"Allahumma ajirni minannar" adalah doa dalam bahasa Arab yang berarti "Ya Allah, lindungilah aku dari api neraka."👉Catatan Penting Buat Penggemar Cerita Silat Di Blog Ini .. Bahwa Cerita Ini Di Buat Pengarang Nya Sebagian Besar Adalah Fiksi Semata..Ambil Hikmahnya Dan Tinggalkan Buruk Nya.. semoga bermanfaat.. semoga kita semua kelak mendapatkan surga dari Allah SWT.. aamiin...(Hadits tentang tiga perkara yang tidak terputus pahalanya setelah meninggal dunia adalah: Sedekah jariyah, Ilmu yang bermanfaat, Anak sholeh yang mendoakannya. Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra ) ..(pertanyaan Malaikat Munkar dan nakir di alam kubur : . Man rabbuka? Atau siapa Tuhanmu? 2. Ma dinuka? Atau apa agamamu? 3. Man nabiyyuka? Atau siapa nabimu? 4. Ma kitabuka? Atau apa kitabmu? 5. Aina qiblatuka? Atau di mana kiblatmu? 6. Man ikhwanuka? Atau siapa saudaramu?)..sabda Rasulullah Saw mengenai keutamaan bulan suci Ramadhan dalam sebuah hadits yang berbunyi: “Telah datang kepadamu bulan Ramadhan, bulan yang diberkahi, Allah telah mewajibkan padamu berpuasa di bulan itu..

Minggu, 03 Agustus 2025

PENDEKAR SLEBOR EPISODE SAMURAI BERDARAH

Samurai Berdarah

 


Episode I : PEMBUNUH DARI JEPANG

Episode II : SAMURAI BERDARAH


Dilarang mengcopy atau memperbanyak

sebagian atau seluruh isi buku ini

tanpa izin tertulis dari penerbit

Serial Pendekar Slebor

dalam episode:

Samurai Berdarah

128 hal.


1


Tempat yang tadi dipenuhi ranggasan semak belukar

dan pepohonan itu hening. Di sana-sini nampak

tumbangnya beberapa buah pohon dan ranggasan semak

yang tercabut, hingga secara tak langsung tempat itu telah

membentuk sebuah tanah lapang yang cukup lebar.

Dedemit Tapak Akhirat yang sedianya hendak

lepaskan pukulannya pada Pendekar Slebor, masih

terdiam dengan kening dikernyitkan. Tangan kirinya masih

terangkat tinggi-tinggi seolah lupa untuk diturunkan

kembali.

Berjarak tiga tombak dari sebelah kanannya,

Pendekar Slebor nampak memperhatikan dengan kening

berkerut pula. Bukan hanya karena Dedemit Tapak Akhirat

yang hentikan pukulannya, tetapi juga dikarenakan dia

telah diselamatkan oleh seseorang yang entah siapa.

"Jahanam terkutuk!!" maki lelaki berpakaian hitam-

hitam terbuka di bagian dada yang tampakkan tonjolan

tulang-tulangnya. Sepasang matanya yang bercahaya

kelabu itu terbuka lebih lebar. Sorotnya tajam dan

mengecilkan. "Siapa orang yang barusan halangi

seranganku pada pemuda celaka itu?!" desisnya lagi,

menyusul dia keluarkan dengusan.

Serta-merta diputar tubuhnya, diarahkan kembaii

pandangannya pada Pendekar Slebor. Napasnya

mendengus-dengus dengan sorot mata kian menusuk.

Sesaat tak ada yang keluarkan suara. Siang terus

merambat menuju senja. Karena di tempat itu penuh

dengan jajaran pepohonan, sinar matahari yang

seharusnya masih menyengat tak begitu terasa.

Tatkala Pendekar Slebor dalam keadaan terdesak,

Dedemit Tapak Akhirat yang telah mendapatkan kain

pusaka bercorak catur, meluncur deras untuk habisi nyawa

Pendekar Slebor. Diputar-putarnya kain pusaka bercorak

catur yang keluarkan suara mendengung laksana ribuan

tawon murka dan menyusul menggebraknya gelombang

angin raksasa. Sadar kalau bahaya mengancam dan bisa-

bisa dirinya tewas oleh kain pusakanya sendiri, kendati dia

terluka dalam, pemuda urakan pewaris ilmu Pendekar

Lembah Kutukan itu masih coba untuk menghalangi

serangan lawan.

Namun sebelum dua serangan itu berbenturan,

mendadak saja satu gelombang angin telah memapaki

labrakan serangan Dedemit Tapak Akhirat, yang seketika

membuyar dan menghantam tempat kosong. Menyadari

ada orang yang hendak menolong Pendekar Slebor, lelaki

bertampang tengkorak itu segera menerjang ke samping

kanan, ke arah datangnya gelombang angin tadi. Namun

mendadak saja dia justru urungkan niat untuk lepaskan

pukulan. Karena tak dijumpainya siapa pun juga di sana!

(Untuk mengetahui lebih jelas, silakan baca: "Pembunuh

Dari Jepang").

Beberapa helai daun berguguran dihembus angin.

Bersamaan dengan itu, Dedemit Tapak Akhirat

membentak, "Siapa pun yang coba menyelamatkanmu,

akan kubunuh! Ketahuilah... nyawamu tinggal beberapa

kejap lagi!!"

Mendengar ancaman orang, bukannya menjadi jeri,

justru makin memancing keurakan Andika. Sambil

mengangkat kedua alisnya hingga sepasang mata yang

berkilat-kilat jenaka terbuka lebih lebar, pemuda berpa-

kaian hijau pupus ini berkata, "Apa tidak ada tenggang rasa

dulu, nih? Maksudku... jangan membunuhku dulu? Soalnya

aku belum makan! Bisa-bisa cacing tanah jadi enggan

untuk menggerogoti tubuhku!!"

"Sinting!!" geram Dedemit Tapak Akhirat dengan

sepasang rahang bergerak-gerak.

"Wah! Jadinya tidak boleh?" sahul Andika lagi

sementara diam-diam dia membatin, "Siapa gerangan yang

tadi memapaki serangan lelaki bertampang tengkorak ini?

Menilik gelombang angin yang datang, jelas orang itu

bukan orang yang dapat dipandang sebelah mata.

Kalaupun memiliki ilmu cuma setengah, tak mustahil justru

orang itu akan terluka. Tetapi selain memupuskan

serangan kain bercorak catur yang digerakkan Dedemit

Tapak Akhirat, orang itu juga sulit ditemukan."

Mendadak terdengar bentakan menggelegar, "Setan

keparat!! Mampuslah kau...!!"

Habis bentakannya, dengan kegeraman yang

menjadi-jadi, Dedemit Tapak Akhirat memutar kembaii kain

bercorak catur milik Andika. Dia memang berniat untuk

menghabisi nyawa Andika dengan senjata milik pemuda ilu

sendiri.

Serta-merta bergulung angin dahsyat yang

mematahkan dahan-dahan pohon hingga berpentalan jauh.

Tanah yang terkena gelombang angin itu pun

membumbung tinggi. Belum lagi suara dengungan

mengerikan yang ditimbulkan akibat putaran kain bercorak

catur. Diiringi teriakan mengguntur, lelaki bertampang

tengkorak ini segera menggebrak.

Andika yang tadi mempergunakan kesempatan guna

memulihkan jalan napasnya, segera surutkan langkah tiga

tindak ke belakang. Bersamaan dengan itu segera

diangkat, lalu didorong kedua tangannya yang telah dialiri

ajian 'Guntur Selaksa'.

Namun lagi-lagi, sebelum ganasnya labrakan kain

bercorak catur mengenai sasarannya, mendadak saja satu

gelombang angin telah memapaki kembaii.

Blaaammmm!!

Dedemit Tapak Akhirat memaki-maki keras saat

tubuhnya agak terhuyung ke belakang. Bahkan tangan

kanannya yang memegang kain bercorak catur seperti

terseret ke belakang akibat kuatnya dorongan angin yang

menderu dari samping kiri.

Kejap itu pula, lelaki berpakaian hitam-hitam ini

langsung membuang tubuh ke samping kanan dengancara

bergulingan, tatkala terdengar suara laksana salakan

guntur menggebrak ke arahnya. Karna pada saajl itu.

serangan ajian 'Guntur Selaksa' yang dilepaskan Andika

sudah menderu.

Blaar! Blaarrrr!

Dua buah pohon yang berada di belakangnya,

terhantam. Menyusul terdengar suara berderak dan

bergemuruh di saat kedua pohon itu tumbang.

"Jahanam sial!!" makinya keras dengan sorot mata

tak berkedip pada Andika.

Sementara itu pemuda berambut gondrong acak-

acakan ini cuma mengangkat kedua bahunya.

Sesungguhnya Andika sendiri sangat penasaran, siapakah

orang yang dua kali halangi serangan Dedemit Tapak

Akhirat.

Dan mendadak saja dia seperti diingatkan sesuatu,

tatkala menyadari kalau serangan yang dilancarkan

Dedemit Tapak Akhirat mempergunakan kain bercorak

caturnya. Dari teringat akan ha! itu, pemuda pewaris ilmu

Pendekar Lembah Kutukan ini justru mendengus dan

memaki-maki dalam hati, "Huh! Siapa lagi orangnya yang

bisa menahan serangan dari kain bercorak catur kalau

bukan orang tua itu?!"

Di tempatnya Dedemit Tapak Akhirat masih terdiam.

Mulutnya rapat mengatup dengan kedua pelipis bergerak-

gerak. Sikapnya sekarang agak tegang.

"Setan alas! Dua kali orang yang tak kuketahui di

mana dia berada menyelamatkan pemuda celaka ini?

Siapa sebenarnya dia? Gebrakannya yang kedua tadi

sungguh luar biasa! Jelas kalau dia bukan orang

sembarangan."

Habis membatin begitu, Dedemit Tapak Akhirat'

membuka mulut, "Orang lancang yang ingin mampus!

Mengapa hanya bisa menyerang dari tempat tersembu-nyi,

hah?! Bila memang ingin mampus, cepat tampakkan

wajahmu!!"

Tak ada sahutan apa-apa. Keadaan itu membuat

Dedemit Tapak Akhirat bertambah murka. Parasnya yang

telah merah legam dengan napas mendengus-dengus

sudah membuktikan betapa lelaki tua ini tak mampu lagi

menahan kegusarannya.

Melihat keadaan yang melanda Dedemit Tapak

Akhirat, keisengan Pendekar Slebor kumat lagi, "Wah!

Kalau dalam buku-buku, pasti di kepalamu sudah

mengepul asap tebal, ya? Kasihan! Sungguh malang

nasibmu, Dedemit Pohon Jambu!!"

"Setan keparat!! Kucabik-cabik tubuhmu!!"

mengguntur suara Dedemit Tapak Akhirat seraya

melemparkan kain bercorak catur asal saja, yang mendarat

di sebuah ranggasan semak.

Bersamaan dia melompat ke depan, kedua

tangannya ditepukkan kembaii. Serta-merta meluncur

gelombang angin yang keluarkan sinar merah ke arah

Andika.

Namun lagi-lagi sebelum serangan itu sampai, satu

gelombang angin yang kali ini menderu dari samping

kanan, telah memutuskan serangannya.

Bahkan Dedemit Tapak Akhirat sampai suruf tiga

tindak ke belakang. Saat kembali tegak dia berteriak

keras dengan kedua tangan bergerak-gerak liar di depan

dada, "Heaaaaa!!!"

"Busyet! Maujadi tarzan rupanya! Auwwoooooo!!".

teriak Andika dengan kedua tangan membentuk curung.

Menyusul dengan ganasnya Dedemit Tapak Akhirat

gerakkan tangannya ke segenap penjuru. Suasana di

tempat itu seketika berubah laksana dilanda angin topan.

Ranggasan semak belukar langsung tercabut dan

beterbangan. Tanah membubung tinggi. Suara gemuruh

pohon tumbang terulang kali terdengar.

Andika sendiri segera menghindar untuk selamatkan

dirinya dari kekalapan Dedemit Tapak Akhirat.

"Busyet! Biar kau bongkar tempat ini, mana mau

lelaki tua bangka itu keluar?!" sungutnya dalam hati. Dan

tatkala dia tiba pada ranggasan semak belukar di mana

kain bercorak caturnya bertengger, dengan segera

disambarnya kain pusaka itu. "Kalau dibiarkan begini terus

bisa berabe! Bisa-bisa aku sendiri yang akan mati konyol!"

Memutuskan demikian, serta-merta pemuda dari

Lembah Kutukan ini menggebrak ke depan. Dengan

mcngalirkan ajian 'Guntur Selaksa' pada kain bercorak

caturnya, segera diputarnya ke arah Dedemit Tapak Akhirat

Terkejut bukan alang kepalang Dedemit Tapak

Akhirat tatkala mefasakan gelombang angin menderu ke

arahnya. Segera dia bersiap untuk pergunakan ilmu Tapak

Akhirat'. Namun karena gebrakan Andika lebih cepat,

akibatnya sebelum lelaki itu berbasil tepukkan tangannya

satu sama lain, gelombang angin yang keluar dari kain

bercorak catur telah melabraknya.

"Aaaakhhhh!!" terdengar jeritan tertahan Dedemit

Tapak Akhirat bersamaan tubuhnya terpental deras ke

belakang.

Bila saja Andika ingin menghabisi nyawa lelaki kejam

itu, sudah tentu akan dengan mudah dilakukannya, karena

Dedemit Tapak Akhirat belum berhasil kuasai

keseimbangannya.

Namun selain tak ingin mencabut nyawa orang lain,

keadaan Andika sendiri sudah cukup payah. Napasnya

mulai dirasakan sesak dengan debaran jantung semakin

kencang. Rasa ngilu, terutama pada tangan kanannya,

semakin menjadi-jadi.

Dia hanya angkat kepalanya tatkala tubuh Dedemit

Tapak Akhirat yang meluncur ke belakang itu terhenti

setelah menabrak sebuah pohon. Rupa-rupanya, akibat

tenaga yang terkuras penuh, begitu jatuh ke atas tanah,

lelaki berparas tengkorak ini jatuh pingsan.

Bersamaan dengan tubuh Pendekar Slebor yang

jatuh terduduk. Napasnya terputus-putus. Namun belum

lagi dia berhasil menormalkan kembaii napasnya, tahu-

tahu kepalanya dijitak.

"Waddouuuu!!" serunya keras sambil usap-usap

kepalanya dengan tangan kanan. Kejap berikutnya dia

sudah mengomel-ngomel, "Eyang! Senang sekali kau

menjitak kepalaku, ya? Bisa benjol nanli!!"

"Murid urakan! Bukannya berterima kasih karena

kuselamatkan, justru ngomel-ngomel tak karuanl!"

terdengar bentakan itu sementara orangnya tak tahu

berada di mana.

Andika yang yakin kalau orang yang beberapa kali

tadi menolongnya adalah Ki Saptacakra, Eyang buyutnya

sekaligus Majikan Lembah Kutukan, berkata lagi,

"lya, iya! Terima kasih!" Lalu sambungnya, "Tetapi

salah kau sendiri! Mengapa pakai menolongku segala,

hah?!"

"Brengsek! Aku mau tanya... bagaimana dengan Jala

Kunti?!"

"Sudah, sudah! Urusan itu sudah kubereskan!"

"Wah! Sayangsekali..."

"Bukannya berterima kasih karena perempuanyang

mencintaimu itu dan menjelmakan dirinya kembaii akibat

kutukannya sendiri berhasil kukalahkan, malah sayang-

sayang begitu. Huh! Aneh juga ya kalau ada yang mau

denganmu, Eyang!"

"Sembarangan! Kujitak kepalamu sampai benjol

sepuluh!"

"Busyet! Kalau benjolnya sebesar kepalan, mau

ditaruh di mana benjol-benjol yang lain?" seloroh Andika.

"Banyak omong! Aku cuma menyayangkan... kenapa

kau tidak mampus sewaktu terlibat urusan Jala Kunti!!"

Mendengar ejekan itu, Andika justru berdiri. Sambil

membusungkan dadanya dia berkata lantang, "Siapa dulu

dong... Andika...."

"Bah! Kau sedang terluka dalam! Kalau tak segera

kau obati, kau bisa mampus dalam waktu tiga kali

penanakan nasi! Aku akan kembaii ke Lembah Kutukan!"

"Hei, Eyang! Tunggu, Eyang! Eyang!!" seru Andika

terburu-buru. Tetapi tak ada lagi suara yang terdengar

kecuali tadi sempat dilihatnya kalau ranggasan semak

berjarak dua tombak dari hadapannya bergerak.

Tinggal dia yang bersungut-sungut sendiri.

"Huh! Kenapa aku jadi lancang begitu? Padahal tadi

aku bisa meminta bantuannya untuk menyembuhkan luka

dalamku. Tetapi... biar saja ah, dia juga suka meledek...."

Dan tatkala diingatnya kalau masih ada urusan yang

harus diselesaikan, pemuda dari Lembah Kutukan ini

sesaat memperhatikan sekelilingnya. Dilihatnya dulu sosok

Dedemit Tapak Akhirat yang masih pingsan.

Kejap berikutnya, dia sudah meninggalkan tempat

itu, untuk mencari tempat yang lebih aman guna

memulihkan keadaan dirinya.

Dua tarikan napas berikutnya, tempat itu kembaii

ditenggelamkan sepi.

***

2


Matahari sudah muncul kembaii di ufuk timur. Panah

merah yang dilepaskannya menerangi segenap persada.

Sedikit mengambang di permukaan air di Danau Bulan.

Pada gubuk yang berada di depan danau itu, satu sosok

tubuh melompat keluar. Sosok tubuh ramping mengenakan

pakaian merah menyala ini arahkan pandangan ke

sekitarnya.

Kejap kemudian terdengar dengusannya, "Keparat!

Ke mana lagi Nomuro san?!"

Perempuan yang di keningnya terdapat sebuah

permata yang pancarkan sinar biru dan tak lain Dewi

Permata Biru adanya, bergerak ke sekelilingnya, Dua

tarikan napas berikutnya dia kembaii lagi ke tempat

semula.

"Brengsek! Kapan dia keluar dari gubuk ini?

Memutuskan untuk membunuh tiga utusan Kaisar

Tokugawa Iesyasumoto, ataukah mencari gadis lagi untuk

diperkosanya?! Jahanam sial!!"

Setelah bertemu kembaii dengan Nomuro Shasuke

di Danau Bulan, Dewi Permata Biru menceritakan kalau dia

sudah menghubungi Dedemit Tapak Akhirat yang dimintai

bantuannya guna membunuh Pendekar Slebor. Bahkan

sebelumnya Nomuro Shasuke yang diselamat-kannya dari

serbuan para penduduk di dusun Bojong Tunggal, juga

menceritakan kalau dia telah mengenal sosok. Pendekar

Slebor. Dan mendapatkan keterangan yang tepat, kalau

tiga orang utusan Kaisar Tokugawa lesyasumoto memang

memburunya ke tanah Jawa (Baca : "Pembunuh Dari

Jepang").

Namun tatkala Dewi Permata Biru terbangun dari

tidurnya, dia tak lagi melihat sosok lelaki bengis dari

Jepang itu.

"Terkutuk!" maki perempuan ini jengkel.Sedikit

banyaknya, dia cemburu tatkala mendengar pengakuan

Nomuro Shasuke yang telah memperkosa seorang gadis,

Akan tetapi, sudah jelas kecemburuannya itu tak

diperlihatkannya. Karena disadarinya pula, kalau

hubungannya dengan Nomuro S hasuke hanyalah sebagai

sahabat yang menghalalkan segalanya.

Perempuan yang pernah patah hati karena cintanya

ditolak oleh Pendekar Bayangan yang justtu tewas di

tangannya sendiri, sebenarnya sangat membutuhkan

perhatian dan kasih sayang dari seorang lelaki. Namun

sudah tentu dia salah alamat karena mencurahkan segala

perhatiannya pada Nomuro Shasuke, yang sesungguhnya

hanyalah memanfaatkannya belaka.

Kembali Dewi Permata Biru kertakkan rahangnya

"Huh! Peduli setan dia mau menggeluti berapa

perempuan pun demi kepuasannya! Yang pasti... dia selalu

memperhatikanku!" katanya lagi dan meyakini betul

dugaannya.

Dibayangkannya kembaii pertemuannya pertama

kali dengan Nomura Shasuke sepuluh tahun yang lalu.

Sungguh dia tidak menyangka kalau akan bertemu

kembaii dengan lelaki bertampang bengis itu. Namun bagi

Dewi Permata Biru, bengis atau tidak, tampan atau tidak,

bila lelaki itu memperhatikannya maka dia akan

menerimanya dengan senang hati. Bahkan rela

menyerahkan seluruh jiwa dan raganya.

Seperti sckarang ini, di saat Nomuro Shasuke

membutuhkan bantuannya untuk mengatasi tiga utusan

Kaisar Tokugawa lesyas umoto dan Pendekar Slebor.

Bahkan Dewi Permata Biru menyetujui dan siap membantu

Nomuro Shasuke untuk mengadakan pemberontakan

kembali di Jepang bila telah berhasil membunuh tiga

utusan Kaisar Jepang dan Pendekar Slebor.

Kejap kemudian, perempuan ini berkata cukup

keras, "Sebaiknya, aku mulai memburu Pendekar Slebor

sekarang! Biar urusan Nomuro san tidak terlalu rumit!!"

Memutuskan demikian, perempuan jelita yang

dibutakan oleh segala cinta palsu Nomuro Shasuke sudah

bcrkelebat meninggalkan tempat itu.

Setengah peminuman tch berlalu dari kepergian

Dewi Permata Biru, tiba dua sosok tubuh ke tempat itu.

Sosok seorang pemuda dan gadis jelita berpakaian biru

cerah. Masing-masing orang mcmperhatikan gubuk

berjarak delapan langkah dari tempat mereka berdiri.

Cukup lama tak ada yang buka suara selain

bersiaga. Kejap berikutnya, pemuda berkulit agak hitam

yang di tangan kanannya tergenggam sebatang parang

tajam berkata, "Widarti... apakah kita akan memeriksa

gubuk itu?"

Si gadis yang di rambutnya terdapat ronce bunga

melati memandangi si pemuda dulu, lalu arahkan kembali

pandangannya pada gubuk di hadapannya.

Lamat-lamat terlihat kepalanya mengangguk.

Mendapati keputusan itu, dengan hati-hati si

pemuda yang tak lain Indrajit adanya melangkah

mendekati gubuk. Setelah memperhatikan dengan

seksama dia berkata, "Kosong! Tetapi menilik keadaannya,

nampaknya gubuk ini baru ditinggalkan pemiliknya. Ada

beberapa bungkusan bekas nasi."

Si gadis yang sudah melangkah mendekati

menyetujui dugaan itu.

"Siapa kira-kira orang yang menempati gubuk ini?"

tanyanya kemudian.

"Sulit kukatakan soal itu."

"Apakah tidak mungkin Pendekar Slebor?" tebak

murid mendiang Pendekar Bayangan yang sedang melacak

jejak Dewi Permata Biru ini, jejak orang yang bertanggung

jawab atas kematian gurunya.

Indrajit menggelengkan kepalanya.

"Aku tak bisa memastikan."

Widarti mengeluh pendek. "Rasanya terlalu sulit

untuk menemukan dan mcminta bantuan Pendekar Slebor

seperti yang diperintahkan Guru sebelum tewas. Hingga

hari ini aku belum tahu seperti apa rupa Pendekar Slebor.

Beruntung aku bertemu dengan Indrajit yang tahu

Pendekar Slebor."

Namun sesungguhnya, Widarti pernah berjumpa

dengan Andika tatkala Andika sedang melacak jejak

Nomuro Shasuke. Akan tetapi, karena Andika saat itu apak

jengkel akibat kata-kala Widarti, dia justru mengaku

bernama Paradita. Widarti yang mengurungkan untuk

lakukan pertanyaan kedua, baru teringat tatkala Andika

sudah berlalu. Kendati dia berseru menanyakan di mana

Pendekar Slebor, tetapi Andika sudah tak mendengarnya.

Dan di saat dia sedang kebingungan seperti itu, dia

bertemu dengan Indrajit yang tak disangkanya mengenal

Pendekar Siebor. Indrajit memang mengenalnya, bahkan

Pendekar Sleborlah yang membantunya dari

kesalahpahaman yang terjadi dengan tiga utusan dari

Jepang. Kendati demikian, Indrajit mendendam pada

Ayothomori yang dengan telengas telah mencabut nyawa

dua sahabatnya (Baca : "Pembunuh Dari Jepang).

Tianpa sepengelahuan keduanya, sepasang mata

sipit memperhatikan mercka dalam-dalam. "Huh! Bukan-

kah pemuda itu termasuk salah seorang dari para nelayan

yang menyerangku di pesisir Laut Jawa? Keparat betul! Bila

tak mengingat itu adalah salah paham belaka, ingin

kubunuh dia sekarang! Masih kuingat pandangannya

tatkala dia berlalu dengan membopong salah satu

rekannya yang telah kubunuh. Bila saat itu Pendekar

Slebor tidak hadir, sudah kubunuh manusia-manusia

celaka yang membuat harga diriku sebagai seorang

samurai terasa diinjak-injak. Hingga saat ini, yang tak

kumengerti sikap Hiedha-san dan Mishima-san. Mereka ber

buat hina dengan cara merendahkan martabat sebagai

seorang samurai.

Berjarak liga tombak dari balik ranggasan semak di

mana lelaki berrnatu sipit ilu berada. gadis cantik yang di

rambutnya terdapat ronce bunga melati itu berkata,

"Indrajit... apakah kau lelah?"

Sesungguhnya Indrajit memang sudah sangat lelah.

Tetapi dia tak rnau mengakuinya. Makanya dia

menggeleng."Kalau begitu... kita teruskan lagi langkah untuk

mencari Pendekar Slebor. Mudah-mudahan kita bisa

bertemu dengan Dewi Permata Biru maupuri pembunuh

dari Jepang, Nomuro Shasuke, yang sedang kau cari."

Indrajit Y;uma menganggukkan kepalanya. Dia tak

berani memandang wajah jeliia Widarti lama-lama. Seumur

hidupnya, Indrajit baru kali ini melihat seorang gadis yang

memiliki paras begitu jeliia. Pada perjumpaan pertama saja

Indrajit merasa sukmanya telah terbetot keluar dan dia

sukar menepiskan pesona yang terpancai dari wajah

Widarti.

"Kita berangkat sekarang...," kata Widarti kembaii.

Setelah Indrajit menganggukkan kepalanya lagi,

keduanya pun segera bergerak kembaii. Namun mendadak

saja Widarti hentikan langkahnya.

Indrajit melihat wajah gadis itu nampak tegang.

Bahkan dilihatnya kedua tangan si gadis mengepal kuat.

"Ada apa ini? Menilik sikapnya dia seperti

mengetahui sesuatu yang tak mengenakkan," tanya Indrajit

ijulain hati.

Didengarnya Widarti berkata dalam bisikan,

"Indrajit... ada seseorang yang mengintip. Bersiaplah... aku

akan menyerang orang itu...."

Terkejut Indrajit mendengar kata-kata si gadis.

kembaii dikaguminya kalau gadis ini memang bukan Gadis

kebanyakan.

Dan tahu-tahu dilihatnya Widarti sudah putar tubuh,

bersamaan dengan itu tangan kanannya dikibaskan.

Wuuutll!

Menghampar satu gelombang angin yang keras,

mengarah pada ranggasan semak belukar di sebelah

kanan mereka.

Lelaki yang mengintip terkesiap kaget. Tak mau

mendapat celaka dia segera melompat keluar. Blaaarrr!!

Ranggasan semak belukar itu terpapas rata

ujungnya.

Sementara Widarti kertakkan rahangnya dengan

mata terbuka lebih lebar, Indrajit berteriak keras, "Jahanam

keparat! Rupanya kau yang berlaku seperti orang-orang

busuk!!"

Berjarak lima langkah dari hadapan masing-masing

orang, lelaki bertubuh jangkung berkulit kuning yang

dibalut dengan pakaian merah panjang dan pakaian dalam

warna biru itu berdiri tegak. Tatapannya begitu bengis.

Mulutnya mcrapat dingin. Di pinggangnya terselip

sebatang samurai.

Mendengar seruan Indrajit tadi, Widarti berbisik,

"Kau mengenalnya?"

"Dialah yang telah membunuh dua sahabatku di

pesisir Laut Jawa! Lelaki kejam bernama Ayothomori!!"

"Indrajit... kau katakan kau sedang memburu orang

yang bernama Nomuro Shasuke?"

"Manusia itu telah membunuh para sahabatku

malam sebelumnya! Tetapi lelaki keparat ini telah

membunuh dua orang sahabatku dan melukai tiga

sahabatku yang lainnya!" sahut Indrajit sengit. Tangan

kanannya yang memegang parang bergetar tanda dia

dilanda amarah.

Lelaki yang tak lain Ayothomori adanya, mendengus

geram. Pandangannya nyalang dan menusuk dalam.

"Hhhh! Tak ada Pendekar Slebor di sini! Tak ada

orang yang akan membantumu! Bila kau masih penasaran,

aku siap untuk melayanimu!!"

"Jahanam!!" maki Indrajit dan siap menerjang. Tetapi

tangan kanan Widarti telah menahannya.

"Jangan gegabah!" bisik gadis itu.

Di seberang Ayothomori tertawa keras hingga kedua

bahunya berguncang-guncang.

"Apakah sekarang nyalimu sudah putus, hah?!"

ejeknya di sela-sela tawanya. Mendadak dia memutus

tawanya sendiri. Dengan mulut yang tak terlalu lebar

membuka dia berkata, "Siapa pun yang menghina dan

merendahkan martabat seorang samurai dia harus

mampus!!"

"Terkutuk! Apakah kau...."

Seruan Indrajit terputus karena Widarti yang lebih

berpikir jernih sudah,berkata, "Aku tidak tahu apakah ini

memang hanya salah paham belaka atau tidak. Tetapi dari

kata-kata yang kau ucapkan... justru kau yang

merendahkan martabat kami."

"Gadis manis... peduli setan dengan segala

dugaanmu! Aku memang ingin merasakan ketangguhan

para pendekar dari tanah Jawa ini!!"

"Ayothomori..!."

"Hormati sedikit kata-katamu!" putus Ayothomori

dengan dada dibuncah kemarahan.

Kendati hampir tak kuasa menahan diri mendengar

bentakan itu, namun Widarti tetap tak mau bertindak

gegabah. Dengan pandangan mata takberkedip dia

berkata, "Ayothomori-san... kudengar kau dengan kedua

sahabatmu sedang mencari seorang pembunuh bernama

Nomuro Shasuke! Mengapa kau justru bersikap kurang ajar

sekarang?!"

"Tadi kukatakan... siapa pun orangnya yang

merendahkan martabat seorang samurai, dia harus

mampus!!"

"Ucapanmu keren amat?" sengat Widarti keras.

Hatinya pun mulai diusik kemarahan.

"Peduli setan dengan ucapanmu! Bila memang tak

berani bertindak, lebih baik menyingkir! Jangan halangi

langkahku! Dan ingat... katakan pada Pendekar Slebor...

jangan mencampuri urusanku!"

Mendengar julukan itu disebutkan, Indrajit langsung

berkata dengan pandangan meremehkan, "Apa yang akan

kau perbuat bila Pendekar Slebor tetap mencampuri

urusanmu, hah? Tetapi perlu kau ingat, siap pun orangnya

yang menjadikan tanah Jawa ini scbag? tanah leluhur, tak

akan sudi diinjak injak oleh orang orang seperti kau!!"

"Akan kubunuh pemuda itu!!"

Pandangan mata Indrajit semakin melecehkan.

'Apakah kau tidak sadar, kalau sahabatmu sendiri

yang bernama Hiedha Ogawa mengatakan kalau kau dapat

dipecundangi dengan mudah oleh Pendekar Slebor Bahkan

aku tahu kalau kau sebenarnya tak punya nyali

menghadapi pemuda gagah itu!!"

"Demi Dewa Matahari!! Kubunuh kau!!"

Habis makiannya, Ayothomori sudah melesat ke

depan dengan pukulan lurus. Indrajit sendiri yang sudah

tak sabar menahan diri, segera mencelat ke depan.

Parang besarnya diayunkan.

Wuuuttt!!

Jotosan yang dilepaskan Ayothomori melesat dari

sasarannya, bahkan lelaki jangkung itu sudah mundur tiga

langkah ke belakang. Tubuh nya bergetar tatkala Indrajit

mengejek, "Apa yang kau miliki sebagai seorang samurai,

hah?!"

Sementara Widarti mengeluh dalam hati, Ayothomori

sudah loloskan samurainya. Begitu ditarik, langsung

diacungkan tepat mengarah pada wajah Indrajit.

"Kucabik-cabik seluruh tubuhmu!!"

Menyusul dia segera menerjang ke depan.

Samurainya diayunkan dari atas ke bawah, lalu menyusul

menusuk ke arah dada.

Terpekik Indrajit mendapati serangan yang hanya

sekali gebrak menuju pada dua titik kematian. Sebisanya

pemuda gagah yang memiliki keberanian tinggi ini

melompat dan menangkls.

Trang! Trang!

Saat berhasil menangkis dirasakan tangan kanannya

bergetar dan ngilu sekali. Jelas Ayothomori bukanlah

tandingan Indrajit. Hanya dua gebrakan saja parang yang

dipegang Indrajit sudah terlepas. Bahkan dengan sikap

telengas, lelaki jangkung itu menggerakkan samurainya ke

arah leher Indrajit! Namun...

Praaakk!!

Terdengar suara yang cukup keras sebelum samurai

tajam itu memutus leher Indrajit. Rupanya Widarti sendiri

tak dapat kuasai dirinya lagi. Dia langsung menyambar

sebatang ranting agak besar dan melemparkannya.

Tepat mengenai sisi kanan dari samurai Ayothomori.

Dan karena lemparan yang dilakukannya mengandung

tenaga dalam, tubuh Ayothomori agak terhuyung dua

tindak, seperti terbawa oleh dorongan samurainya sendiri.

Sementara itu Indrajit sedang mengusap-usap

lehernya yang tidak jadi putus.

"Ayothomori-san... kau terlalu memaksaku untuk

bertindak!!" desis Widarti dengan pandangan tak berkedip.

Sesaat nampak wajah Ayothomori merah padam.

Namun sejurus kemudian dia terbahak-bahak keras.

"Bergabunglah kalian berdua! Akan kuperlihatkan

pada kalian, siapa aku sebenarnya?!!"

Indrajit langsung berseru, "Kau tak lain hanya

sebangsa tikus buduk belaka!!"

Terputus tawa Ayothomori. Pandangannya melebar

sengit. Kedua rahang dan pelipisnya bergerak-gerak. Kejap

kemudian dia sudah mclompat ke depan dengan samurai

mengayun dari atas ke bawah, siap membelah tubuh

Indrajit.

"Lebih baik kalian kukirim ke neraka daripada

membuang-buang waktu ku!!"

***

Widarti mendengus gusar. Dengan tangan kanannya

dia mendorong tubuh Indrajit agak menjauh, sementara dia

sendiri membuang tubuh ke kiri. Langsung melompat

tatkala samurai Ayothomori menyusur tanah dan siap

menyambar kakinya. Belum lagi dia berhasil hinggap di

atas tanah, Ayothomori sudah meluruk dengan gerakan

menusuk.

Wuuuttl!!

Widarti tersentak sejenak sebelum menjatuhkan

tubuh lalu dengan kaki kanannya menyepak sisi kanan

samurai lawan. Lalu dengan bertopang pada tangan

kirinya, dia melompat kembaii dan hinggap di atas tanah.

Di seberang, sepasang mata Ayothomori terbuka

lebih lebar. Kini disadarinya kalau gadis beronce bunga

meati bukanlah gadis sembarangan.

Mendadak saja dia putar samurainya dengan hebat.

Suara samurai ini menderu-deru laksana titiran

menggempur lawan.

Di seberang, sadar akan perbuatan serangan yang

akan dilakukan oleh Ayothomori, diam-diam Widarti

membatin, "Mau tak mau aku memang harus terlibat

dalam urusan Indrajit. Padahal urusanku sendiri belum

kuselesaikan...."

Belum lagi habis kata batinnya terucap, Ayothomori

sudah menerjang ke depan disertai teriakan mengguntur.

Samurai yang digenggam dengan kedua tangannya

mendadak saja seperti keluarkan hawa panas. Besetannya

pada udara membuat bulu roma bergidik.

Di tempatnya Indrajit terkesiap melihat serangan

ganas itu. Dia berpikir untuk membantu Widarti. Namun

tatkala dilihatnya gadis itu berkelebat ke sana kemari

dengan cepat, dia bisa menarik napas lega sekaligus

tertegun.

Bagaimana tidak, karena kelebatan gadis berbaju

biru menyala itu laksana bayangan belaka!

Ayothomori yang telah keluarkan jurus samurai

'Menjerat Matahari' tingkat ketiga, mau tak mau tertegun

pula melihat kelebatan tubuh si gadis yang begitu cepat.

Bahkan lebih cepat dari samurainya,

"Terkutuk! Gadis ini benar-benar memiliki

kemampuan tinggi!" makinya sambil terus gerakkan

samurainya. Mengayun, menyabet, menebas, menusuk

dan membabat. Semua dilakukan dalam satu rangkaian

gerak yang luar biasa cepat.

Widarti yang telah pergunakan ilmu menghindar

'Menutup Bayang-Bayang' warisan dari Pendekar

Bayangan, sebenarnya memang berada di atas angin.

Namun lama kelamaan dia justru tak dapat menahan hawa

panas yang keluar dari samurai lawan setiap kali

digerakkan.

Hawa panas itu bukan hanya mengejutkannya, tetapi

juga membuat beberapa ranggasan semak langsung

mengering. Bahkan Indrajit yang berdiri cukup jauh dari

pertarungan sengit itu juga merasakan hawa panas yang

menderu.

"Aku telah merepotkan Widarti. Secara tidak langs

ung aku telah rnembuatnya terlibat dalam urusanku. Hhhh!

Ini tak boleh kubiarkan! Lelaki itu memang harus dihalas,

agar dia tidak menurunkan lagi tangan telengas!"

Berpikir demikian, pemuda berkulit agak hitam ini

segera memungut kembaii parangnya. Lalu dengan

teriakan mengguntur dia menyerbu ke arah Ayothomori.

Namun justru serangan yang dilakukannya berakibat

fatal dan secara tak langsung mengacaukan gerakan

Widarti. Karena begitu merasakan sabetan angin ke

arahnya, Ayothomori cuma membungkuk, dengan kaki kiri

ditekuk sementara kaki kanan bertelekan pada tanah.

Tanpa membalikkan tubuh dia menusukkan samurainya ke

belakang.

Indrajit yang tak menyangka kalau lawan akan

lakukan serangan yang aneh dan mendadak seperti itu,

terpekik tertahan. Dia mencoba memapaki dengan

parangnya. Namun jelas sia-sia belaka, karena tubuhnya

sendiri seperti menyongsong tusukan samurai Ayothomori.

Dalam keadaan yang genting itu, Widarti cepat

bertindak. Dia langsung berkelebat ke depan dan

menendang samurai Ayothomori sementara tangan

kanannya menepak dadalndrajit hingga tubuh pemuda itu

terpental ke belakang.

Namun jurus 'Menjerat Matahari" yang dilakukan

oleh Ayothomori adalah satu rangkai serangan yang dapat

dilakukan beberapa gerakan sekaligus. Begitu samurainya

ditendang oleh Widarti, mendadak masih dengan

kedudukan kaki kanan bertelekan pada tanah, dia pular

tubuh seraya mengayunkan samurainya. Wuuuuttt!!

Ganti kali ini Widarti yang terkesiap. Dia coba untuk

menghindari serangan itu dengan cara melompat. Namun

gerakan Ayothomori lebih cepat satu kejap saja.

"Aaakhhhh!!"

Betis kaki kanan murid mendiang Pendekar

Bayangan ini tergores. Perihnya tak terkira, terutama hawa

panas yang mendadak menyengat tubuhnya. Akibat

goresan itu keseimbangannya menjadi goyah. Maka tak

ayal lagi tubuhnya pun ambruk.

Salah seorang dari utusan Kaisar Tokugawa lesya

sumoto yang selalu meninggikan derajat sebagai seorang

samurai, langsung berdiri dan mengayunkan samurainya

dari atas ke bawah.

"Terimalah kematian!!"

Indrajit yang merasakan dadanya agak nyeri setelah

diselamatkan Widarti dengan jalan ditepak, langsung

menerjang ke depan. Dia tak peduli lagi kalau pun

nyawanya akan putus hari itu juga.

Widarti telah menyelamatkannya, maka dia harus

menyelamatkan gadis itu. Apalagi secara tidak langsung

dialah yang telah melibatkan Widarti dalam urusannya

dengan lelaki itu.

Parangnya langsung diayunkan. Traaanggg!!

Memapak keras samurai Ayothomori yang mengayun.

Widarti berseru, "Lari, Indrajit!! Lari!!"

Tetapi Indrajit tak peduli lagi. Begitu berhasil

memapaki samurai Ayothomori, dia meluruk menusuk.

Ayothomori cuma keluarkan dengusan. Dengan cara

putar samurainya lalu diangkat, parang yang dipegang

Indrajit langsung terlepas.

Tetapi pemuda gagah ini sudah benar-benar nekat.

Kendati kini tak bersenjata dia tetap menerjang ke depan

dengan teriakan keras. Sudah tentu tubuhnya akan

menjadi sasaran empuk samurai Ayothomori yang segera

mengayunkannya.

Sementara itu Widarti yang terbebas dari ancaman

maut Ayothomori, segera bergulingan. Dia menendang kaki

kanan Ayothomori yang langsung terhuyung. Sabetan

samurainya membeset angin.

Indrajit yang sudah kalap ternyata masih bisa juga

berpikir jernih. Karena begitu tubuh Ayothomorj terhuyung,

dia cepat menyambar tubuh Widarti. Lalu dengan sekuat

tenaga membawanya berlari.

Ayothomori yang telah berdiri tegak menggeram

keras, "Jahanam! Kalian tak akan bisa lolos dari

samuraiku!!"

Dengan kemarahan membludak, lelaki jangkung ini

segera berlari mengejar.

***

Di sebuah persimpangan, Hiedha Ogawa

menghentikan pandangannya. Lelaki berkulit kuning

dengan kumis lipis ini perhatikan sekelilingnya yang

dipenuhi dengan ilalang dan rerumputan. Angin berhembus

sejuk.

Kejap kemudian, salah seorang utusan Kaisar

Tokugawa lesyasumoto ini palingkan kepalanya ke samping

kanan tatkala didengarnya suara orang melangkah. Dan

dia menarik napas panjang begitu mengenali orang yang

datang.

Lelaki berhidung bengkok yang tak lain Pucha Kumar

itu rangkapkan kedua tangannya di depan dada.

"Hiedha-san...," sapanya sopan.

Hiedha Ogawa menganggukkan kepalanya.

"Apakah kau sudah menemukan jejak Nomuro

Shasuke?" tanyanya yang juga tahu kalau lelaki dari India

sedang memburu pembunuh celaka itu.

Lelaki bersorban puiih yang di telinga kanan dan

kirinya terdapat anting berwarna biru menggelengkan

kepalanya.

"Sulit bagiku menemukan jejak manusia keparat itu

O ya, sekali lagi maafkan aku, yang hampir saja bertindak

kejam pada kalian. Terutama, pada Ayothomori san...."

Hiedha Ogawa mengulapkan tangan kanannya.

"Sudahlah. Kejadian itu bukan yang pertama kami

alami. Tatkala kami tiba di sini, para nelayan pun telah

menyerang kami. Ah, justru aku yang hendak meminta

maaf padamu, Pucha san, karena tindakan Ayothomor

yang memang selalu panasan."

"Bisa dimaklumi," sahut Pucha Kumar mengerti.

Lalu dia celingukan ke kanan dan kiri seolah mencari

sesuatu. Kemudian sambil pandangi lelaki di hadapannya

dia ajukan tanya, "Ke manakah Ayothomori-san dan

Mishima-san berada?"

Hiedha Ogawa mengatakan keputusan dan rencana

yang telah mereka sepakati.

"Kupikir, dengan cara berpencar maka akan lebih

mudah untuk melacak jejak Nomuro Shasuke. Dan

menurut dugaan Pendekar Slebor, lelaki keparatitu saat ini

bersama-sama dengan Dewi Permata Biru. Sungguh tak

kusangka kalau lelaki celaka itu pernah mendatangi tanah

Jawa scpuluh tahun yang lalu."

"Dan apakah kau s udah berjumpa kembaii dengan

Pendekar Slebor?"

Hiedha Ogawa menggelengkan kepala.

"Belum. Tetapi aku menaruh harapan, kalau pemuda

ilu akan membantu untuk menangkap Nomuro Shasuke."

"Kau benar. Aku sendiri sudah tidak sabar untuk

mcmbunuhnya," sahut Pucha Kumar dan melanjutkan

dengan suara agak sengit, "Sungguh malang nasib kedua

adikku yang diperkosa sebelum akhirnya dibunuh."

"Kejahatan yang dilakukan Nomuro Shas uke sudah

kelewat batas. Jelas tindakannya tak bisa dimaafkan. Aku

juga sudah tidak sabar untuk membunuh manusia itu."

Pucha Kumar mcngangguk-anggukkan kepala.

"Hiedha-san... kulihat Ayothomori tidak begitu menyukai

Pendekar Slebor? Mengapa? Bukankah setahu ku pemuda

itu begitu baik?"

Hiedha Ogawa menganggukkan kepalanya. Sejenak

dia menghela napas.

"Apa yang kau katakan itu memang benar. Tetapi

sesungguhnya, tindakan yang dilakukan oleh Ayothomori-

san tidak terlalu berlebihan. Karena sebagai seorang

samurai, kami dididik untuk menjunjung tinggi derajal

kesamuraian yang kami miliki. Bahkan, untuk

mempertahankan harkat dan martabat itu, kami rela

mengorbankan nyawa. Bila sudah tak sanggup

menghadapi lawan, kami lebih baik melakukan seppuku*

"Maaf... tolong jelaskan apa yang kau maksud do

ngan seppuku itu, Hiedha-san."

"Bunuh diri."

Pucha Kumar monggeleng-gelengkan kepalanya lalu

berkata takjub, "Pantas bila Ayolhomori-san tak menyukai

bantuan Pendekar Slebor. Di samping itu, aku juga merasa

kalau dia tak menyukai kehadiranku. Apai lagi kehadiranku

juga punya urusan yang sama, sama-sama berkeinginan

membunuh Nomuro Shasuke...."

"Ayothomori memang bersifat panasan. Tetapi

seperti kataku tadi, di mana pun seorang samurai berada

memang harus selalu menjunjung tinggi kesamuraiannya.

Hanya saja, terkadang keprihadian seseorang berpijak lain.

Maksudku. di antara kita saat ini, maupun saat bertemu

dengan Pendekar Slebor aku masih bisa menimbang

derajat kesamuraianku."

Pucha Kumar mengangguk. Lalu berkata, "Hiedha

San... matahari sudah semakin tinggi. Bagaimana bila kita

bersama-sama melacak jejak Nomuro Shasuke?"

Hiedha Ogawa menganggukkan kepalanya.

"Mengapa tidak?"

Kejap kemudian keduanya segera berkelebat cepat

meninggalkan tempat itu.

***

4


Mishima Nobu tiba di sebuah lembah yang dipenuhi

jajaran pepohonan. Salah seorang utusan Kaisar Tokugawa

lesyasumoto yang bertubuh paling pendek ini memandangi

ke sekelilingnya. Matahari saat ini berada tepat di tengah-

tengah kepala. Sekujur tubuh lelaki ini sudah dipenuhi

peluh. Kelelahan begitu nampak. Namun sebagai seorang

yang terlatih, dia segera dapal pulihkan keadaannya

melalui pernapasan.

Sambil lipat kedua langannya di depan dada, lelaki

ini bergumam, "Sulit menemukan jejak Nomuro Shasuke

yang tidak diketahui berada di mana. Hmmm... apakah

Hiedha-san ataupun Ayothomori-san sudah bertemu

dengan Nomuro Shasuke?"

Sesaat lelaki ini hentikan ucapannya. Setelah

pandangi sekelilingnya lagi, dia melanjutkan, "Kupikir...

mereka belum berhasil menemukan jejak Nomuro

Shasuke. Sungguh sebuah urusan yang sangat sulit."

Kembaii Mis hima Nobu terdiam. Angin

menggerakkan pakaian panjangnya yang berwarna merah.

Raut wajahnya menampakkan rasa tak sabar untuk

menemukan Nomuro Shasuke.

"Terkutuk! Aku bersumpah, tak akan kembali

keJepang sebelum kudapatkan manusia celaka itu!"

Sesaat dia terbawa oleh amarah dalam hatinya.

Terutama mengingat kalau junjungannya hampir tewas di

tangan Nomuro Shasuke.

"Hhh!! Ketimbang aku berdiam diri di sini, lebih baik

kuteruskan mencari manusia celaka itu...."

Namun belum lagi dia menjalankan maksud,

mendadak saja terdengar suara cukup keras, "Hihihi...

sungguh kebetulan sekali, berjumpa dengan utusan dari

Jepang! Tetapi... mengapa cuma sendiri saja? Padahal bila

bertiga, sekali kepruk akan luruh semua tanpa bersusah

payah! Sayang Nomuro-san tidak berada di sini!"

Belum habis ucapan itu terdengar, mendadak saja

satu sosok tubuh berpakaian merah menyala telah berdiri

berjarak tujuh langkah dari hadapan Mishima Nobu.

Sejenak samurai gagah ini memperhatikan dengan

sorot mata tak berkedip. "Melihat cara kemunculannya,

jelas kalau perempuan ini bukan perempuan

sembarangan. Tadi dia menyebutkan nama Nomuro

Shasuke. Jangan-jangan... dia adalah kambratnya atau...

oh! Bukankah Pendekar Slebor pernah mengatakan, kalau

Nomuro Shasuke sekarang ini bersama-sama dengan

perempuan berjuluk Dewi Permata Biru? Di kening

perempuan ini terdapat sebuah permata yang pancarkan

sinar biru. Bisa jadi kalau dialah orang yang berjuluk Dewi

Permata Biru."

Apa yang diduga oleh Mishima Nobu memang benar.

Dewi Permata Biru yang sedang mencari Nomuro Shasuke

karena begitu dia terbangun tak mendapatkan lelaki itu di

sisinya, sama sekali tak menyangka kalau akan bertemu

dengan salah seorang utusan Kaisar Tokugawa

lesyasumoto.

Sesungguhnya Dewi Permata Biru memang belum

pernah berjumpa dengan ketiga utusan dari Jepang itu.

Tetapi setelah mendengar cerita Nomuro Shasuke yang

tahu kalau dia dikejar-kejar oleh utusan Kaisar, Dewi

Permata Biru paham betul kalau lelaki yang berdiri di

hadapannya ini adalah salah seorang dari utusan Kaisar

Jepang.

Dengan kerlingan genit namun berbahaya,

perempuan ini berkata, "Mengapa kau hanya seorang diri,

hah? Apakah kedua temanmu sudah mampus berseppuku

karena tak mampu mencari Nomuro Shasuke?!"

Mendengar ejekan orang, wajah Mishima seketika

memerah. Apalagi diyakininya kalau perempuan ini adalah

orang yang menolong Nomuro Shasuke.

Dengan kedua kaki sedikit dipentangkan, Mishima

Nobu berkata dingin, "Katakan padaku, di mana manusia

celaka itu berada?!"

"Manusia celaka?" balas Dewi Permata Biru dengan

kerlingan mata yang semakin mcnjadi-jadi. "Apakah kau

tidak berpikir kalau kaulah yang akan celaka? Berhadapan

dengan Dewi Permata Biru, berarti harus mampus! Ini

berita yang sangat menyenangkan tentunya untuk Nomuro-

san!"

"Dugaanku tepat kalau dialah Dewi Permata Biru,"

batin Mis hima Nobu dalam hati. "Hhhh! Perempuan ini

adalah kunci di mana Nomuro Shasuke berada! Aku harus

berhasil mengorek keterangan dari nya!"

Berpikir demikian, seraya maju satu langkah ke

depan, Mishima Nobu berkata, "Jangan membuat aku

berubah pikiran! Perempuan celaka! Urusan yang kau

hadapi bukanlah urusanmu! Kau telah melindungi

pembunuh keparat, secara tidak langsung kau juga

melibatkan diri!!"

"Mengapa harus mengulangi lagi kata-kata itu, hah?

Jelas aku memang melibatkan diri! Bahkan... nyawamu

hendak kucabut saat ini juga!!"

Habis makiannya, serta-merta sosok Dewi Permata

Biru meiesat ke depan. Lesatan angin mendahului gerakan

tubuhnya sementara kedua jotosannya dilepaskan.

Mendapati serangan ganas itu, Mishima Nobu tak

mau menghindar. Dia justru mencelat ke depan dengan

teriakan mengguntur.

Dua pukulan bertemu keras.

Des! Des!

Sosok Mishima Nobu terhuyung tiga langkah ke

belakang dengan tangan yang terasa cukup ngilu.

Sementara itu, Dewi Permata Biru yang tak kehilangan ke-

seimbangannya sekejap pun juga, sudah menerjang

kembaii. Kali ini dengan kaki kanan berputar yang siap

menyambar kepala Mishima Nobu.

Terkejut Mishima tatkala merasakan udara seperti

dibeset. Cepat dia merunduk dan meluruk ke depan

dengan lepaskan satu jotosan. Namun dengan tekuk

sikunya, Dewi Permata Biru memapaki pukulan itu. Bahkan

mendadak saja dia membungkuk. Gerakannya sungguh

cepat dan seperti tak terlihat. Karena tahu-tahu kaki kanan

Mishima telah dipegangnya kuat-kuat. Menyusul dibetotnya

kaki itu hingga untuk sesaat Mishima terkesiap.

"Ternyata tak sehebat dugaanku apa yang kau

miliki?!" ejek Dewi Permata Biru dan siap lepaskan jotos

annya.

Namun di luar dugaannya, mendadak saja tubuh

Mishima Nobu mencelat ke atas. Kaki kanannya yang

dipegang Dewi Permata Biru, dijadikan tumpuan

lompatannya. Kaki kirinya yang bebas menendang dads

Dewi Permata Biru yang terkejut, karena tak menyang kaki

lelaki dari Jepang itu akan membuat gerakan aneh.

Dadanya telak terhantam bersamaan dengan

tangannya yang terlepas memegang kaki kanan Mishima

Tobu. Sementara itu, tubuh Mishima yang mencelat ke

atas, langsung jatuh kembali ke atas tanah. Hebatnya laki-

laki bertubuh pendek ini bukan saja mampu jatuh dengan

kedua kaki menginjak tanah lebih dulu, tetapi seperti

membal tubuhnya kemudian melesat ke arah Dewi

Permata Biru.

Kedua tinjunya menderu.

Dewi Permata Biru yang dalam keadaan

sempoyongan pun menunjukkan kelasnya. Dengan

gerakan yang aneh pula dia berhasil menangkap kedua

tangan Mishima Nobu. Sambil kertakkan rahangnya dia

siap untuk membantingnya ke atas tanah.

Namun lagi-lagi lelaki dari Jepang itu

memperlihatkan kelincahannya. Kedua tangannya yang

dipegang kuat oleh Dewi Permata Biru, diputar ke atas.

Dan.... Tap!

Ganti sekarang kedua tangan Dewi Permata Biru

yang kini ditangkap. Sebelum Dewi Permata Biru sem-pat

lepaskan diri, tahu-tahu tubuhnya sudah terangkat. Lalu....

Buuukk!!

Tubuhnya sudah dibanting ke atas tanah. Belum lagi

dia sempat bangun, Mishima Nobu jatuhkan tubuhnya

seperti berlutut. Jotosan tangan kanan kirinya kembaii

mendarat telak di dada Dewi Permata Biru yang memekik

tertahan.

Dirasakan ada cairan asin dan panas di mulutnya.

Dewi Permata Biru yang sejak semula memandang sebe-

lahmata pada Mishima Nobu, langsung mencelat ke atas

setelah tangan kanannya ditepakkan di tanah di saat

Mishima Nobu meneruskan serangannya.

"Jahanam keparat!!" makinya dalam hati. "Akan

kuperlihatkan siapa aku sebenarnya!!"

Begitu Mishima Nobu melancarkan kembaii

pukulannya, tahu-tahu Dewi Permata Biru mengangkat

kedua tangannya. Napas nya nampak agak ditahan.

Menyusul kedua tangannya didorong ke muka.

WuuttttU

Saat itu pula menghampar angin deras rnendahului

kedua jotosannya. Ganti Mishima Nobu yang terkesiap

kaget. Cepat dia membuang tubuh ke samping kanan.

Namun kaki kiri Dewi Permata Biru telah melabraknya.

Des!

Tubuh Mishima Nobu tcrbanting. Diam-diam lelaki

dari Jepang ini sadar siapa sesungguhnya Dewi Permata

Biru. Kalaupun tadi dia beberapa kali berhasil

mendaratkan serangannya, ilu disebabkan karena Dewi

Permata Biru hanya memandang sebelah mata padanya.

Tatkala berhasil kembaii berdiri tegak, samurainya

telah tergenggam eral dengan kedudukan mengacung.

Berjarak tiga langkah dari hadapannya, Dewi

Permata Biru memperhatikan tak berkedip. Lalu berkata

dingin, "Cukup sudah kita main-main! Sekarang, bersiaplah

untuk mampus!!"

Tatapan yang menusuk itu dipandang tak kalah

menusuknya oleh Mishima Nobu. Dan mendadak hatinya

agak bergetar tatkala dilihatnya Dewi Permata Biru

memutar-mular tangannya menyilang di depan dada.

Seketika terdengar suara angin keras membeset-beset

udara, menyusul lama kelamaan terlihat cahaya biru yang

berkiblat-kiblat.


"Hebat! Baru kali ini kulihat jurus yang begitu

mengerikan! Jelas kalau perempuan ini tadi memang

sengaja mengalah, mungkin untuk mengejekku. Atau lebih

jelasnya, disebabkan karena dia memandang rendah

padaku hingga tak keluarkan semua ilmu yang dimilikinya.

Aku harus menghadapinya."

Berpikir demikian mendadak saja dia putar

samurainya dengan hebat, yang semakin lama hanya

terlihat seperti bayangan-bayangan belaka. Suara samurai

ini menderu-deru laksana titiran raksasa, menerbangkan

dedaunan dan menerbas ujung-ujung ranggasan semak

hingga rata.

Di seberang, Dewi Permata Biru hanya mendengus.

Disertai teriakan keras, perempuan yang di keningnya

terdapat permata yang pancarkan sinar biru itu, sudah

menerjang ke depan. Tangan kanan dan kirinya didorong.

Serta-merta melabrak satu gelombang angin berwarna biru

yang keluarkan suara menggemuruh.

Cukup kaget Mishima Nobu melihat serangan lawan

yang ganas. Tetapi dia yang telah keluarkan jurus Menjerat

Matahari' tak mau berdiam diri lagi. Diiringi teriakan keras

pula dia menerjang ke depan setelah memindahkan

langkah tiga tindak ke samping kiri.

Terjangan gelombang angin warna biru yang dile-

paskan oleh Dewi Permata Biru, luput dari sasarannya.

Bersamaan dengan itu samurai yang digenggam Mishima

Nobu sudah diayunkan, terasa ada hawa panas keluar.

Besetannya pada udara membuat bulu roma bergidik.

Dewi Permata Biru cepat membuang tubuh ke

kanan. Bukan kecepatan ujung samurai itu yang

membuatnya lerkejul. Namun hawa panas yang keluar dari

setiap kali samurai itu digerakkan yang membuatnya harus

menjaga jarak.

"Setan terkutuk!!" geramnya seraya bergulingan ke

belakang.

Samurai yang digenggam oleh Mishima Nobu terus

mengejarnya, kendati berkali-kali lelaki dari Jepang itu juga

harus menghindari gelombang angin warna biru yang

dilepaskan oleh Dewi Permata Biru.

Hingga satu ketika, di saat Mishima Nobu sedang

mengayunkan samurainya dari atas ke bawah, mendadak

saja Dewi Permata Biru mencelat ke samping kanan.

Gerakannya begitu cepat sekali. Tatkala samurai itu telah

mengayun yang tentu saja mengenai angin belaka,

mendadak saja Dewi Permata Biru putar tubuhnya.

Tendangan kaki kanannya dilepaskan.

Bukkk!!

"Aaakhhhh!!" Mishima Nobu keluarkan pekikan

tertahan bersamaan tubuhnya terhuyung.

Dewi Permata Biru yang melihat lawan nampak

kehilangan keseimbangan untuk sesaat, tak mau hentikan

gempurannya. Masih memutar tubuh tangan kanannya

didorong.

Wuuuttt!!

Satu hamparan angin keras warna biru menderu ke

kedua kaki Mishima Nobu. Kembaii pekikan tertahan

dikeluarkan lelaki dari Jepang itu. Serta-merta dia

berjingkat.

Bersamaan terdengar letupan yang keras di mana

hamparan angin tadi menghantam tanah yang dipijak

Mishima Nobu, Dewi Permata Biru langsung meluncur.

Tangan kanannya memukul pergelangan tangan lawan,

hingga samurai lawan terlepas. Sementara tangan kirinya

menjotos dada lawan.

Mishima Nobu yang belum dapat kuasai

keseimbangannya, kembaii harus terhuyung ke belakang.

Dan bukan hanya sampai di sana saja penderitaan yang

dialaminya. Karena kaki kiri Dewi Permata Biru telah

menghantam kembaii dadanya.

Kali ini tubuh Mishima Nobu langsung terpental dan

ambruk di atas tanah. Saat berusaha bangkit nampak

wajahnya meringis kesakitan sambil pegangi dadanya.

Matanya yang sipit makin menyipit. Mendadak sepasang

rahangnya mengembung. Lalu dia muntah darah berkali

kali. Darah hitam itu keluar tanda dia telah terluka dalam.

Di tempatnya berdiri, Dewi Permata Biru terkikik

dengan kerlingan genit.

"Apakah kini kau mengakui kalau dirimu yang

celaka?" ejeknya dingin.

Lamat-lamat Mishima Nobu angkat kepalanya.

Sepasang matanya begitu dalam menusuk.

"Perempuan laknat! Kau belum mengalahkan aku

bila belum membunuhku! Seorang samurai sejati pantang

mundur dari kalangan!!"

"Sungguh sangat menyenangkan mendengar

keberanian ucapanmu itu! Tetapi tak lebih hanya untuk

menutupi ketakutan belaka! Sayang, sahabatku Nomuro-

san tidak berada di sini! Padahal kalau ada, tentunya dia

sangat senang sekali!"

"Katakan padaku, di mana dia berada?" membentak

Mishima Nobu dengan sorot mata berapi-api.

Dewi Permata Biru yang sebenarnya sedang mencari

Nomuro Shasuke cuma tertawa.

"Kau tahu pun sekarang percuma? Bukankah

sebentar lagi kau akan pergi menghadap setan-setan

neraka?!"

"Perempuan jahanam!" hardik Mishima Nobu keras.

Justru karena dia memaksakan diri untuk berteriak,

dirasakan dadanya yang telah nyeri berlambah nyeri.

Namun utusan Kaisar Tokugawa lesyasumoto ini

memang tidak takut mati. Dengan kumpulkan segenap

sisa-sisa tenaganya dia melesat maju.

Akan tetapi sudah tentu serangannya itu dengan

mudah dipunahkan lawan. Hanya dengan angkat tangan

kanannya, lalu kirimkan satu jotosan melalui tanganj

kirinya, sosok Mishima Nobu kembaii terpental ke

belakang.

Ambruk dan dia merasa sukar untuk bangkit

kembaii. Sekujur tubuhnya dirasakan nyeri bukan main.

Dewi Permata Biru yang tak mau membuang wakti

lagi, berkata dingin, "Sayang beribu sayang, Nomurc

Shasuke tidak berada di sini! Tetapi kepalamu akan

kubawa kehadapannya! Sekarang... mampuslah kau!!"

Habis seruannya, tubuhnya pun mencelat ke depan

Tangan kanannya yang mendadak keluarkan sinar biru

diangkat tinggi-tinggi dan siap dihantamkan ke kepala

Mishima Nobu yang cuma memejamkan matanya.

Namun mendadak saja satu gelombang angin

melesat ke arahnya, membuat Dewi Permata Biru urung

kukan maksud. Dia justru membuang tubuh ke belakang.

Bersamaan suara letupan keras menghantam

sebuah pohon, Dewi Permata Biru yang telah kembali

berdiri tegak sudah keluarkan bentakan, "Jahanam

terkutuk! Siapa orangnya yang lancang campuri urusan

Dewi Permata Biru!!"

Suaranya menggelegar keras. Sementara itu

Mishima Nobu yang merasakan dirinya masih hidup,

segera buka sepasang matanya. Dilihatnya wajah Dewi

Permata Biru merah padam dengan kedua tangan

mengepal.

Dua tarikan napas berikutnya, satu sosok serba

hitam telah keluar dari balik ranggasan semak belukar di

sebelah kanan. Berdiri gagah dengan kedua tangan terlipat

di depan dada. Wajah orang itu juga berbalut kain hitam,

hanya sepasang matanya saja yang tidak tertulup.

Sementara Dewi Permata Biru kerutkan keningnya,

Mishima Nobu mendesis lerkejut, "Ninja.... Mengapa

pembunuh bayaran itu berada di sini? Dan mengapa dia

menolongku?"

***

5


Sesaat tak ada yang buka mulut kecuali suara

kertakkan rahang Dewi Permata Biru yang agak keras.

Sorot mata perempuan ini nyalang tak berkedip pada

sosok serba hitam yang juga menatapnya dingin.

Beberapa helai daun yang langsung menjauh

tersapu angin. Sebagian alang-alang berlenggak-lenggok.

Keheningan itu cukup lama meraja sebelum"

terdegar bentakan Dewi Permata Biru, "Orang ingin

mampus! Lancang sekali kau campuri urusanku, hah?!"

Sementara Mishima Nobu mempergunakan

kesempatan itu untuk beringsut ke belakang, lelaki

berpakaian serba hitam yang kedua tangannya masih

terlipat di depan dada bersuara dingin, "Tak ada maksud

campuri urusanmu! Aku hanya hendak ajukan tanya, di

mana Nomuro Shasuke berada?!"

Bukan hanya Dewi Permata Biru yang terkejut

mendengar ucapan orang, Mishima Nobu pun sesaat

kerutkan dahinya. Sambil pandangi orang berpakaian

serba hitam itu dia membatin, "Setahuku... para ninja

adalah pembunuh bayaran yang sangat terlatih. Kalau

kehadirannya di tanah Jawa ini untuk mencari Nomuro

Shasuke sungguh mengejutkan. Jangan-jangan.... Kaisar

telah mengupah serta menugaskannya untuk menang-kap

pembunuh celaka itu. Tetapi rasa-rasanya... tak mungkin

Kaisar mau berhubungan dengan para pembunuh bayaran

yang justru sebagian orang pernah hendak

mencelakakannya...."

Dewi Permata Biru sendiri hanya terdiam. Sorot

matanya tetap tajam tak berkedip. Kemudian dengusnya,

"Urusan apa kau mencari Nomuro Shasuke, hah?!"

"Jangan banyak tanya!!" sahut orang itu keras.

"Urusanku adalah membunuh Nomuro Shasuke! Tadi

kudengar kau mengatakan kalau Nomuro Shasuke adalah

sahabatmu! Jangan sampai kemarahanku menjadi naik

dan kau menyesali keadaan!!"

Mendengar ancaman orang, perempuan yang

panasan ini mengkelap. Kedua tangannya mengepal keras.

"Keparat! Kudengar orang-orang seperti kau di ne-

geri Matahari adalah pembunuh-pembunuh bayaran

tangguh!! Ingin kulihat apakah kepandaian yang kau mniliki

sama dengan kabar yang pernah kudengar!"

"Kukatakan sekali lagi, di mana Nomuro Shasuke

berada?!!" bentak orang itu keras.

"Carilah dia di neraka!!"

Selesai bentakannya, Dewi Permata Biru langsung

mendorong ke dua tangannya. Kejap itu pula melabrak dua

gelombang angin warna biru ke arah orang berpakaian

serba hitam.

Hebatnya, orang itu justru tetap tegak di tempatnya

dengan kedua tangan terlipat di depan dada. Sesaat Dewi

Permata Biru raendengus gusar, "Kesombonganmu akan

putus bersama nyawamu yang akan melayang!!"

Namun alangkah lerkejulnya perempuan berpakaian

merah menyala ini, tatkala mendadak saja orang

berpakaian serba hitam hanya menggeser kakinya ke

samping kanan lima tindak. Dua gelombang angin tadi

hanya meleset satu jengkaldari tubuhnya, dan langsung

melabrak dua buah pohon yang bergetar. Menyusul

tumbang dengan suara gemuruh.

Sementara Dewi Permata Biru terkesiap kaget ninja

itu bersuara dingin, "Upah telah kuterima! Siapa pun yang

halangi niatku untuk membunuh Nomuro Shasuke maka

dia harus menerima ganjarannya!!"

Mishima Nobu yang terkejul melihat gerakan yang

dilakukan orang berpakaian serba hitam saat hindari

Iabrakan serangan Dewi Permata Biru, kini menarik napas

lega setelah mendengar apa yang dikatakannya.

"Jelas kalau Kaisar Tokugawa lesyasumoto telah

mengupah ninja ini untuk menangkap dan membunuh

Nomuro Shasuke. Sungguh sesuatu yang rasanya sangat

mustahil, karena Kaisar mau berhubungan dengan para

ninja."

Di tempatnya Dewi Permata Biru membatin,

"Sungguh patut kukagumi! Serangan 'Angin Biru' berhasil

dielakkan dengan mudah olehnya! Tetapi... siapa pun

orangnya yang berniat hendak membunuh sahabatku

maka dia akan berhadapan denganku kendati aku harus

korbankan nyawa! Nomuro Shasuke lah satu-satunya orang

yang mau mengerti segenap perasaan dan cinta ku."

Perempuan yang pernah dilanda kelaraan cinta

merasa kalau Nomuro Shasuke mencintainya terdiam

beberapa saat. Dia memang tak pernah tahu kalau

pembunuh dari Jepang itu hanya memanfaatkannya saja.

Memanfaatkan kehebatan dan tubuh yang dimilikinya.

Lamat0lamat terlihat perempuan ini geser kaki

kanannya ke depan. Agak menekuk dengan kaki kiri lurus.

Kepalanya tegak lurus dengan langit. Pandangannya makin

tajam.

Perlahan-Iahan terlihat kedua tangannya kali ini

pancaikan sinar warna biru yang cukup terang. Sejurus

kemudian terdengar makiannya, "Kupenggal dulu

kepalamu, baru kukatakan di mana Nomuro Shasuke

berada!"

"Kau akan menyesali kelancanganmu ini!!"

"Keparat! Kubuktikan ucapanku!!" bentak Dewi

Permata Biru Bersamaan dengan bentakannya. kedua

tangannya yang pancarkan sinar biru, memegang pelipis

kanan kirinya. Nampak kedua tangan itu bergetar sesaat

sebelum permata yang ada di keningnya kini makin

menyinarkan sinar biru. Kalau tadi hanya sinar biru saja

yang keluar, kali ini bersamaan dengan hawa yang panas.

Di seberang, orang berpakaian serba hitam tak

keilipkan matanya. Diam-diam disadarinya kalau lawan

akan lakukan serangan yang berbahaya.

Apa yang diduganya memang benar. Karena

mendadak saja Dewi Permata Biru dorong kedua

tangannya ke depan yang kejap itu pula menderu angin

biru yang keras. Belum lagi labrakan itu mengenai

sasarannya. mendadak saja satu sinar biru yang

mengandung hawa panas meiesat dari permata di

keningnya.

Orang berpakaian serba hitam sesaat melengak

sebelum dia mclompat ke samping kanan. Saat melompat

ilu, terlihat dua buah ganco terselip di belakang

pinggangnya.

Blaaar! Blaarrr! Blaarrrr!!

Tiga letupan keras terdengar beruntun. Ranggasan

semak belukar yang terkena angin biru, langsung pecah

berantakan hingga akarnya. Sementara sinar biru yang

terpancar dari permata di kening si perempuan,

menghantam sebuah pohon yang langsung bolong

keluarkan asap. Sesaat tak ada keanehan lain pada pohon

itu. Namun di lain saat mendadak saja pohon itu bergetar,

menyusul dedaunannya berguguran. Kejap itu pula

terdengar suara berderak, lalu menggemuruh di saat

pohon besar itu tumbang.

Bukan hanya orang berpakaian serba hitam yang

terkejut, Mishima Nobu sendiri diam-diam menahan napas.

"Apa yang diperlihatkan perempuan berpakaian

merah menyala tadi, memang disebabkan dia memandang

sebelah mata padaku. Tetapi pada kenyataannya, ilmu

yang kumiliki berada tiga tingkat di bawahnya. Mudah-

mudahan, ninja yang diutus oleh Kaisar berhasil mengatasi

perempuan celaka ini."

Di lempatnya begitu serangannya luput dari

sasarannya, Dewi Permata Biru langsung mencelat. Tangan

kanan dan kirinya digerakkan berulang kali, sementara

sinar biru yang mengandung hawa panas terus mencelat

dari permata di keningnya.

Terlihat bagaimana orang berpakaian serba hitam

berjumpalilan dibuatnya. Kecepatan yang dimiliki oleh ninja

itu memang sungguh mengagumkan. Kendati tempat itu

semakin porak poranda terhantam angin dan sinar biru si

perempuan, sosoknya belum terkena sedikit juga.

Keadaan ini semakin membuat Dewi Permata Biru

kalap. Serangannya sekarang seperti asal saja, namun

tetap berbahaya. Bahkan Mis hima Nobu sendiri yang telah

pulih keadaannya harus melompat bila tak ingin hangus

lersambar sinar biru si perempuan.

"Mengapa kau hanya bisa berjumpalitan seperti

monyet, hah?! Apakah kau sudah mati kutu sekarang?!"

sentak Dewi Permata Biru dengan wajah memerah.

Orang berpakaian serba hitam itu tak hiraukan

seruannya. Dia terus berusaha untuk hindari serangan

Dewi Permata Biru. Mendadak saja dia cabut ganco yang

berada di belakang pinggangnya. Lalu dengan kecepatan

yang luar biasa disertai tenaga dalam, dilemparnya kedua

ganco itu ke arah lawan.

Dewi Permata Biru hanya keluarkan dengusan. Lalu

gerakkan kepalanya.

Wuuttt!!

Sinar biru yang mengandung hawa panas melesat,

melabrak kedua ganco itu yang bukan hanya tertahan

tetapi juga langsung lumer.

Kescmpatan di saat Dewi Permata Biru sedang

menghancurkan kedua ganco yang dilemparkannya, orang

berpakaian serba hitam langsung mencelat ke depan

sctelah kaki kanannya dijejakkan keras di atas tanah.

Kedua tangannya yang juga dibalur pakaian hitam,

digerakkan dengan cara memutar dan mendorong.

Terdengar suara laksana salakan petir yang kuat.

Melengak Dewi Permata Biru menyadari serangan itu

sudah begitu dekat. Dengan memiringkan tubuhnya,

tangan kanannya yang kini berwarna biru, langsung

dipukulkan.

Wuusss!!

Gelombang angin biru menderu keras. Ganti orang

berpakaian serba hitam yang terkejut. Dan dia yang ganti

membikin Dewi Permata Biru terkejut.

Menurut sangkaan Dewi Permata Biru, ninja ini

justru akan memapaki pukulannya. Paling tidak kalaupun

menghindar akan membuang tubuh ke belakang.

Orang berpakaian serba hitam ini memang sengaja

mengurungkan serangannya. Tetapi dia justru berputar

setengah lingkaran kekiri. Satu gerakan yang tak disangka

oleh Dewi Permata Biru, karena dia justru sedang

lancarkan serangan berikutnya.

Pada saat yang bersamaan, orang berpakaian serba

hitam ini melepaskan jotosan tangan kanannya.

Desss!!

Tepat mengenai pinggang kiri Dewi Permata Biru.

Melengak perempuan ini laksana terhantam petir.

Tubuhnya agak limbung. Namun yang mengejutkan, ninja

ilu justru tak teruskan serangannya. Dia malah berdiri

tegak.

Mishima Nobu yang malah menjadi geram. Dengan

cepat disambar samurainya yang tadi terjatuh. Begitu

disambar dia langsung melompat ke arah Dewi Permata

Biru seraya mengayunkan samurainya siap membelah

kepala Dewi Permata Biru.

Akan tetapi sebelum berhasil dilakukannya, orang

berpakaian serba hitam sudah mencelat ke depan. Tangan

kanannya mcnepak samurai Mishima Nobu. Sementara

tangan kiri mendorong dada lelaki bertubuh pendek itu

hingga terhuyung ke belakang.

"Jangan campuri urusanku!!" maki ninja ini dengan

pandangan tajam.

Mishima Nobu yang telah kuasai keseimbangannya

kembali mengkelap gusar.

"Aku tak tahu siapa yang mengupahmu untuk

membunuh Nomuro Shas uke! Kendati mulutmu

mengatakan Kaisar Tokugawa lesyasumoto yang

mengirimmu! Tetapi, aku juga punya kepentingan pada

perempuan celaka itu!"

' "Hhh!! Tentunya kau bernama Ayothomori!" sahut si

ninja makin dingin.

"Kau salah besar! Namaku Mishima Nobu!!"

"Kudengar, kalian bertiga! Dan yang kudengar, hanya

Ayothomori-iah yang bertindak kejam! Tetapi sayang, kabar

itu ternyata salah! Kau juga bertindak kejam!!"

Sesaat wajah Mishima Nobu memerah. Kejap lain ]

did berkata, "Persetan dengan ucapanmu! Menyingkir! Atau

kita akan berhadapan sebagai lawan!!"

"Kau tak bcrdaya di tangan perempuan itu,

sementara perempuan itu tak berdaya di tanganku!

Apakahl kau masih berusaha untuk menutupi diri dengan

kemampuanmu, hah?! Atau kau masih membanggakan diri

sebagai seorang samurai? Yang pantang dikalahkan dan

lebih baik berseppuku?*

Mendengar kata-kata orang, Mishima Nobu terdiam.

Dadanya masih turun naik tanda dia masih gusar Namun

sedikit banyaknya dia membenarkan apa yang dikatakan

ninja di hadapannya. Bila dia membunuh Dewi Permata

Biru, apa bedanya dia dengan Nomuro Shasuke?

Lalu didengarnya lagi suara ninja di hadapannya

"Bila dia dicabut nyawanya... maka jejak manusia celaka

bernama Nomuro S hasuke justru makin terbentang jauh!

Tanah Jawa begitu luas! Dan dia bisa berada di tempat

yang sukar diketahui!!"

Kali ini Mishima Nobu membenarkan alasan yanjj

dikemukakan orang berpakaian serba hitam ini.

Sementara itu, Dewi Permata Biru yang jatuh

tersungkur perlahan-lahan bangkit. Dirasakan pinggangnya

seperti patah. Pukulan yang dilancarkan orang berpakaian

serba hitam seperti mengandung kekuatan listrik yang

melemahkan tlenaga dalamnya.

Namun perempuan kejam ini tak peduli dengan

keadaan dirinya. Dengan kedua kaki masih agak goyah

saat berdiri tegak di atas tanah, dia berseru dingin,

"Jahanam berpakaian hitam! Aku akan mengadu jiwa

denganmu!!"

Orang berpakaian serba hitam itu justru angkat

tangan kanannya.

"Jangan bertindak bodoh! Membunuhmu saat ini

semudah membalikkan telapak tanganku! Tetapi

nampaknya... kau memang terlaiu memaksa untuk mati di

tanganku!!"

"Keparat!!" maki Dewi Permata Biru. Kendati

mulutnya berbunyi begitu, namun hatinya kebat-kebit pula.

Disadarinya betul kalau dia tak akan mampu menghadapi

ninja ini. Karena sejak tadi menyerang, tak satu pun

serangannya yang masuk. Sementara lawannya, begitu

menyerang, langsung mengenai sasaran.

"Kau telah berlaku bodoh dengan menyembunyikan

pembunuh bernama Nomuro Shasuke! Bahkan kau seolah

dibutakan oleh mata hatimu sendiri, kalau kau justru hanya

diperalat oleh lelaki itu! Aku bukan orang yang sabar!

Tugasku membunuh! Tetapi, akudiupah untuk membunuh

Nomuro Shasuke! Hanya saja, bila kau tetap menghalangi,

aku tak segan-segan untuk mencabut nyawamu!!"

Sesaat orang berpakaian serba hitam ini hentikan

ucapannya. Rupanya, apa yang dikatakannya barusan tadi

membuat nyali Dewi Permata Biru menciut. Kendati

demikian, dia menggeram dalam hati, "Jahanam! Untuk

saat ini, kubiarkan kau berlaku apa saja pada diriku!!

Tetapi suatu saat... ya... suatu saat...."

Terdengar lagi suara orang berpakaian serba hitam

keras, "Katakan padaku, di mana Nomuro Shasuke

berada?!!"

Dengan kepala ditengadahkan, Dewi Permata Biru

menyahut, "Aku tak tahu apakah kau anggap aku berdusta

atau tidak! Tetapi pada kenyataannya, aku justru tengah

mencari Nomuro Shasuke!!"

Orang berpakaian serba hitam terdiam.

Pandangannya lurus ke depan seolah hendak terobos

relung hati Dewi Permata Biru.

Justru terdengar seruan Mishima Nobu, "Dusta!!"

Dewi Permata Biru arahkan pandangannya. Kali ini

dia tersenyum melecehkan, "Tadi kukatakan... terserah

penilaian siapa pun yang mendengarnya!"

"Perempuan keparat! Kau...."

Seruan Mishima Nobu terputus oleh suara ninja yang

berdiri tegak dengan lipat kedua tangan di depanj

dada,"Pergilah!!"

Dewi Permata Biru menggeram.

"Ingat... untuk saat ini aku mengaku kalah! Tetapi,

jangan harap aku dapat kau pecundangi untuk kedua

kalinya!!"

Ninja itu tak keluarkan suara. Hanya pandangannya

yang begitu dingin.

Dewi Permata Biru sendiri tak mau membuang

kesempatan lagi. Dengan langkah agak terhuyung karena

pinggang bagian kirinya masih terasa sakit, dia

meninggalkan tempat itu.

Mishima Nobu langsung keluarkan suara, "Tak

pantas kau melepas perempuan celaka itu!!"

"Ini urusanku! Bila kau menghalangi urusanku, maka

aku tak segan-segan mencabut nyawamu, Mishima-san!"

"Sebutkan namamu!!" "Akiko Arashi!!"

Habis sahutannya, orang berpakaian serba hitam ini

langsung berkelebat meninggalkan tempat itu. Gerakannya

begitu cepat sekali hingga yang nampak hanya merupakan

bayangan hitam belaka.

Sepeninggalnya, Mishima Nobu menarik napas

panjang. Dia masih gusar mendapatkan keputusan yang

dilakukan oleh ninja bernama Akiko Arashi. Baginya, apa

yang dikatakan Dewi Permata Biru adalah sebuah

kedustaan.

Namun setelah beberapa saat, perlahan-lahan

Mishima Nobu mulai merasakan kebenaran yang

dikatakan Akiko Arashi. Apalagi dia mendapatkan dugaan,

kalau ninja itu sengaja melepaskan Dewi Permata Biru

yang kemudian untuk diikutinya.

"Cerdik!!" desisnya sambil angguk-anggukkan

kepalanya. Lalu dia pun mulai meninggalkan tempat itu, ke

arah yang ditempuh oleh Dewi Permata Biru dan Akiko

Arashi.

***

6


Hiedha Ogawa menganggukkan kepalanya

mendengar kata-kata Pucha Kumar di sebuah jalan

setapak yang dipenuhi rerumputan. Mereka baru saja

menghen- ] tikan kelebatan di tempat itu. Di hadapannya

nampak] sebuah persimpangan. Agak jauh dari tempatnya,

jalan j seperti tumpang tindih satu sama lain. Lelaki

berkumis tipis ini segera berkata, "Rasanya... memang

lebih baik begitu. Kemungkinan besar, kita akan lebih

cepat menemukan Nomuro Shasuke."

Pucha Kumar yang tadi mengusulkan untuk segera

berpisah, balas menganggukkan kepalanya.

"Hiedha-san... berhati-hatilah...."

Hiedha Ogawa tersenyum. Dia sungguh senang

dengan perilaku lelaki bersorban putih ini. Dan dia jugaj

menyayangkan sekali nasib malang yang menimpa kedua

adik Pucha Kumar, yang lewas dibunuh oleh Nomuro

Shasuke. Dilihat juga bagaimana lelaki dari India itu

nampak sudah tidak bisa lagi menahan sabar untuk segera

menemukan Nomuro Shasuke. Sepasang matanya yang

indah dengan alis tebal itu seperti pancarkan sinar dendam

yang berbahaya.

Hiedha Ogawa maklum. Siapa pun akan mendendam

pada Nomuro Shasuke bila mengalami kejadian itu. "Begitu

pula denganmu...," sahutnya pelan.

Setelah menganggukkan kepalanya sekali lagi, lelaki

dari India itu pun segera melangkah cepat ke arah kanan.

Sesaat tadi Hiedha Ogawa melihat tatapan yang kian

berbahaya kendati bibir Pucha Kumar tersenyum.

"Aku sungguh malu atas perbuatan Nomuro

Shasuke. Dengan kata lain, dia bukan hanya telah

menyebarkan bibit dendam pada bangsanya sendiri. Tetapi

juga orang-orang di tanah Jawa, bahkan lelaki dari India itu.

Hhh! Sungguh suatu masalah yang sangat sulit"

Sesaat salah seorang utusan dari Kaisar Tokugawa

lesyasumoto ini terdiam. Lama baru terdengar desisan-nya

lagi, "Apakah Pendekar Slebor sudah berhasil menemukan

Nomuro Shasuke? Atau mengetahui di mana Dewi Permata

Biru berada? Ah, bila saling tunggu memang hanya

membuang waktu. Sebaiknya, aku segera bergerak lagi

sekarang...."

Memutuskan demikian, Hiedha Ogawa segera

berkelebat. Kali ini dia tak mau hentikan kelebatannya

sekejap pun bila tidak mendapatkan satu keterangan yang

berarti.

Tepat matahari mulai tergelincir di barat, Hiedha

Ogawa sudah memasuki sebuah hutan kecil yang cukup

lebat. Kepekatan seolah menerjang tempat itu, kendati

pandangan masih cukup bebas melihat sekitarnya. Angin

bergerak dari satu pohon ke pohon lain, menggu-gurkan

dedaunan dan menggetarkan ranggasan semak belukar.

Tatkala lelaki berkumis tipis ini memasuki sepertiga

hutan itulah didengarnya suara kelebatan orang di

belakangnya. Karena merasa hanya bukan dia seorang

yang berada di hutan itu, Hiedha Ogawa memutuskan

untuk hentikan kelebatannya. Serta-merta diputar

tubuhnya.

Namun justru keningnya yang mendadak berkerut.

Karena tak dilihatnya siapa pun di belakangnya. Sesaat dia

menunggu, namun orang yang dipikirnya berada di

belakangnya tadi tetap tak nampak.

Hmm... mungkin pendengaranku salah. Bisa jadi

hanya hewan-hewan hutan ini yang berkeliaran...."

Lalu dia kembaii meneruskan langkahnya. Sepuluh

tombak dilalui, kembali didengamya suara orang

berkelebat di belakangnya. Kali ini Hiedha Ogawa tak ingin

langsung melihat siapa orang yang mengikutinya. Bahkan

dia berpikir, "Mungkin hanya gerakan angin...."

Tetapi setelah tiga puluh tombak terlewati, kali ini

dia jelas-jelas mendengar suara orang mengikutinya.

"Aneh! Siapa yang mengikutiku ini? Mustahil suara

angin maupun gerakan hewan-hewan terus berada di be-

lakangku? Hmmm... akan kukejutkan dia...."

Namun sebelum dilakukan maksudnya, mendadak

saja satu gelombang angin keras menderu ke arahnya.

Sadar akan perubahan angin, masih berlari Hiedha Ogawa

mendadak melompat ke samping kanan.

Wusss!!

Blaammm!

Gelombang angin itu menghajar ranggasan semak di

depannya yang langsung rata di bagian tengah. Begitu

kedua kakinya hinggap di tanah, Hiedha Ogawa lansung

putar tubuh. Gerakan yang dilakukannya sangat cepat,

namun dia tak melihat siapa pun di belakangnya.

Sesaat lelaki berkumis tipis ini terdiam. Wajahnya

agak tegang. Sepasang matanya yang sipit dipentangkan

lebih lebar.

"Ada orang yang menginginkan nyawaku. Jelas dari

serangannya dan sosoknya yang tak kelihatan dan

tentunya langsung bersembunyi begitu aku berpaling.

Hmmm... siapa orang itu?"

Kali ini Hiedha Ogawa tak langsung meneruskan

larinya. Dia justru memperhatikan sekelilingnya tanpa

kedip. Tangan kanannya mengepal tanda kejengkelan

mulai naik karena diserang secara gelap tadi.

"Mencari orang itu yang bersembunyi entah di mana,

cukup sulit mengingat begitu rapatnya pepohonan dan

tingginya semak belukar. Sebaiknya...."

Kata hati Hiedha Ogawa langsung terputus tatkala

satu gelombang angin kembaii menderu ke arahnya.

"Heiii!!" serunya seraya melompat. Bersamaan

dengan itu dia bergulingan ke depan, ke arah datangnya

gelombang angin tadi. Samurai langsung diloloskan dan

ditebasnya ranggasan semak di hadapannya.

Craakkkk!!

Sebagian semak itu langsung rata ujungnya.

Sebelum samurainya menebas ranggasan semak tadi, satu

so¬sok tubuh telah melompat ke depan dengan cara

bersal-to. Bersamaan dengan itu, tangan orang ini

langsung menepak ke punggung Hiedha Ogawa. Namun

tepakan itu gagal, karena tanpa balikkan tubuh, Hiedha

Ogawa sudah mendorong samurainya ke belakang.

"Jahanam!!" maki orang itu.

"Nomuro Shasuke!!" desis Hiedha Ogawa begitu

mcngenali suara orang tadi. Cepat dia putar tubuhnya.

Kejap itu pula dilihatnya satu sosok tubuh berwajah bengis

berdiri berjarak delapan langkah dari hadapannya.

***

Orang yang lakukan bokongan tadi namun gagal

memang Nomuro Shasuke adanya. Dan sekarang

pembunuh dari Jepang itu memandang tak berkedip pada

Hiedha Ogawa yang sudah maju dua tindak ke depan.

"Nomuro-san! Sungguh kau punya nyali untuk mun-

cul di hadapanku! Tak perlu lagi membuang waktu! Ikut

denganku untuk menerima hukuman dari Kaisar, atau

rebah berkalang tanah!!" seru Hiedha keras.

Bukannya segera sahuti ucapan orang, Nomuro

Shasuke cuma terbahak- bahak keras, hingga kedua ba-

hunya agak berguncang.

Di tempatnya, sepasang mata Hiedha Ogawa makin

menyipit dalam. Berkilat-kilat berbahaya.

"Rupanya kau memilih keputusan yang kedua!!"

desisnya dingin.

Tawa Nomuro Shasuke bertambah keras. Lalu

mendadak saja diputuskan tawanya dan merandek dingin,

"Hiedha-san! Ucapanmu begitu tinggi melebihi

keperkasaan Dewa Matahari! Justru aku yang hendak

ajukan pilihan padamu! Kembaii ke negeri Sakura dan

mengatakan pada Kaisar bahwa tak lama lagi dia akan

mampus, atau kau yang akan berkalang tanah di

hadapanku!!"

Mengkelap wajah Hiedha Ogawa mendengar ejekan

orang. Lebih sakit lagi hatinya tatkala mendengar Nomuro

mengejek Kaisar Tokugawa lesyasumoto yang sangat

dihormatinya.

Tetapi lelaki berkumis tipis ini masih bisa tindih

amarahnya, Kendati demikian, saat berkata-kata suara-nya

mencerminkan kemarahannya, "Kita buktikan hari ini siapa

yang berkalang tanah!!"

Kembaii terdengar tawa Nomuro Shas uke dan di

sela-sela tawanya dia berseru, "Dari ucapanmu kau jelas-

jelas memandang sebelah mata kepadaku! Bagus! Apa pun

yang kau lakukan adalah hakmu! Tetapi sayangnya, apa

yang kau duga tenlangku sungguh salah besar!"

Tangan kanan Hiedha Ogawa yang memegang

samurai bergetar tanda dia sudah tak kuasa menahan

amarahnya. Sebelum dia berkata, Nomuro Shasuke sudah

berkata lagi, "Kuberi tahu sebuah rahasia yang kupunya!

Hiedha-san! Kau tentunya belum mendatangi Desa Owari,

bukan? Hmmm... sebuah desa yang sangat indah dan

permai...."

"Owari? Apa maksudnya berkata demikian? Di sana

tinggal sensei (guru dalam ilmu silat) Hatsuko Kuichi," kata

Hiedha Ogawa dalam hati. Lalu berseru, "Mengapa kau

bawa-bawa desa Owari?!"

Nomuro Shasuke tertawa dulu sebelum berkata,

"Kita lupakan (entang desa itu. Tetapi aku yakin, kau ingat

betul siapa yang tinggal di sana. Hiedha-san! Ke mana

perginya Ayothomori dan Mishima? Mengapa mereka tidak

bersama-sama denganmu? Atau... mereka sebenarnya

hanya tikus-tikus busuk yang takut berhadapan

denganku?!"

"Apa maks udmu berbicara desa Owari?!" sengat

Hiedha Ogawa gusar. Sesuatu yang mendadak muncul di

benaknya membuatnya tidak bisa tenang sekarang.

Lagi-lagi Nomuro Shasuke tidak menjawab perta-

nyaannya. Dia berkata, "Kau telah mengundang gaijin

(sebutan untuk orang asing) yang berjuluk Pendekar Slebor

untuk menangkapku. Tetapi kupikir... dia akan mampus di

tangan sahabatku yang berjuluk Dewi Permata Biru dan

salah seorang kambratnya yang berjuluk Dedemit Tapak

Akhirat. Urusan gaijin itu dapat kita singkirkan! Karena kita

akan berhadapan!!"

"Apa maksudmu dengan desa Owari?!" bentak

Hiedha Ogawa lebih keras. Hatinya mulai dibuncah rasa pe-

nasaran dan cemas.

"O... kau masih penasaran rupanya?" suara Nomuro

Shasuke penuh ejekan. "Baik, baik! Akan kukatakan hingga

kau tak akan membawa penasaranmu itu ke alam kubur!

Sensei Hatsuko Kuichi gurumu itu kini telah pergi

meninggalkan kita semua...."

"Apa maksudmu?!"

"Gila! Apa lagi kalau bukan dia sudah mampus!

Dan... mati di tanganku!!"

Bergetar sekujur tubuh Hiedha Ogawa mendengar

penjelasan itu. Wajahnya kini dihiasi oleh rona merah yang

padam. Matanya melebar berbahaya.

Kejap kemudian suaranya yang sarat dengan

kemarahan dan seolah tersekat di tenggorakan terdengar

menggelegar, "Manusia jahanam!! Kau telah membunuh

senseiku!"

Nomuro Shasuke mengangkat kedua bahunya. Sorot

matanya kian menusuk dan pancarkan sedikit kepuasan

melihat Hiedha Ogawa diguncang kemarahan sekaligus

kesedihan.

"Tidak salah! Kau rupanya mempunyai otak yang

bisa diajak berpikir! Ya, karena dia menolak untuk

menjadikanku sebagai muridnya! Dan apakah itu tak

terpikirkan olehmu... kalau aku yang telah mampu

membunuh gurumu itu akan dengan mudah menghabisimu

pula?!"

Bergetar hebat seluiuh tubuh Hiedha Ogawa. Kali ini

tak ada keinginan lain di hatinya selain melihat lelaki

berwajah bengis di hadapannya mampus di tangannya.

Terkutuk!! Siapa pun orangnya, akan berpikir seribu

kali untuk menjadikan kau sebagai murid!"

"Barangkali!" sahut Nomuro Shasuke menyeringai.

"Itulah sebabnya dia harus mampus di tanganku!!"

"Manusia hina dina! Kukirim kau ke neraka!!"

Habis bentakannya, tubuhnya mencelat ke depan.

Samurai tajamnya diayunkan dari atas ke bawah!

***

7


Sambaran angin samurai yang digerakkan Hiedha

Ogawa seperti keluarkan suara besetan. Nomuro Sha suke

cuma kertakkan rahangnya. Tanpa bergeser dari

tempatnya, dia sudah cabut dan gerakkan samurainya pula

ke atas.

Traaanggg..!

Menyusul dengan memutar setengah lingkaran,

samurainya menebas ke arah perut. Ganti Hiedha Ogaw

yang segera turunkan samurainya untuk menangkis.

Terjadi benturan kembali, yang kali ini memercikkan

bunga api yang sesaat menerangi tempat itu. Dari masing-

masing orang mundur dua tindak ke belakang. Tangan

mereka terasa ngilu.

Hiedha Ogawa yang kini dirasuki amarah mengingat

lelaki di hadapannya ini bukan hanya hendak membunuh

Kaisar Tokugawa lesyasumoto, tetapi telah membunuh

sensei-nya, sudah menerjang kembaii dengan ganas.

Nomuro Shasuke segera menyambutnya dengan

serangan yang tak kalah ganasnya.

"Akan kuhabisi kalian satu persatu!!"

"Terkutuk!!" balas Hiedha Ogawa keras.

Sabetan samurainya bertambah ganas. Angin yang

keluar setiap kali samurainya digerakkan seperti

membeset-beset mengerikan. Bahkan setiap kali menderu

hawa panas yang tinggi.

"Jurus 'Menjerat Matahari'!" geram Nomuro Shasuke

keras. "Kau hanya membuang-buang waktu dengan jurus

itu, Hiedha-san! Kau lihat sekarang! Aku telah ciptakan

tandingan dari jurus itu! Jurus 'Membelah Awan Hitam'!!"

Habis kata-katanya, seraya hindari ganasnya

serangan Hiedha Ogawa, Nomuro Shasuke mundur dengan

cara melompat. Begitu kedua kaki nya menginjak tanah,

samurainya digerakkan dengan cara berputar ke depan

yang akhirnya bertambah cepat. Angin yang keluar semakin

lama semakin dingin, dan kemudian nampak gumpalan

gumpalan awan kecil berwarna hitam.

Hiedha Ogawa yang sedang mengatur napas tak

peduli keadaan itu. Baginya, dia harus membunuh

pembunuh celaka itu. Dengan teriakan mengguntur,

kembaii dia menerjang ke depan dengan jurus 'Menjerat

Matahari' yang dipadu dengan kecepatan dan kelincahan

yang dimilikinya.

Nomuro Shasuke sendiri sudah menerjang ke depan,

tetap dengan samurai yang berputar mengarah pada dada.

Hawa dingin yang ditimbulkan oleh gerakan samurainya

menindih hawa panas yang keluar dari samurai Hiedha

Ogawa.

Dari kejadian pertama itu saja sudah kentara kalau

serangan yang dilakukan oleh Nomuro Shasuke lebih tinggi

dari serangan Hiedha Ogawa. Akan tetapi, lelaki berkumis

tipis ini tak mau peduli. Di saat awan-awan hitam yang

mendadak meletup kecil namun cukup mengejutkan, dia

justru menerjang ke depan dengan ayunan samurai ke

arah lutut.

Nomuro Shasuke cukup hanya dengan sekali lompat

saja berhasil meluputkan serangan itu. Masih berada di

udara samurai yang berputar tadi mendadak menusuk ke

wajah Hiedha Ogawa.

Tersentak kaget lelaki berkumis tipis ini yang segera

miringkan kepalanya. Dia berhasil loloskan serangan

lawan. Namun tendangan telak kaki kanan lawan

mendarat pada dadanya.

Des!!!

Sosoknya terhuyung ke belakang. Nomuro Shasuke

tertawa pendek, seraya teruskan serangannya. Awan-awan

hitam yang keluar dari putaran samurainya yang terus

meletup-letup, dapat mengganggu konsentrasi serangan

lawan. Bahkan mendadak saja awan-awan kecil itu bersatu

membentuk gumpalan yang cukup besar.

Tersedak Hiedha Ogawa menyadari pandangannya

terhalang oleh gumpalan awan hitam itu. Sebelum lawan

menusukkan samurainya, dia cepat bergulingan ke

belakang.

Lagi dia berhasil selamatkan diri dari maut. Akan

tetapi, mendadak saja Nomuro Shasuke yang tadi memutar

samurainya di depan dada dalam kedudukan lurus ke

muka, kali ini seperti mengibaskannya.

Wuuutttt!!

Serangkum awan hitam yang keluarkan hawa dingin

menderu dahsyat ke arah Hiedha Ogawa. Memekik salah

seorang utusan Kaisar Tokugawa lesyasumoto ini. Cepat

dia melompat ke samping setelah tangan kirinya

ditepukkan ke tanah. Blaammmm!!

Tanah di mana tadi tubuhnya berguling, langsung

terbongkar terkena hantaman gumpalan awan hitam tadi.

Sesaat suasana di tempat itu dihalangi oleh tanah yang

membubung ke udara serta pecahnya awan hitam itu.

Tatkala semuanya sirap, terlihat sosok Hiedha

Ogawa sedang berlutut dengan kaki kanan dan bertelekan

pada samurai yang ujungnya menikam tanah. Wajah nya

nampak pucat dengan napas memburu. Berjarak lima

langkah, Nomuro Shasuke tegak berdiri tanpa kurang

suatu apa.

"Apakah kini kau sudah menyadari siapa aku

sebenarnya, hah?!" serunya diiringi tawa. "Hiedha-san! Kau

memang seorang samurai sejati! Tetapi sekarang, apakah

arti kesamuraian yang kau sandang? Kau justru akan

berkalang tanah hari ini! Hmmm... aku masih memiliki hati

yang sabar! Lebih baik kau segera berseppuku ketimbang

mampus dengan tubuh tercabik-cabik oleh ujung

samuraiku!!"

"TerkutukH" maki Hiedha Ogawa sengit. Dadanya

terasa cukup sesak akibat tendangan lawan tadi. "Aku tak

akan mundur sejengkal pun sebelum berkalang tanah!!"

"Ya! Sejengkal! Dan kau akan mampus dalam

sekejap!!" sahut Nomuro Shasuke sambil terbahak-bahak.

Lalu melanjutkan penuh ejekan, "Seorang samurai sejati....

Ya! Aku tahu kau sangat membanggakan kedudukanmu

sebagai seorang samurai Hiedha-san... aku masih

mengampunimu bila kau mau bergabung denganku untuk

membunuh Kaisar keparatmu itu!"

"Tutup mulut lancangmu!! Seumur hidup aku tak

pernah punya pikiran kotor sepertimu! Lebih baik, kau

menyerah untuk kubawa ke hadapan Kaisar!!"

"O ya? Apakah dalam keadaan seperti itu kau

mampu melakukannya? Sekali lagi kuingatkan, Hatsuko

Kuichi mampus di tanganku! Apakah kau... hhh!! Mengapa

harus berlama-lama lagi? Kukirim kau ke neraka sekarang

juga!!"

Tangan kanannya yang mcmegang samurai, kembaii

digerakkan dengan cara mcmutar lurus ke depan. Hawa

dingin berkebyar lagi di tempat itu.

Hiedha Ogawa menahan napas melihatnya.

"Tak kusangka kalau dia telah maju pesat dalam

ilmu bela diri! Huh! Sudah tentu dia membekali diri dengan

kemampuan yang lebih tinggi untuk mengadakan

pemberontakan! Jahanam! Dia telah membunuh sensei

Hatsuko Kuichi! Apa pun yang terjadi, aku tak akan mundur

sejengkal pun juga!!"

Segera dialirkan tenaga daiam pada tangan

kanannya yang masih memegang samurai. Bersamaan

dengan tubuh Nomuro Shasuke yang meluncur ke arahnya,

Hiedha Ogawa segera memutar samurainya pula.

"Hiedha-san! Terimalah kematianmu!!"

Namun sebelum benturan terjadi, yang dapat

dipastikan akan memutus nyawa Hiedha Ogawa saat itu

juga, mendadak terdengar suara keras, "Nomuro-san!

Mengapa kau tak mengajakku untuk menikmati

kesenangan ini, hah?!"

Nomuro Shasuke langsung hentikan gerakannya.

Dan bukan hanya dia yang tolehkan kepalanya ke kanan,

Hiedha Ogawa yang kini sudah berdiri pun paling-kan

kepalanya. Dilihatnya seorang perempuan jelita

mengenakan pakaian merah menyala melangkah genit

sambil goyangkan pinggulnya ke arah Nomuro Shasuke.

Bibirnya yang memerah mengembangkan senyum. Tangan

kanannya melambai-lambai hingga payudaranya yang

besar bergerak. Di kening perempuan itu terdapat sebuah

permata yang pancarkan warna biru!

***

Melihat siapa yang datang, lelaki berahang persegi

itu terbahak-bahak lebar.

"Dewi Permata Biru... rupanya kau menyusulku,

hah?!"

Perempuan yang baru muncul dan tak lain memang

Dewi Permata Biru adanya terkikik genit. Langsung

merangkul Nomuro Shasuke dan mengecupnya.

"Kau membuatku cemas, Nomuro-san...."

Nomuro Shasuke cuma perlihatkan seringaian. Dia

ajukan tanya begitu melihat ada bekas darah di bibir kiri

Dewi Permata Biru, "Apa yang terjadi?"

Dewi Permata Biru yang baru saja dikalahkan oleh

ninja bernama Akiko Arashi cuma tersenyum.

"Hanya masalah kecil dan aku bisa mengatasinya."

"Bagus!"

"Sekarang... apakah kau tidak bermaks ud membagi

kesenangan denganku untuk membunuh manusia satu

ini?" kata Dewi Permata Biru manja.

Sementara Nomuro Shasuke terbahak-bahak,

tempatnya Hiedha Ogawa membatin resah, "Celaka

Rupanya perempuan inilah yang berjuluk Dewi Perma ta

Biru, perempuan yang menjadi kambrat sekaligus

pelindung manusia celaka ini! Hhh! Keadaan sungguh

berbahaya sekarang!!"

Saat itu Nomuro Shasuke sedang menjawab, "Kau

tak perlu merepotkan dirimu, Dewi. Menghadapi manusia

satu ini semudah membalikkan telapak tanganku."

"Kau benar! Temannya yang bernama Mishima Nobu

pun telah kubuat pontang-panting! Hanya sayang. ,' kali ini

Dewi Permata Biru berbisik, "Seorang ninja telah

menggagalkan rencanaku membunuhnya...."

Kendati agak terkejut mendengar ucapan percm

puan di sebelah kanannya, Nomuro Shasuke terbahak

bahak. Sekarang dia memainkan peranan yang sangat

penting. Lalu berkata, "Jadi kau telah membunuh Mishima

Nobu. Aha! Terima kasih, terima kasih! Jadi urusanku tidak

terlalu sulit sekarang!! Tetapi ya memang tidak; terlalu sulit

kendati ketiga orang utusan Kaisar keparat itu bersatu

untuk menghadapiku!"

Dewi Permata Biru yang berotak licik paham maksud

Nomuro Shasuke berkata demikian. Dengan kata lain, dia

bermaksud mengobrak-abrik perasaan Hiedha Ogawa.

Makanya dia berkata, "Sangat kupahami sekali soal

ilu. Tetapi, bukankah aku cukup membantumu dalam hal

ini? Nomuro-san... kupikir memang tak terlampau sulh

menghadapi manusia seperti Mishima! Terlebih lagi, lelaki

di hadapanmu itu!!"

"Dan kau bisa melihatnya sendiri bukan, kalau lelaki

itu sudah tak berdaya?!"

"Ya! Kirim dia ke neraka agar bersatu dengan

temannya yang bernama Mishima Nobu! Setelah itu...

tinggal mencari yang bernama Ayothomori! Dan kupikir ilu

bukanlah soa! yang terlalu sulit!"

Di seberang, Hiedha Ogawa yang perlahan-lahan

mulai termakan oleh ucapan-ucapan keduanya, bukan

merasa jeri kendati dia sempat tegang tadi.

"Mishima Nobu telah tewas di tangan perempuan

celaka itu. Jahanam! Seperti apa pun kekuatan mereka

berdua, aku tak peduli lagi!!"

Berpikir demikian, lelaki berkumis tipis ini keluarkan

bentakan keras, "Mengapa kalian hanya berdiam sekarang,

hah?! Apakah sesungguhnya kalian sudah tak punya nyali

lagi?!"

Kedua orang itu sama-sama arahkan pandangan

pada Hiedha Ogawa. Lalu sambil berpandangan keduanya

terlawa.

"Nomuro-san... apakah kau masih mau berlama-

lama untuk membunuhnya?!"

"Tadi aku memang ingin mempermainkannya dulu

Ingin kupotong setiap anggota tubuhnya satu persatu.

Tetapi sekarang... setelah kedatanganmu, sudah tentu aku

tak mau membuang waktu lagi...."

Lalu dengan gemasnya, tangan kiri Nomuro Shas u,

ke meremas payudara Dewi Permata Biru yang langsung

jatuhkan kepalanya di bahu lelaki bengis itu.

Di tempatnya, Hiedha Ogawa menggeram jengkel.

"Terkutuk!!" makinya seraya mencelat ke depan

Dengan masih pergunakan jurus 'Menjerat Matahari', lelaki

berkumis tipis ini mengayunkan samurainya ke arah

Nomuro Shasuke.

Angin tebasan dari samurai yang dilakukan olehj

Hiedha Ogawa keluarkan suara angin yang keras, disusul

dengan hawa panas yang menyentak.

Memang itulah yang ditunggu oleh Nomuro Shasuke.

Kemarahan yang telah merajai diri Hiedha Ogawa dapat

menjatuhkannya sendiri. Sementara Dewi Permata Biru

melompat ke kanan, Nomuro Shasuke geser kakinya dua

tindak ke samping kiri. Bersamaan dengan itu, diayunkan

samurainya dari atas ke bawah.

Terkesiap Hiedha Ogawa menyadari kalau lawani

lakukan satu gerak tipu yang hebat. Karena ayunan

samurai Nomuro Shasuke jelas hanya coba pancing dirinya

belaka. Bila Hiedha menangkisnya, maka ayunan pedang

itu akan mengarah pada kepalanya.

Makanya Hiedha langsung melompat ke belakang,

disusul dengan tebasan ke arah kaki. Ganti Nomuro yang

terkesiap.

"Keparat!!" makinya geram seraya menurunkan

samurainya.

Traaangg!!

Benturan dua samurai itu menimbulkan percikan

api. Hiedha Ogawa yang mendengar berita mengenaskan

tentang Mishima Nobu, tak mau hentikan serangannya.

Dengan kalap dia terus mencecar Nomuro Shasuke.

Kekalapan Hiedha Ogawa memancing tawa dan

ejekan lelaki berahang persegi itu. Dia justru hanya

menghindar saja.

"Mengapa kau jadi ganas seperti ini? Tadi sudah

kukatakan, lebih baik berseppuku ketimbang kuacak-acak

seluruh anggota tubuhmu!!"

"Tutup mulutmu!!" geram Hiedha keras. Terus dia

mencecar ganas ke arah Nomuro Shasuke. Dan semakin

lama serangannya semakin kacau balau. Dia sudah tidak

lagi mengikuti jurus-jurus yang dipelajarinya kecuali

mengayunkan samurainya.

Puas memainkan Hiedha Ogawa, mendadak Nomuro

Shasuke membuang tubuh ke samping kanan. Bersamaan

dengan samurai Hiedha mengejarnya, tangan kanannya

yang memegang samurai diputar. Seketika nampak awan

hitam yang meletup-letup.

Terkejut Hiedha Ogawa menyadari kalau lawan

kembaii pada pormasi serangannya. Dia cepat melompat

ke belakang. Namun Nomuro Shasuke yang tak mau main-

main lagi, memburu dengan samurai menusuk ke depan.

Trang!

Hiedha berhasil menangkis tusukan samurai lawan.

Namun kaki kanan lawan tak bisa dihindari lagi.

Menghantam telak pipi kanannya hingga tubuhnya

langsung terbanting keras di atas tanah. Menyusul Nomuro

Shasuke sudah melompat dengan ujung samurai ke arah

leher Hiedha Ogawa yang memekik tertahan.

Namun sebelum ujung samurai itu mengirim

nyawanya ke akhirat, mendadak saja sesuatu menabrak

samurai Nomuro. Tabrakan itu sangat keras. Karena

tusukan samurai Nomuro Shasuke bukan hanya

melenceng dari sasarannya, tetapi juga terayun ke

samping. Bila saja dia tidak cepat menahannya, tak

mustahil samurai itu akan terlepas dari tangannya.

"Setan laknat!!" makinya gusar. Dan kegusarannya

itu makin menjadi-jadi tatkala melihat benda apa yang tadi

menabrak samurainya.

Sebuah tulang ayam!!

Belum lagi mengetahui siapa orang yang halangi ni-

atnya, mendadak terdengar suara bernada jengkel, "Kutu

busuk! Kura-kura bau! Kenapa sih kalian tidak bisa

berhenti bertarung? Paling tidak, istirahat dulu deh! Jadinya

aku kan tidak tergesa-gesa menghabiskan ayam bakar

ini!!"

***

8


Kita tinggalkan dulu apa yang akan terjadi pada

Hiedha Ogawa. Sekarang kita ikuti langkah Dedemit Tapak

Akhirat. Setelah siuman dari pingsannya, lelaki bertampang

tengkorak ini duduk berlutut. Untuk beberapa saat dia tak

keluarkan suara, hanya berusaha untuk mengatur

napasnya saja.

Setelah dirasakan keadaannya mulai membaik,

lelaki kejam guru dari Dua Iblis Lorong Maut ini mengge-

ram dingin. Kedua tangan kurusnya dikepalkan kuat-kuat.

Menyusul makiannya yang keras, "Jahanam terkutuk!!

Siapa orang yang telah menolong Pendekar Slebor?!

Keparat sial! Jahanam sial!! Padahal nyawa pemuda celaka

itu sudah berada di tanganku!! Peduli setan kuburan! Dia

harus mampus di tanganku! Harus mam¬pus!!"

Lalu dengan paras yang makin memerah tanda

geram sementara kedua matanya yang bercahaya kelabu

makin pancarkan kepekatannya, lelaki tua berpakaian

hitam terbuka di bagian dada hingga perlihatkan tonjolan

tulang belulangnya, bangkit perlahan-lahan. Sosoknya agak

membungkuk. Rambutnya panjang tidak beraturan.

Sesaat lelaki kejam ini perhatikan sekelilingnya yang

telah disaput kegelapan malam. Dia tak segera

meninggalkan tempat itu, karena masih coba memikirkan

siapa yang telah menolong Pendekar Slebor.

"Serangan yang dilakukan orang sialan itu sungguh

hebat. Dia bukan hanya mampu menahan setiap serangan

yang hendak ku lakukan, tetapi juga melemparkan tubuhku

dengan kekuatan yang luar biasa. Jahanam terkutuk!

Apakah orang itu...."

Mendadak saja Dedemit Tapak Akhirat memutus

kata-katanya sendiri. Cahaya kelabu yang keluar dari

sepasang matanya yang menjorok ke dalam, semakin

tampakkan kepekatannya.

Lamat-lamat terdengar ucapannya laksana desisan

ular belaka, "Jahanam sial!! Jangan-jangan... orang itu

adalah Saptacakra? Manusia keparat yang telah menolak

cinta kasih kakak seperguruanku hingga dia harus mati!

Bahkan setelah mati pun dia muncul kembaii dalam

bentuk kutukan! Kutukan yang dilakukannya sendiri! Setan

alas!! Bila saja kusadari orang itu adalah Saptacakra, akan

kuterjang dia habis-habisan!!"

Kembali lelaki ini hentikan ucapannya. Dadanya

yang kurus dan dipenuhi tonjolan tulang nampak turun

naik dengan napas yang agak memburu. Kepalan kedua

tangannya semakin kuat.

Mendadak saja dia tepukkan kedua tangannya yang

seketika terdengar suara laksana salakan petir mengamuk.

Menyusul satu gelombang angin menderu disertai percikan

sinar merah, mengarah pada dua buah pohon di

hadapannya.

Wusss!! Blaaammm!!

Secara bersamaan gelombang angin tadi

menghantam dua buah pohon sekaligus. Menyusul sama-

sama tumbang dengan timbulkan suara bergemuruh.

Ranggasan semak dan tanah yang tertindih kedua pohon

itu, langsung rengkah dan membuyar ke udara.

Saat itulah, sosok lelaki berpakaian hitam-hitam ini

sudah berkelebat meninggalkan tempat itu. Dirinya makin

dirasuk dengan scgala dendam membara. Keadaan ini

ingin segera diatasinya dengan cara membunuh Pendekar

Slebor.

Cukup lama Dedemit Tapak Akhirat berkelebat tanpa

sekali pun berhenti. Di sebuah persimpangan yang

dipenuhi rerumputan, lelaki ini baru hentikan

kelebatannya. Itu pun disebabkan karena pendengarannya

yang tajam menangkap suara gerakan dari sebelah kanan.

"Menilik gerakan ini, nampaknya ada dua orang. Dan

rupanya keduanya berlari sambil bercakap-cakap. Dari

suara-suara yang kutangkap, mereka terdiri dari satu orang

lelaki dan satu orang perempuan. Hmmm... siapa mereka?"

Memutuskan untuk menunggu, Dedemit Tapak

Akhirat berdiri tegak di tempatnya dengan kedudukan lurus

ke samping kanan. Sepasang matanya kian pancarkan

cahaya kelabu pekat yang semakin membuat sosoknya

begitu mengerikan.

Suara gerakan orang dan suara bercakap-cakap itu

semakin keras terdengar.

"Widarti! Bagaimana dengan luka di kakimu?!"

terdengar suara itu.

"Sudah lumayan! Tidak terlalu sakit lagi saat kubawa

berlari! Dan tak kusangka kau pandai membuat ramu-

ramuan dari berbagai dedaunan hingga lukaku cepat

mengering dan sembuh!"

"Ah! Itu juga disebabkan karena kau dapat menahan

aliran darahmu dengan tenaga dalam yang kau miliki!!"

"Scjak pertama berjumpa... kau selalu merendah!

Kau telah kuajak mencari Pendekar Slebor, maka apapun

yang akan terjadi, kita harus sama-sama menghadapinya!!"

Suara-suara yang semakin lama makin keras

didengar Dedemit Tapak Akhirat itu, makin mcndekat.

Sementara lelaki berparas tengkorak ini diam-diam

kerutkan keningnya.

"Pendekar Slebor? Kedua orang itu juga mencari

Pendekar Slebor? Hmmm... apakah mereka mencari

karena ingin membunuhnya juga, ataukah...."

Kata batin Dedemit Tapak Akhirat terputus, karena

dua sosok tubuh telah berdiri di hadapannya. Sesaat

terjadi saling pandang tanpa ada yang buka mulut. Kejap

kemudian terlihat kedua orang yang baru muncul itu saling

pandang satu sama lain.

Keheningan itu dipecahkan oleh Dedemit Tapak

Akhirat dengan tawanya yang keras. Menyusul kata

katanya, "Aku tak ingin banyak tanya lagi! Katakan padaku,

di mana Pendekar Slebor berada?!!"

Kembaii kedua orang itu saling pandang. Nampak

wajah tampan dari pemuda berpakaian putih-putih yang

berkulit agak hitam, agak menyipit. Saat diarahkan

pandangannya lagi ke depan, hanya sekali lihat saja

pemuda yang tak lain Indrajit adanya ini tahu kalau lelaki

tua di hadapannya bukan orang baik-baik.

Sementara itu gadis yang berdiri di sebelah kanan,

yang di rambutnya terdapat untaian bunga melati

membatin, "Orang ini mencari Pendekar Slebor. Dari nada

pertanyaannya yang begitu kasar dan menyentak, jelas dia

punya urusan tinggi dengan Pendekar Slebor. Ah, sampai

saat ini aku belum juga berjumpa dengan pemuda dari

Lembah Kutukan itu. Tetapi sekarang... rasa-rasanya tak

mudah untuk berlalu dari hadapan lelaki bertampang

mengerikan ini...."

Karena tak ada yang segera buka mulut, Dedemit

Tapak Akhirat kembaii keluarkan bentakan, "Jawab

pertanyaanku!! Jangan sampai kalian menyesali akibat-

nya!!"

Indrajit yang memang agak panasan segera berucap,

"Orang tua!! Sungguh mengherankan dalam usia yang

sudah senja itu kau tak memiliki sopan santun! Apakah

pertanyaan yang kau ajukan dengan cara kurang ajar

seperti itu, dapat membuat kami segera menjawab?!"

Seketika mengkelap wajah Dedemit Tapak Akhirat.

Tetapi sebelum dia membuka mulut, Indrajit sudah berkata

lagi, "Pertanyaan yang kau lontarkan kurang tepat bila

ditujukan kepada kami! Karena kami tak mengenai orang

yang kau cari!!"

"Hhh!! Hendak bermain api rupanya denganku!!

Kalian boleh mengingat siapa aku!! Dedemit Tapak

Akhirat!!"

Sementara Indrajit hanya arahkan pandangannya

tanpa kedip seolah julukan yang barusan didengarnya

sama sekali tak membawa arti apa-apa, Widarti diam-di-am

membatin, "Dedemit Tapak Akhirat... sebuah julukan yang

sangat mengerikan sekali. Nampaknya bila tidak segera

dijawab, urusan akan kapiran!!"

Berpikir demikian, dengan menindih kemangkelan

nya murid mendiang Pendekar Bayangan ini segera buka

mulut, "Orang tua... apa yang dikalakan temanku ini

memang benar! Kami sama sekali tak bisa menjawab

pertanyaan yang kau ajukan?!"

Dedemit Tapak Akhirat hanya kertakkan rahangnya.

Lalu terdengar suaranya, "Berarti... kalian harus mampus!!"

Sebelum Widarti buka mulut, Indrajit sudah

membentak, "Jangan bicara sembarangan!!"

"Anak muda... kalian berdusta di hadapanku!

Kudengar tadi kalian hendak mencari Pendekar Slebor!

Apakah sekarang kalian hendak tutupi bahwa kalian tahu

di mana Pendekar Slebor?!"

"Orang tua dungu! Kau bilang sendiri tadi kalau kami

sedang mencarinya! Apakah kalau kami sedang mencari

maka kami tahu di mana orang yang kami cari seperti yang

kau duga?! Sungguh otak bebal yang kau perlihatkan!!"

Mendengar ucapan itu, Dedemit Tapak Akhirat

meradang gusar. Sementara Widarti mengcluh, "Bila

Indrajit terus menerus bersikap seperti itu, urusan jadi

berabe! Apalagi...."

Kata hati gadis manis ini terputus tatkala terdengar

bentakan Dedemit Tapak Akhirat, "Kuhentikan napas

kalian hari ini!!"

Habis bentakan nya, mendadak saja lelaki kejam ini

mendorong kedua tangannya ke depan. Dua gelombang

angin dahsyat serta-merta menderu.

Widarti berseru keras sambil mendorong tubuh

Indrajit, "Menghindar!!"

Bersamaan tubuh masing-masing orang bergulingan

ke samping kanan dan kiri, dua gelombang angin itu

menghantam tanah yang tadi mereka pijak. Seketika

terdengar letupan yang keras disusul dengan terbongkar-

nya tanah ke udara.

Dedemit Tapak Akhirat hanya perdengarkan

tawanya, sementara Widarti yang telah kembaii tegak

berdiri segera melotot pada Indrajit. Indrajit sendiri

kelihatan hendak balas melotot, tetapi buru-buru

diarahkan pandangannya pada Dedemit Tapak Akhirat.

Disadarinya kecerobohan yang telah dilakukan

hingga memancing amarah lelaki berparas tengkorak itu.

Tetapi apa mau dikata, karena Dedemit Tapak Akhirat

sudah lakukan serangan kembaii.

Lagi-lagi keduanya segera berjumpalitan dan

bergulingan guna hindari serangan yang terus menerus

menderu ganas. Terbahak-bahak Dedemit Tapak Akhirat

yang terus lakukan serangannya tanpa bergeser dari

tempatnya berpijak.

Lelaki kejam ini seolah mendapatkan satu

kesenangan lain setelah keinginannya membunuh

Pendekar Slebor digagalkan seseorang. Masih terus

terbahak-bahak dia lancarkan serangannya.

Widarti sendiri memang masih dapat hindari setiap

serangan itu. Namun disadarinya betu! apa yang akan

terjadi dengan Indrajit. Nampak sekali pemuda gagah

berkulit agak hitam itu mulai kepayahan untuk hindari

setiap serangan. Berulang kali dia memckik tertahan

Bahkan satu kelika, wajah nya tertampar oleh muncratan

tanah. Kendati masih sempat tutup matanya hingga tidak

kemasukan tanah, namun akibat dorongan keras tanah itu

tubuhnya terpental ke belakang.

"Indrajit!!" seru Widarti keras sambil berusaha

mendekati pemuda nelayan itu. Namun yang dilakukannya

jelas tidak mudah. Karena masih terbahak-bahak, Dedemit

Tapak Akhirat arahkan serangannya pada Widarti.

Kendati bersusah payah untuk hindari serangan itu,

namun Widarti Cukup bisa bernapas lega. Karena kini

serangan tak lagi mengarah pada Indrajit.

Lalu dengan gerak yang cepat dipergunakan jurus

menghindar 'Menutup Bayang-Bayang'. Saat itu pula

kelebatan tubuhnya seolah berubah jadi bayangan belaka.

Sesaat Dedemit Tapak Akhirat nampak kerutkan

keningnya sambil lancarkan serangan. Dan mendadak saja

dia berseru, "Setan alas! Anak gadis! Ada hubungan apa

kau dengan Pendekar Bayangan, hah?!!"

Widarti yang masih menghindar dan sedang cari

kesempatan untuk balas menyerang berseru, "Mengapa

kau tanyakan hal itu, hah?!"

"Keparat!! Jawab!!"

"Aku adalah muridnya! Nah! Cepat kau berlutut

untuk memohon ampun!!"

Dari kegusarannya tadi, Dedemit Tapak Akhirat

terbahak-bahak kembaii.

"Rupanya Dewi Permata Biru salah besar! Dia

memang telah membunuh Pendekar Bayangan, tetapi

muridnya bisa menjadi duri! Bagus! Kali ini aku yang akan

membereskan orang yang ada hubungannya dengan

Pendekar Bayangan!!"

Sementara itu mendengar julukan Dewi Permata

Biru disebutkan, Widarti hentikan gerakannya karena

serangan Dedemit Tapak Akhirat sendiri terhenti.

Dengan keras dia bersuara lantang, "Dedemit Tapak

Akhirat! Katakan padaku, di mana Dewi Permata Biru

berada?!!"

"Luar biasa! Rupanya kau muncul memang hendak

membalas kematian gurumu pada Dewi Permata Biru!! Tak

perlu bersusah payah, karena aku akan mengirimmu ke

neraka!!"

Widarti mendengus gusar. Dan dipergunakan

kesempatan itu untuk lancarkan serangan yang disambut

Dedemit Tapak Akhirat dengan tawanya.

Untuk sesaat Widarti memang berhasil hindari

se¬rangan lawan. Namun lama kelamaan, tenaganya pun

mulai terkuras. Wajahnya kini sudah dipenuhi keringat.

Berulang kali dia keluarkan seruan terkejut.

Kedudukannya semakin kacau balau tatkala

Dedemit Tapak Akhirat lancarkan serangannya sambil

melesat ke depan. Dua jotosan segera dilepaskan.

Memekik keras Widarti berusaha hindari dua jotosan

lawan setelah berhasil hindari gelombang angin yan

mengarah padanya. Tetapi satu tendangan yang dilakukan

Dedemit Tapak Akhirat menghantam telak kakinya hingga

saat itu pun dia terhempas ke bumi.

Makin merasa mendapatkan kesenangan, Dedemi

Tapak Akhirat terus terbahak-bahak

Sementara itu diam-diam Indrajit meloloskan parang

besarnya. Lalu dengan sekuat tenaga dilemparkannya.

Namun masih tertawa, Dedemit Tapak Akhirat hanya

dorong tangan kirinya tanpa tolehkan kepala.

Praaakkk!!

Parang besar itu langsung patah menjadi tiga bagian

begitu terkena sambaran angin yang dilepaskannya. Dua

bagian jatuh ke tanah sementara yang sebuah lagi

melunc ur deras ke arah Indrajit.

VVuuttt!!

"Okkhhh!!"

Cepat Indrajit melompat ke samping kanan. Namun

bahu kirinya pun harus tersambar potongan parangnya

sendiri.

"Akkkhhh!!"

Seketika darah merembas keluar yang buru-buru di-

tekapnya dengan agak sempoyongan.

Nampaknya Dedemit Tapak Akhirat sengaja

membiarkan Indrajit menderita seperti itu. Karena dia tak

teruskan serangannya. Justru dia berkata pada Widarti,

"Sungguh menyenangkan mempunyai teman-teman

bermain seperti kalian! Tetapi sayang, aku sudah bosan

untuk bermain-main lebih lama! Dewi Permata Biru

memang perempuan bodoh! Dia tidak tahu kalau ada duri

yang bisa menusuknya!!"

Widarti yang masih megap-megap berseru gusar,

"Orang tua celaka!! Apa pun yang terjadi hari ini aku tidak

peduli! Tetapi satu hal yang terpenting, kita tak punya

silang sengketa sebelumnya!!"

"Benar sekali! Makanya itu kuciptakan!!"

"Orang tua celaka!!" ben tak Widarti keras dan

ser¬ta-merta mencelat ke depan dengan kedua tangan

dido-rong. Angin deras mendahului lesatan tubuhnya.

Tetapi dengan mudah serangan yang dilanearkan

gadis jelita ini diputuskan oleh Dedemit Tapak Akhirat.

Hanya dengan geser kaki kanannya sedikit, lalu

menggerakkan kedua tangannya, tangan kanan kiri Widarti

berhasil ditangkapnya.

Dengan gerakan cepat dipuntirnya. Widarti yang tak

ingin kedua tangannya patah, mau tak mau harus

mengikuti gerakan puntiran itu sendiri. Di saat itulah kaki

kanan Dedemit Tapak Akhirat menyepak kedua kaki nya,

hingga dia terbanting ke tanah dengan kedua tangan yang

masih dipegang erat.

"Sangat menyenangkan permainan ini!!"

"Manusia terkutuk!! Lepaskan dia!! Bila kau punya

nyali hadapi aku!!" membentakIndrajit sambil menekap

bahu kirinya. Tangan kanannya yang menekap itu telah

dibanjiri warna merah. Sesekali nampak dia meringis

kesakitan.

Dedemit Tapak Akhirat hanya terbahak-bahak. Dan

secara tiba-tiba digerakkan tangan kanannya. Wusss!!

Indrajit yang memang bersiaga berhasil hindari

gelombang angin dahsyat itu. Namun tatkala gelombang

angin yang ketiga menyusul kembaii, kali ini dia hanya bisa

terpaku di atas tanah tanpa dapat berbuat apa-apa.

Widarti yang kedua tangannya masih dipegang erat

oleh Dedemit Tapak Akhirat berseru, "Indrajiiiittt!

Menghindar! Menghindar, Indrajiiltt!!"

Tetapi Indrajit nampak masih terpaku di tempatnyl

dengan sepasang mata terbeliak lebar.

Bias-bias matahari pun mulai nampak di ufuk timur.

***

9


Kembali ke hutan kecil yang dipenuhi jajaran

pepohonan, masing-masing orang segera tolehkan

kepalanya. Mereka melihat satu sosok tubuh berpakaian

hijau pupus dengan sehelai kain bercorak catur melilit di

leher, sudah berdiri berjarak sepuluh langkah.

Hiedha Ogawa yang tadi sempat deg-degan,

keluarkan suara gembira, "Andika-san!!"

Orang yang tadi halangi serangan Nomuro Shasuke

dan bersuara jengkel, cuma mengangkat sepasang alis

hitamnya yang seperti kepakan sayap elang. Mulutnya

nampak sibuk menghabiskan ayam bakar yang

dipegangnya. Bahkan dengan enaknya, pemuda dari

Lembah Kutukan ini terus menggarot ayam bakarnya.

Terdengar suara keras Nomuro Shasuke, "Hhhh!

Pendekar Slebor!! Bagus kau munc ul di sini!! Biar urusanku

langsung selesai!!"

Bukannya sahuti ucapan orang, Andika c uma

mengangkat kepalanya sementara mulutnya menguyah.

Setelah menelan potongan daging ayam yang dimakannya,

baru dia berkata, "Urusan langsung selesai?! Huh! Urusan

apa? Bilang saja kau mau minta ayam bakarku ini!! Oho...

tidak! Nanti dulu! Kalau kau mau cium pantatku baru

kukasih!!"

Lalu tanpa hiraukan wajah Nomuro Shasuke yang

memerah, dengan enaknya dia kembaii menggarot ayam

bakar itu.

Dewi Permata Biru merandek dingin seraya maju dua

langkah ke muka. "Nomuro-san.... Bunuh Hiedha Ogawa

sekarang juga! Biar pemuda slebor ini kuhadapi!!"

Andika langsung arahkan pandangan pada Dewi

Permata Biru. Seperti baru menyadari ada orang lain di

sana dia berkata, "Lho, Iho? Orang rupanya? Kupikir

makhluk halus!! Apakah... eh! Kulihat kau terluka dalam,

Dewi! Kenapa? Kejedot pintu dadamu?! Makanya, punya

dada itu jangan terlalu besar!!"

Terdengar suara rahang dikertakkan.

"Kendati aku terluka dalam... aku masih bisa

membunuhmu, Pendekar Slebor!!"

Sambil menggigit ayam bakarnya Andika menyahut,

"Bagaimana dengan ninja yang mengalahkanmu? Kupikir

kau seorang perempuan yang hebat! Tidak tahunya bisa

dikalahkan oleh ninja itu! Nah, bagaimana kau bisa

mengalahkan aku?"

Sesaat Dewi Permata Biru terkejut juga mendengar

kata-kata Andika. Diam-diam dia berkata dalam hati,

"Memang hebat dia tahu kalau aku sedang terluka dalam.

Tetapi bagaimana dia bisa tahu kalau aku dikalahkan oleh

seorang ninja?!"

Selagi Dewi Permata Biru membatin, Andika berkata,

"Nampaknya kau kok keheranan sih? Heran aku tahu kalau

kau terluka dalam? Ya jelas saja aku tahu! Kan aku ini

pemuda yang tak terkalahkan di segenap penjuru dunia.

Belum lama aku berjumpa dengan Mishima Nobu dan

mengatakan semuanya, kok!!"

"Andika-san!" terdengar suara Hiedha Ogawa he-ran.

"Apa maksudmu kau bertemu dengan Mishima-san?"

"Wah! Kau ini kenapa? Kebanyakan makan tempe

bacem?"

"Mereka mengatakan... Mishima Nobu sudah mati!!"

sahut Hiedha Ogawa tak pedulikan selorohan Andika.

"Busyet!! Bagaimana bisa.... Eh, sebentar! Tanggung

nih!!" lalu dengan enaknya dia menghabisi sisa-sisa dagmg

ayam bakar. Lalu dengan tangan kirinya diusap mulutnya

dengan kain bercorak catur. Kejap berikutnya, sambil

melanjutkan kata-kata pada Hiedha Ogawa, dengan sikap

seperti membuang, Andika melempar potongan-potongan

tulang ayam pada Nomuro Shasuke, "Kau kena dikelabui

olehnya! Mishima Nobu masih dalam keadaan segar

bugar!!"

Sementara itu lemparan tulang-tulang ayam yang

dilakukan oleh Andika ke arah Nomuro Shasuke, bukanlah

lemparan pada umumnya. Lima buah tulang ayam itu

melunc ur deras ke arah Nomuro Shasuke yang segera

menggerakkan samurainya.

Trak! Trak! Trak!!

Tiga kali terdengar suara cukup keras saat

samurainya menghantam kclima tulang ayam itu yang

menjadi potongan kecil. Dan seperti tak tahu apa yang

dilakukan oleh Nomuro Shasuke, Pendekar Slebor berkata,

"Hiedha-san! Seperti janjiku padamu, biar kutangkap

pembunuh celaka yang juga telah membunuh seorang

kakek dan memperkosa cucunya!!"

Lagi dengan santainya dia mengusap mulut dengan

kain bercorak catur, bersamaan terdengar bentakan

Nomuro Shasuke, "Sejak lama aku ingin merasakan

kehebatan Pendekar Slebor!!"

"Wah! Kau pasli terkejut! Ngomong-ngomong...

apakah kau ingin makan tempura (udang goreng) dan

sashimi (irisan ikan mentah) sebelum mampus?!"

"Tutup mulutmu!!" menggeram Nomuro Shasuke.

Namun sebelum dia lancarkan serangan, Dewi

Permata Biru sudah menerjang diiringi teriakan keras,

"Nomuro-san! Biar pemuda ini bagianku!!"

Menyusul melabraknya dua gelombang angin warna

biru ke arah Pendekar Slebor yang cuma geleng-gelengkan

kepala. Begitu dua gelombang angin tadi mendekat, Andika

segera angkat kedua tangannya.

Pukulan yang mengandung tenaga ‘Inti Petir' tingkat

kesepuluh sudah memupus gelombang angin tadi. Namun

pemuda dari Lembah Kutukan ini harus segera melompat

karena Dewi Permata Biru sudah meluruk ke depan

dengan tendangan berputar.

Saat hindari serangan lawan, Andika berseru, "Dewi!

Kau telah terluka dalam! Pantang bagiku untuk

menghadapi orang yang terluka dalam! Apalagi... ya kau

cuma seorang perempuan yang seharusnya mencuci

pakaianku di sungai!!"

Mendengar ejekan Pendekar Slebor, perempuan

berpakaian merah ini bertambah kalap. Mendadak kembali

didorong kedua tangannya. Menghampar kembali angin

biru yang hebat dan kali ini mengandung hawa panas yang

tinggi. Belum lagi labrakan itu mengenai sasarannya,

mendadak saja satu sinar biru yang juga mengandung

hawa panas meiesat dari permata di keningnya.

Kali ini Andika tak bermaksud untuk memapaki.

Dengan andalkan ilmu peringan tubuhnya yang kesohor,

pemuda urakan ini membuang tubuh ke kanan.

Blaarrrr!!

Letupan keras terdengar. Ranggasan semak belukar

yang terkena angin biru, langsung pecah berantakan

hingga akarnya. Tidak hanya sampai di sana saja yang

terjadi, karena sinar biru yang terpancar dari permata di

kening si perempuan, menghantam sebuah pohon yang

langsung bolong keluarkan asap. Menyusul pohon itu

bergetar dengan gugurkan dedaunannya. Kejap berikutnya

ambruk menggemuruh.

Sementara itu, Nomuro Shasuke tak mau

membuang waktu lagi. Dia kembaii teruskan serangannya

pada Hiedha Ogawa. Hiedha sendiri berusaha keras untuk

imuangi setiap serangan ganas yang dilakukan oleh

Nomuro.

Kalau setiap kali serangan yang dilancarkan Dewi

Permata Biru pada Pendekar Slebor mengandung hawa

panas menggidikkan, serangan Nomuro Shasuke pada

Hiedha Ogawa justru mengandung hawa dingin.

Hingga saat itu pula, hutan yang mulai dirambati

sinar matahari pagi seolah dibuncah oleh hawa panas dan

dingin yang saling tindih.

Sementara itu Dewi Permata Biru terus gerakkan

kedua tangannya berulang kali, menyusul sinar biru yang

mengandung hawa panas terus mencelat dari permata di

keningnya.

Andika memaki-maki tak karuan sambil terus hindari

serangan yang ganas itu.

"Hmmm... akan kupancing dia...."

Memutuskan demikian, mendadak saja Andika

mencelat ke depan seolah menyongsong serangan yan

dilancarkan oleh Dewi Permata Biru. Sudah tentu

perbuatannya memancing nafsu Dewi Permata Biru untuk

terus menyerang.

Akan tetapi, tiba-tiba saja Andika memutar tubuh

hingga serangan yang dilancarkan lawan lolos begitu saja.

Saat berputar itu tubuhnya melewati sosok Dewi Permata

Biru. Kejap itu pula tangannya yang telah di-alirkan tenaga

'Inti Petir' tingkat kelima menghantam telak dada si

perempuan.

Terdengar suara laksana salakan petir yang kuat.

Melengak perempuan ini laksana terhantam petir.

Tubuhnya agak limbung dengan napas terengah-engah.

Sejenak dia berusaha untuk kuasai keseimbangannya.

Saat berhasil dilakukan, justru keningnya yang nampak

berkerut.

"Aneh! Pukulan yang dilakukan pemuda ini, sama

dengan pukulan yang dilakukan ninja yang menyerangku!

Sama-sama seperti mengandung kekuatan listrik yang

kuduga tentunya mengandung tenaga petir! Apakah

sesungguhnya pemuda ini ada hubungannya dengan ninja

itu? Atau jangan-jangan... mereka satu perguruan? Pemuda

ini yang pernah belajar ke Jepang, atau ninja keparat itu

yang pernah belajar ke tanah Jawa?"

Sementara itu Andika yang telah berdiri kembali di

atas tanah berkata, "Nan! Apa kubilang? Mengalahkanmu

sangat mudah, kan? Sudah deh... lebih baik kau

menyingkir dari sini! Apa yang ada ini bukanlah urusanmu!"

Dewi Permata Biru segera putar tubuhnya dengan

wajah mengkelap.

"Jangan sesumbar! Aku akan mengadu jiwa

denganmu!!" maki Dewi Permata Biru sambil alirkan tenaga

dalamnya, terutama pada punggungnya yang terasa ngilu.

"Wah! Benar-benar keras kepala ya? Tadi kan

kubilang, aku tidak mau menghadapi orang yang telah...."

"Tutup mulutmu!!" putus Dewi Permata Biru.

Menyusul dia segera lancarkan serangan lagi.

"Kutu monyet!" maki Andika dalam hati. "Perempuan

ini harus diberi pelajaran!!"

Sambil menghindari serangan itu dia berseru, "Ayo,

kau minggat dari sini! Nanti kubikin benjol kepalamu ya?!"

Akan tetapi sudah tentu Dewi Permata Biru tak mau

melakukannya, apalagi dilihatnya saat ini bagaimana

Nomuro Shasuke sedang mengurung Hiedha Ogawa

dengan serangan samurainya. Awan-awan kecil berwarna

hitam yang keluar setiap kali samurainya digerakkan,

bukan hanya meletup-letup, tetapi juga halangi pandangan

Hiedha Ogawa.

Andika yang juga melihat bagaimana lelaki berkumis

tipis itu sedang terdesak, akhirnya memutuskan untuk

memberi pelajaran pada Dewi Permata Biru. Di saat

perempuan berpakaian merah menyala ini lancarkan

semrangannya, mendadak saja Andika melompat ke

samping kanan. Lalu meluruk dengan tangan kanan yang

telah dialirkan tenaga 'Inti Petir' tingkat keempat.

Pemuda yang memiliki hati lembut ini tak

mengarahkan serangannya pada dada maupun perut Dewi

Permata Biru, padahal itu dapat dilakukannya dengan mu-

dah. Serangannya justru diarahkan pada tangan kanan

Dewi Permata Biru.

Terhenyak mendapati serangan itu, Dewi Permata

Biru berusaha memapaki dengan tangan kirinya. Hanya

dengan memiringkan tubuhnya sedikit, Andika berhasil

lolos dan terus melancarkan jotosannya pada bagian yang

dituju.

Terdengar suara salakan petir yang cukup keras saat

menghantam tangan kanan Dewi Permata Biru yang

melengak kaget. Saat itu pula terdengar suara 'krak' tanda

tulang tangan kanannya patah. Menyusul tubuhnya

terhuyung ke belakang disertai jeritan keras.

Nomuro Shasuke yang mendengar teriakan itu tak

peduli. Sesungguhnya dia memang hanya memanfaatkan

Dewi Permata Biru belaka. Terus diserangnya Hiedha

Ogawa yang kian terdesak. Kaki kanan dan kiri Hiedha

telah terkena ujung samurainya. Seketika Hiedha

merasakan seluruh tubuhnya direjam hawa dingin.

Kedudukannya semakin bertambah goyah dan

terdesak. Bahkan samurainya sudah terlepas begitu

terhan-tam samurai lawan.

"Mampuslah kau!!" menggelegar suara Nomuro

Shasuke seraya ayunkan samurainya dari atas ke bawah,

siap rnembelah kepala Hiedha Ogawa.

Namun mendadak saja satu sentakan telah

membuat ayunan samurai Nomuro Shas uke melenceng.

Lalu dirasakan tendangan telak menghantam dadanya.

Terhuyung lelaki berahang persegi itu ke belakang.

Belum lagi dia berdiri tegak terdengar suara diiringi

tawa mengejek, "Waduh! Maaf! Tadi maksudku ingin

menjitak kepalamu! Kok yang bergerak malah kakiku!!

Maaf,ya?!!"

Mengkelap Nomuro Shasuke begitu mengetahui

siapa orang yang halangi maksudnya. Diam-diam diliriknya

Dewi Permata Biru yang sedang berlutut menahan sakit

dengan keringat aliri sekujur tubuhnya.

"Celaka! Perempuan itu sudah tak berdaya! Dan

rasanya... tak mungkin aku bisa menghadapi pemuda ini!

Aku tidak boleh mati sebelum menduduki takhta

Kekaisaran di Jepang!!"

"Lho, kok malah bengong? Apakah sudah ciut

nyalimu sekarang? Kalau sudah, itu lebih baik! Jadi aku

tidak perlu ngos-ngosan kayak begini?" kata Andika lagi

sambil garuk-garuk kepalanya.

Tatapan Nomuro Shasuke seolah kilatkan bara yang

sangat panas. Perlahan-lahan dia maju satu langkah

sambil mengangkat samurainya.

"Pendekar Slebor! Ini urusanku dengan Hiedha

Ogawa! Kau tak pantas mencampurinya?!"

"Waduh! Betul juga, ya? Aku jadi tidak enak nih!

Ngomong-ngomong... bagaimana dengan perbuatanmu

yang menyebabkan beberapa orang nelayan tewas? Juga

perbuatanmu di desa Bojong Tunggal? Bahkan... kau telah

membunuh seorang kakek dan memperkosa cucunya yang

juga kemudian kau bunuh! Nah... apakah aku akan

berdiam diri? Tetapi ya... kayaknya mcmang begitu ya? Iya

deh, aku diam saja!!"

Sadar kalau pemuda berpakaian hijau pupus itu

sedang mengejeknya, Nomuro S hasuke menggeram dalam

hati. Mendadak dia melompat mendekati Dewi Permata

Biru.

"Dewi-san! Bagaimana keadaanmu?" tanyanya

dengan tatapan bersiaga pada Andika. "Aku... baik-baik

saja...."

"Bagus! Kita bunuh keduanya! Dewi-san... kau telah

berkorban banyak untukku! Maka, aku pun rela

mengorbankan nyawa untukmu! Kita maju bersama!!"

Dewi Permata Biru yang tidak tahu kalau

sesungguhnya Nomuro S hasuke mempunyai maksud lain

kembangkan senyum. Hati perempuan ini terasa berbunga-

bunga hingga semangatnya muncul kembali.

"Kau begitu baik padaku... kau penuh perhatian

padaku...," desisnya bahagia.

"Karena aku mencintaimu...," sahut Nomuro Shasuke

pasti. Tetapi diam-diam dia menyambung dalam hati, "Aku

punya maksud Iain padamu, Dewi-san...."

Lamat-lamat Dewi Permata Biru bangkit. Ngilu di

tangan kanannya seolah tak dirasakan lagi. Dia berkata

pada Nomuro Shasuke, "Aku pun mencintaimu...."

"Kita bunuh mereka!!"

Sementara itu, Hiedha Ogawa yang telah terluka

mundur perlahan-lahan. Andika sendiri maju tiga langkah

ke depan. Dia juga mendengar apa yang dikatakan oleh

Nomuro Shasuke. Lalu dia berkata, "Dewi Permata Biru!

Kau telah dibutakan oleh segala cinta palsu lelaki itu!

Hatimu kosong dari cinta dan sangat membutuhkan nya

setelah cintamu ditolak oleh Pendekar Bayangan yang

justru kemudian kau bunuh! Kesadaran memang selalu

datang belakangan! Tetapi kau belum terlambat untuk

memperbaiki segala perbuatanmu sekarang!"

"Iangan dengarkan kata-katanya, Dewi! Aku sangat

mencintaimu...," bisik Nomuro Shasuke.

Dewi Permata Biru sesaat melirik lelaki bengis itu.

Lalu dengan suara dingin dia berseru pada Andika, "Ja-

ngan halangi seliap keinginanku, Pendekar Slebor! Dan

jangan merasa kau telah menang kendati aku telah kau

kalahkan!!"

Andika mengeluh dalam hati. "Dia benar-benar

membutuhkan perhatian seseorang. Sayangnya, perhatian

itu datang dari Nomuro S hasuke yang hanya

memperalatnya belaka."

Sebelum Andika buka mulut, Dewi Permata Biru

sudah menerjang ganas diiringi teriakan mengguntur. Dua

gelombang angin dan sinar biru yang memancar dari

permatanya menggebrak ganas ke arah Andika.

Melihat kebodohan Dewi Permata Biru, Andika

mendengus. Dan mau tak mau dia memang harus

menghindari serangan lawan. Namun bersamaan dengan

itu, Nomuro Shasuke yang sudah melompat ke depan,

telah mengayunkan samurainya pula.

"Kutu monyetM" maki Andika sambil memutar tubuh.

Namun lagi-lagi dia harus bergerak cepat karena Dewi

Permata Biru sudah menerjang kembali.

Kali ini tak ada jalan lain bagi Andika, selain

memapaki dan membalas. Kendati demikian, dia tetap

menjadikan diri Nomuro Shasuke sebagai sasarannya.

Begitu berhasil membalas gebrakan Dewi Permata

Biru hingga perempuan itu harus surut tiga tindak ke

belakang, pemuda urakan ini melompat ke depan. Ayunan

samurai Nomuro Shasuke dihindari hanya dengan

memiringkan tubuh. Kejap kemudian tangan kanannya

menangkap tangan lelaki bengis itu.

Memutarnya dengan cepat hingga mau tak mau

Nomuro Shasuke harus melepaskan samurainya. Di saat

Andika hendak menotoknya, Dewi Permata Biru sudah

menerjang ke arahnya.

"Kau harus mampus di tanganku, Pendekar Slebor!

Kau bukan hanya mengacaukan seluruh rencana Nomuro-

san! Tetapi juga membuatku murka karena berani lancang

melukai kekasihku!!"

Terpaksa Andika harus melepaskan pegangannya

pada Nomuro Shasuke untuk hindari serangan Dewi

Permata Biru.

"Kadal buntung! Perempuan ini benar-benar keras

kepala! Terpaksa aku harus memberinya pelajaran! Tetapi,

jelas-jelas pembunuh dari Jepang ini akan memanfaatkan

kesempatan untuk melarikan diri. Hhhh!! Baiknya...."

Belum lagi Andika memutuskan apa yang hendak

dilakukannya, Nomuro Shasuke sudah menerjang dengan

jotosannya bersamaan sosok Dewi Permata Biru yang

menggebrak ganas ke arahnya juga.

Cepat Andika putar tubuh untuk hindari serangan

keduanya. Menyusul dia menggebrak cepat ke arah Dewi

Permata Biru. Bersamaan dengan itu, Hiedha Ogawa yang

keadaannya sebagian telah pulih, menerjang dengan

samurainya ke arah Nomuro Shasuke.

Di sinilah terlihat kekejaman Nomuro Shasuke.

Sadar kalau dia tak akan mampu hindari serangan Hiedha

Ogawa, mendadak saja dia menarik tubuh Dewi Permata

Biru yang bam saja hindari serangan Andika.

"Heeiiii!!" terkejut Dewi Permata Biru merasa dirinya

ditarik. Belum lagi dia sadar apa yang terjadi, mendadak

saja dirasakan goresan tajam pada dadanya.

Craaatt!!

"Aaakhhhhh!!"

Darah menyembur keluar akibat dadanya luka besar

terbabat samurai Hiedha Ogawa. Rupanya dengan licik,

Nomuro Shasuke menjadikan diri Dewi Permata Biru

sebagai tameng dirinya sendiri.

Kejap itu pula laksana kelinci yang terperangkap

langkah serigala, Nomuro S hasuke berlari meninggalkan

tempat itu. Yang terdengar hanya suara Dewi Permata Biru

tertahan, "Nomuro-san! Kau... kau... laknat!!"

Lalu tubuh perempuan berpakaian merah menyala

ini pun ambruk ke tanah dengan bersimbah darah.

Andika sendiri sama sekali tak menyangka Nomuro

Shasuke akan menjadikan diri Dewi Permata Biru sebagai

tameng. Tatkala dilihatnya Hiedha Ogawa hendak

menyusul pembunuh dari Jepang itu, Andika sudah

berseru, "Kau tetap di sini! Kuburkan mayat perempuan itu!

Biar kutangkap Nomuro Shasuke!!"

Kejap berikutnya, pemuda pewaris ilmu Pendekar

Lembah Kutukan ini sudah berkelebat dengan ilmu pe-

ringan tubuhnya. Hiedha Ogawa sendiri hanya terpaku di

tempatnya. Dia juga tidak menyangka kalau samurainya

justru mencabut nyawa Dewi Permata Biru.

Setelah menarik napas berkali-kali, lelaki berkumis

tipis ini mulai menggali tanah untuk mcnguburkan mayat

Dewi Permata Biru.

***

10


Widarti hanya bisa menahan napas tatkala melihat

Indrajit masih terpaku di tempatnya tanpa berbuat apa-

apa. Sementara itu, sosok Dedemit Tapak Akhirat semakin

mendekat.

Namun sebelum maut menerkam pemuda nelayan

ini, mendadak saja terdengar suara angin membeset dari

samping kanan.

Wuuuttt!

Cukup merigejutkan Dedemit Tapak Akhirat yang

dengan segera mengurungkan maksud. Bersamaan

tubuhnya melompat kembali ke belakang, tangan kanan-

nya mengibas.

Wusss!!

Serangkum angin menderu ke arah orang yang

barusan muncul. Ganti orang ini yang melompat dengan

gerakan menakjubkan. Saat berdiri tegak di atas tanah,

terlihat sepasang matanya yang sipit bertambah menyipit.

Wajahnya agak tegang dan di tangannya tergenggam

samurai yang tadi diayunkan hingga terdengar suara

besetan.

Indrajit yang tak menyangka kalau akan selamat dan

melihat siapa Orang yang telah menyelamatkannya

berseru, "Mishima-san!!"

Orang yang menyelamatkannya dan tak lain Mishima

Nobu adanya hanya anggukkan kepala. Pandangan nya

tetap lurus pada Dedemit Tapak Akhirat yang kian

mengkelap.

"Jahanam busuk!! Tentunya kau salah seorang dari

utusan Kaisar Jepang yang sedang memburu Nomuro

Shasuke! Bagus! Kau telah masuk kalangan, berarti harus

mampus!!"

Mishima Nobu yang kehilangan jejak saat mencoba

mengikuti langkah ninja bernama Akiko Arashi yang sedang

mengejar Dewi Permata Biru tak keluarkan sahut-an.

Pandangannya kian angker tak berkedip.

Keheningan melanda tempat itu. Sementara Widarti

bergegas mendekati Indrajit.

"Kau mengenai orang itu?" tanya murid mendiang

Pendekar Bayangan ini.

Indrajit mengangguk-angguk. Kendati dia cukup

tenang, namun napasnya masih memburu. Siapa yang bisa

langsung tenang bila sebelumnya menghadapi bahaya

mengerikan yang dapat mencabut nyawanya saat itu ju ga?

"Indrajit... kali ini kuminta padamu, agar jangan

bertindak gegabah. Agak menyingkir dari sini. Aku akan

membantu orang itu menghadapi Dedemit Tapak Akhirat."

"Widarti... biarkan dia yang menghadapinya."

"Tidak! Dia telah menyelamatkanmu...." "Aku tak

ingin kau mendapat celaka."

"Begitu pula denganku. Aku tak ingin kau mendapat

celaka. Lebih baik kau...."

Memutus kata-katanya sendiri, Widarti tolehkan

kepala pada Indrajit. Sesaat kedua remaja itu saling

pandang. Tanpa mereka sadari, satu sama lain telah meng-

ungkap perhatian yang sangat besar.

Ditatap seperti itu Indrajit justru tundukkan

kepalanya. Dia memang tak dapat melakukan tatap muka

lama-lama dengan Widarti. Sementara itu, si gadis justru

terdiam agak lama. Diam-diam dirasakan sesuatu mulai

merasuki hatinya. Sesuatu yang sama sekali tak pernah

dirasakan sebelumnya.

Namun masing-masing orang segera arahkan

pandangan lagi ke depan tatkala terdengar bentakan

Dedemit Tapak Akhirat, "Manusia celaka!! Nyawamu sangat

berharga untuk Dewi Permata Biru yang hendak membantu

kambratnya yang bernama Nomuro Shasuke! Bagus

Dengan begitu, aku dapat memberikan jalan termudah

bagi Nomuro Shasuke guna mengadakan pemberontakan

kembali di Jepang!!"

Mendengar kata-kata itu, lamat-lamat Mishima Nobu

semakin erat menggenggam samurainya. Pandangannya

tetap tak berkedip ke depan.

"Menilik keadaannya, jelas kalau lelaki ini bukan

orang sembarangan. Tatapannya yang seperti pancarkan

sinar kelabu begitu mengerikan sekali. Dan jelas kalau dia

sahabat Dewi Permata Biru, yang menurut Pendekar Slebor

membantu Nomuro Shasuke! Hhhh.. Apa pun yang terjadi,

aku tak akan mundur menghadapinya! Tetapi... di mana

ninja bernama Akiko Arashi sekarang?"

Di seberang, Dedemit Tapak Akhirat kertakkan

rahangnya. Sepasang pelipisnya bergerak-gerak. Lalu

tanpa keluarkan suara, dia sudah menerjang ke depan

dengan ganas.

Dua gelombang angin panas melabrak ke arah

Mishima Nobu, yang serta-merta melompat hindari

serangan itu. Belum lagi dia berdiri tegak, Dedemit Tapak

Akhirat sudah melompat ke depan dengan jotosan tangan

kanan kiri siap menghantam dada dan wajahnya.

Mishima Nobu segera putar samurainya. Dengan

pergunakan jurus 'Menjerat Matahari' lelaki bertubuh

pendek ini balas menyerang. Sesaat dia memang berhasil

membuat serangan Dedemit Tapak Akhirat seperti tak

berguna.

Namun dua gebrakan berikutnya, justru dia yang

dibuat pontang-panting dengan keganasan serangan

Dedemit Tapak Akhirat yang sambil tertawa-tawa terus

mencecar.

"Sungguh mengherankan bila Dewi Permata Biru

meminta bantuanku untuk mengatasi orang-orang seperti

kau?! Mungkin dia yang terlalu bodoh, atau kau yang

memang tak memiliki kepandaian apa-apa?!!"

Sementara itu, Widarti yang melihat bagaimana

Mishima Nobu harus tunggang-langgang, segera

masukmke kancah pertarungan. Indrajit yang kini duduk

menjauh menahan kegelisahan di hatinya. Sungguh dia

merasa sedih dan malu karena tak bisa membantu

sementara gadis itu begitu gigih.

Merasakan deru angin mengarah padanya, Dedemit

Tapak Akhirat segera putar tubuh, bersamaan tangan

kanannya bergerak. Widarti yang sudah memperhitungkan

soal itu, segera menghindar. Sementara itu, Mishima Nobu

yang merasa diselamatkan, sudah melompat dengan

tusukan samurai ke arah perut.

"Keparat!!" maki Dedemit Tapak Akhirat keras.

Dengan tendangan kaki kirinya, dia berhasil gagalkan

tusukan samurai Mishima Nobu,

Namun mau tak mau dia juga harus hindari

serangan Widarti.

Dengan teriakan mengguntur, Dedemit Tapak

Akhirat lancarkan jotosan tangan kanan kirinya sekaligus.

Deru angin mendahului gerakannya.

Masing-masing orang segera berjumpalitan

menghindar. Dedemit Tapak Akhirat rupanya tak mau

bertindak ayal. Masih felap berdiri di tempatnya, dia terus

menerus lancarkan serangan ganasnya ke arah Mishima

Nobu dan Widarti.

Kali ini keduanya berlompatan seperti monyet

kebakaran ekornya.

Di tempatnya, Indrajit yang sejak tadi mencemaskan

keadaan Widarti, diam-diam mengambil pasir dengan dua

genggamannya. Lamat-lamat dipaksanya untuk berdiri.

Dengan kerahkan sisa-sisa tenaganya, dia memburu ke

arah Dedemit Tapak Akhirat.

"Manusia celaka!! Mampuslah kau!!"

Mendapati kalau dirirrya akan diserang oleh Indrajit,

Dedemit Tapak Akhirat langsung hentikan serangannya

pada Mishima Nobu dan Widarti. Ganti diarahkan

serangannya pada Indrajit.

Terdengar seruan Widarti tertahan, Indrajiiitt! Jangan

bertindak!!"

Akan tetapi sudah tentu Indrajit sukar untuk

hentikan gerakannya sendiri. Bahkan untuk menghindari

serangan yang telah dilancarkan oleh Dedemit Tapak

Akhirat saja sudah tidak mungkin dilakukannya.

Seperti menyongsong ikan yang terkena jala, tubuh

Indrajit telah terhantam dua gelombang angin yang

dilepaskan oleh Dedemit Tapak Akhirat.

Indrajiiitttttt!!" teriak Widarti dengan hati terbelah

rentak.

Sosok Indrajit melengak dan terlempar deras dengan

darah menyembur dari mulut. Namun sosok Dedemit

Tapak Akhirat pun nampak terhuyung ke belakang dengan

tangan kanan kiri mengucak-ucak matanya.

Rupanya, sebelum terkena serangan lawan, Indrajit

masih sempat melemparkan pasir-pasir yang

digenggamnya. Dedemit Tapak Akhirat yang tak

menyangka kalau pasir-pasir itu yang justru akan

mencelakakannya, tak segera menghindar. Maka mau tak

mau pasir-pasir itu pun masuk ke kedua matanya.

Dari ucakan kedua tangan pada matanya, terdengar

suara raungannya yang keras. Semakin diucak, kedua

matanya terasa semakin pedih. Gerakan tubuhnya pun

mulai limbung ke kanan ke kiri.

Widarti yang melihat nasib malang menimpa Indrajit

dan begitu melihat apa yang terjadi pada Dedemit Tapak

Akhirat, segera menerjang ke depan dengan jotosan

tangan kanan yang mengandung tenaga dalam.

Namun kendati gerakannya semakin limbung

sementara matanya sudah tidak bisa melihat lagi, Dedemit

Tapak Akhirat masih bisa hindari jotosan Widarti. Bahkan

bukan hanya sekali, tiga kali dia berhasil melakukannya.

Widarti sendiri tak mau hentikan serangannya. Hati

gadis ini marah dan kalap. Apalagi melihat sosok Indrajit

yang sudah terbaring tak berdaya dengan napas megap-

megap dan mata sesekali membuka dan menutup.

Dengan teriakan-teriakan keras, Widarti terus

menyerang. Mishima Nobu juga bertindak. Kalau Widarti

menyerang dari depan, Mishima Nobu menyerang dari

belakang dengan pergunakan samurainya.

Dalam keadaan mata yang tidak lagi dapat berfungsi

dan terasa sangat menyakitkan, lama kelamaan Dedemit

Tapak Akhirat tak dapat melindungi dirinya lagi. Bermula

dari sabetan samurai Mishima Nobu pada kaki kanannya

hingga mau tak mau lelaki berparas tengkorak itu jatuh

berlutut. Menyusul tendangan Widarti pada kaki kirinya

yang membuat Dedemit Tapak Akhirat agak tersungkur.

Lalu ujung samurai Mishima Nobu kembaii

menghantam punggung Dedemit Tapak Akhirat yang

melengak serta memekik tertahan. Menyusul tendangan

keras Widarti pada dadanya.

Hingga akhirnya, lelaki berpakaian hitam-hitam

terbuka di bagian dada yang perlihatkan tonjolan lutang-

tulangnya, kini jadi bulan-bulanan serangan keduanya.

Widarti yang sudah murka melihat nasib malang

yang dialami Indrajit, terus menghantam tubuh Dedemit

Tapak Akhirat disertai teriakan-teriakan kalap. Secara

bersamaan pula samurai Mis hima Nobu menggores

bagian-bagian tubuh lawan.

Darah yang keluar sudah sedemikian banyak, Tubuh

yang telah luka parah itu limbung ke sana kemari laksana

bola. Dua kejapan mata berikutnya, tubuh itu ambruk

bersimbah darah. Meregang sesaat sebelum nyawanya

merat entah ke mana.

Sementara Mishima Nobu masih berdiri tegak

dengan napas agak terengah, Widarti segera memburu

Indrajit. Hatinya pilu melihat keadaan pemuda nelayan ini.

Segera dipangku kepala dengan lututnya. "Indrajit...."

Perlahan-lahan Indrajit membuka kedua matanya.

Ada derita yang berat di sana, namun bibirnya tersenyum.

"Mengapa kau lakukan hal itu, Indrajit?" tanya

Widarti sambil berusaha tindih kesedihannya.

"Aku tidak apa-apa...," sahut Indrajit dengan suara

serak.

Hati Widarti bertambah pilu. Baru disadarinya kalau

dia telah mencintai pemuda berkulit agak hitam itu.

Walaupun gadis ini berusaha untuk tindih segala sedihnya,

namun dia mengisak pula.

Indrajit tersenyum lemah. "Jangan menangis,

Widarti... aku tidak apa-apa...."

Widarti mengangguk-anggukkan kepalanya.

"Kau... tak perlu melakukan seperti itu, Indrajit?"

"Aku senang melakukannya... aku senang...."

"Tetapi...."

"Widarti... jangan bersedih. Semuanya sudah terjadi,

bukan?" kata Indrajit tetap tersenyum. Tangannya lemah

menggenggam tangan Widarti yang balas menggenggam

erat.

Kembali Widarti mengangguk-anggukkan kepalanya.

Hatinya justru bertambah pilu saat Indrajit berkata, "Aku

senang... bila kau tak bersedih."

"Kau...."

"Widarti... ada... ada yang ingin... kukatakan

padamu...."

"Katakanlah...." Dada Widarti kian dibuncah

kepedihan.

Indrajit menahan napas sejenak, karena rasa sakit

pada dadanya semakin menjadi-jadi. Lalu dengan

pandangan yang bertambah meredup dia berkata,

"Widarti... aku... aku mencintaimu...."

Widarti menggenggam lebih erat tangan Indrajit.

"Aku juga mencintaimu, Indrajit.... Kau akan

sembuh.... Kita akan bersama-sama hidup bahagia

selamanya...."

Indrajit menatapnya, bertambah lemah, begitu pula

dengan genggaman tangannya.

"Aku... gembira mendengarnya...."

Habis kata-katanya, kepala pemuda gagah itu pun

terkulai. Widarti terhenyak kaget. Diguncangnya tubuh

Indrajit dengan teriakan-teriakan memanggil. Tetapi

pemuda gagah itu telah tewas dalam pangkuannya.

Mishima Nobu yang melihat keadaan itu, menarik

napas pendek. Perlahan-lahan didekatinya gadis yang di

rambutnya terdapat ronce bunga melati.

"Dia sudah meninggal, Widarti-san...."

Widarti takmenjawab, tak bergerak. Pandangannya

tertuju pada wajah Indrajit yang teduh. Bibirnya tersenyum.

Matanya merapat.

"Indrajit... aku mencintaimu... aku mencintaimu...,"

desisnya pilu.

Mishima Nobu tak mau menegur kembaii, khawatir

gadis itu akan semakin bertambah pilu.

Dia justru melangkah tiga tombak dari tempat

Widarti. Dengan pergunakan samurainya, digalinya dua

buah lubang. Setelah jadi, ditendangnya sosok Dedemit

Tapak Akhirat yang langsung jatuh ke salah satu lubang itu.

Lalu dikuburnya.

Setelah itu dia mendekati Widarti.

"Widarti-san... biarkan kekasihmu tenang di

alamnya...," katanya pelan.

Widarti mengangkat kepalanya, lalu mengangguk-

angguk.

"Ya, biarkan dia tenang...."

Perlahan-lahan dia bangkit sambil membopong

jenazah Indrajit. Dengan langkah agak tertatih dibawanya

jenazah Indrajit ke lubang yang telah dibuat Mishima Nobu.

Dengan hati-hati diletakkannya jenazah Indrajit. Lalu

dia melompat kembaii. Di sisi kanan lubang itu,

pandangannya diarahkan pada jenazah Indrajit.

Kemudian tanpa berkata apa-apa, Widarti mulai

mendorong tanah dengan kedua tangannya untuk

menutup jenazah Indrajit. Mishima Nobu pun

membantunya.

Setelah selesai, Mishima Nobu berkata, "Relakan

dia, Widarti-san...."

Widarti cuma menganggukkan kepalanya. Lalu

berkata, "Aku hendak mencari Pendekar Slebor...."

Habis kata-katanya, dia sudah melangkah, agak

terhuyung. Mishima Nobu segera mengikutinya. Dia

berpikir kalau Widarti membutuhkan bantuannya. Apalagi

gadis itu juga hendak mencari Pendekar Slebor.

***

11


Lelaki bertubuh jangkung itu hentikan langkahnya

tepat ketika hari telah memasuki rembang senja. Lelaki

berkulit kuning yang tak lain Ayothomori sejenak

perhatikan sekelilingnya. Tanah yang dipijaknya cukup

luas.

"Huh! Ke mana perginya pemuda bernama Indrajit

dan gadis bernama Widarti itu! Sikap mereka sungguh

menjengkelkan! Mereka memang harus dihajar karena

telah merendahkan martabat seorang samurail"

Sesaat lelaki ini terdiam. Kemudian terdengar lagi

kata-katanya, "Jahanam!! Mengapa aku justru mengurus

masalah sepasang remaja itu? Urusanku adalah

menangkap Nomuro Shasuke! Huh! Apakah Hiedha-san

dan Mishima-san sudah berhasil menangkapnya? Bila

sudah, memang tak ada persoalan denganku! Tetapi

kuharap, mereka belum menangkapnya! Karena, bila aku

lebih dulu menangkap pembunuh celaka itu, maka aku

akan langsung membawanya ke Jepang!"

Mendadak lelaki ini tersenyum, "Sangat

menyenangkan, membayangkan hadiah apa yang akan

kuterima. Sebaiknya...."

Tiba-tiba saja Ayothomori memutus kata-katanya

sendiri tatkala didengar suara gerakan di belakangnya.

Cepat dia putar tubuh. Dua kejapan mata kemudian,

muncul satu sosok tubuh bersorban putih dengan

sepasang alis legam dan hidung mancung agak bengkok.

Pada kedua telinga lelaki yang baru muncul ini, terdapat

anting berwarna biru.

Orang yang baru muncul ini sejenak terkejut melihat

sosok Ayothomori. Namun kejap kemudian dia tersenyum

seraya rangkapkan kedua tangannya di depan dada.

"Ayothomori-san... apa kabarmu?"

Bukannya sahuti sapaan orang, Ayothomori cuma

mendengus. "Hhh! Lelaki ini pernah menjengkelkanku!

Tetapi, dia juga mencari Nomuro Shasuke!"

Kemudian.katanya, "Pucha-san! Bagaimana de-

ganmu sendiri?!"

Orang yang tak lain Pucha Kumar adanya tersenyum.

"Baik-baik saja. Apakah kau sudah menemukan jejak

pembunuh bernama Nomuro Shasuke?"

"Belum!" sahut Ayothomori dan menyambung dalam

hati, "Kalaupun sudah... tak akan kuberi tahudi mana dia

berada! Aku harus mendapatkan hadiah dari Kaisar

Tokugawa lesyasumoto."

"Ah, sungguh licin pembunuh celaka itu! Aku juga

belum mendapatkan jejak yang berarti darinya, Ayothomori-

san! O ya, aku sempat berjumpa dengan Hiedha-san."

"Oh! Bagaimana? Apakah dia sudah berhasil

menangkap manusia celaka itu?" suara Ayothomori

nampak begitu memaksa.

Sesaat Pucha Kumar kerutkan keningnya

menangkap nada bernafsu pada suara Ayothomori. Lalu

dia menggeleng, Tidak! Dia juga belum berhasil

menangkap pembunuh celaka itu! Memang sungguh hebat

Nomuro Shasuke!!"

"Jangan memuji pembunuh laknat itu!!" sengat

Ayothomori keras.

Seperti menyadari kesalahan bicaranya, Pucha

Kumar buru-buru berkata, "Maksudku...."

"Ayothomori-san!!" terdengar suara memutus kata-

kata Pucha Kumar.

Masing-masing orang tolehkan kepala. Hiedha

Ogawa muncul dengan wajah agak berkeringat. Melihat

kehadirannya, Ayothomori mendengus. Nampak kalau dia

tidak suka.

Hiedha Ogawa menyapa Pucha Kumar, "Pucha-san...

kita bertemu lagi...."

"Hiedha-san... nampaknya kau tengah mengejar

sesuatu. Apakah kau sedang mengejar Nomuro Shasuke?"

Sesaat Hieda Ogawa menatap lelaki dari India itu.

Sambil mengangkat kepalanya, segera diceritakan apa

yang dialaminya. Mendengar cerita itu, Pucha Kumar

berseru agak mendesak, "Ke mana larinya pembunuh

celaka itu?"

"Aku tak bisa mengetahuinya. Kupikir Pendekar

Slebor telah berhasil menangkapnya...."

Sementara Pucha Kumar nampak tak sabar, wajah

Ayothomori mengkelap. "Lagi-lagi Pendekar Slebor!

Sungguh sial bila dia lebih dulu berhasil menangkap

Nomuro Shasuke!!"

Habis membatin begitu dia berkata, "Sekarang... di

mana Pendekar Slebor berada?"

Walau menangkap nada tidak senang dari

pertanyaan itu, Hiedha Ogawa menggeleng, "Aku tidak tahu

di mana dia berada."

"Kalau begitu, kita segera mencarinya. Jelas dia tak

akan sanggup menghadapi Nomuro Shasuke!!"

"Ayothomori-san masih menganggap remeh

Pendekar Slebor," kata Hiedha Ogawa dalam hati. Lalu

berkata, "Kalau begitu kita segera berangkat. Bagaimana

dengan kau, Pucha-san?"

Lelaki yang di pinggangnya melilit selendang warna

biru dan terselip sebilah golok tajam menjawab, "Kalian

pergi berdua, sementara aku akan mencarinya sendiri.

Ingat, bila kita berpencar, kemungkinan akan lebih mudah

mendapatkannya...."

Hiedha Ogawa langsung menganggukkan kepalanya

dan berkata pada Ayothomori, "Ayothomori-san... sekarang

juga kita berangkat...."

Kejap berikutnya, dua orang utusan Kaisar Toku-

gawa Iesyasumoto itu sudah bergerak. Namun baru lima

langkah, mendadak saja suara angin membeset udara

mengarah pada masing-masing orang. Hiedha Ogawa

masih sempat. membalikkan tubuh kendati tangan kirinya

terkena sabetan benda tajam, sementara Ayothomori

langsung tersungkur karena punggungnya tersabet.

Sementara Ayothomori mengeluh tertahan sambil

berusaha balikkan tubuh, Hiedha Ogawa yang melengak

kaget sambil menekap tangannya berseru, "Pucha-san!!Apa yang kau lakukan?!"

***

Di hadapan masing-masing orang, Pucha Kumar

berdiri tegak dengan golok di tangan. Pada ujung golok itu

menetes darah segar! Bibirnya menyeringai lebar dengan

tatapan kejam.

"Manusia-manusia bodoh! Menginginkan nyawa

Nomuro Shasuke harus berhadapan dulu denganku!!"

katanya bengis.

Hiedha Ogawa berkata lagi, "Apa maksudmu?"

"Hiedha-san! Tak kusangka kalau kau begitu bodoh,

mempercayai ceritaku tentang kedua adikku yang tewas

dibunuh oleh Nomuro Shasuke! Ketahuilah... aku adalah

salah seorang kaki tangan Nomuro Shasuke!!"

Melengak kaget Hiedha Ogawa mendengar kata-kata

orang. Sementara Ayothomori yang sudah duduk bersila,

agak goyah. Parasnya menekuk menahan sakit.

Kegeramannya menjadi-jadi mengetahui siapa Pucha

Kumar adanya. Namun nampak dia tak akan sanggup

untuk menghadapi lelaki dari India itu.

Sementara itu Hiedha Ogawa sendiri perlahan-lahan

mencabut samurainya. Tatapannya tajam ke depan.

"Tak kusangka sama sekali...," desisnya.

Pucha Kumar terbahak-bahak. "Siapa pun tak akan

pernah menyangkanya! Kalian harus mampus!!"

Habis bentakannya, dengan ganas Pucha Kumar

menerjang ke arah Hiedha Ogawa yang segera menangkis

dengan samurainya. Gebrakan demi gebrakan ganas itu

pada akhirnya membuat Hiedha Ogawa kerepotan sendiri,

apalagi darah yang mengalir dari tangan kirinya semakin

banyak keluar.

Dia memang berusaha sekuat tenaga untuk menye-

lamatkan selembar nyawanya. Namun keganasan Pucha

Kumar tak dapat dibendung lagi. Tangan kanannya pun

terkena sabetan ujung goloknya hingga mau tak mau

samurainya harus terlepas.

Menyusul dengan teriakan mengguntur, Pucha

Kumar menerjang dengan ayunan golok dari atas ke

bawah.

Akan tetapi, sesuatu telah menghantam goloknya

hingga melenceng dari sasarannya.

"Keparat terkutuk! Siapa yang berani lancang begi-

ni?!!" maki lelaki India itu setelah berdiri tegak.

Belum lagi habis teriakannya terdengar, satu sosok

tubuh serba hitam telah berdiri berjarak delapan langkah

dari hadapannya.

Bukan hanya Pucha Kumar yang terkejut. Hiedha

Ogawa yang kini jatuh berlutut dan Ayothomori pun

tersentak kaget. Dan sama-sama mendesis, "Ninja...."

Lalu dengan pandangan masih tak berkedip,

keduanya memperhatikan bagaimana ninja itu mendekati

mereka. Lalu menotok beberapa tubuh bagian masing

masing orang yang sejenak melengak. Rupanya ninja itu

telah menotok jalan darah, hingga darah yang keluar

terhambat.

"Siapa kau?" tanya Hiedha Ogawa.

"Hiedha-san... namaku Akiko Arashi. Aku utusan dari

Kaisar Tokugawa Iesyasumoto untuk menangkap Nomuro

Shasuke."

Lalu dengan suara dingin, orang berpakaian serba

hitam itu merandek pada Pucha Kumar, 'Tak disangka

lautan memang terlalu dalam hingga sulit diketahui siapa

adanya orang! Orang bersorban putih, lebih baik menyerah

ketimbang mampus di tanganku!!"

Di tempatnya Pucha Kumar menggeram, "Justru kau

yang harus menyingkir dari sini sebelum mampus di ujung

golokku?!!"

"Mengapa tidak kau katakan kalau aku akan

mampus di ujung samuraimu, hah?! Nomuro Shasuke...

penyamaranmu sebagai Pucha Kumar telah berakhir

sampai di sini!"

Sampai surut satu tindak ke belakang Pucha Kumar

mendengar kata-kala orang. Dia bersuara keras, "Jangan

membadut!!"

"Nomuro Shasuke... sepengetahuanku... tak pernah

orang India dapat memainkan golok seperti seorang

samurai! Gerakan yang dimiliki para pendekar India

memang lincah, namun tak dapat lakukan gerakan laksana

seorang samurai! Dan lagi tiga orang dari utusan Kaisar

Tokugawa Isyasimoto tak memiliki kepandaian menyamar!

Nah! Siapa lagi orangnya kalau bukan...."

Memutus kata-katanya sendiri, orang berpakaian

serba hitam itu mendadak melesat ke depan. Tangan

kirinya kirimkan jotosan pada Pucha Kumar yang segera

gerakkan goloknya menyabet ke atas. Bersamaan dengan

sambutan golok ganas itu, ninja ini melenting ke atas.

Tangan kanannya bergerak diiringi hawa panas menerpa

wajah Pucha Kumar. Tap!

Sorban yang dikenakan Pucha Kumar terlepas. Se-

ketika nampak rambut yang cukup panjang. Menyusul

hawa panas yang tadi menerpa wajah Pucha Kumar telah

mengakibatkan sesuatu yang mengejutkan. Sepasang alis,

hidung bengkok dan pipi yang agak cekung, nampak

meleleh. Rupanya itu hanyalah getah-getah yang dipakai

untuk menyamarkan wajah.

Tatkala semuanya sirna jatuh dan mengering,

nampak seraut wajah berahang persegi yang sangat

dikenal Hiedha Ogawa dan Ayothomori. "Nomuro

Shasuke!!"

Bertepatan dengan munculnya Mishima Nobu dan

Widarti.

***

Pucha Kumar yang sesungguhnya adalah Nomuro

Shasuke adanya, nampak terperanjat. Wajahnya begitu

tegang dengan tatapan liar pada orang berpakaian serba

hitam yang sedang lipat kedua tangannya di depan dada.

"Jahanam terkutuk! Siapa kau, hah?!!"

"Aku adalah orang yang akan menangkapmu!!"

Nomuro Shasuke mengibaskan pakaian panjangnya.

Lalu nampaklah samurainya yang disembunyikan di balik

pakaiannya. Dengan kegeraman tinggi, pembunuh dari

Jepang ini langsung menerjang ke arah orang berpakaian

serba hitam. Serangannya ganas dan mematikan.

Awan-awan kecil warna hitam meletup-letup dan

halangi pandangan, disusul dengan hawa dingin menusuk

tulang. Namun agaknya, ninja ini juga punya kelebihan

yang lebih dari Nomuro Shasuke.

Karena dengan mudahnya dia hindari serangan de-

mi serangan yang dilancarkan Pucha Kumar.

Mishima Nobu yang baru datang dan tak menyangka

kalau orang yang bernama Pucha Kumar adalah orang

yang mereka cari, segera mendekati Hiedha Ogawa dan

Ayothomori. Sementara Widarti hanya memperhatikan.

Pertarungan sengit Nomuro Shasuke dengan ninja

itu semakin lama bertambah mengerikan. Terutama dari

serangan-serangan Nomuro Shasuke yang kejam.

Menilik setiap balasan yang dilakukan oleh orang

berpakaian serba hitam, jelas kalau ninja ini tak

bermaksud menurunkan tangan. Dia mencoba untuk

menekan dan menangkap Nomuro Shasuke hidup-hidup.

Serangan yang dilakukannya pun tak kalah

mengerikan. Karena setiap kali tangannya bergerak,

seperti terdengar salakan petir berulang-ulang yang

mengandung hawa panas. Bahkan hawa panas itu

menindih hawa dingin yang keluar dari serangan Nomuro

Shasuke yang semakin lama nampak semakin kewalahan.

Dua gebrakan berikutnya, Nomuro Shasuke sudah

terhuyung ke belakang tatkala kedua kakinya terhantam

tendangan si ninja sekaligus. Menyusul dadanya terhantam

telak hingga tubuhnya ambruk.

Si ninja justru hentikan serangannya. Pandangannya

tak berkedip pada Nomuro Shasuke yang sedang berusaha

bangkit. Dari hidung dan mulut lelaki bengis itu, nampak

darah segar mengalir. Pandangannya tetap tajam

menusuk.

"Celaka! Ninja ini terlalu tangguh untukku! Jelas

kalau aku tak akan dapat mengalahkannya. Apalagi

meneruskan semua maksud yang telah kus usun. Tak ada

jalan lain, ketimbang ditangkap dan dihukum, lebih baik

aku membunuh diri!"

Memutuskan demikian, mendadak saja Nomuro

Shasuke melompat ke depan dengan ayunan samurai dari

atas ke bawah. Orang berpakaian serba hitam ini

mendengus jengkel. Dia segera miringkan tubuh dengan

lepaskan jotosan dari bawah ke atas.

Terdengar suara seperti petir menyambar. Nomuro

Shasuke yang memang merasa lebih baik mati, tak

menghindar. Justru si ninja yang urungkan serangannya.

Bersamaan dengan itu, Nomuro Shasuke sudah

mengangkat samurainya tinggi-tinggi, siap ditusukkan pada

dadanya sendiri. Namun sebelum dilakukannya, si ninja

sudah bergerak cepat. Menepak tangan Nomuro Shasuke

dan menyepak kakinya.

Samurai itu terlepas bersamaan sosok Nomuro

Shasuke yang ambruk ke alas tanah. Lalu dengan gerakan

yang sangat cepat si ninja menotok beberapa bagian tubuh

pembunuh dari Jepang ini hingga kaku tak bergerak.

Hanya mulutnya yang berseru-seru keras, "Bunuh

aku! Bunuh aku!!"

Si ninja cuma berkata, "Membunuhmu tak ada

gunanya sama sekali. Kau akan mendapatkan hukuman

dari Kaisar Tokugawa lesyasumoto."

Sementara Nomuro Shasuke masih berteriak-teriak,

Hiedha Ogawa berkata, "Akiko-san... terima kasih atas

bantuanmu...."

Ninja itu membungkuk.

"Hiedha-san... sudah sepatutnya kita saling

membantu. O ya, kalian bisa membawa manusia celaka ini

ke hadapan Kaisar Tokugawa lesyas umoto untuk

mendapatkan hukuman yang setimpal. Sampaikan

salamku pada Kaisar... juga sampaikan salamku pada

Saburo-san."

"Oh! Kau mengenalnya?" Ninja itu mengangguk.

"Bahkan aku pernah membantunya. O ya,

Ayothomori-san... berjalanlah lurus sebagaimana mestinya.

Jangan terlalu cepat panasan hingga merusak beberapa

rencana dan merusak dirimu sendiri...."

Habis berkata begitu, si ninja membalikkan tubuh.

Namun karena tergesa-gesa dia tidak melihat sebuah batu

di hadapannya. Mau tak mau dia langsung tersungkur ke

atas tanah. Menyusul terdengar makiannya, "Kutu monyet!

Kura-kura bau! Susah amat sih jadi ninja betulan?!"

Orang-orang yang berada di sana terheran-heran.

Karena sejak tadi ninja itu berkata-kata penuh wibawa

sekarang malah memaki-maki tidak karuan.

Tiba-tiba terdengar suara Hiedha Ogawa, "Pendekar

Slebor!!"

Ninja yang telah bangkit itu tertawa pelan. Lalu

dengan santai ditarik penutup wajahnya. Dan nampaklah

seraut wajah tampan berambut goridrong acak-acakan

yang sedang nyengir.

"Wah! Ternyata susah ya jadi ninja!!" . Terdengar

suara Widarti keras, "Paradita!!"

Si ninja yang ternyata Andika yang menyamar

palingkan kepalanya. Dia kembali nyengir.

"Widarti... orang yang kau cari, Dewi Permata Biru

telah tewas! Nah! Semuanya sudah beres, kan? Yuk, ah!

Aku pcrgi dulu!!"

Lalu dengan langkah santai anak muda urakan dari

Lembah Kutukan ini segera meninggalkan mereka yang

masih terbengong-bengong.

Angin senja bertiup semilir.


                 SELESAI


PENDEKAR SLEBOR

Segera menyusul:

MANUSIA MUKA KUCING








Share:

0 comments:

Posting Komentar

Blog Archive