigaunsur.TubuhataudirimuyangaslisebagaiChia
Swie Kim, lalu ujud asli Kupu Kupu Mata Dewa dan yang ke tiga ada roh anak gadis di
negeri ini yang masuk ke dalam dirimu hingga kau bisa bicara bahasa orang di sini...”
Chia Swie Kim mengiyakan dengan mengangguk perlahan.
“Anakgadis,benarkahDatukMarajoSatitelahmenolongmuketikakaudalam ujud
kupu-kupu besar diterbangkan sorban sakti milik Sutan Panduko Alam ke goa kediaman
Datuk di Ngarai Sianok?”
Chia Swie Kim menatap ke arah Datuk Marajo Sati. Hatinya hiba melihat orang ini. Lalu
diaanggukkankepaladanmenjawab.“Benarsekali.Datuk telah menyelamatkan saya,
menolong saya sebelum Perwira Muda Teng Siendanrombongannyamenculiksaya...”
“Selama berada didalam goa bersama Datuk Marajo Sati, apakah Datuk
memperlakukanmudenganbaik...”
Chia Swie Kim mengangguk lagi.“Datuk sangatmemperhatikan dan menjaga
keselamatan saya. Datuk punya seekor burung elang besar yang selalu ikut berjaga-jaga
diluargoa.”
“ApakahselamaberadadigoaDatukMarajoSatipernahmelakukanperbuatanyang
tidaksenonohterhadapdirimu?”BertanyaTuaGila.
“Tidak pernah inyiek. Datuk menganggap saya sebagai anak dan saya menganggap
Datuksebagaiayahsendiri...”JawabChiaSwieKim.
“Apakahkauberkatajujurwahaianakgadis?”tanyatuaGila.
“SayatidakberdustaInyiek.Sayaberanibersumpahbahwasayamengatakan hal yang
benar.”
“PerempuanJahanam culas! Pendusta besar!”Tiba-tiba Tuanku Laras Muko Balang
berteriak.“Ketikaberadadalam goadiLembahHaraukaumenceritakanpadakubahwa
Datuk keparat itu telah merampas kehormatanmu! Keperawanmu! Kau katakan Datuk
celaka itu telah menidurimu berulang kali! Kau ketakutan kalau sampai berbadan dua!”
Semua orang yang ada di tempat itu jadi tersentak kaget! Semua mata ditujukan pada
Datuk Marajo Sati.
“PutiBungo Sekuntum...Bagaimana mungkin kau...”Suara Datuk Marajo Sati
bergetar. Chia Swie Kim lari dan jatuhkan diri di hadapan Datuk Marajo Sati. Dengan air
mata berlinang dia berkata.
“Datuk,saya tahu Datuk tidak pernah berlaku keji terhadap diri saya. Saya
menceritakan kedustaan itu pada Tuanku Laras untuk membuat dia marah. Saya lebih
suka dalam kemarahannya dia membunuh saya dari pada kemudian melakukan
perbuatan terkutuk. Kalau saja Datuk dan kawan-kawan tidak cepat datang
menyelamatkan saya, Tuanku Laras pastilah sudah melakukan perbuatan terkutuk itu.
Tadi sebelum diberi pakaian oleh nenek itu. Datuk melihat sendiri pakaian saya yang
robek-robek karena hendak ditanggalkansecarapaksa...”
Datuk Marajo Sati menggembor marah. Kembali kakinya hendak menendang. Kali ini
ditujukan ke kepala Tuanku Laras Muko Balang. Namun Inyiek Sukat Tandika cepat
menghalangi dengan membelintangkan Benang Kayangan di hadapan sang Datuk.
“DatukMarajoSati.Janganperturutkanhawaamarah.Datukharusbersyukurbahwa
kebenaran telah tersingkap. Apa yang selama ini dituduhkan padamu ternyata hanya
fitnah belaka. Datuk bersih, tiada dosa, tidak ada perbuatan mesum dan kekejian yang
telah Datuk lakukan. Bahkan semoga Allah memberikan rakhmat pada Datuk karena
Datuk memang menolong gadis bernama Chia Swie Kim itu demi Allah semata, Lillahi
Ta’ala,bukandenganmaksudlainyangtersembunyi.Gadisitutelahbersaksi bahkan mau
bersumpahbahwadiatidakberdusta...”
“Inyiek,kalaubegitubebaskanmanusia durjana ini dari libatan benang sakti. Biar kami
bertarung sampai salah satu dari kami menemui ajal kematian!”
“Datuk,sepertikatakudiBukitBatuPatah,akukemaribukanuntukmembuatonaratau
ingin melihat keonaran. Biarlah hukuman Kerajaan yang akan berlaku terhadap Tuanku
Laras...”
Walau dendam kesumatnya terhadap Tuanku Laras tidak akan habis sampai ke liang
kubur namun saat itu Datuk Marajo Sati terpaksa mengikuti ucapan Tua Giia. Dia bertanya
“Lalubagaimanadenganorangtua dari Jawa dan Perwira dari Cina ini? Mereka harus
bertanggung jawab atas kematian beberapa tokoh di negeri ini. Termasuk kematian Sutan
Panduko Alam dan Datuk Panglimo Kayo. Orang Cina ini, saya melihat sendiri dia
membunuhPandekaBumiLangitDariSumanik...”
“Datuk,semuaitu terjadi karena hukum sebab akibat. Tapi biar kita serahkan perkara
mereka padakebijaksanaanSriBagindaRajadiPagaruyung.”
“Inisungguhsangattidakadil!”Tiba-tiba Ki Bonang Talang Ijo berteriak marah.
“Tuabangkatidaktahudiri! Inyiek sudah memberi kesempatan dan perlindungan
padamu! Kalau kau ingin keadilan aku bersediamemberikan!”Yangberkatakerasadalah
Si Kamba Mancuang. Begitu mengakhiri ucapan nenek ini pentang kedua tangannya. Dua
tangan melesat panjang, melibat sekujur tubuh Ki Bonang mulai dari dada sampai ke kaki.
Meskipun Ki Bonang berilmu kepandaian tinggi namun diserang mendadak begitu rupa
membuat dia lengah. Apa lagi luka di kening dan matanya belum sembuh. Tulang-tulang
tubuhnya mulai berkeretakan. Selagi dia berusaha melepaskan diri, Si Kamba Mancung
berteriak.
“Inipembalasanataskematiansaudarakembarku!”DarimulutSi nenek menyembur
dua larik cahaya putih perak panas. Ki Bonang hanya sempat keluarkan keluhan pendek.
Kepalanya yang terkena semburan ilmu Angin Merapi Merambah Bumi berubah hitam
gosong dan mengepulkan asap. Begitu dua tangan yang membelit tubuhnya dilepas,
orang tua ini langsung roboh ke tanah tanpa nyawa lagi Teng Sien berteriak marah tapi
dia tidak melakukan apa-apa. Dia juga tidak melawan sewaktu Tua Gila mengikat
tubuhnya dengan Benang Kayangan.
Pendekar 212 Wiro Sableng memberi isyarat pada Si Kamba Mancuang. Lalu pada
gurunyadiaberkata“Kek,rasanyaurusansudahselesai,sayadannenekini mohon diberi
izinuntukmeninggalkantempatini.SayaberjanjimengunjungiKakekdiGunungKerinci.”
Tua Gila tersenyum. Dia tidak menjawab. Namun saat itu Wiro mendengar suara
mengiang di telinganya.
“RupanyakaulebihsukapadanenekpeotdisebelahmudaripadagadisCinaitu. He…
he… Ingat ucapanku tadi malam, ujud asli nenek itu sebenarnya adalah seorang gadis
cantik sekali. Kalau kau ingin dia kembali kepada ujudnya semula kau harus mencari tiga
buah Jambak yang alur putih dan alur merahnya masing-masing berjumlah tujuh. Sebelum
memakan tiga buah itu suruh dia membaca Ayal Kursi tujuh kali. Setelah itu kau akan
melihat kekuasaan Tuhan, apa yang akan terjadi atas dirinya. Bisa-bisa kau tidak ingat
lagi pulang ke tanah Jawa! Ha…ha…ha!”(BuahJambak=JambuBol)
“Terimakasih Kek, terima kasih.Izinkankamipergi...”Wiromembungkukdalam-
dalam.
Wiro lalu menarik tangan Si Kamba Mancuang. Nenek ini meski bingung mengikut saja.
Di tengah jalan dia bertanya.
“Wiro,aku tidakmendengargurumu bicara apa-apa. Mengapa kau berulang kali
mengucapkan terima kasih...”
Wiro membuka kopiah hitam pemberian Si neneklalumenggarukkepala.“JambuBol,
Nek,”katasangpendekar.
“JambuBol?Apaitu?”tanyaSi nenek pula.
Sambil tertawa-tawa Wiro berkata.“Nek,aku dan guruku sudah tahu siapa kau
sebenarnya.Beliaumemberitahucarauntukmengembalikanujudmu...”
Wajah Si Kamba Mancuang berubah memucat“Kaujanganbergurau.Hanyaguruku
Inyiek Susu Tigo yang tahu keadaan diriku dan satu-satunya orang bisa mengembalikan
keadaandirikudenganmanteraPetang!TurunKeBumi.”
“Gurumubarupunyasusutigo.Akupunyasusuempat! Apa aku tidak lebih hebat. Kau
maulihatsusukuyangdualagi?”laluWiropura-pura hendak membuka celana hitam yang
dikenakannya! Karuan saja Si nenek jadi terpekik dan lari meninggalkan Wiro.
LIMA BELAS
PAGI itu juga Tuanku Laras dan Perwira Muda Teng Sien dalam keadaan diikat Benang
Kayangan dibawa ke Pagaruyung. Sehari kemudian setelah Sri Baginda memimpin
pertemuan dengan para tokoh cerdik pandai di Kerajaan diambil keputusan. Tuanku Laras
Muko Balang dijatuhi hukuman penjara selama dua belas tahun. Pedang Al Kausar disita
dan disimpan di dalam satu ruang rahasia. Selain itu untuk menjaga hal-hal yang tidak
diingini seorang sakti menguras habis seluruh ilmu kepandaian dan kesaktian orang ini.
Namun ada satu ilmu terlupa dimusnahkan yaitu Ilmu Bayangan Menipu Mata. Baru
beberapa lama manusia bermuka belang ini mendekam dalam penjara yang terletak di
pinggir timur Pagaruyung, pada saat Siang berganti malam terjadi kegegeran. Tuanku
Laras lenyap, pengawal yang memegang kunci penjara ditemui tewas. Pedang Al Kausar
hilang tak berbekas dari dalam ruang penyimpanan! Apa yang telah terjadi? Dengan
mempergunakan Ilmu Bayangan Menipu Mata pada saat matahari terbenam Tuanku
Laras merubah diri menjadi menyerupai Penghulu Sangkalo kusir kereta yang membawa
Tua Gila ke Bukit Batu Patah. Dia berteriak-teriak minta dikeluarkan. Meskipun tak
mengerti bagaimana sang Penghulu ada di dalam penjara, pengawal membuka juga pintu
ruang tahanan. Begitu keluar Tuanku Laras langsung membunuh pengawal itu lalu masih
dalam ujud Penghulu Sangkalo dia menyelinap masuk ke dalam Istana dan berhasil
menemukan tempat penyimpanan Pedang Al Kausar. Begitu menggenggam gagang
pedang, seluruh ilmu kesaktian Tuanku Laras yang sudah dikuras kembali pulih dan
berada lagi dalam tubuhnya.
***
HANYA beberapa waktu setelah kaburnya Tuanku Laras dari penjara dan lenyapnya
Pedang Al Kausar, Pendekar 212 Wiro Sableng bersama Si Kamba Mancuang tengah
dalam perjalanan menuju Pagaruyung. Tiba-tiba dikejauhan terdengar suara beduk
dipukul orang tiada henti.
“TabuhLaranganditabuhorang.AdasatuperkarabesarterjadidiPagaruyung,”kataSi
Kamba Mancuang. Baru saja nenek ini berucap tiba-tiba dari balik kerapatan pepohonan
di samping kiri mereka terdengar suara dua orang saling membentak dan suara
beradunya senjata. Lalu tampak cahaya putih berkelebat beberapa kali disertai suara deru
keras. Ujung kain putih yang melingkar di pinggang Si Kamba Mancuang mendadak
mencuat naik ke udara.
Kain putih ini adalah kain yang pernah dipakai untuk membungkus Pedang Al Kausar.
Si nenek keluarkan seruan tertahan.
“AdaapaNek?”tanyaWiro.
“PedangAlKausar...senjataituadadidekatsini!”JawabSi Kamba Mancuang. Dia
menatapkearahpepohonan.“Akukira...”
Dari balik pepohonan terdengar suara orang menjerit disusul suara orang tertawa. Wiro
tidak menunggu Si nenek menyelesaikan ucapan. Sekali lompat saja dia sudah berada di
balik deretan pepohonan. Si Kamba Mancuang mengikuti. Walau keadaan di tempat itu
mulai gelap, tapi cukup mudah bagi Wiro dan Si nenek mengenali siapa adanya dua orang
yang tengah bertarung. Yang di sebelah kanan bukan lain adalah Tuanku Laras Muko
Balang, memegang Pedang Al Kausar. Di hadapannya berdiri Sutan Manjinjing Langit.
Jubah putihnya di bagian dada robek besar dan ada noda darah. Di tanah tergeletak
sebilah lading (golok) Saat itu Pedang Al Kausar di tangan Tuanku Laras tengah
membabat ke arah leher Sutan Manjinjing Langit. Bagaimana kedua orang itu bisa berada
di tempat itu dan terlibat dalam pertarungan?
Seperti dituturkan sebelumnya walau Sutan Manjinjing Langit meninggalkan Bukit Batu
Patah atas permintaan Tua Gila, namun orang tua yang sangat mendendam terhadap
Tuanku Laras ini sambil mencari akal bagaimana caranya dapat menuntut balas, diam-
diam mengikuti rombongan Tua Gila ke Pagaruyung. Sewaktu Tuanku Laras melarikan diri
dari penjara dan mencuri Pedang Al Kausar dari Istana Pagaruyung, kakak Sutan
Panduko Langit yang menemui ajal di tangan Ki Bonang dan kawan-kawan termasuk
Tuanku Laras ini melakukan penguntitan. Saat itu Tuanku Laras telah kembali ke ujudnya
yang asli. Sadar kalau ilmu Silat dan kesaktiannya berada jauh dibawah Tuanku Laras
maka untuk beberapa lama Sutan Menjinjing Alam hanya mengikuti, tidak berani
menghadang atau menyerang.
Rupanya Tuanku Laras tahu kalau dirinya tengah diikuti orang. Semula dia menyangka
orang Istana yang menguntit. Padahal saat itu dia tengah bersiap untuk melayang terbang
dengan mengandalkan pedang sakti. Dia jadi terkejut dan marah besar ketika melihat
ternyata Si penguntit adalah Sutan Manjinjing Langit. Tanpa banyak bicara lagi Tuanku
Laras pergunakan Pedang Al Kausar untuk menyerang Sutan Menjinjing Langit. Yang
diserang keluarkan landing (golok) besar. Namun sekali bentrokan saja senjata Sutan
Menjinjing Langit terpental patah sedang ujung pedang Tuanku Laras berhasil melukai
dadanya. Serangan berikutnya Tuanku Laras babatkan pedang ke arah leher Sutan
Manjinjing Langit yang dalam keadaan terluka dan tidak bersenjata tidak berdaya lagi
untuk menyelamatkan diri.
Hanya sekejapan lagi Pedang Al Kausar akan menabas putus leher Sutan Manjinjing
Langit, tiba-tiba selarik kain putih panjang berkelebat di udara, ujungnya memukul badan
pedang hingga terpental.
“Jahanamkurangajar! Siapa…?!”
Bentakan Tuanku Laras terputus ketika dia melihat dua orang yang berdiri di
hadapannya. Pemuda berambut panjang dan Si nenek bergigi perak. Si pemuda berdiri
dengan tangan kiri bertolak pinggang sementara di tangan kanan memegang kain putih
panjang.
“Kalian! Jahanam kalera! Aku memang sudah lama ingin membantai kalian berdua!”
Tuanku Laras berteriak penuh marah. Secepat kilat dia melompat sembari membabatkan
pedang sakti di tangan kanan.
Cahaya putih berkilau bertabur, melanda ke arah Wiro dan Si Kamba Mancuang! Kedua
orang yang diserang begitu merasa sekujur tubuh bergetar oleh sambaran angin senjata
lawan dengan cepat bergerak mundur sambil lepaskan dua pukulan tangan kosong
bertenaga dalam tinggi yang membuat lawan tergontai-gontai. Tuanku Laras cepat
melompat setengah tombak sambil tangan kiri balas menghantam, melepas pukulan sakti
bernama Cahayo Ganto Bisu. Selarik Sinar kelabu tanpa suara berkiblat Tuanku Laras
lipat gandakan kekuatan pukulannya dengan cara mendorong badan pedang ke depan.
“Dess! Desss!”
Si Kamba Mancuang terpekik ketika tubuhnya terpental sampai empat langkah akibat
sambaran Sinar kelabu. Dada sesak. Di sela bibir kelihatan lelehan darah! Wiro sendiri
terhuyung-huyung, dada dan kepala mendenyut nyeri. Dalam keadaan seperti itu Tuanku
Laras tidak mensia-siakan kesempatan. Kembali dia menyerbu. Pedang Al Kausar berpijar
terang di dalam gelapnya malam pertanda Tuanku Laras dalam menyerang mengerahkan
seluruh tenaga dalam yang dimilikinya.
Tuanku Laras berlaku cerdik. Dia tahu diantara kedua lawannya Si nenek lebih rendah
ilmu kepandaiannya dibanding Wiro. Maka serangannya kali ini diarahkan telak-telak pada
Kamba Mancuang. Si nenek yang tengah mengalami sakit akibat luka di dalam ternyata
memang agak lalai menghadapi serangan kali ini.
“Nek,awaspedang!”TeriakWiro.Tangankiri didorong ke arah Si Kamba Mancuang.
Sesiur angin deras membuat tubuh Si nenek terjengkang menjauhi pedang sampai dua
langkah hingga selamat dari ujung pedang. Namun hebatnya Pedang Al Kausar, begitu
serangan menghantam tempat kosong, senjata sakti ini terus mengejar. Tubuh Tuanku
Laras ikut terangkat ke udara. Ujung pedang bergetar berubah menjadi dua belas. Si
Kamba Mancuang sulit mengetahui mana ujung pedang yang asli mana yang hanya
bayangan. Dia meniup, menangkis dengan Ilmu Angin Merapi Merambah Bumi. Dua larik
Sinar putih panas menghambur dari dua deretan gigi perak. Namun Pedang Al Kausar
terus melaju, menembus dua larik sinar putih.
“Bett!”
Si nenek terpekik ketika segumpal rambut putihnya putus dibabat mata pedang. Selagi
dia berusaha menjauhi lawan, Pedang Al Kausar dengan kecepatan kilat berbalik
menyambar ke arah pinggang. Kali ini sama sekali tidak ada kemungkinan bagi Si Kamba
Mancuang untuk menyelamatkan diri. Sekejapan lagi tubuhnya akan terkutung dua tiba-
tiba satu teriakan lantang menggelegar.
“KapakNagaGeniDuaSatuDua!”
Cahaya luar biasa terang yang menindih terangnya cahaya Pedang Al Kausar berkiblat
di udara disertai suara mengaung laksana ratusan tawon mengamuk. Hawa panas
menghampar!
“Trang!”
Tuanku Laras berseru kaget Pedang Al Kausar gompal dan terlepas mental dari
genggaman tangan kanan. Dia tidak sempat mengetahui senjata apa yang menghantam
mental Pedang Al Kausar karena saat itu juga benda bercahaya putih dan menebar panas
telah menyambar ke arah wajahnya. Tuanku Laras berteriak keras.
“Craas! Kraaak!”
Suara teriakan Tuanku Laras putus. Sosoknya seperti dihantam angin prahara,
mencelat sejauh tiga tombak, terbanting ke tanah. Kepala hangus dan terbelah
mengerikan!
Si Kamba Mancuang dan Sutan Menjinjing Alam terbeliak tak percaya ketika
menyaksikan benda yang merenggut nyawa Tuanku Laras itu ternyata adalah sebuah
kapak bermata dua terang menyilaukan. Keduanya sampai-sampai berseru karena
tercekat kagum ketika melihat bagaimana senjata itu kemudian masuk dan lenyap di
dalam dada Pendekar 212 Wiro Sableng!
“Nek,janganbengongsaja! Lekasambilpedangitu!”KataWiropadaSi Kamba
Mancuang sambil menunjuk pada Pedang Al Kausar yang tercampak di tanah.
“Persetandenganpedangitu.”JawabSi nenek.“Akumautanyadulu.Kauini memiliki
ilmu setan atau apa. Gila! Bagaimana kapak sebesar itu bisa keluar masuk tubuhmu! Ah...
pantas... pantas Inyiek Tandika memanggilmu Anak Setan!”
Wiro cuma bisa menyengir. Tiba-tiba di kejauhan kelihatan puluhan penunggang kuda
membawa obor mendatangi.
“Orang-orang Kerajaan Pagaruyung. Nek, ayo kita cepat pergi dari sini...”Wirotarik
lengan Si nenek. Keduanya lenyap dalam kegelapan malam meninggalkan Sutan
Manjinjing Langit yang terluka yang dalam sakitnya tercengang-cengang menyaksikan apa
yang telah terjadi.
***
BAGAIMANA dengan Teng Sien? Perwira Muda Kerajaan Tiongkok ini dihukum
sepuluh tahun penjara. Tiga batang emas yang ditemui dibalik pakaian Ki Bonang dan
Tuanku Laras disita oleh Kerajaan dan kelak dipergunakan untuk kesejahteraan negeri
dan rakyat. Akan halnya rahasia satu peti batangan emas yang disembunyikan oleh Ki
Bonang dan Teng Sien tidak pernah diketahui orang dan tidak pernah terungkap.
Pada pertengahan tahun kedua hukuman yang dijalani Teng Sien, dua orang utusan
tingkat tinggi dari Kerajaan Tiongkok menemui Sri Baginda Raja Pagaruyung. Mengingat
persahabatan yang telah terjalin lama antara dua Kerajaan serta demi hubungan masa
depan yang lebih baik Sri Baginda Raja kemudian membebaskan Teng Sien. Sebagai
imbalan Kerajaan Tiongkok membeli banyak sekali rempah-rempah serta menghadiahkan
berbagai barang seperti pecah belah dan cita serta perhiasan. Beberapa orang pandai di
Pagaruyung dikirim ke Tiongkok untuk mempelajari berbagai macam ilmu pengobatan.
Sementara itu Datuk Marajo Sati menceraikan istrinya Gadih Puti Seruni lalu
memencilkan diri bertapa lebih mendekatkan diri kepada Tuhan di puncak Gunung Merapi.
Tak lama sesudah itu terbetik kabar bahwa Gadih Putih Seruni melangsungkan
pernikahan dengan Pakih Jauhari. Keduanya kemudian meninggalkan tanah Minang pergi
ke pulau Jawa. Kepada Pakih Jauhari Puti Seruni memberi tahu bahwa sekian lama kawin
dengan Datuk Marajo Sati, sang Datuk belum pernah menyentuh dirinya. Tentu saja Pakih
Jauhari merasa sangat bahagia mendapatkan istrinya masih seorang anak perawan suci.
Akan halnya Chia Swie Kim, gadis Cina ini tidak mau kembali ke negerinya. Dia memilih
tetap berada di tanah Minang dan tinggal di satu tempat sunyi tapi indah di lereng Gunung
Singgalang. Dia memakai nama Puti Bungo Sekuntum yaitu nama yang diberikan Datuk
Marajo Sati. Sesekali dia menemui ayah angkatnya Datuk Marajo Sati di Gunung Merapi.
Dari sang Datuk gadis ini mendapat banyak sekali ilmu kesaktian.
Sebelum meninggalkan Minangkabau, Teng Sien dengan dikawal beberapa orang
berkepandaian tinggi dari Kerajaan Pagaruyung diizinkan menemui Puti Bungo Sekuntum
di Gunung Singgalang. Atas permintaan Teng Sien, disaksikan orang banyak Puti Bungo
Sekuntum dibantu dengan kesaktian yang didapatnya dari Datuk Marajo Sati merubah diri
menjadi kupu kupu besar, lalu kupu-kupu ini berubah ke dalam ujud kupu kupu batu giok
bermata biru menyala, Kupu Kupu Mata Dewa. Teng Sien merasa gembira. Walau tidak
bisa membawa Chia Swie Kim ke hadapan Pangeran di Tiongkok, tapi dia berhasil
mendapatkan kembali Kupu Kupu Mata Dewa yang keramat, pusaka utama Kerajaan dan
menyerahkan pada Kaisar. Untuk keberhasilannya ini Teng Sien dinaikkan pangkatnya
dua tingkat menjadi Perwira Tinggi.
Akan halnya Datuk Bandaro Putih dan Datuk Kuning Nan Sabatang tidak terdengar
kabar beritanya. Pengganti almarhum Datuk Panglimo Kayo selaku Penghulu di Luhak
Tanah Datar untuk beberapa lama tidak pernah diangkat. Sedang jabatan Datuk Pucuk
Luhak Nan Tigo yung dulu dipangku Datuk Marajo Sati dihapuskan.
Bagaimana dengan Si Kamba Mancuang ? Apakah sesuai petunjuk Tua Gila Wiro
berhasil mengembalikan ujud nenek itu kebentuknya semula yaitu seorang gadis cantik
jelita?
Lalu bagaimana pula ceritanya dengan Denok Tuba Biru yang dikejar-kejar oleh Inyiek
Susu Tigo yang telah menganggapnya sebagai Istri? Nantikan kelanjutan kisah riwayat
orang-orang tersebut dalam serial khusus.
TAMAT
Ikuti kisah petualangan Pendekar 212 Wiro Sableng dalam judul yang segera terbit:
MALAM JAHANAM DI MATARAM
Bhumi Mataram dilanda malapetaka mengerikan akibat perbuatan dukun-dukun jahat
peliharaan orang-orang yang hendak merebut tahta Kerajaan. Orang-orang sakti
berkepandaian tinggi yang ada di Mataram tidak mampu menumpas. MIMBA yang dikenal
dengan julukan SATRIA LONCENG DEWA hampir berhaSil menyelama tkan Kerajaannya
namun harus menghadapi 100 Jin Perut Bumi yang sangat ganas. Satria belia ini
memohon pertolongan Dewa di Kahyangan, mendapat petunjuk satu-satunya orang yang
diharapkan bisa menyelamatkan Bhuml Mataram adalah seorang pendekar muda yang
didalam tubuhnya tersimpan sebuah senjata sakti mandraguna. Sayangnya sang
pendekar itu hidup di masa 800 tahun yang akan datang. Mungkinkah dalam
keberadaannya yang maSih tiada itu dia bisa didatangkan untuk menyelamatkan rakyat
dan Kerajaan Mataram? Siapakah gerangan adanya pendekar dalam petunjuk para Dewa
tersebut
0 comments:
Posting Komentar