PENGHIANTAN JOKO GALINGOleh Firman RaharjaCetakan pertamaPenerbit Cintamedia, JakartaPenyunting: A. SuyudiHak cipta pada PenerbitDilarang mengcopy atau memperbanyaksebagian atau seluruh isi buku initanpa izin tertulis dart penerbitFirman RaharjaSerial Pendekar Giladalam episode:Penghianatan Joko Galing128 hal; 12 x 18 cm1Pagi yang cerah, langit tampak bersih tanpamega. Angin pegunungan berhembus sejuk. Di dalamsebuah rumah bilik yang berada di lereng PegununganPanalu, pagi itu nampak seorang lelaki tua berusia tu-juh puluh tahun dengan pakaian serba merah dudukdi atas sebuah batu persegi. Di hadapan lelaki tua itu,seorang pemuda berusia sekitar dua puluh tahun du-duk bersila."Segala ilmu yang aku miliki telah kuturunkanpada dirimu, Joko," lelaki berjenggot serta berambutputih terurai itu berkata kepada muridnya. "Kini wak-tumu untuk mengamalkan segala ilmu yang kau miliki."Lelaki muda yang dipanggil Joko Galing hanyadiam saja, menundukkan kepalamendengarkan penuhperhatian ucapan sang Guru. Lima tahun sudah JokoGaling menjadi murid Ki Mandra. Selama itu pula diadididik dan digembleng dalam asuhan orang tua saktiitu, hingga kini menjadi seorang pemuda yang memilikiilmu dan kemampuan tinggi.Ki Mandra memandangi Joko Galing, lalu berkata,"Berjalanlah sesuai dengan apa yang selama iniaku ajarkan pada dirimu!"Joko Galing menengadahkan kepala sambilberkata,"Baik, Guru. Akan kulaksanakan semua yangGuru petuahkan dan ajarkan kepadaku."Ki Mandra mengangguk-anggukkan kepala,dengan bibir menyunggingkan senyum. Tampaknya le-laki tua berambut putih itu mengerti apa yang diucapkan sang Murid."Guru.... Kalau boleh aku ingin bertanya," ujarJoko Galing kemudian."Tentang apa, Joko?"Joko Galing terdiam sesaat, lalu menarik napas dalam-dalam."Guru, apakah benar orangtua ku mati dibu-nuh Panca Iblis?"Ki Mandra tak menyahuti, tapi dari anggukankepalanya bisa diartikan kalau sang Guru menjawabpertanyaan sang Murid. Kemudian ditatapnya wajahJoko Galing."Bolehkan aku menuntut balas, Guru?"Ki Mandra tersenyum, menggelengkan kepala."Sebagai seorang pendekar, kau tak boleh menyimpan dendam, sekecil apa pun, Joko. Melangkah-lah di jalan lurus. Kalau ingin menumpas Panca Iblis,kau harus mendasarkan tindakanmu pada kepentin-gan umum, dengan tujuan menegakkan kebenarandan keadilan. Bukan karena dendam kesumatmu.Memang kebiadaban Panca Iblis telah banyak merugi-kan orang. Tumpaslah keangka-ramurkaan yang mereka lakukan. Itulah sebenarnya jalan yang lurus bagiseorang pendekar. Kau mengerti, Joko?"Joko Galing tidak segera menjawab. Ditariknyanapas panjang, lalu menganggukkan kepala perlahan."Bagus."Ki Mandra bangkit dari duduknya, lalu melang-kah meninggalkan sang Murid seorang diri, menujukamarnya. Tak lama kemudian lelaki tua itu kembalikeluar dan mendekati Joko Galing. Tangannya meng-genggam sebilah pedang. Ditatapnya wajah Joko Gal-ing yang duduk bersila di hadapannya."Joko, pedang pusaka ini sengaja kusimpanbaik-baik," ujar Ki Mandra setelah menatap wajah mu-ridnya. "Dulu Pedang Lembayung Merah ini sempatmenggegerkan dunia persilatan. Barang siapa mem-pergunakan pedang ini, dan memiliki ilmu pukulan'Lembayung Merah', dia akan menjadi pendekar yangsulit dikalahkan. Kau memang tak memiliki pukulan'Lembayung Merah' tapi kau menguasai ilmu 'SeratKendali', yang berguna sebagai pengendali nafsu ang-kara murka. Pakailah pedang ini untuk kebaikan. Jan-gan kau gunakan dalam tindak kejahatan," saran KiMandra.Joko Galing terdiam menundukkan kepala, be-rusaha meresapi apa yang dikatakan gurunya.Hatinya merasa bangga, karena yakin kalaupedang sakti ini akan menjadi miliknya. Dan setelahmemiliki Pedang Lembayung Merah, dia akan menjadipendekar yang sakti."Terimalah pedang ini, Joko."Ki Mandra mengulurkan tangannya, menyerah-kan Pedang Lembayung Merah pada Joko Galing. Pe-muda itu segera menyambut dengan mengulurkan ke-dua telapak tangannya ke atas. Setelah sampai di tan-gan, segera diciumnya pedang pusaka itu. Kemudiandililitkan tali pedang ke tubuhnya, hingga senjata itutersandang di punggung Joko Galing."Ingat, Joko! Pedang itu hanya untuk membelakebenaran dan keadilan. Jangan kau gunakan dalamtindak kejahatan! Jika kau lakukan hal itu, celakalahdirimu. Kau akan menerima siksa dari pedang itu," tu-tur Ki Mandra memperingatkan Joko Galing yang telahmenyandang senjata pusaka itu."Baik, Guru! Selalu kuingat segala pesanmu,"sahut Joko Galing sambil menundukkan kepala."Joko, jika kau sudah turun gunung, carilahseorang pendekar yang bisa membantumu. Mintalahpetunjuk, dan bila perlu mengabdilah padanya!" saranKi Mandra lagi."Siapakah dia, Guru?" tanya Joko Galing ingintahu."Aku sendiri kurang tahu namanya. Tapi di ka-langan dunia persilatan dia dikenal dengan julukanPendekar Gila. Tingkah lakunya memang seperti oranggila," jawab Ki Mandra.Sesaat Joko Galing terdiam, dengan keningmengerut. Hatinya bertanya-tanya siapa sebenarnyaPendekar Gila. Dihelanya napas dalam-dalam, seakan-akan berusaha menenangkan perasaannya. Ingin seka-li dia seperti Pendekar Gila, yang sangat kesohor dandisegani di kalangan dunia persilatan."Siapakah Pendekar Gila itu, Guru? Dan men-gapa dia disegani tokoh-tokoh persilatan?" denganagak ragu, akhirnya Joko Galing bertanya."Hm..., dia seorang pendekar berbudi luhur. Il-munya sangat tinggi, tetapi tidak sombong dan merasabesar. Bahkan, sering merendahkan diri," jawab KiMandra.Joko Galing terdiam. Kepalanya mengangguk-angguk, seakan mengerti. Namun perasaan hatinyayang iri pada Pendekar Gila, tak dapat ditepiskan. Diaingin seperti pendekar itu yang tersohor bahkan sangatditakuti."Ada apa lagi, Joko? Tampaknya kau bimbang,"tukas Ki Mandra dengan mata menatap tajam ke wajahJoko Galing. Tatapan lelaki tua itu seperti tengah me-nyelidik apa yang dipikirkan sang Murid."Ah! Tidak, Guru! Aku mengerti.""Bagus kalau begitu."Ki Mandra sesaat menghela napas pelan. Ma-tanya masih menatap wajah sang Murid. Kepala lelakitua itu mengangguk-angguk. Tangan kirinya membe-lai-belai jenggotnya yang panjang dan putih."Berangkatlah! Amalkan semua ilmu yang telahkau peroleh, untuk membela kebenaran dan keadilan!"perintah Ki Mandra, setelah sesaat terdiam menatapiwajah muridnya."Baik, Guru! Aku mohon pamit," pinta JokoGaling sambil menyembah. Kemudian dengan diikutitatapan mata sang Guru, Joko Galing melangkah me-ninggalkan rumah gurunya.Lima tahun terasa begitu cepat berlalu. JokoGaling tak pernah lupa pada peristiwa mengenaskan,yang menimpa keluarganya. Kedua orang tuanya di-bantai Panca Iblis.Joko Galing menengadahkan wajah meman-dang ke langit biru. Dihelanya napas panjang-panjang,menghirup udara pagi yang sejuk.Hm, kini aku telah punya kemampuan. Akankubalas kematian keluargaku. Tunggulah pembala-sanku, Panca Iblis! Hutang nyawa harus dibayar nya-wa pula, batin Joko Galing penuh dendam. Tangannyamemegang gagang Pedang Lembayung Merah yang ter-sampir di punggung.Srt!Dicabutnya Pedang Lembayung Merah dari wa-rangka. Seketika tubuhnya tergetar hebat. Seakan pe-dang itu mengandung kekuatan sangat dahsyat yangdisertai keluarnya cahaya merah menyilaukan mata."Ukh! Akh...!"Joko Galing mendesah. Tubuhnya mengucur-kan keringat dingin, ketika mengerahkan tenaga dalamuntuk dapat menguasai kekuatan pedang itu."Ukh! Akh...! Pedang ini seperti menyedot selu-ruh kekuatanku," keluh Joko Galing merasakan geta-ran yang teramat kuat. Sehingga dirasakan tenaganyaterkuras habis.Pedang itu terus tergetar dengan hebat. Sema-kin keras getaran yang ditimbulkan, semakin terangsinar merah yang keluar."Ukh! Akh...!"Joko Galing terus melenguh. Tenaganya sema-kin lama terkuras. Wajahnya memucat, bagaikan takberdarah. Rasa gentar seketika menjalar di hatinya,menyaksikan kedahsyatan Pedang Lembayung Merahdi tangannya. Dia menyangka, kalau kekuatan pedangitu hebat sekali."Oh, tenagaku hampir habis!" keluh Joko Gal-ing dengan wajah kian memucat dan tegang, merasa-kan getaran pedang masih tetap kuat."Joko, Anakku. Kau tak akan mampu mengen-dalikan kekuatan pedang itu, jika batinmu belum te-nang. Hatimu diliputi rasa dendam. Dendam adalahsetan. Gunakanlah ilmu 'Serat Kendali' yang kau mili-ki. Dengan ilmu itu kau akan mampu memegang Pe-dang Lembayung Merah'," terdengar suara gurunyamemberi tahu."O, ampunkanlah aku, Guru. Aku telah terlenamelupakan petuahmu," keluh Joko Galing.Kemudian dengan memejamkan mata, JokoGaling mengerahkan ilmu 'Serat Kendali'. Dibuangnyaperasaan marah. Dan segera disatukan segenap rasadan indra pada ketenangan jiwanya. Saat itu pula, Pe-dang Lembayung Merah mulai melemah. Getaran dansinar merah yang menyilaukan mata tampak mereda.Napas Joko Galing tersengal-sengal, seperti ha-bis berlari kencang ribuan tombak. Keringat masihmengucur, membasahi sekujur tubuhnya. Perlahan-lahan ditariknya napas panjang mencoba mengatur pe-rasaan."O, betapa hebat pedang ini!" gumam Joko Gal-ing lirih."Hati-hatilah, Anakku. Berangkatlah denganketenangan jiwamu! Jiwa seorang pendekar," suara KiMandra gurunya kembali terdengar."Baik, Guru. Terima kasih atas jasamu selamaini!" sahut Joko Galing.Dengan mengerahkan ilmu meringankan tu-buh, pemuda itu melesat meninggalkan tempat itu.Tubuhnya dalam sekejap saja sudah menghilang di ba-lik pepohonan hutan yang dilaluinya.Kini tujuan Joko Galing hanya satu, mencariPanca Iblis yang telah membantai keluarganya. Jugatelah membuat kesengsaraan penduduk Desa Kalasan.Kemudian yang kedua, mencari Pendekar Gila sepertiyang disarankan sang Guru."Hea! Heaaa...!"Tubuh Joko Galing terus melesat menggunakanilmu lari yang bernama 'Gerak Sewu". Sebuah ilmu lariyang mengandalkan kecepatan gerakan kaki. Sehinggakaki Joko Galing seperti ada seribu, karena begitu ce-pat gerakannya. Dalam sekejap saja pemuda itu telahsampai di bawah Gunung Panalu."Hih...!"Joko Galing menghela napas. Matanya meman-dang lepas ke atas, seolah-olah hendak melihat sangGuru yang berada di lereng gunung itu. Teringat kem-bali lima tahun yang lalu dia ditolong lelaki tua itu darikematian yang telah merenggut keluarganya."Guru, sungguh besar jasamu padaku," desahJoko Galing ketika teringat kebaikan Ki Mandra yangtelah mengasuhnya selama ini. Tanpa adanya lelakitua itu, mungkin dia sudah mati pula di tangan PancaIblis.Baiklah, untuk mengetahui siapa sebenarnyaJoko Galing kita kembali ke lima tahun yang silam. Ki-ta akan mengikuti sejenak bagaimana sampai JokoGaling menjadi murid Ki Mandra.***Lima tahun yang lalu, Desa Kalasan yang di-pimpin oleh Ki Santanu diserang lima orang yang me-namakan dirinya Panca Iblis dari Suwelang. Denganmenunggang kuda mereka menuju Desa Kalasan. Pan-ca Iblis membunuh setiap orang yang di-jumpai di ja-lan."Ha ha ha...! Katakan pada Ki Santanu, setiapbulan purnama warga Desa Kalasan harus menyetor-kan upeti pada kami!" seru lelaki bertubuh besar ber-pakaian ungu. Kumis panjang melintang dan cambangbauk menghiasi wajahnya. Dialah Gaja Polo, pemimpinPanca Iblis."Ya! Jangan sesekali berani melawan! Kami taksegan-segan membunuh kalian!" sambung lelaki beru-sia sekitar empat puluh tahun, yang berbadan gemukdan pendek. Wajahnya bersih dari kumis dan cambangbauk. Lelaki berpakaian kuning gading itu bernamaBarda, orang kelima dari Panca Iblis.Warga Desa Kalasan yang ketakutan melihatsepak terjang Panca Iblis tak satu pun yang berani me-lawan. Semua diam membisu, meski dari pancaranmata mereka tergambar kebencian yang mendalam."Katakan pada Ki Santanu, agar disiapkan pes-ta meriah! Kami akan datang ke rumahnya!" seru GajaPolo."Hai, jawab...! Kalian seperti orang bisu!" ben-tak Ranguwalang, lelaki bertubuh tinggi dan kurus,mengenakan pakaian biru kehitaman. Lelaki berambutkaku dan hidung pesek itu, orang ketiga dari Panca Ib-lis. Namun para warga desa yang ketakutan itu takmampu menjawab bentakan keras itu."Kurang ajar! Kalian rupanya mencari mam-pus!" maki Sartakulir, orang kedua dari Panca Iblis.Rambutnya yang panjang terurai, dengan ikat kepalakain coklat.Crang!Sartakulir mencabut pedangnya. Kemudian di-jalankan kudanya mendekat ke kerumunan pendudukyang tak berani pergi dari tempat itu. Karena jika per-gi, melayanglah nyawa mereka."Ayo, jawab! Apa kalian ingin pedang ini yangbicara?!" bentak Sartakulir sambil mengancung-acungkan pedang di depan warga desa yang semakinketakutan. Namun tiba-tiba..."Pengecut! Kalian hanya berani dengan orang-orang lemah!" terdengar bentakan keras dari belakang.Ketika Sartakulir menolehkan kepala, dilihat-nya dua orang berbadan tegap dengan muka tak kalahgarang, telah berdiri sekitar sepuluh tombak di bela-kangnya. Kedua lelaki berpakaian sama hitam denganloreng-loreng merah itu, tak lain tangan kanan Ki San-tanu."Heh...! Siapa kalian?!" bentak Gaja Polo. "Be-rani benar menantang Panca Iblis!""Hm, apa yang mesti kami takutkan?! SepasangClurit dari Simolawang, tak pernah gentar!" sahut Ker-to Badru. Lelaki berbadan tinggi tegap dengan kumismelintang tebal."Kurang ajar! Rupanya kau mencari mampus,Centeng Tolol!" bentak Gaja Polo. Matanya membelalaklebar diliputi amarah."Hm, kuharap kalian jangan sesekali beranimenginjakkan kaki di desa ini!" kata Kerto Wala. Wa-jahnya pun menunjukkan keangkeran, seolah inginmenunjukkan pada kelima Panca Iblis kalau merekabukan orang-orang sembarangan."Kurang ajar! Singkirkan mereka!" perintah Ga-ja Polo pada keempat rekannya."Biar aku saja yang menyingkirkan centeng to-lol itu!" sahut Barda sambil melompat dari punggungkudanya. Dengan langkah tegap sambil membusung-kan dada, Barda berjalan perlahan mendekati keduatangan kanan Ki Santanu. Tangannya memegang golokbesar yang tersandang di punggungnya.Kedua tangan kanan Ki Santanu segera menca-but senjata masing-masing yang berbentuk clurit. Ma-ta keduanya menatap tajam lelaki berpakaian kuninggading yang melangkah semakin dekat."Bersiaplah kalian untuk mampus!" dengusBarda sambil menarik goloknya dari warangka.Srt!"Hea!""Yea!"Barda segera merangsek dengan kibasan golokbesarnya. Kerto Badru dan Kerto Wala seketika ber-lompatan mundur mengelakkan babatan golok lawan.Kemudian dengan cepat keduanya balas menyerangdengan sambaran cluritnya."Hea!""Yea!"Wuttt!Dalam sekejap, pertarungan telah berjalan den-gan seru. Namun tampaknya kemampuan Kerto Badrudan Kerto Wala berada setingkat di bawah lawannya.Dalam beberapa gebrakan saja, Barda mampu mengu-asai keadaan. Golok besarnya terus berkelebat cepatmemburu kedua lawannya."Mampuslah kalian!" bentak Badra.Wrt!Golok besar itu berkelebat cepatJreb! Jreb!"Wuaaa...!"Kedua lawan Badra menjerit kesakitan ketikagolok besarnya membabat tubuh Kerto Badru dan Ker-to Wala. Kedua ambruk dengan mata terbelalak. Se-saat keduanya mengejang kesakitan, kemudian tewas.Badra tersenyum mencibirkan bibirnya. Kemu-dian dengan angkuh didepaknya kedua tubuh tangankanan Ki Santanu yang sudah menjadi mayat."Lihat! Apakah kalian ingin seperti mereka?!"seru Badra pada warga Desa Kalasan yang semakin ke-takutan setelah menyaksikan kedua tangan kanan KiSantanu dalam beberapa gebrakan saja telah tewas."Cepat katakan pada Ki Santanu, siapkan pe-nyambutan kami!" perintah Gaja Polo.Warga desa yang sudah ketakutan itu pun me-nurut. Mereka segera meninggalkan tempat itu, untukmemberi tahu Ki Santanu tentang kedatangan PancaIblis.Ki Santanu yang tak suka kalau orang-orangjahat menginjakkan kaki di desanya, dengan tegas me-nolak kedatangan Panca Iblis. Mendengar penolakankepala desa itu. Panca Iblis itu mengamuk, merekamembakari rumah-rumah penduduk dan membantaiorang-orang Desa Kalasan. Bahkan keluarga Ki Santa-nu dibantai habis. Namun tanpa diduga, ketika pem-bantaian keji itu tengah berlangsung, tiba-tiba sesosoktubuh berkelebat cepat dan merenggut tubuh JokoGaling dari amukan Panca Iblis.Sosok itu ternyata Ki Mandra. Sejak saat itu,Joko Galing diangkat sebagai murid orang tua saktiitu.Joko Galing menarik napas panjang-panjang,setelah membayangkan kembali kejadian yang menge-naskan lima tahun silam. Entah bagaimana keadaan-nya Desa Kalasan saat ini, pikir pemuda itu."Hm," Joko Galing menggumam tak jelas, kemudian melesat menuruni lereng gunung. Tujuannyahanya satu, ke Desa Kalasan.***2Desa Kalasan kini benar-benar bagaikan desamati! Sepi, seperti tak berpenghuni. Sore hari pintu-pintu rumah telah tertutup, pagi dan siang tiada seo-rang anak pun yang tampak bermain-main di luar ru-mah. Kehidupan bagai tercekam rasa takut. Apalagi se-jak Ki Santanu sebagai Kepala desa Kalasan mati di-bunuh Panca Iblis,Segala sesuatu yang diperintahkan Panca Iblisharus dilaksanakan. Selama lima tahun Desa Kalasandi bawah kekuasaan orang-orang durjana.Namun akhir-akhir ini warga bertambah resahdengan kedatangan seorang wanita muda dan cantikyang telah mampu mengalahkan Panca Iblis. Wanitaitu menghendaki agar para pemuda tampan harus me-relakan dirinya sebagai kekasihnya. Mereka dijadikanpemuas nafsu wanita cantik itu."Kabarkan kepada semua penduduk, agar se-tiap malam menyerahkan anak lelaki mereka kepada-ku. Kalian mengerti...?!""Daulat, Nyi Mas," jawab kelima orang yangmenamakan dirinya Panca Iblis yang telah takluk padawanita cantik itu."Bila ada warga atau pemuda yang membantah,tumpas! Jangan beri ampun!" kembali wanita cantikberpakaian merah jambu itu berkata."Daulat, Nyi Mas!" jawab orang-orang Panca Iblis serempak."Barda, coba kau cari anak Ki Santanu!"Barda mengerutkan kening mendengar perintahwanita yang dipanggil Nyi Mas itu."Untuk apa, Nyi Mas? Bukankah anak itu nantiakan merepotkan kita?!""Jangan membantah, Barda!" bentak wanitacantik itu yang ternyata Nyi Mas Lindri.Barda terdiam. Segala perintah pimpinannyamemang harus dilaksanakan dan tak seorang punyang berani membantah."Daulat, Nyi Mas. Saya akan mencarinya," ja-wab Barda setelah terdiam beberapa saat. "Namun,apabila kelak anak itu membahayakan kita, Nyi Masjangan menyesali dan menyalahkanku!""Semua tanggung jawabku, Barda!" suara NyiMas Lindri meninggi, pertanda marah. Kelima lelakiyang duduk di hadapannya menundukkan kepala, takberani bertatap pandang.Nyi Mas Lindri memang seorang wanita cantik,tapi ilmunya di atas kelima Panca Iblis.Barda yang tahu gelagat, segera minta pamit.Lelaki berpakaian kuning gading itu beranjak pergi un-tuk mencari Joko Galing. Walau tak tahu apa sebenar-nya maksud sang Ketua, Barda tak berani membantahapalagi menentangnya. Dengan perasaan kurang enak,Barda melangkah pergi."Aneh! Bukankah dulu dia yang menyuruh agardibunuh semua keturunan Ki Santanu?! Kenapa seka-rang malah menyuruhku mencari anaknya yang hi-lang?" Barda bertanya-tanya sendiri. "Hm.... Untuk apaanak itu? Ah, memang susah bekerja sama denganwanita!"Barda telah melangkah jauh meninggalkan Hu-tan Gendis tempat Panca Iblis berada. Namun pikiran-nya masih bingung harus menuju arah mana untukmencari anak Ki Santanu, yang entah berada di mana.Tapi ketika Barda tengah berjalan memasuki sebuahhutan, tiba-tiba...."Manusia keparat..! Tungguuu...!"Barda tersentak, lalu memalingkan wajah kearah suara itu. Dilihatnya segerombolan orang berla-rian mengejar Barda. Dua puluh lima orang yang men-genakan ikat kepala bergambar tanduk merah itu ter-nyata anak buah Begal Setan Tanduk Merah. Sebuahperkumpulan begal yang akhirnya terdesak kedudu-kannya di Hutan Gendis setelah kedatangan Panca Ib-lis, apalagi semenjak Panca Iblis dipimpin Nyi Mas Lin-dri.Siapa mereka...? Tanya Barda dalam hati. Apaurusan mereka denganku?Barda yang belum yakin apa maksud gerombo-lan itu nampak terdiam menunggu kedatangan mere-ka. Namun Barda tersentak kaget, ketika melihat tan-gan orang-orang itu menggenggam senjata terhunus,seperti tengah memburu musuh."Siapa kalian?" tanya Barda belum mengerti.Ketua Begal Setan Tanduk Merah tersenyumsinis mendengar pertanyaan Barda. Bagi dia ucapanBarda adalah ucapan seorang pengecut. Pertanyaanseseorang yang tengah ketakutan."Ha ha ha...! Kenapa harus berpura-pura, Bar-da? Apa kau tak ingat dengan kami yang telah kau hi-na dulu? Setahun yang lalu. Kau dan teman-temanmutelah memaksa kami harus menyingkir dari HutanGendis," ujar Pimpinan Begal Setan Tanduk Merahyang bernama Mangala.Barda kembali mengerutkan kening. Dia benar-benar tak mengerti siapa sebenarnya mereka. Bertemusaja baru kali ini."Kedatangan Panca Iblis, telah menyebabkankami sengsara. Kekuasaan kami di wilayah Desa Kala-san lenyap. Maka itu, kami akan menuntut balas! Nah,kini kematianmu menandai awal perjuangan kami!Anak buah, seraaang...!" perintah Mangala.Mendengar perintah pimpinannya, seketika ke-dua puluh orang anggota Begal Setan Tanduk Merahsegera mengepung Barda yang masih berusaha tenang.Semua anggota Begal Setan Tanduk Merah te-lah siaga tanpa menyerang, semua menunggu perintahdari pimpinan mereka. Mata mereka terus menatap ta-jam pada wajah Barda.Barda menyunggingkan senyum.Kesempatan, akan aku dului mereka, gumamBarda membatin.Srt!"Yeaaa...!"Secepat kilat Barda mencabut golok besarnya,lalu secepat kilat dibabatkan ke tubuh musuh-musuhyang merangsek dirinya."Awaaas...!" pekik Mangala mengingatkan padaanak buahnya. Namun serangan Barda ternyata da-tang begitu cepat. Sehingga....Bret! Bret! Bret...!"Aaakh...!""Wuaaa...!"Tiga orang anak buah Begal Setan Tanduk Me-rah terpekik, ketika perut mereka terbabat golok besarBarda. Mereka tak dapat berbuat apa-apa kecualimengerang kesakitan. Sesaat ketiganya kelojotan laluakhirnya roboh dengan tubuh berlumuran darah."Bangsat! Kau telah membunuh anak buahku.Kau harus mampus di tangan kami. Seraaang...!" pe-rintah Pimpinan Begal Setan Tanduk Merah.Gerombolan itu langsung menyerang dengansenjata mereka.Wrt!"Yeaaa...!"Pedang dan golok di tangan anggota Begal Se-tan Tanduk Merah berkelebat memburu tubuh Barda.Dengan cepat Barda mengelak sambil memapakai se-rangan dengan kibasan golok besarnya.Wrt!Trang! Trang...!Prak!Terdengar beberapa kali benturan keras. Pe-dang dan golok kedua lawan yang menyerang patah.Kedua anak buah Begal Setan Tanduk Merah tersentakdan melompat mundur menghindari babatan golokBarda.Wrt!"Hap...!"Dua orang yang lain merangsek maju."Hiyaaat...!""Heaaa...!"Teriakan-teriakan keras mengiringi seranganyang dilakukan anak buah Mangala.Wrt! Srap!Pedang dan tombak berkelebat mengarah ketubuh Barda. Segera Barda kembali mengibaskan go-loknya."Heaaa...!"Wuttt!"Mampus kau Barda...!" pekik orang memegangtombak seraya menyodokkan ujung tombak yang runc-ing dan beracun ke tubuh Barda."Uts!" Barda tersentak, lalu melompat mundurmengelakkan serangan lawan.Wrt!"Ihhh...!"Tombak lawan terus mencecar tubuh Barda.Namun dengan cepat Barda bergerak ke samping danmelompat mundur mengelakkan serangan itu.Aku harus menghalau serangannya, pikir Bar-da. Golok besar itu dikibaskan ketika tombak lawankembali melesat ke perutnya.Wrt!Trang!Dentangan keras pun terdengar ketika golokbesar di tangan Barda berhasil membabat tombak la-wan.Prak!"Hah...?!"Terbelalak mata orang yang menyerang Barda,ketika ujung tombaknya patah tersambar golok besarBarda. Belum sempat hilang rasa kagetnya, Barda te-lah kembali merangsek sambil membabatkan golok.Wrt!"Ahhh...! Bangsat!"Orang itu tersentak kaget karena merasa matilangkah. Golok di tangan Barda berkelebat cepat ketubuhnya. Hampir saja nyawanya melayang, kalau ka-wan yang lain tak segera membantu."Minggir...! Heaaa...!"Wuttt!Serangan cepat pedang lawan sempat membuattersentak Barda. Namun kemudian-dengan cepat pulagolok besarnya dikibaskan. Dan....Trang!"Mampus kau!" bentak Badra. Golok besarnyaterus berkelebat memapak dan melancarkan seranganke tubuh lawan. Namun belum sempat golok itu men-genai sasaran, tiga orang melesat cepat memapak se-rangan Barda dengan trisula. Mereka dikenal denganjulukan Trisula Setan."Hea!""Yea!"Teriakan-teriakan terdengar, mengiringi seran-gan ganas mereka.Trang, trang!Badra tersentak kaget lalu segera menarik se-rangan ke belakang dengan mata terbelalak kaget. Se-dangkan tiga orang bersenjata trisula itu tersenyum,mengejek Barda yang sejenak tampak kewalahan.Ketiga Trisula Setan itu, merupakan penjajak-kan terakhir bagi Gerombolan Begal Setan Tanduk Me-rah. Jika ketiganya terdesak, maka Gerombolan BegalSetan Tanduk Merah akan menyerang secara serentak."Kami lawanmu, Barda," ujar lelaki berkepalabotak dan bertubuh besar. Matanya menatap tajamwajah Barda. "Nah, kini hadapilah Trisula Setan!""Hea...!""Yea...!""Hea...!"Tanpa menunggu jawaban dari Barda. TrisulaSetan segera menggebrak dengan serangan. Trisula ditangan mereka langsung mencecar secara bergantianke tubuh Barda dengan jurus 'Kembang Mayang Kara'.Melihat serangan beruntun yang dilakukan ke-tiga lawannya. Barda segera melompat menghindarsambil membabatkan golok besarnya untuk menangkisserangan.Wuttt!Srt!"Hah...!"Barda tersentak kaget, ketika goloknya terjepitdi ujung trisula lawan. Tangan Barda menarik dengankuat, berusaha melepaskan golok besar itu. Namuntrisula yang lain langsung merangsek dan ikut menje-pit senjata Barda.Krek!Trang!Mata Barda membeliak kaget. Keringat dinginmengucur deras dari tubuhnya. Seluruh tenaga dalamyang ada telah dikerahkan untuk membebaskan go-loknya dari jepitan trisula lawan"Matilah kau, Barda...!" satu lagi Trisula Setanmelesat, tapi tak seperti kedua rekannya. Lawan yangketiga kini mengarahkan trisulanya ke mata Barda.Srt!"Ahhh...!" sentak Barda sambil mengerakkankepala, mengelakkan serangan yang hampir menusukmatanya. Lalu dengan cepat Barda bergerak melompatke belakang dan melepaskan goloknya. Nyawanya ter-lepas dari maut, namun senjata andalannya kini ber-pindah ke tangan lawan."Hah...!"Mata Barda membelalak. Tubuhnya semakinterdesak serangan lawan yang terus memburu. Denganhati diliputi rasa cemas. Barda terus melompat ke sanakemari, mengelakkan serangan lawan. Dia tak maumati begitu saja di tangan anak buah Begal Setan Tan-duk Merah.Sementara trisula di tangan lelaki bertubuh ku-rus terus memburu Barda."Ha ha ha...! Kini mampuslah kau, Barda!" seruMangala, pimpinan Begal Setan Tanduk Merah sambiltertawa terbahak-bahak. "Kau harus memberitahukandi mana kelemahan Panca Iblis pada kami!""Bedebah! Sampai mati pun tak akan kuberita-hu, Kunyuk!" dengus Barda sengit.Mangala mencibirkan bibir mengejek Barda. La-lu sambil mengibaskan tangan sebagai isyarat kepadaTrisula Setan agar segera membereskan lawannya,pimpinan Begal Setan Tanduk Merah melangkah mun-dur dengan masih tertawa terbahak-bahak."Selamat berpisah, Barda! Hua ha ha...! Mam-puslah kau...!"Tanpa senjata Barda terpaksa harus mengha-dapi Trisula Setan yang terus menyerang dengan ga-nas. Meskipun gerakannya untuk mengelak terus di-percepat. Namun Barda tetap semakin terdesak dantampak kewalahan. Dia tak mampu lagi melakukan se-rangan, kecuali hanya bergerak menjauh dari ketigalawan tangguhnya itu."Hea...!""Yea...!"Teriakan-teriakan keras terus terdengar, mengi-ringi serangan yang kian ganas dari Trisula Setan.Wrt! Srt!Ketiga trisula itu terus membabat dan menusukke tubuh Barda yang kian mengendur pertahanannya.Hingga....Wuttt!Bret!"Aaakh...!"Barda terpekik ketika perutnya tersambar trisu-la di tangan salah seorang lawan.Trisula Setan terus mengejar tubuh Barda yangkian melemah tubuhnya. Namun tiba-tiba sesosok tu-buh berkelebat cepat Dan....Wrt!Trang, trang, trang...!"Aaa...!"Ketiga Trisula Setan itu terpekik. Ketiganya me-rasakan ada hawa panas menjalar lewat tangannya,ketika senjata mereka berbenturan keras dengan se-buah suling yang tiba-tiba memapaki serangan ke tu-buh Barda."Aha...! Rasanya tak adil, Kisanak! Satu orangharus menghadapi keroyokan...," ujar pemuda berompikulit ular yang telah menangkis serangan Trisula Se-tan. Mulutnya cengengesan sambil menyelipkan sulingke pinggang."Setan...! Berani benar kau ikut campur?!" makiMangala. Matanya seketika menatap seorang pemudabertingkah laku seperti orang gila yang berdiri disamping Barda. "Bedebah! Kau rupanya mencarimampus, Anak Muda! Kau berani menolong penjahat!"Pemuda yang tak lain Sena atau yang berjulukPendekar Gila itu tertawa terbahak-bahak mendengarucapan pimpinan Begal Setan Tanduk Merah."Apakah kalian bukan penjahat? Hi hi hi...!""Bangsat! Siapa kau, Bocah Gila!" dengus Man-gala marah. "Katakan, sebelum anak buahku ini men-cincang tubuhmu!""Hi hi hi.... Lucu! Aku katakan juga percuma,Kisanak! Nah, kalau kalian manusia, hendaknya me-melihara rasa kemanusiaan. Mengapa kalian maumembunuh orang yang sudah tak berdaya? Hi hi hi..!"sahut Sena."Bocah edan! Jangan menggurui kami! Anakbuah, serang keduanya jangan beri ampun...!""Hiaaat..!"Gerombolan Begal Setan Tanduk Merah segeramelaksanakan perintah pimpinannya. Mereka serentakmengepung dan menyerang Pendekar Gila yang beru-saha melindungi Barda."Sobat, apa kau bisa menjaga diri?" tanya Senasambil cengengesan, tangannya menggaruk-garuk ke-pala. Padahal lawan-lawannya siap untuk melakukanserangan. Hal itu membuat Barda terheran-heran me-lihat tingkah laku pemuda yang menolongnya. Seakanpemuda bertingkah laku seperti orang gila itu, belumsiap untuk melakukan pertarungan."Aku akan berusaha," sahut Barda."Aha, bagus! Kita akan main-main dengan me-reka, Kisanak!" ujar Sena sambil cengengesan."Bocah edan! Rupanya kau mencari mampus!"dengus lelaki berkepala botak, salah seorang dari Tri-sula Setan."Hi hi hi...! Mampus...? Aha, rupanya kau su-dah tak betah hidup, Botak..!" ujar Sena, semakinmembuat orang-orang Begal Setan Tanduk Merah ber-tambah marah."Kurang ajar! Kupecahkan kepalamu...!" dengusMangala."Hiaaa...!""Heit! He he he...!"Dengan jurus 'Gila Menari Menepuk Lalat' Pen-dekar Gila bergerak mengelakkan serangan lawan, se-kaligus melindungi Barda."Hea...!""Yea...!"Menyaksikan jurus yang dilancarkan PendekarGila, anak buah Begal Setan Tanduk Merah bertambahmarah dan beringas. Jurus yang sepintas kelihatanlemah dan pelan itu, mengundang mereka untuk terusmelakukan serangan-serangan gencar. Mereka men-ganggap pemuda bertingkah laku gila itu tak memilikikemampuan ilmu silat."Kucincang tubuhmu, Bocah Edan!" maki Man-gala seraya mengayunkan pedang membabat PendekarGila. Namun, dengan jurus 'Gila Menari Menepuk La-lat', tubuh Sena meliuk. Kemudian sambil cengenge-san, tangannya bergerak menepuk ke dada lawan."Hi hi hi...! Kurang tepat, Kisanak! Hih...!"Pimpinan Begal Setan Tanduk Merah tersentakkaget, ketika tangan Pendekar Gila tiba-tiba hampirmenghantam dadanya. Padahal gerakan Pendekar Gilatampak pelan dan lemah."Edan! Jurus edan...!" maki Mangala sambilmelompat mundur, mengelakkan serangan yang dilan-carkan Pendekar Gila. Matanya terbelalak, seperti takpercaya dengan apa yang terjadi. Tubuhnya hampir sa-ja terhantam telapak tangan Pendekar Gila, kalau sajatak segera mencelat ke belakang."Hi hi hi...!"Dengan cengengesan, Pendekar Gila kembalibergerak. Tubuhnya diputar ke arah kiri. Kemudiandengan tangan diangkat ke atas, tubuhnya mengitariBarda. Sedangkan tangannya yang telah memegangSuling Naga Sakti, kini bergerak memukul lawan-lawannya yang hendak menyerang."Tenang, Kisanak! Kau harus memusatkan ji-wamu agar tidak pusing," saran Sena, mengingatkanpada Barda agar tidak terpengaruh gerakan dari jurus'Gila Melepas Lilitan Benang'. Sebuah jurus yangmembuat lawan terbelalak keheranan."Jurus edan!" maki Mangala, pimpinan BegalSetan Tanduk Merah, merasa sangat sulit baginya dananak buahnya untuk dapat menembus pertahananPendekar Gila."Cuih! Anak-anak, pergi...!"Pimpinan Begal Setan Tanduk Merah segeramenggerakkan tangan kanan, memerintah anak buah-nya agar cepat meninggalkan tempat itu. Seketika itupula, anak buah Begal Setan Tanduk Merah berlarianmeninggalkan Hutan Galadema, tempat pertarunganmereka berada.***3"Hai, jangan lari...!" teriak Barda sambil beru-saha mengejar Gerombolan Begal Setan Tanduk Me-rah. Namun, Pendekar Gila segera mencegahnya."Aha, biarkan saja gerombolan itu pergi, Kisa-nak! Tak usah kau kejar. Sia-sia saja kau mengejarmereka," ujar Pendekar Gila sambil melangkah mende-kati Barda yang segera menghentikan langkahnya."Tapi mereka sangat berbahaya, Kisanak," ujarBarda cemas."Hi hi hi...! Kecemasan hanya ada di hati orangyang berbuat dosa dan salah...," tutur Pendekar Giladengan cengengesan sambil tangannya menggaruk-garuk kepala. Seakan-akan berbicara pada diri sendiri.Mendengar ucapan Pendekar Gila, Barda ter-sentak. Dia tidak menyangka, kalau pemuda tampanyang bertingkah laku seperti orang gila itu mampuberbicara seperti layaknya seorang guru besar.Pendekar Gila melangkah sambil menengadah-kan wajah ke langit. Dilihatnya mendung berarak-arakberkumpul jadi satu. Seakan-akan mendung itu mem-beri suatu petunjuk kepada dirinya."Ah, mendung berkumpul. Langit tampak se-makin gelap. Mungkin akan turun hujan," gumam Se-na.Barda turut mendongak ke atas, memandangmendung yang kian menebal itu. Hatinya tersentuh ju-ga mendengar penuturan Pendekar Gila. Dia turutmembenarkan ucapan pemuda aneh di hadapannya.Dihelanya napas dalam-dalam, seolah ingin mene-nangkan perasaan hatinya."Kisanak, tutur ucapanmu sangat menyentuhhatiku. Kalau boleh ku tahu, siapakah Kisanak sebenarnya?" tanya Barda dengan bola mata menatap ta-jam wajah Pendekar Gila yang masih cengengesansambil menggaruk-garuk kepala. Hal itu membuatBarda bertambah mengerutkan kening. Mata Bardasemakin tak berkedip menatap pemuda itu."Ha ha ha, siapa pun diriku, kurasa tak pent-ing. Aku manusia biasa sepertimu. Hanya saja, mung-kin keadaan kita yang berbeda," tutur Sena dengancengengesan persis orang tolol.Barda menghela napas panjang-panjang. Entahmengapa, kini dia merasakan kebenaran ucapan pe-muda di hadapannya. Dan tanpa sadar, hatinya yangselama ini gelap, tiba-tiba bagaikan diterangi cahaya.Kesadaran Barda mulai timbul, bahwa segala yangpernah dilakukan selama ini salah."Mungkinkah pemuda ini tokoh yang dijulukisebagai Pendekar Gila?" tanya Barda dalam hati, beru-saha menduga-duga. "Dilihat dari tindak tanduk danilmunya, jelas merupakan ciri-ciri Pendekar Gila. Hm,Mungkin dialah orangnya.""Aha, apa yang kau pikirkan, Kisanak?" tiba-tiba Sena bertanya, menyentakkan Barda dari lamu-nannya. "Dan mengapa gerombolan tadi mengatakankau orang jahat?"Barda kembali menghela napas. Kini Barda me-rasa seperti tengah dihadapkan pada dewa yang se-dang mengadilinya. Tak bisa lagi berdusta di hadapanpemuda bertingkah laku seperti orang gila itu. Seakanada sesuatu yang mendorong untuk menceritakan se-mua tingkah laku hidupnya selama ini;"Apa yang mereka katakan memang benar, Ki-sanak. Aku salah seorang anggota Panca Iblis. Tapi se-jak Panca Iblis dikalahkan Nyi Mas Lindri, hatiku sela-lu ingin meninggalkan mereka...," desah Barda seakanberusaha menghilangkan beban yang mengganjal jiwanya."Aha, lalu mengapa kau tak meninggalkan me-reka?" tanya Sena."Aku tak mampu," sahut Barda setengah men-geluh, "Nyi Mas Lindri bukan orang sembarangan. Diamemiliki ilmu tinggi, hingga kami tak mampu menga-lahkan. Panca Iblis harus tunduk dan patuh pada se-tiap perintahnya..""Hm...," gumam Sena tak jelas. Mulutnya nyen-gir, lalu tangannya menggaruk-garuk kepala."Tadi pun, aku harus menuruti perintahnya un-tuk mencari anak Ki Santanu. Nyi Mas Lindri bukanhanya kejam, dia semakin menambah penderitaanwarga Desa Kalasan...," lanjut Barda menceritakan."Maksudmu...?" tanya Sena.Barda menarik napas dalam-dalam. Ditatapnyamendung yang semakin menebal di langit."Nyi Mas Lindri tak hanya menuntut upeti dariwarga Desa Kalasan. Tapi lebih dari itu, dia juga seo-rang wanita cabul yang doyan anak muda. Dengan il-munya yang tinggi, dia memaksakan kehendak untukmemuaskan nafsu. Warga yang memiliki anak lelakimuda diharuskan menyerahkannya pada Nyi Mas Lin-dri sebagai pemuas nafsu birahinya.""Ha ha ha, tak boleh dibiarkan!" gumam Sena."Apa selama ini tak ada yang menentang?""Siapa yang berani Kisanak?" sahut Barda balikbertanya.Pendekar Gila nyengir sambil menggaruk-garukkepala. Tingkah lakunya tetap seperti orang gila. Halitu membuat Barda mengerutkan kening keheranan."Aha, lalu apa Kisanak tetap mau mencari anakKi Santanu itu?" tanya Sena."Entahlah. Kejadian ini membuat jalan pikiran-ku mulai terbuka. Aku ingin kembali hidup di jalanyang benar, meninggalkan duniaku yang gelap," jawabBarda sepertinya benar-benar hendak meninggalkandunia hitamnya. Dunia yang selalu membuat dirinyabagai dikejar-kejar rasa takut dan cemas. Perasaan do-sa dan musuh yang banyak."Benarkah kau ingin meninggalkan dunia hi-tammu?" tanya Pendekar Gila berusaha meyakinkan."Ya," tegas Barda. "Mulai saat ini aku bertekaduntuk kembali ke jalan lurus.""Aha, bagus! Kurasa memang secepatnya kauharus menyadari semuanya, Kisanak.""Terima kasih! Kini bolehkah aku bertanya, sia-pa kau sebenarnya Anak Muda?""Namaku Sena. Tetapi orang biasa memanggil-ku dengan sebutan Pendekar Gila," jawab Sena yangmembuat mata Barda terbelalak semakin lebar."Sudah kuduga," desis Barda dalam hati. "Ka-lau memang Pendekar Gila. Ah, beruntung sekali akubisa bertemu dengannya. Pantas, tutur katanya begituarif dan bijaksana.""Aha, kau kembali termenung, Kisanak. Lalusiapa kau sebenarnya? Aku memang telah mendengarPanca Iblis. Tapi aku belum pernah bertemu dengankalian," ujar Sena."Namaku, Barda," sahut Barda memperkenal-kan diri, "Kalau Kisanak tak keberatan, ingin rasanyaaku menyertaimu. Aku ingin jauh dari mereka."Pendekar Gila tertawa terbahak-bahak men-dengar permintaan dan ucapan Barda. Mulutnya cen-gengesan sambil menggeleng-geleng kepala, seakan-akan hendak mengatakan sesuatu."Ha ha ha, mengapa kau takut, Kisanak! Kebe-naran akan senantiasa dilindungi Hyang Widhi. Takperlu Kisanak takut pada mereka!" ujar Sena. Namun,Barda nampaknya belum yakin pada dirinya sendiri.Hatinya masih dilanda rasa takut menghadapi Nyi MasLindri."Tapi, Nyi Mas Lindri sangat kejam, Kisanak.Dia tak akan membiarkanku begitu saja," ujar Bardacemas. "Izinkanlah aku mengikutimu! Bukan hanyaNyi Mas Lindri yang akan menghukumku, tapi mung-kin anak Ki Santanu yang masih hidup. Anak itu pastiakan membalas dendam atas kematian keluarganya."Mendengar penuturan Barda, Pendekar Gilahanya berdiam. Dihelanya napas dalam-dalam. Diamemahami kekhawatiran yang melanda hati lelaki dihadapannya. Apalagi setelah mengetahui tekad Bardauntuk meninggalkan dunia hitamnya."Aha, baiklah! Kalau begitu kita berangkat ketempat tinggal Panca Iblis!" ajak Sena dengan cen-gengesan.Terbelalak mata Barda mendengar ajakan Pen-dekar Gila. Keningnya berkerut merasa heran dan takmengerti mengapa Pendekar Gila justru mengajaknyake tempat tinggal Panca Iblis."Untuk apa...?" tanya Barda."Aha, bukankah mereka orang-orang yang ha-rus ditumpas?" tanya Sena yang membuat Barda se-makin tersentak."Jadi...?"Belum sempat Barda selesai berkata, PendekarGila dengan masih cengengesan menyahut cepat."Kurasa warga Desa Kalasan harus segera di-bebaskan dari penderitaan yang mereka timbulkan."Kau akan menyerang mereka?""Aha, kurasa tidak, selama mereka bersedia se-cara baik-baik meninggalkan Desa Kalasan," jawab Se-na, sambil menatap wajah Barda dengan mulut cen-gengesan."Kenapa? Bukankah kau sendiri ingin bebasdari mereka?""Benar.""Aha, kita harus segera ke sana, Barda!" sentakSena.""Aku tak yakin, apa kita mampu menghadapimereka," gumam Barda lirih, tampaknya dia meragu-kan kemampuan Pendekar Gila yang masih muda itu."Aha, apa yang membuatmu ragu, Kisanak?"tanya Sena sambil menatap wajah Barda. Barda ter-diam, lalu menghela napas dalam-dalam. Sepertinyaada sesuatu kebimbangan yang bergayut di hatinya."Aku masih ragu, apakah kau mampu menga-lahkan Nyi Mas Lindri? Karena ilmunya jauh di atasilmuku," ujar Barda setengah mendesah lirih.Pendekar Gila tertawa sambil menggaruk-garukkepala. Kemudian dihelanya napas panjang-panjang.Matanya memandang lepas ke langit yang tertutupmendung.Barda turut terdiam, dengan perasaan yangmasih diliputi kebimbangan.Mungkinkah pemuda yang bergelar PendekarGila ini mampu menghadapi Nyi Mas Lindri yang saktiitu? Tanya Barda dalam hati. Telah banyak tokoh per-silatan tua dan berpengalaman menghadapi Nyi MasLindri. Namun, belum ada yang mampu mengalahkan-nya.Barda memperhatikan Pendekar Gila denganseksama, seakan masih berusaha meyakinkan dirinyaakan kemampuan pemuda yang bertingkah laku gilaitu."Aha, keraguan akan membuat langkah ter-hambat. Mengapa kau masih ragu, Barda? Bukankahmati untuk membela kebenaran dan keadilan itu tekadorang ksatria?" tanya Sena, berusaha mendorong se-mangat Barda yang masih diliputi rasa takut dan takpercaya diri."Baiklah, aku mengikutimu.""Aha, bagus! Kita harus segera ke sana. Ayo!"ajak Sena.Keduanya segera melesat meninggalkan HutanGaladema. Tak lama kemudian hujah lebat pun meng-guyur hutan ini.***Sementara itu, Joko Galing yang hendak menu-ju Desa Kalasan, kini telah sampai di Desa SanggaLumajang di kaki Gunung Panalu. Ketika kakinya se-dang menyelusuri Desa Sangga Lumajang tiba-tiba ma-tanya melihat lelaki tua tengah diseret empat orang le-laki bertampang garang."Hm, permainan apa lagi yang hendak dipertun-jukkan orang-orang itu...?" dengus Joko Galing sambilmenghentikan langkah, dan menatap tajam ke lima le-laki yang menyeret lelaki tua itu."Aduh... ampun!" ratap lelaki tua kurus yangbertelanjang dada itu."Kalau kau minta ampun, katakan di manaanak lelakimu kau sembunyikan!" bentak lelaki berwa-jah garang yang duduk di punggung kuda."Sungguh, Tuan! Hamba tak menyembunyikan.Anak hamba telah pergi sebelum Tuan datang," jawablelaki tua itu."Setan! Kau kira kami bisa dibohongi, heh?!"bentak lelaki berkuda itu sambil mempercepat langkahkudanya.Lelaki tua itu menjerit kesakitan. Tubuhnya lu-ka-luka tergores tanah jalanan."Aduh...! Ampuuun...!" teriak lelaki tua itu. Tu-buhnya yang terkapar di tanah kelojotan kesakitan.Joko Galing yang menyaksikan kejadian itu,merasa trenyuh. Tubuhnya segera melesat. Kemudiandengan gerakan yang sangat cepat, Joko Galing men-cabut pedangnya. Lalu dalam sekejap saja, PedangLembayung Merah di tangannya telah membabat taliyang mengikat tangan orang tua itu.Srt!Bret!Tali itu putus. Sementara, kuda penarik lelakitua itu tiba-tiba menjadi liar. Tampaknya kuda coklatitu ketakutan, melihat Pedang Lembayung Merah yangmengeluarkan sinar merah.Belum sempat lenyap rasa kaget mereka, JokoGaling dengan cepat mengelebatkan pedangnya me-nyerang keempat lelaki yang terperangah menyaksikangerakannya."Kalian harus mampus! Hih...!"Wrt!Dengan mata terbelalak, keempat lelaki berusiasekitar tiga puluh tahun itu melompat mundur. Mere-ka semakin terperanjat menyaksikan gerakan cepatJoko Galing. Namun....Wuttt!Jrab! Jrab!Pedang Lembayung Merah di tangan Joko Gal-ing berhasil membabat lawan."Akh...!""Wua...!"Dua orang terpekik keras, ketika Pedang Lem-bayung Merah membabat perut mereka. Mata keduaorang itu terbelalak tegang. Seketika darah menyem-bur keluar dari luka yang menganga. Sesaat tubuh ke-duanya mengejang, kemudian ambruk dan tewas."Bangsat! Siapa kau?! Berani sekali melawanPanca Iblis!"Lelaki berkuda itu marah ketika menyaksikandua orang temannya dalam sekali gebrakan saja telahtewas di tangan pemuda itu."Aku Joko Galing. Aku datang untuk menum-pas kalian, para begundal yang telah membuat wargamenderita. Heaaa...!"Joko Galing yang diliputi dendam kesumat tan-pa banyak kata segera mengamuk bagaikan bantengterluka. Pedang Lembayung Merah di tangannya berge-rak cepat, menyerang kedua orang lawannya.Wrt!Cras!"Wua...!"Kedua orang itu terpekik ketika Pedang Lem-bayung Merah membabat perut mereka. Sesaat tubuhkeduanya mengejang kemudian ambruk dan tewas.Terbelalak mata lelaki yang duduk di ataspunggung kuda, menyaksikan kehebatan ilmu pedanglawan. Hanya dengan dua kali gebrakan saja, keempatkawannya telah tewas. Merasa dia pun tak bakal sang-gup menghadapi pemuda itu, lelaki penunggang kudayang ternyata anak buah Panca Iblis segera mengge-bah kudanya."Mau lari ke mana kau?!" bentak Joko Galing.Kemudian dengan cepat pemuda itu melesat, membu-ru lelaki berkuda itu.Dengan menggunakan ilmu 'Gerak Sewu', da-lam sekejap saja Joko Galing mampu menghadang le-laki berkuda itu."Ah!"Lelaki bermuka garang itu tersentak kaget me-lihat Joko Galing telah berdiri menghadang di hada-pannya"Mau lari ke mana, Bajingan?!" bentak JokoGaling geram. Matanya melotot, menatap tajam wajahlelaki yang masih duduk di punggung kuda itu."Minggir! Jangan halangi aku!" sentak lelakiberpakaian biru tua, yang ternyata bernama Rawanda.Joko Galing tersenyum sinis. Dengan pedang ditangan kanannya. Pemuda itu melangkah mendekatiRawanda yang masih duduk di atas punggung kuda.Menyaksikan Joko Galing melangkah mende-kat, Rawanda mengerutkan kening. Perasaan cemasdan takut seketika menyelimuti jiwanya. Dia tahu ba-gaimana kehebatan pedang di tangan pemuda itu, ke-tika membantai keempat kawannya."Kau pun harus mampus, Bajingan! Tapi untukkali ini, aku mengampunimu. Biar salah satu kuping-mu kupenggal. Katakan pada Panca Iblis, Joko Galinganak Ki Santanu akan menuntut balas," suara JokoGaling terasa tenang dan dingin sekali. Matanya yangmembuka lebar, menatap tajam wajah Rawanda yangkini pucat pasi mendengar ucapan Joko Galing."Tidak! Jangaaan...! Ampunilah nyawaku," ra-tap Rawanda ketakutan."Aku tak akan membunuhmu. Aku hanya inginminta kenang-kenangan darimu. Setelah itu, cepatlahminggat dari hadapanku," usai berkata demikian, JokoGaling melompat. Tubuhnya bersalto beberapa kali diudara, kemudian dengan cepat membabatkan PedangLembayung Merah ke telinga Rawanda."Jangaaan...!" pekik Rawanda ketakutan.Wrt!"Akh...!"Lelaki berkuda itu terpekik keras, memegangikuping sebelah kirinya yang putus. Darah bercucuranmembasahi pakaiannya. Sementara kuping yang putusitu telah berada di tangan Joko Galing."Enyahlah dari sini! Katakan pada pimpinan-mu, Joko Galing akan datang! Siapkan nyawa mereka!Hea...!" Joko Galing memukul pantat kuda itu, yangseketika lari dengan tunggang-langgang.Joko Galing tertawa melihat kejadian lucu tadi.Sebentar kemudian pemuda itu segera melesat, me-nyusul lari kuda yang ditunggangi Rawanda.***4Di bawah pimpinan Nyi Mas Lindri, Panca Iblissemakin menancapkan kuku kekuasaan, mencengke-ram warga Desa Kalasan dan desa-desa lain di sekitarHutan Gendis. Selama itu, belum ada seorang wargapun yang berani menentang kekuasaan Nyi Mas LindriSiang itu, Nyi Mas Lindri dan empat tokoh dariPanca Iblis berkumpul di sebuah ruang pertemuanyang juga merupakan kamar khusus Nyi Mas Lindri.Wanita cantik bertubuh sintal itu berbaring didipan dari kayu jati berukir. Di belakangnya, empatpemuda tampan bertelanjang dada tampak memijatitubuhnya yang mulus. Sesekali mereka men-ciumi tu-buh Nyi Mas Lindri yang hanya tertutup pakaian tipisdan tembus pandang berwarna merah jambu. Matanyayang lembut tapi tajam menatap keempat lelaki tangankanannya."Barda belum juga pulang. Mungkinkah diamendapat kesulitan di jalan...?" gumam Nyi Mas Lin-dri. Tubuhnya menggeliat kenikmatan ketika keempatpemuda tampan itu membelai dan menciumi sekujurtubuhnya."Kurasa Barda tak mungkin menemukan anakKi Santanu, Nyi Mas. Lagi pula untuk apa bocah itudicari? Bukankah hanya akan membuat repot kita?"tanya Gaja Polo, yang tampaknya tak setuju denganrencana Nyi Mas Lindri."Huh! Kau tahu apa, Gaja Dungu! Menurut pe-tunjuk yang kuperoleh, justru anak Ki Santanu yangbakal membantuku mencapai cita-cita menundukkandunia persilatan," tegas Nyi Mas Lindri.Gaja Polo terdiam. Dia tak berani lagi memban-tah ucapan sang Pimpinan. Bagaimanapun, kemam-puannya tak sanggup menghadapi Nyi Mas Lindri yangberilmu tinggi. Ilmu wanita cantik itu, jauh berada diatasnya."Kalian tahu, jika aku bisa menjadikan anak KiSantanu sebagai kekasihku, maka cita-citaku menjadiratu persilatan akan terlaksana. Itu kata petunjukyang kuterima," tutur Nyi Mas Lindri sambil terus me-nikmati rabaan dan ciuman keempat pemuda tampanyang telah menjadi budak nafsunya."Apakah tak akan sebaliknya, Nyi Mas?" tanyaSaratakulir."Kalian takut anak itu balas dendam atas ke-matian kelurganya?""Ya," sahut Sartakulir. "Itu yang selalu kuce-maskan."Nyi Mas Lindri tertawa terkekeh sambil mengge-leng-gelengkan kepala. Wanita cantik itu bangkit daripembaringan, lalu duduk di dipan berukir itu dengansenyum mengembang di bibirnya. Seakan hendak me-nunjukkan kecantikannya."Selama masih ada aku, tak mungkin dia ber-buat begitu," katanya sombong, menjadikan keempatlelaki dari Panca Iblis mengerutkan kening. Mereka se-perti belum yakin dengan apa yang diucapkan Nyi MasLindri."Sungguhkah itu, Nyi Mas?" tanya Gaja Polo ingin tahu.Nyi Mas Lindri kembali tersenyum, lalu bangkitdari duduknya, melangkah mendekati Gaja Polo danketiga kawannya. Matanya yang lentik, menatap tajampada keempat tangan kanannya itu."Kita buktikan saja nanti! Selama Nyi Mas Lin-dri ada bersama kalian, tak mungkin dia berkutik,"ujar Nyi Mas Lindri meyakinkan. Kemudian matanyamemandang lepas keluar, Hutan Gendis tampak ter-hampar dengan pepohonan besar mengelilingi tempattinggal mereka.Keempat lelaki di hadapannya hanya mampudiam. Meski mereka belum yakin dengan apa yang di-katakan sang Pimpinan, mereka tak berani untuk me-nentang. Mereka tak ingin mati sia-sia di tangan wani-ta cantik berhati iblis yang sadis itu. Tak peduli siapapun jika tak disukai, Nyi Mas Lindri akan membunuhdengan pukulan mautnya yang bernama 'Gelap Ngam-par'.Ketika mereka tengah membicarakan masalahBarda yang belum juga datang. Tiba-tiba...."Nyi Mas Lindri, aku datang...!"Dari luar terdengar suara teriakan seseorangyang sangat dikenalnya. Suara Barda yang sepertinyamengandung permusuhan itu, membuat Nyi Mas Lin-dri dan keempat Panca Iblis membelalak kaget"Barda!" seru Nyi Mas Lindri. "Sejak kapan diaberteriak seperti itu?!""Nyi Mas Lindri, keluar kau!" kembali terdengarsuara Barda berteriak menantang. Baik Nyi Mas Lindrimaupun keempat anak buahnya belum percaya teria-kan Barda."Kurang ajar! Lancang sekali mulutnya!" den-gus Nyi Mas Lindri sengit. Kemudian dengan penuhamarah wanita cantik itu melesat keluar diikuti keempat Panca Iblis.Seketika mata mereka terbelalak, melihat Bardayang didampingi pemuda bertingkah laku seperti oranggila, berdiri menantang. Hal itu membuat Nyi Mas Lin-dri semakin bertambah marah, merasa telah ditantanganak buahnya."Barda keparat! Rupanya kau sudah bosan hi-dup!" dengus Nyi Mas Lindri geram."Hm, hidup matiku bukan di tanganmu, WanitaIblis!" balas Barda tak mau kalah, "Aku datang untukmenghentikan sepak terjangmu yang kelewat biadab!""Hi hi hi...! Cantik sekali kau, Nyi. Sayang, dihatimu bersarang iblis...," gumam Sena sambil cen-gengesan. Tangannya menggaruk-garuk kepala."Barda keparat! Rupanya Bocah Edan itu yangmembuatmu berani menantangku!" dengus Nyi MasLindri dengan mata melotot garang menatap PendekarGila."Hua ha ha...! Nyi Mas Lindri, kucari-cari ak-hirnya kutemui kau di sini," gumam Sena dengan cen-gengesan sambil tangan menggaruk-garuk kepala. "Se-telah gagal menyingkirkan keluarga Baginda Aji War-dana, tak bosan-bosannya kau berbuat kejahatan,Nyi!""Cuih! Rupanya kau memang mencari mampus,Pendekar Gila! Kau selalu saja mencampuri urusan-ku!" dengus Nyi Mas Lindri sengit, karena selama iniPendekar Gila senantiasa menghalangi maksudnya.Rencananya menggulingkan Baginda Aji Wardana gag-al juga karena campur tangan Pendekar Gila (Untukmengetahui lebih jelas siapa sebenarnya Nyi Mas Lin-dri, silakan baca serial Pendekar Gila dalam episode"Istana Berdarah")."Aha, kurasa kaulah yang mencari penyakit.Perempuan Busuk!" balas Sena. "Kucari kau ke manamana untuk mempertanggungjawabkan pemberonta-kanmu yang gagal. Ternyata kau ada di sini, Nyi!""Kurang ajar! Bunuh dia...!" perintah Nyi MasLindri sambil menggerakkan tangan kanan padakeempat anak buahnya yang sejak tadi hanya mampudiam. Mereka tak tahu harus berbuat apa.Mendengar perintah Nyi Mas Lindri, keempatlelaki yang tergabung dalam Panca Iblis, seketika men-cabut senjata mereka dan langsung menggebrak Pen-dekar Gila."Yea...!""Hi hi hi...! Mengapa tikus-tikus ini yang kauajukan, Nyi...?" ejek Sena sambil tertawa cengengesandengan tangan menggaruk-garuk kepala.Pendekar Gila masih tenang. Bahkan tingkahlakunya semakin gila. Dengan melompat-lompat sam-bil menggaruk-garuk kepala seperti seekor monyet,Pendekar Gila mengelakkan serangan lawan."Hea!""Heit! Barda, bersiaplah! Kita akan main-maindengan tikus-tikus ini," ujar Sena sambil bergerak me-liuk-liukkan tubuhnya, mengelakkan serangan-serangan yang dilancarkan empat orang dari Panca Ib-lis. Dengan jurus 'Gila Menari Menepuk Lalat', Pende-kar Gila bergerak mengelakkan serangan-serangan la-wan.Barda yang telah bertekad kembali ke jalan lu-rus, tak mau tinggal diam. Dia segera membantu Pen-dekar Gila, menghadapi serangan yang dilancarkankeempat bekas kawannya. Dengan golok besar di tan-gan, Barda yang semakin yakin pada kebenaran dankeadilan, bagaikan macan lapar. Tangannya dengancepat membabatkan golok besarnya."Hiaaa...!"Wrt!Trang!Benturan keras senjata terdengar memecahkansuasana sepi Hutan Gendis."Yea!""Barda! Keparat, kubunuh kau!" geram Gaja Po-lo, melihat temannya kini berpihak pada Pendekar Gilayang seharusnya dimusuhi. Pedang di tangannya ber-kelebat menyerang Barda. Namun, dengan cepat Bardabergerak mengelak, seraya membabatkan golok besar-nya."Yea!"Wrt!Trang!Gaja Polo semakin marah menyaksikan bekaskawannya tak gentar sedikit pun menghadapinya.Dengan jurus 'Kalamandaka' Gaja Polo berusaha me-nekan pertahanan Barda. Pedangnya menderu derasmenusuk dan membabat ke tubuh Barda."Yea!""Haits!"Melihat Gaja Polo menyerang dengan jurus an-dalannya, Barda pun tak mau tinggal diam. Kakinyamelompat dua tombak ke belakang. Kemudian denganjurus 'Genta Caragata', Barda membabatkan golok be-sarnya."Hea!"Wrt!Angin menderu keras, ketika golok di tanganBarda membabat ke tubuh Gaja Polo. Golok itu mam-pu mengeluarkan angin yang sangat keras. Gerakan-nya sangat cepat, melebihi serangan yang dilancarkanlawan."Hea!"Teriakan keras terus terdengar mengiringi se-rangan yang kian ganas dan cepat.Wrt!Trang!"Ukh...!" Mata Gaja Polo terbelalak kaget, ketikapedangnya berbenturan dengan golok besar Barda.Tangannya dirasakan bergetar dan kesemutan. Namunkakinya segera melompat ke belakang, berusaha men-jauhi serangan lawan.***Suasana di Hutan Gendis yang semula tenang,kini terdengar suara teriakan-teriakan pertarunganmereka. Selain itu beberapa pohon tumbang terbabatsenjata dan terhantam pukulan. Rerumputan morat-marit terinjak kaki mereka. Bahkan binatang hutantampak berlarian ketakutan.Pendekar Gila yang menghadapi keroyokan tigaorang lawan, masih tampak tenang. Dengan jurus 'GilaMelempar Batu', Pendekar Gila berusaha menggempurpertahanan ketiga lawannya."Hea!""Hi hi hi...! Kalian benar-benar seperti tikus sa-wah," ejek Sena sambil menggaruk-garuk kepalanya.Kemudian tangannya kembali bergerak, seperti me-lemparkan batu menyerang lawan-lawannya. Ketigalawannya tersentak kaget, ketika dari gerakan melem-par yang dilakukan Pendekar Gila melesat gumpalanangin menderu keras ke tubuh mereka. Angin kencangitu, seketika menahan serangan ketiga lawannya."Ilmu edan!" maki Sartakulir. Dia berusaha me-nerobos serangan yang dilancarkan Pendekar Gila.Namun, angin yang menderu ke tubuhnya dirasakanbegitu kuat. Sulit bagi Sartakulir untuk menembuspertahanan Pendekar Gila. "Benar-benar ilmu edan!""Hi hi hi...! Kalian persis tikus sawah. Hua ha ha!""Bocah edan, kubunuh kau!" maki Wadas Ka-pul. Lelaki bertubuh gemuk dengan alis tebal dan hi-dung mancung itu tampak marah karena tak mampuberkutik, terkurung angin topan dari tangan PendekarGila."Hua ha ha...!" Sena tertawa terbahak-bahak.Tubuhnya melompat ke sana kemari seperti monyet,sambil menggaruk-garuk kepala. "Lucu sekali ..! Kalianseperti tikus sawah dikejar kucing. Hi hi hi...!""Bedebah! Bocah edan itu harus segera kusing-kirkan!" maki Nyi Mas Lindri, melihat ketiga tangankanannya terdesak, dan tak mampu berbuat apa-apa.Wanita itu segera melesat memburu Pendekar Gila,Kemudian dengan jurus 'Sapuan Topan'nya, dia meng-halau pukulan yang dilemparkan Pendekar Gila."Hancur tubuhmu, Bocah Edan! Hih...!""Aha, kebetulan sekali kau ikut campur, Nyi! Hihi hi...!"Dengan melompat seperti monyet, Pendekar Gi-la mengelakkan pukulan yang dilontarkan Nyi MasLindriWrt!Jlegarrr...!Ledakan dahsyat terdengar, mengakibatkan ta-nah yang terkena hantaman pukulan Nyi Mas Lindrihancur dan berhamburan. Hawa panas seketika me-nyelimuti suasana di hutan ini. Beberapa pohon besarikut hancur dan tumbang terkena pukulan dahsyatitu."Hi hi hi...! Kurang tepat, Nyi," ejek Sena meng-goda. Hal itu membuat Nyi Mas Lindri semakin marah.Mata wanita cantik itu melotot sengit. Nafasnya men-gendus lalu kedua telapak tangannya disatukan di da-da, sepertinya hendak memusatkan kekuatan tenagadalamnya."Bocah edan! Kini terimalah pukulan 'GelapNgampar'ku! Heaaa...!""Aha, ku tahu pukulanmu bernama Gelap Guli-ta, Nyi. Hi hi hi...!" ejek Sena sambil melompat kesamping ketika tangan Nyi Mas Lindri menghantam ketubuhnya.Wuttt!Jlegar...!"Hi hi hi...! Masih kurang tepat, Nyi," goda Senasambil melompat-lompat kegirangan. Tangannyamenggaruk-garuk kepala. Mulutnya yang cengengesanmembuat Nyi Mas Lindri semakin geram dan marah."Kurang ajar! Kau benar-benar harus mampus,Bocah Edan! Yea...!"Nyi Mas Lindri yang merasa telah dua kali ter-ganggu rencananya karena campur tangan PendekarGila, semakin geram dan marah. Tangannya yang ber-kuku panjang, bergerak menyambar dan mencengke-ram pemuda itu.Mendapat serangan begitu cepat, tidak mem-buat Pendekar Gila kalang kabut. Tingkahnya justrusemakin konyol. Dengan jurus 'Gila Menari MenepukLalat', Pendekar Gila balas menyerang. Tubuhnya me-liuk-liuk laksana menari, sambil sesekali telapak tan-gannya menepuk ke dada lawan."Hi hi hi...! Hiaaa...!""Hah...!" Nyi Mas Lindri tersentak kaget melihatserangan lawan, tiba-tiba telah berada dekat dadanya.Padahal gerakan Pendekar Gila nampak sangat lambat,tapi entah bagaimana tiba-tiba telah memburu tubuh-nya dengan tepukan yang mengeluarkan desiran anginpanas yang keras."Hi hi hi...!""Jurus edan!" maki Nyi Mas Lindri sambil melompat mengelakkan serangan. Kalau kurang cepatmelompat mundur, niscaya dadanya terkena pukulanPendekar Gila.Setelah mengegoskan kaki ke samping, Nyi MasLindri bergerak mencakarkan tangannya ke muka la-wan. Namun, dengan cepat pula, Pendekar Gila mena-rik kepalanya ke belakang mengelakkan cakaran la-wan. Kemudian dengan kepala menunduk, kembalimenepukkan tangannya ke dada lawan."Hiaaa...!""Hait! Edan! Jurus edan...!" maki Nyi Mas Lindrisambil melompat ke samping kiri. Serangan PendekarGila meleset.Sementara itu anak buahnya yang tadi berta-rung, kini terhenti. Mereka terlongong bengong melihatgerakan-gerakan ilmu silat yang dilancarkan kedua-nya."Ck ck ck..! Pemuda itu ternyata berilmu ting-gi," terdengar decak kagum Gaja Polo, menyaksikan ju-rus-jurus aneh yang dilancarkan Pendekar Gila. Barukali ini, dia melihat seorang pemuda memiliki ilmuyang sangat tinggi."Untuk itu, kukatakan pada kalian. Kini bukansaatnya untuk tetap bertahan pada apa yang selamaini kita lakukan," ujar Barda. "Nyi Mas Lindri saja be-lum tentu akan mampu mengalahkan Pendekar Gila.""Apa?! Diakah yang bernama Pendekar Gila?!"keempat orang dari Panca Iblis tersentak, setelah men-dengar penuturan Barda. Mata mereka terbelalak"Ya, dialah Pendekar Gila," sambung Barda me-negaskan.Semakin bertambah kaget mereka ketika meli-hat apa yang kini terjadi. Nyi Mas Lindri tampak terde-sak dan harus berjuang mati-matian untuk dapat me-lepaskan diri dari buruan Pendekar Gila."Kurang ajar! Bocah ini terlalu berbahaya bagi-ku," maki Nyi Mas Lindri dalam hati. Tak ada kesem-patan bagiku kalau terus begini. Aku harus pergi darisini."Hi hi hi...! Apa yang kau pikirkan, Nyi? Kauharus segera dikirim ke akherat sana. Hea...!"Pendekar Gila mempercepat jurusnya. Kali inikedua tangannya ditarik ke belakang. Lalu diletakkandi pinggang dengan jari-jari terbuka. Itulah awal darijurus yang dahsyat 'Gila Melebur Gunung Karang'.Belum sempat Pendekar Gila melakukan seran-gan, Nyi Mas Lindri telah mendahului dengan melem-parkan suatu benda ke Pendekar Gila.Jlegar!Asap hitam membubung menutupi pandanganmata Pendekar Gila dan kelima Panca Iblis. Saat itujuga, Nyi Mas Lindri melesat meninggalkan tempat itu."Kurang ajar! Dia pergi...!" seru Barda sengit"Aha, Iblis Betina itu benar-benar licik," dengusSena, "Kini terserah, apakah kalian masih akan tetappada pendirian kalian. Aku akan mengejar dia.""Aku ikut, Sena!" kata Barda."Hm, terserahmu.""Kami ikut!" sambung keempat orang dari Pan-ca Iblis. Keenam lelaki itu segera melesat memburu kearah Nyi Mas Lindri pergi.***5Pagi nampak cerah, dengan langit biru tanpaawan. Udara semilir menimbulkan hawa sejuk dan ba-sah. Burung-burung pun berkicau riang menambahindahnya pagi itu.Di kejauhan, nampak seorang pemuda berpa-kaian merah tanpa lengan melangkah. Kepalanya ter-tutup tudung caping lebar. Pemuda itu tak lain JokoGaling. Kakinya melangkah menuju Desa Kalasan,tempat tanah kelahirannya.Joko Galing terus melangkah, tanpa menengokke kanan dan kiri. Dia masih ingat benar jalan-jalanyang menuju desanya."Hm, desa ini sekarang sepi sekali," gumam Jo-ko Galing lirih. Matanya memandang ke sekeliling.Rumah-rumah penduduk tampak tertutup. Sepertinyapenduduk sangat takut menampakkan mukanya.Joko Galing menarik napas dalam-dalam. Diamerasa sedih menyaksikan penderitaan warga de-sanya. Dendam pada Panca Iblis yang dianggap telahmerubah suasana kehidupan desanya, kian membakarhatinya."Panca Iblis keparat! Tunggulah pembalasan-ku!" dengus Joko Galing sengit. Tangannya terkepalseperti menahan kemarahan. Matanya yang tajam,memandang ke sekeliling, bagaikan seekor elang yangmencari mangsa.Dengan langkah mantap, Joko Galing terus me-langkah menelusuri jalan Desa Kalasan yang lengangdan sepi. Di kanan dan kiri jalan memang berdiri ru-mah-rumah penduduk. Tetapi semua pintu dan jende-lanya tertutup rapat. Tak seorang pun yang tampakberada di luar rumah. Sehingga desa itu tampak seper-ti mati dan tak berpenghuni."Ke mana mereka semua? Apa mereka telahpindah, mengungsi ke desa lain?" tanya Joko Galingdengan mata memandangi ke rumah-rumah pendudukyang masih sangat dikenalnya dengan baik.Joko Galing kembali menarik napas, dan meneruskan langkah kakinya. Kini dia hendak sekali meli-hat keadaan rumahnya. Dibelokkan langkah kakinyake barat.Sampai di rumahnya Joko Galing pun hanyamendapati keadaan sunyi. Rumah kosong tak ber-penghuni. Dia langsung melangkah menuju belakangrumah. Dilihatnya tiga buah kuburan berjajar jadi sa-tu. Itulah kuburan ayah, ibu, dan adiknya.Dendam kesumat Joko Galing semakin memun-cak, setelah menyaksikan kuburan keluarganya. Gemu-ruh halilintar pun bersahut-sahutan bagai menyambutsumpah Joko Galing."Panca Iblis keparat! Akan kuminum darah ka-lian! Ayah, Ibu, adikku, tenanglah kalian di alam sana.Akan kubalaskan sakit hati ini!" sumpahnya tegas."Ayah, Ibu, Adikku...! O, sungguh malang nasibkalian! Aku bersumpah, akan meminum darah mere-ka!" teriak Joko Galing dengan suara keras menggele-gar. Bersamaan dengan itu, langit yang mendungmenghantarkan gemuruh halilintar bagaikan menyam-but sumpah Joko Galing. Dewa-dewa yang di kayanganseolah-olah turut memberi kesaksian.Dendam kesumat Joko Galing semakin bergelo-ra. Kesedihan pun kembali terkuak, setelah menyaksi-kan kuburan keluarganya."Panca Iblis keparat! Kuminum darah kalian!Ayah, Ibu, Adikku, semoga tenang kalian di alam sa-na!" dengan menundukkan kepala, Joko Galing men-cium nisan kedua orangtua dan adiknya. Kemudiansegera bangkit berdiri. Namun...."Wua! Hi hi hi...! Ha ha ha...! La la la...!" JokoGaling tersentak kaget, ketika tiba-tiba seorang lelakiberpakaian compang-camping hendak menyerangnya.Joko Galing mengelit ke samping, kemudian dengancepat tangannya menang-kap kaki lelaki gila berpa-kaian compang-camping.Gusrak!Lelaki gila itu langsung terjerembab, karena ke-dua kakinya tertangkap Joko Galing."Hu hu hu...! Jahat! Kau jahat..!" maki lelaki gila sambil menangis tersedu-sedu.Joko Galing mengerutkan kening, memandangilelaki gila yang usianya tidak begitu jauh dengannya.Lelaki itu berusia sekitar dua puluh lima tahun. Na-mun karena keadaannya, tampak lebih tua dari usiasebenarnya.Mata Joko Galing membeliak, ketika mengenalisiapa lelaki gila itu."Kang Kasmin...? O, kaukah Kang Kasmin?" de-sis Joko Galing dengan mata masih menatap lelakiyang dipanggil Kang Kasmin.Orang gila itu seketika menghentikan tangis-nya. Matanya menyipit dengan kening mengerut, me-natap wajah Joko Galing. Mulutnya komat-kamit, se-perti hendak mengatakan sesuatu."Kang.... Kang Kasmin, apakah kau lupa den-ganku," tanya Joko Galing berusaha mengingatkanpada Kasmin, siapa dirinya."Hi hi hi.... Siapa kau?!" bentak Kasmin sambilcengengesan. Matanya tajam, menatap wajah JokoGaling yang mendekat lalu jongkok di hadapannya."Aku Joko, Kang. Aku Joko Galing, yang dulukau ajak main-main," ujar Joko Galing berusaha men-gingatkan Kasmin.Kasmin berusaha mengingat-ingat nama JokoGaling. Seketika tangisnya meraung. Seakan lelaki gilaitu telah sembuh dari ingatannya."Wua! Joko...! O, dari mana saja, kau Joko. Huhu hu...!"Joko Galing semakin trenyuh mendengar tangi-san Kasmin, yang kini memeluk tubuhnya. Seketikadendamnya pada Panca Iblis bertambah membara."Kang, apa sebenarnya yang terjadi di desa ini,sejak kematian keluargaku...?" tanya Joko Galing pe-nasaran.Dengan masih menangis tersedu-sedu, Kasminpun menceritakan apa yang sebenarnya terjadi. Semenjak kematian Ki Santanu, Panca Iblis semakin me-rajalela. Panca Iblis terus memaksakan kehendak, agarpenduduk menyetor hasil bumi pada mereka.Merasa tak kuat lagi dalam tekanan Panca Iblis,secara diam-diam penduduk berusaha pergi dari DesaKalasan. Namun, penduduk yang mencoba kabur, di-bunuh. Hal itu semakin membuat para penduduk ke-takutan. Akhirnya mereka pun hanya pasrah, meneri-ma nasibnya.Sampai akhirnya di Istana Telaga Mas terjadipemberontakan. Tetapi pemberontakan itu dapat diga-galkan, atas bantuan seorang pendekar yang seringdisebut Pendekar Gila. Pendekar Gila yang telah meng-gagalkan pemberontak, akhirnya datang ke Desa Kala-san. Kabarnya, tengah mengejar seseorang yang didu-ga dalang dari pemberontakan di Istana Telaga Mas.Sejak kedatangan Pendekar Gila ke Desa Kala-san, perubahan terjadi. Panca Iblis akhirnya bersekutudengan Pendekar Gila, memburu Nyi Mas Lindri. Wani-ta itu sebenarnya istri selir Baginda Aji Wardana yangdituduh Pendekar Gila sebagai pemberontak dan hen-dak ditangkap."Begitulah ceritanya, Joko. Semenjak keluargaKi Lurah dibantai, penduduk semakin dicekam rasatakut. Beberapa hari sejak kedatangan Pendekar Gilawarga desa agak tenang. Tetapi mereka juga masihwas-was, karena Pendekar Gila kini bersekutu denganPanca Iblis," tutur Kasmin mengakhiri ceritanya.Joko Galing tersentak kaget mendengar penu-turan Kasmin, bahwa Pendekar Gila yang menurut gu-runya sebagai tokoh yang patut dipanuti, kini malahbersekutu dengan Panca Iblis tokoh sesat yang telahmembantai keluarganya."Tidakkah kau salah dengar, Kang?" tanya JokoGaling masih belum percaya."Tentang apa?" Kasmin malah balik bertanya."Tentang Pendekar Gila. Mana mungkin Pende-kar Gila bersekutu dengan Panca Iblis...?" tanya JokoGaling masih belum yakin dengan cerita Kamsin."Terserah, mau percaya atau tidak. Yang pent-ing, Pendekar Gila telah bersekutu dengan Panca Iblis.Malah mereka masih memburu Nyi Mas Lindri, yangdianggapnya pemberontak kerajaan," tutur Kasmin be-rusaha meyakinkan Joko Galing, akan kebenaran ceri-tanya.Joko Galing tercenung, dia merasa tak habispikir dengan cerita yang dituturkan Kasmin. Ingatan-nya kembali melayang pada gurunya, Ki Mandra yangmenganjurkan agar dia mencari Pendekar Gila untukmeminta petunjuk dan pengalaman guna melengkapisegala ilmunya.Aneh, bagaimana mungkin Pendekar Gila bisabersekutu dengan penjahat? Tanya Joko Galing dalamhati dengan kening mengerut, belum juga bisa menye-rap kenyataan yang diceritakan Kasmin. Bukankahguru mengatakan kalau Pendekar Gila penegak kebe-naran dan keadilan? Mengapa harus menjalin hubun-gan dengan para penjahat?Joko Galing benar-benar tak mengerti dengancerita Kasmin. Antara percaya dan tidak, Joko Galingterus merenung. Sekilas petuah gurunya kembali te-ringat dan terngiang di telinganya.Joko Galing mengulum bibirnya dalam-dalam,merasakan kebimbangan yang mendera di hatinya.Kemudian kata-kata Kasmin yang baru saja diucapkanterngiang."Siapakah yang benar? Gurukah? Atau KangKasmin?" batin Joko Galing berusaha memastikanmana yang benar antara ucapan gurunya dengan uca-pan Kasmin. Dihelanya napas dalam-dalam, seperti berusaha meredakan pikirannya."Apa yang kau pikirkan, Joko?" tanya Kasmin,"Sudah jelas Panca Iblis telah membinasakan keluar-gamu. Kau harus menuntut balas atas kematian ke-luargamu!"Joko Galing hanya terdiam membisu. UcapanKasmin terasa sebuah cambuk yang menyakitkan. Se-perti mendera jiwanya, agar mau menuntut balas ke-matian yang menimpa keluarganya.Haruskah aku menuruti hawa nafsuku? TanyaJoko Galing dalam hati. Kemudian kembali teringat pe-tuah gurunya, sebelum dia turun gunung.Joko Galing menarik napas dalam, merasakankebimbangan di hati. Satu sisi dia telah bersumpah didepan makam kedua orang tuanya, bahwa dia akanmeminum darah Panca Iblis. Di lain sisi, dia teringatpetuah yang dikatakan sang Guru."Kang Kasmin, aku pergi dulu," akhirnya JokoGaling yang masih bimbang segera pamit. Dia tak inginberlama-lama di Desa Kalasan."Hati-hatilah, Joko!" ujar Kasmin melepas ke-pergian Joko Galing dengan pandangan mata banggadan sedih, karena harus kembali berpisah. Bangga ka-rena merasa temannya kini telah menjadi se-orangpendekar, yang akan menumpas sepak terjang PancaIblis.Dengan langkah lesu, Joko Galing meninggal-kan Kasmin yang masih mengikuti langkahnya dengantatapan mata penuh kekaguman dan kesedihan.***Joko Galing kini melangkah ke Hutan Gendis dimana Panca Iblis berada. Telah bulat tekad di hatinya,menumpas Panca Iblis. Kini dia tak peduli lagi denganPendekar Gila. Bagaimanapun, Pendekar Gila tak adaurusan dengannya. Tetapi jika memang turut campurdan membela Panca Iblis, maka tak ada pilihan lainkecuali bertarung dengan Pendekar Gila.Tak lama kemudian, Joko Galing sampai di Hu-tan Gendis tempat Panca Iblis berada. Mata Joko Gal-ing menatap dengan tajam ke sekeliling tepian hutanyang sepi.Hm, hutan ini nampak sepi. Apakah mungkinPanca Iblis telah pergi dari sini, seperti apa yang dika-takan Kang Kasmin? Tanya Joko Galing dalam hati.Joko Galing terus melangkah, dengan hati-hatikakinya menapaki hutan itu. Matanya yang tajam,memandang ke sekeliling hutan. Diangkatnya capingpenutup kepalanya.Setapak demi setapak kaki Joko Galing me-langkah. Hati-hati sekali, karena tak ingin Panca Iblismendengar kedatangannya."Hm, mungkinkah ini sebuah jebakan?" gumamJoko Galing.Srt!Dicabutnya Pedang Lembayung Merah dari wa-rangka. Pedang itu seketika mengeluarkan sinar merahmembara. Seketika suasana di Hutan Gendis yang se-mula agak gelap, tiba-tiba terang benderang karena si-nar pedang itu.Dengan tangan memegang Pedang LembayungMerah dan mata mengawasi sekeliling. Joko Galing te-rus melangkah masuk ke Hutan Gendis. Kini langkah-nya semakin dekat ke tempat yang dituju. Meski PancaLima hanya terdiri dari lima orang, tapi mereka beril-mu tinggi. Itulah sebabnya dia langsung mengeluarkanpedang pusaka itu."Sepi. Mungkinkah mereka sengaja bersem-bunyi?" tanya Joko Galing sambil terus melangkah pelan, setapak demi setapak dan sangat hati-hati. Ma-tanya masih mengawasi sekeliling tempat itu. Dikerah-kan pendengarannya, sehingga jika ada suara sekecilapa pun akan cepat terdengar.Joko Galing terus melangkah, semakin masukke dalam hutan. Tetapi keadaannya sangat sepi, ba-gaikan tak berpenghuni lagi. Hal itu membuat JokoGaling kian merasa heran."Aneh, benar-benar sepi," gumam Joko Galingsemakin penasaran. Kakinya terus melangkah, beru-saha mendekat tempat tinggal Panca Iblis.Karena kehilangan kesabarannya, Joko Galingsegera melesat berusaha secepat mungkin sampai ketempat Panca Iblis berada. Dengan Pedang LembayungMerah di tangan, dia yakin akan mampu mengalahkanPanca Iblis.Iblis benar-benar telah menguasai jiwa yang di-penuhi dendam dan nafsu. Tubuhnya terus melesatcepat, mendekat ke tempat tinggal Panca Iblis yangmasih sepi. Setelah berada sekitar sepuluh tombak didepan rumah tempat berkumpulnya Panca Iblis, JokoGaling menghentikan langkah."Panca Iblis keparat, keluar kalian!" serunyamenantang.Tak ada sahutan. Suasana di hutan itu sepi.Yang terdengar hanya gema suaranya sendiri."Kurang ajar! Pengecut! Keluarlah kalian! Ha-dapilah Joko Galing, anak Ki Santanu! Keluarlah ka-lian...!" seru Joko Galing berkali-kali.Kembali tak ada jawaban. Hanya suaranya sajayang bergema."Pengecut! Kalian benar-benar pengecut!" makiJoko Galing semakin sengit, karena seruan tantangan-nya tak mendapat sahutan.Mata Joko Galing menatap tajam pada bangunan menyerupai candi itu, seakan belum percaya den-gan penglihatannya. Dia merasa kalau Panca Iblis ma-sih bersembunyi, dan bermaksud menjebaknya."Huh, Pengecut! Rupanya hanya kecoa busukmacam kalian yang telah berani membunuh keluarga-ku! Keluarlah kalian, hadapi aku! Hadapi anak Ki San-tanu!" kembali Joko Galing berseru, menantang kelimaPanca Iblis. Nafasnya memburu, dibakar amarah yangmeluap-luap. Bara dendam bagaikan membakar selu-ruh jiwanya.Sepi suasana di hutan itu, bagaikan tak adapenghuninya. Hal itu membuat Joko Galing bertambahmarah dan tak sabar. Nafansya mendengus keras. Ma-tanya semakin tajam memandang bangunan di hada-pannya."Kurang ajar! Kalian benar-benar pengecut!Baik, aku yang akan membunuh kalian! Heaaa...!" ba-gaikan kesetanan, dengan Pedang Lembayung MerahJoko Galing melesat. Pedang di tangannya digerakkandengan cepat, membabat ke depan sambil melesat ma-suk.Wrt!"Hea!"Brakkk!Trakkk!Dengan pedang itu Joko Galing memporak-porandakan bangunan tempat tinggal Panca Iblis. Na-mun, setelah ke sana kemari tak diketemukan seorangpun lawan yang dicarinya. Yang dilihatnya hanya be-berapa mayat lelaki muda yang telah membusuk di se-buah ruangan tertutup. Mayat-mayat itu tergeletak da-lam keadaan telanjang bulat. Tampaknya mereka ada-lah para pemuda yang telah menjadi pemuas nafsu bi-rahi Nyi Mas Lindri."Bedebah! Mereka benar-benar telah pergi!"dengus Joko Galing sengit. "Ke mana kalian lari, tak-kan kubiarkan hidup! Akan ku hisap darah kalian!"Dengan berteriak marah, Joko Galing kembalimelesat meninggalkan Hutan Gendis.***6Angin sore yang sejuk, meniup dedaunan diHutan Palawera. Kicau burung terdengar ramai me-nyemarakkan suasana senja. Namun, tiba-tiba bu-rung-burung itu berhamburan terbang ke sana kemari.Tampaknya mereka terkejut ketika mendadak berkele-bat cepat sesosok bayangan merah yang melesat kehutan itu. Sosok bayangan itu ternyata seorang wanitaberpakaian merah jambu yang tak lain Nyi Mas Lindri.Napas Nyi Mas Lindri terengah-engah setelahberlari sekuat tenaga, menghindari kejaran PendekarGila. Matanya tampak jelalatan melihat keadaan di se-kitar tempat itu. Seakan-akan hatinya khawatir dantakut kalau Pendekar Gila dapat menemukan dirinya."O, Pendekar Gila keparat! Kau selalu saja men-jadi perintang semua cita-citaku," dengus Nyi Mas Lin-dri dengan napas memburu. "Sayang aku tak mampumenandinginya. Kalau saja ilmuku setarap dengan il-mu Pendekar Gila, kupertaruhkan nyawaku mengha-dapi keparat itu."Ketika Nyi Mas Lindri masih dalam keadaanmenoleh ke belakang, dan saat tubuhnya hendak me-langkah balik ke depan, tubuh Nyi Mas Lindri mena-brak sesosok tubuh seorang lelaki.Brukkk!"Akh...!" Nyi Mas Lindri tersentak kaget. Tubuhnya ditarik mundur beberapa langkah dengan ma-ta terbelalak menatap lelaki muda yang memakai tu-dung caping di kepala."Siapa kau?" tanya Nyi Mas Lindri dengan matamenatap tajam pemuda berpakaian rompi merah yangtersenyum padanya."Kaukah Nyi Mas Lindri?" tanya lelaki mudaberkumis tipis dengan tubuh tegap. Bibirnya kembalitersenyum."Be..., benar. Siapa kau sebenarnya, Kisanak?Dan dari mana kau tahu namaku...?" tanya Nyi MasLindri agak menggeragap.Lelaki muda itu membuka capingnya, dannampaklah seraut wajah tampan."Aku Joko Galing, anak Ki Santanu. Tahukahkau, di mana Panca Iblis sekarang berada?" tanya JokoGaling. Matanya yang tajam bagai sepasang mataelang, tak berkedip memandang wanita cantik jelitaitu."Kau anak Ki Santanu?" tanya Nyi Mas Lindriseakan-akan tak percaya."Iya," sahut Joko Galing.Mata Joko Galing menatap wajah cantik NyiMas Lindri yang juga tengah menatapinya. Keduanyaberadu pandang dengan senyum tersungging di bibir.Mata lembut wanita itu seakan memiliki daya tarikkuat, yang mampu meluluhkan hati siapa saja yangmenatapnya. Apalagi ditambah dengan senyuman ma-nisnya, semakin membuat hati lelaki akan tergetar.Begitu juga dengan Joko Galing yang masih terlalu hi-jau pengalamannya di dunia persilatan. Hatinya tiba-tiba tergetar hebat mendapat tatapan tajam mata milikNyi Mas Lindri.Sungguh cantik, Wanita ini! Gumam Joko Galing dalam hati.Hm, kebetulan! Pucuk dicinta ulam tiba. Lelakiyang kuharapkan akan mampu membantu dalammencapai cita-citaku sekarang berada di depan mata-ku, desis Nyi Mas Lindri. Aku harus merayunya, agarpemuda ini memihak padaku.Keduanya masih saling pandang, seakan beru-saha merajut benang-benang yang ada di hati masing-masing. Senyuman manis pun belum lenyap di bibirmereka.Joko Galing kian terpana melihat kecantikanwanita di depannya. Semenjak kecil dia telah seringmendengar nama Nyi Mas Lindri yang konon kecanti-kannya bagai bidadari. Pemuda itu pun tahu kalau NyiMas Lindri adalah selir Baginda Aji Wardana. Namun,sungguh tak menduga sebelumnya, kalau dirinya akanberjumpa seperti sekarang ini.Sebenarnya usia Joko Galing terpaut jauh den-gan Nyi Mas Lindri. Namun anak muda yang belummemiliki pengalaman hidup di dunia persilatan ini,seakan-akan tak peduli. Apalagi, ketika hatinya mera-sakan getaran aneh. Getaran yang belum pernah di-alaminya selama ini.Sebaliknya, Nyi Mas Lindri yang memang men-dambakan kehadiran pemuda ini, merasakan sepertimendapat anugerah. Menurut wangsit atau petunjukgaib yang pernah diterima, Joko Galinglah orang yangakan membantu dirinya. Kini tanpa bersusah-payahmencari, akhirnya Nyi Mas Lindri menemukan tokohmuda itu. Nyi Mas Lindri segera merajut tali, mema-sang jerat bagi hati Joko."Joko...," desis Nyi Mas Lindri dengan gerakankepala manja. Matanya memejam, kemudian perlahan-lahan bibirnya merekah. Tangan kanannya meremasrambut yang terurai panjang bergelombang, sedangkantangan kiri mengelus-elus paha yang tampak tersingkirdari pakaiannya.Joko terperanjat, seketika darah nya berdesircepat. Ditelan ludahnya beberapa kali. Matanya takberkedip menatap Nyi Mas Lindri yang menggeliat-geliat sambil mendesis, mengundang birahi.Suasana redup senja di sekitar Hutan Palaweramenambah gejolak di hati Joko. Pemuda itu bagaikanorang lapar dihadapkan makanan lezat yang belumpernah dirasakannya."Ng... ah.... Joko...," kembali Nyi Mas Lindrimendesis. Gerakan tangannya yang mengusap-usappaha kirinya, semakin membuat mata Joko melotot,"Dekatlah, Anak Manis...!"Joko kembali menelan ludah. Matanya menatappaha Nyi Mas Lindri yang putih mulus. Kakinya mulaimelangkah, mendekati tubuh Nyi Mas Lindri yang te-lah rebah di atas rerumputan. Tubuh sintal yang ter-bungkus pakaian tipis tembus pandang itu menggeliat-geliat mengundang birahi."Joko.... Akh..., akh...!"Joko mulai lupa daratan. Lupalah segala inga-tannya tentang Panca Iblis tentang dendamnya, dantentang penderitaan warga Desa Kalasan. Hatinya ter-tutup nafsu birahi pada tubuh Nyi Mas Lindri yangsemakin menggeliat-geliatGelora membara di dadanya, menimbulkan ke-beranian Joko. Pemuda itu jongkok, lalu rebah disamping tubuh Nyi Mas Lindri. Dengan agak gemetartangannya mulai membelai paha mulus Nyi Mas Lindri.Matanya menatap wajah cantik jelita itu yang terusmendesis-desis kenikmatan."Kau cantik sekali, Nyi! Waktu kecil, aku seringmembayangkan. Ah, ternyata kini kita bertemu," gu-mam Joko setengah berbisik."Kau ingin memiliki diriku, Joko?" desis NyiMas Lindri."Yah...," jawab Joko dengan suara bergetar."Aku ingin memiliki semua yang ada padamu.""Benarkah itu, Bocah Bagus?!" tanya Nyi MasLindri manja.Joko tak menyahut tapi menganggukkan kepalasambil tersenyum. Kemudian perlahan-lahan wajahnyamendekat ke wajah Nyi Mas Lindri. Bibirnya hampirmelumat bibir merah wanita cantik itu."Kau benar-benar ingin memiliki diriku, Joko?"tanya Nyi Mas Lindri ingin meyakinkan."Masihkah kau tak percaya, Nyi Ayu?""Oh, Joko...! Bagaimana kalau kini aku jadi bu-ronan Pendekar Gila? Apakah kau akan tetap inginmemiliki diriku?" tanya Nyi Mas Lindri mengeluh.Joko yang tengah mabuk kepayang hanya ter-senyum. Diajaknya Nyi Mas Lindri duduk. Kemudiantangannya dengan lembut membelai-belai rambut wa-nita cantik itu."Tak akan kubiarkan orang menyakitimu, NyiAyu. Aku akan selalu di sisimu," jawab Joko tegas, be-rusaha membesarkan hati wanita cantik itu. Nyi MasLindri tersenyum manja, lalu menyandarkan kepala dipundak Joko. Hal itu membuat jantung pemuda ituberdegup semakin keras."Oh, Joko.... Lindungilah aku dari kejaran Pen-dekar Gila dan Panca Iblis...," ratap Nyi Mas Lindrimanja. Rambutnya diusap-usapkan ke wajah Joko,seakan-akan hendak membangkitkan gairah pemudaitu. Dan benar, Joko pun segera merebahkan tubuh-nya, lalu dengan buas menciumi tubuh wanita itu."Aku akan melindungimu, Nyi Ayu. Asalkankau bersedia jadi milikku," bisik Joko sambil terusmenggeluti tubuh Nyi Mas Lindri di atas rerumputan."Aku akan menjadi milikmu, Joko. Apalagi setelah semuanya kudapatkan. Kau bakal menjadi raja,Joko, mendampingiku," desis Nyi Mas Lindri di tengahdesahan nafsunya yang menggebu.Tak lama kemudian keduanya telah saling ber-gelut memacu nafsu yang semakin menggelegak. De-sahan dan rintihan kenikmatan keluar dari Joko. Begi-tupun Nyi Mas Lindri yang telah berpengalaman den-gan banyak perjaka. Dan akhirnya desahan panjangmengiringi puncak kenikmatan terlepas dari mulut me-reka. Kemudian tubuh keduanya terkapar lemas.Angin sore berhembus menepiskan rambut me-reka. Sesuatu telah terjadi. Joko kini telah mengecapkenikmatan yang belum pernah dialaminya. Godaanitu datang secara mendadak, di saat dirinya harusmengawali perjuangan di tengah rimba persilatan***Panca Iblis yang telah sadar dan bertekad kem-bali ke jalan lurus, mengikuti Pendekar Gila mencariNyi Mas Lindri. Namun sudah dua hari mencari, mere-ka belum juga menemukan jejak wanita cantik berhatibusuk itu."Aha, kurasa repot juga mencari wanita iblisitu. Hm, bagaimana kalau kita berpencar saja?" tanyaPendekar Gila. Dia merasa kurang leluasa bergerakbersama Panca Iblis.Panca Iblis saling pandang mendengar saranPendekar Gila. Meskipun berlima, mereka tampakkhawatir jika harus menghadapi Nyi Mas Lindri."Aha, mengapa kalian masih bimbang? Tetapyakinlah terhadap tekad kalian. Kebenaran, akan se-nantiasa dalam lindungan Hyang Widhi. Lagi pula, ka-lian lima orang. Kenapa mesti takut? Ah, sebagai pen-dekar, tunjukkanlah jiwa besar kalian," tutur Senamemberi semangat pada kelima teman barunya."Tapi, kami belum mampu menghadapi Nyi MasLindri," sahut Gaja Polo cemas. Hatinya cemas dan ta-kut kalau mereka akan bertemu Nyi Mas Lindri.Pendekar Gila tertawa terbahak-bahak men-dengar ucapan Gaja Polo. Kepalanya menggeleng-geleng, kemudian tangannya bergerak menggaruk-garuk."Ha ha ha, mengapa kalian jadi pengecut begi-tu? Bukankah sudah kukatakan, bahwa kebenaranakan senantiasa dalam kemenangan. Meski kita kalahdan mati, tetapi di swargaloka akan mendapat keme-nangan," tutur Sena sambil menggeleng-geleng kepaladan tersenyum.Kelima Panca Iblis terdiam. Mereka tampakmasih bimbang untuk menentukan pendirian. Namun,setelah dipikir-pikir, memang benar apa yang dikata-kan Pendekar Gila. Lagi pula, bukankah mereka adalima orang? Mengapa mesti takut dengan Nyi Mas Lin-dri yang hanya seorang wanita? Dulu mereka kalahbukan karena ilmu kesakitan Panca Iblis berada dibawah Nyi Mas Lindri, melainkan karena terpengaruhkecantikannya yang sangat menggiurkan."Baiklah, Sena. Kita memang tak mungkin ber-sama-sama begini terus," ujar Barda."Ya, lagi pula sangat sulit mencari lawan den-gan cara bergerombol seperti ini," sambung Gaja Polo."Aha, rupanya pikiran kalian telah terbuka. Ku-sarankan pada kalian, mengabdilah pada Istana TelagaMas. Katakan pada Baginda Aji Wardana, kalau akuyang menyuruh kalian. Semoga kalian diterima!""Mungkinkah itu, Sena?" tanya mereka bersa-maan, seakan-akan tak percaya pada apa yang dikata-kan Pendekar Gila."Bagaimana mungkin kami yang bekas orangjahat menjadi prajurit kerajaan?" tanya Gaja Polo."Aha, jika kalian memang benar-benar inginmengabdi pada kerajaan, tentunya baginda akan me-nerimanya. Apalagi kini mata Baginda Aji Wardana te-lah terbuka, sejak peristiwa pemberontakan yang gagalitu," tutur Sena sambil cengengesan.Kelima Panca Iblis saling pandang, seakan-akan berusaha meyakinkan satu sama lainnya."Baiklah, Sena. Kami akan mengikuti saranmu.Kami hendak mengabdikan hidup, untuk Istana TelagaMas. Sekaligus menebus dosa-dosa yang telah kamilakukan selama ini," ujar Gaja Polo mantap."Ya, itu bagus. Nah, sampai jumpa lagi!" ujarSena sambil melesat meninggalkan Panca Iblis Dalamsekejap saja, tubuhnya telah lenyap dari pandanganmereka yang terkagum-kagum melihat kehebatan ilmuPendekar Gila."Mungkinkah kita diterima di kerajaan?" tanyaSartakulir yang dari tadi hanya diam."Semoga benar, apa yang dikatakan Sena. Ayokita segera berangkat ke istana," ajak Gaja Polo.Panca Iblis segera meninggalkan Hutan Palung,tempat mereka berhenti, setelah dua hari dua malammengikuti Pendekar Gila memburu Nyi Mas Lindri.***7Setelah Joko Galing menjadi kekasihnya, NyiMas Lindri segera mengumpulkan kembali para pengi-kutnya yang dulu sempat tercerai-berai karena kehadi-ran Pendekar Gila. Para tokoh dari golongan sesat danyang tak suka dengan Baginda Aji Wardana, dikumpulkannya. Kemudian dibentuk suatu perkumpulanyang dinamakan Serikat Iblis. Tujuan pertama SerikatIblis tak lain merongrong kewibawaan raja. Kemudianjika semuanya berjalan baik, akan melakukan pembe-rontakan untuk menggulingkan Baginda Aji Wardana.Malam itu, ketika bulan purnama bersinar te-rang. Serikat Iblis melakukan gerakannya di Desa Ke-daungan, merampok serta menculik gadis dan perjakadesa."Ambil semua barang serta anak gadisnya...!"perintah Joko Galing kepada anak buahnya. "Sekaligusbawa perjakanya...!"Tanpa diperintah dua kali anak buahnya segeramengerjakan perintah Joko Galing.Seluruh rumah penduduk digeledah. Para war-ga yang membangkang atau melawan disiksa secarakejam."Tolong...!" teriak penduduk.Wrt!Cras!"Aaa...!" pekikan kematian merupakan jawabandari mereka yang berusaha melawan. Tak seorang punyang mampu menghadapi kebengisan orang-orang Se-rikat Iblis."Cepat...!" seru Joko Galing.Gerombolan yang dipimpin Joko Galing bekerjadengan cepat dan sempurna. Semua anak buahnya takada yang berani membangkang dan menolak perintahpimpinan mereka yang berilmu tinggi.Penduduk yang menjadi korban kian banyak.Golok dan pedang di tangan para perampok itu terusmembabat dengan ganas. Jeritan kematian terus ter-dengar diikuti tubuh-tubuh bergelimpangan tanpanyawa."Lepaskan gadis itu, Bangsat!" Salah seorangpenduduk ada yang berani menggertak marah, mung-kin dia memiliki sedikit ilmu. Dan dengan sengit diba-lasnya setiap serangan yang dilakukan anggota SerikatIblis."Orang tua tak tahu diri, mampus kau!" bentaksalah seorang anggota Serikat Iblis.Lelaki tua berwajah keriput itu ternyata Sena-pati Istana Telaga Mas yang bernama Sedayu sedangmenyamar. Tubuhnya berkelit dari babatan golok pe-rampok yang menyerangnya. Kemudian dengan cepatpula, kaki Senapati Sedayu menendang dada lawan.Tak ampun lagi....Bugkh!Ngek!"Aaa...!"Perampok itu menjerit, dari mulutnya melelehdarah segar. Matanya melotot, lalu ambruk tanpa nya-wa lagi. Melihat kejadian itu, kawan-kawannya segeramaju menyerang Senapati Sedayu.Wrt!"Mampus kau, Tua Bangka...!" bentak seoranggarong."Eit...! Tidak kena, Iblis!" sahut Senapati Se-dayu seraya melompat ke sana kemari menghindari se-tiap babatan dan tusukan senjata lawan. Walauusianya telah lanjut, gerakan lelaki berpakaian biru itubegitu gesit dan lincah. Bahkan dengan cepat dan ke-ras ia balik menyerang musuh. "Yang jelas kalian ha-rus ada yang mati. Hiaaat...!"Setelah mengelit Senapati Sedayu melancarkantinju ke muka penyerangnya. Tangan tua itu melesatcepat, dan dengan telak mendarat di wajah lawan.Bletak!"Akh!"Orang itu terpekik ketika pukulan Senapati Sedayu mendarat. Tubuhnya bergulingan beberapa kalike tanah, lalu bangkit berdiri."Bedebah! Kubunuh kau, Kunyuk!" bentak ga-rong yang lain marah. Kemudian dengan cepat me-rangsek tubuh Senapati Sedayu. Namun kini merekabenar-benar kena batunya, karena lelaki tua itu bu-kanlah lawan sembarangan. Serangan yang dilancar-kan ketiga garong, seperti tak berarti sama sekali.Wuttt!Seorang garong menyerang dengan goloknya,tapi Senapati Sedayu segera melompat mengelakkanserangan. Kemudian mengirimkan tendangan, meng-hantam wajah lawan."Ini untuk kalian! Heaaa...!" kaki Senapati Se-dayu melayang dan secepat kilat menghantam wajahlawan.Beg, beg, beg...!"Akh!"Tiga kali kaki Senapati Sedayu mendarat telakdi pipi lawan. Pekikan keras terdengar mengiringi tu-buh seorang perampok terhuyung-huyung ke bela-kang.Betapa marah Joko Galing melihat beberapaanak buahnya mati di tangan Senapati Sedayu. Den-gan geram, Joko Galing melompat maju, menghadangserangan lelaki tua yang sedang mengamuk dan ba-nyak memakan korban di pihaknya."Bodoh! Melawan orang tua saja kalian tak be-cus!" bentak Joko Galing. "Minggir kalian. Biar akuyang menghadapi orang tua kudisan ini!"Orang-orang Serikat Iblis yang hendak menye-rang kembali Senapati Sedayu, seketika melompatmundur.Kini dua orang yang memiliki ilmu cukup tinggiitu saling berhadapan. Mata keduanya saling beradupandang, berusaha menjajaki kekuatan lawan masing-masing."Orang tua kudisan! Katakan, siapa kau sebe-narnya?" bentak Joko Galing."Siapa pun diriku, bukan masalah. Yang jelas,kau harus disingkirkan dari muka bumi ini!" denguslelaki berpakaian lengan panjang tak kalah geram. Ma-tanya yang agak sipit, menatap tajam wajah Joko Gal-ing."Huh, rupanya kau mencari mampus, OrangTua Busuk!" geram Joko Galing. Nafasnya mendengus,bagaikan seekor banteng yang marah. Matanya masihmenatap tajam lelaki berwajah tua yang masih tenang,berdiri tiga tombak di hadapannya dengan kedudukansiap menyerang."Dari suaranya, jelas dia bukan orang tua.Mungkin usianya seusia denganku," gumam Joko Gal-ing setelah menyelidik dengan pandangan tajam lelakidi hadapannya. "Kau bisa kelabui orang lain. Tapi JokoGaling tidak!""Hm, kurasa kaulah yang mencari mampus,Murid Murtad!" balas Senapati Sedayu tak kalah sen-git. Joko Galing tersentak kaget. Sungguh tak mendu-ga, kalau lawannya tahu siapa dirinya."Bedebah! Siapa kau sebenarnya?!" bentak JokoGaling semakin marah, merasa kedok dirinya telah di-ketahui orang berwajah tua itu."Sudah kukatakan, siapa aku sebenarnya, bu-kan masalah bagimu. Yang pasti, aku datang untukmenghentikan sepak terjangmu!" jawab lelaki bermukatua itu."Kurang ajar! Kubunuh kau, Bangsat!"Dengan geram penuh kemarahan, Joko Galingbergerak menyerang lawan. Tangan kanannya meng-hantam ke wajah lawan, dengan disertai tenaga dalam.Namun dengan cepat Senapati Sedayu melompat kesamping mengelakkan serangan sambil melancarkanserangan tendangan keras ke wajah Joko Galing yangtubuhnya masih condong ke depan."Yea!""Hea!"Joko Galing membuang tubuhnya ke kiri, men-gelakkan serangan itu. Kemudian dengan cepat tan-gannya bergerak menyambar kaki Senapati Sedayu,disusul sebuah pukulan tangan kiri ke lambung lawan."Hea!""Uts! Hea...!"Dengan cepat Senapati Sedayu melompat ke be-lakang, mengelakkan pukulan yang disertai tenaga da-lam tinggi. Sehingga deru angin keras terasa menghen-takkan tubuhnya."Bedebah! Siapa kau sebenarnya?" bentak JokoGaling marah merasa kedok dirinya terbuka."Sudah kukatakan, siapa aku sebenarnya, bukamasalah bagimu!" jawab Senapati Sedayu."Kurang ajar! Kubunuh kau, Bangsat!" geramJoko Galing. Tangan kanannya menghantam wajah le-laki tua itu. Tapi, Senapati Sedayu cepat menghinda-rinya!Mendapat serangan berbahaya itu Senapati Se-dayu tersentak. Matanya terbelalak kaget. Namun se-gera dibuang perasaan gentar yang tiba-tiba melan-danya. Lalu segera bergerak membalas serangan den-gan jurus 'Gerak Harimau Mengintai Mangsa'. Tubuh-nya melangkah dengan gerakan pelan, seirama lang-kah kaki yang tertata rapi."Yea!"Tangan Senapati Sedayu berkelebat cepat men-cakar ke wajah lawan. Joko Galing segera mengelit kesamping, hingga serangan lawan melesat beberapajengkal di samping wajahnya. Kemudian pemuda be-rompi merah itu balas menyerang dengan jurus 'AyamJantan Mematuk Cacing'. Tangannya bergerak mema-tuk ke tubuh lawan, diikuti kibasan tangan kirinyayang disertai tenaga dalam kuat."Hea!""Yea!"Dalam jurus 'Ayam Jantan Mematuk Cacing',Joko Galing terus memburu lawannya dengan seran-gan-serangan mematikan. Tangan kanannya bagaikanpatuk ayam, mematuk-matuk ke wajah dan dada la-wan. Sedangkan tangan kirinya, tak ubahnya sayapayam, mengepak dan menghantam ke dada dan ping-gang lawan dengan disertai tenaga dalam kuat. Hal itumembuat Senapati Sedayu terdesak."Hea!""Yea!""Celaka! Benar-benar bukan pemuda semba-rangan," desis Senapati Sedayu dalam hati. Dia terke-jut menyaksikan serangan-serangan yang dilancarkanJoko Galing. Namun begitu, lelaki berwajah tua itu takmau mengalah begitu saja. Tubuhnya terus bergerakmengelakkan serangan-serangan sambil sesekali me-lancarkan serangan balasan ke tubuh Joko Galing."Yea!"Wrt!Tangan Joko Galing terus menderu cepat, me-matuk dan menghantam lawan yang semakin terdesakhebat. Bahkan Senapati Sedayu tak mampu melancar-kan serangan, kecuali hanya bergerak mengelakkanserangan."Tenaga dalamnya luar biasa," gumam SenapatiSedayu yang tampak semakin kewalahan menghadapiJoko Galing. Pemuda berompi merah itu terus mela-brak dan tak memberikan kesempatan sedikit pun ke-pada Senapati Sedayu untuk membalas serangan.***"Celaka! Benar-benar celaka aku" pekik Sena-pati Sedayu tegang, melihat serangan Joko Galing se-makin gencar dan cepat. Sampai-sampai dia hamsmengerahkan segenap tenaga agar dapat mengelakkanserangan."Mau ke mana kau, Orang Tua Kudisan! Kiniajalmu hampir tiba! Heaaa...!"Joko Galing terus bergerak menyerang, denganpukulan dan patukan yang cepat dan mematikan. Se-napati Sedayu benar-benar kelabakan. Ruang gerak-nya semakin sempit, karena serangan lawan bagaimengurung."Terimalah ajalmu, Lelaki Kudisan! Heaaa...!"Joko Galing benar-benar bermaksud mengakhi-ri pertarungan. Serangannya semakin cepat dan dah-syat. Jurus 'Ayam Jantan Membantai Lawan' yangmenjadi andalannya dikeluarkan. Kedua tangannyabagai sayap mengepak lebar. Kemudian dengan kakikiri diangkat ke atas, Joko Galing menghantamkantangan kanan dan kiri bergantian. Pukulan-pukulanyang mengandung tenaga dalam tinggi menderu keras."Celaka! Mati aku...!" keluh Senapati Sedayuyang semakin tegang, menghadapi gempuran Joko Gal-ing. Lelaki berwajah tua itu terus menghindar denganmengandalkan ilmu meringankan tubuhnya.Joko Galing yang semakin geram terus membu-ru lawannya dengan jurus-jurus maut"Mau lari ke mana kau, Orang Tua Kudisan?!"dengus Joko Galing sambil terus mencecar lawan den-gan serangan-serangan yang cepat Senapati, Sedayumasih mampu mengerahkan kewaspadaannya untukmenghindari serangan.Celaka! Benar-benar bukan lawanku, gumamSenapati Sedayu dalam hati, semakin tegang mengha-dapi serangan-serangan dahsyat itu."Hea!""Uts! Hih...!"Senapati Sedayu mencoba memapak seranganlawan, dia berusaha mengukur kekuatan tenaga la-wan.Duar!Ledakan dahsyat menggelegar, ketika dua tan-gan mereka saling beradu."Akh...!" Senapati Sedayu memekik tertahan.Tubuhnya terlempar jauh ke belakang. Kemudian ja-tuh terduduk dengan darah meleleh di sela-sela bibirnya."Ukh! Hoakkk...!""Hua ha ha! Akhirnya kau harus mampus juga,Lelaki Kudisan! Bunuh dia...!" perintah Joko Galingpada anak buahnya sambil menggerakkan tangan ka-nannya.Seketika gerombolan dari Serikat Iblis menyer-bu Senapati Sedayu."Hea!""Tamatlah riwayatku," desis Senapati Sedayupasrah, karena tak mampu lagi mengelakkan seranganyang dilakukan anak buah Joko Galing. Pedang dangolok di tangan para perampok itu, siap membabat tu-buhnya. Namun tiba-tiba...."Hea!"Dukh!Tran, trang...!"Akh...?!"Kelima perampok yang hendak membabatkansenjata mereka ke tubuh lelaki berwajah tua itu terpe-kik kaget sambil melompat ke belakang. Mereka mera-sakan hawa panas menyengat, manakala senjata me-reka tersambar senjata seorang anak muda yang telahberdiri dekat lelaki berwajah tua itu."Hi hi hi...! Lucu sekali! Tak kusangka, orang-orang seperti kalian hanya berani pada orang yang te-lah lemah," ujar pemuda bertampang gila cengengesansambil menggeleng-gelengkan kepala."Bocah edan! Jangan ikut campur urusanku!"bentak Joko Galing sengit. Matanya terbelalak, mena-tap tajam wajah pemuda berompi kulit ular. Pemudayang ternyata Pendekar Gila tertawa terbahak-bahak."Ha ha ha, rupanya kau pimpinan tikus-tikusbusuk itu?!. Hi hi hi kau pun seperti tikus-tikus busukitu!" kata Sena sambil memonyongkan mulutnya, mengejek Joko Galing yang semakin marah."Bocah edan! Kuhajar mulutmu yang lancangitu!" bentak Joko Galing sengit"Aha, kurasa mulutmu yang pantas untuk di-hajar, Tikus Busuk! Sayang, aku tak ada waktu."Usai berkata begitu, Sena segera membopongtubuh Senapati Sedayu. Kemudian tanpa menghirau-kan caci maki Joko Galing, Pendekar Gila langsungmelesat meninggalkan tempat itu. Meski memanggulbeban, dengan ilmu lari 'Sapta Bayu', Sena mampumelesat dengan cepat"Kurang ajar! Kejar dia...!" perintah Joko Gal-ing.Joko Galing dan kelima anak buah yang masihhidup, segera melesat mengejar Pendekar Gila.***8Sepak terjang Joko Galing yang bersekutu dengan Nyi Mas Lindri dan Begal Setan Tanduk Merah go-longan sesat lain, akhirnya sampai di telinga Ki Man-dra. Betapa murka lelaki tua itu mengetahui sang Mu-rid telah melanggar sumpahnya. Bahkan Pedang Lem-bayung Merah digunakan untuk keangkaramurkaandan kejahatan, bukan untuk membela kebenaran se-perti janji Joko Galing di hadapan Ki MandraKi Mandra benar-benar merasa dicoreng-moreng mukanya dengan kotoran manusia, atas per-buatan Joko Galing. Meskipun para pendekar belummenudingkan tuduhan padanya, sebagai pendekar pe-negak kebenaran dan keadilan. Ki Mandra merasa perlu menghukum muridnya. Dia menganggap Joko Gal-ing telah keterlaluan dan keluar dari ajaran yang per-nah diberikan."Aku yang harus bertanggung jawab. Hm..., ba-gaimanapun, akulah gurunya," gumam Ki Mandra se-telah menghela napas dalam-dalam. Lelaki tua itu sea-kan-akan berusaha menahan amarah.Ki Mandra bangkit dari duduknya, melangkahmasuk ke kamar tengah. Kemudian keluar lagi denganraut wajah telah berubah. Lelaki tua itu mengenakanwajah samaran. Hal itu dilakukan agar tak terlalumenjadi perhatian tokoh-tokoh kalangan persilatan.Sebuah pedang bertengger di punggungnya. Setelahmerasa yakin penyamarannya tak akan diketahui, KiMandra segera meninggalkan gubuk bilik di tengah hu-tan yang letaknya di Gunung Panalu.Pagi terus merangkak dengan cepat, berubahsiang yang panas. Saat itu, Ki Mandra telah sampai diDesa Sigaran Jati. Ketika Ki Mandra sampai di perba-tasan Hutan Seweru, tiba-tiba langkahnya terhenti. Di-lihatnya beberapa sosok tubuh berhamburan mengha-dang langkahnya. Sosok-sosok berpakaian merah danbersenjata golok serta pedang yang ternyata para begalHutan Seweru. Mereka langsung mengurung Ki Man-dra yang wajahnya tertutup topeng kulit."Serahkan apa yang kau bawa pada kami?!" pe-rintah Pimpinan Begal Hutan Seweru.Para begal itu, mengenakan topi bertanduk me-rah. Mereka tentunya Gerombolan Begal Setan TandukMerah, yang kini dalam kekuasaan Joko Galing danNyi Mas Lindri."Aku tak membawa apa-apa, Kisanak. Hanyaselembar nyawaku yang masih melekat di tubuh. Apa-kah kau juga memintanya?" tanya Ki Mandra dengantenang. Matanya menatap tajam ke seluruh begal yangmengelilingnya."Cuih! Apa kau kira kami dapat kau bohongi?Serahkan bungkusan yang kau bawa itu pada kami!"bentak Pimpinan Begal Setan Tanduk Merah sengit."Bungkusan ini bukan sembarangan. Isinyaakan kuserahkan pada sahabatku, Joko Galing. San-gat menyesal sekali, kalau kuberikan pada kalian. Ten-tunya Joko Galing akan marah padaku," jawab KiMandra.Mendengar jawaban lelaki berwajah buruk itu,Pimpinan Begal Setan Tanduk Merah tersentak kaget.Apalagi ketika mendengar nama Joko Galing disebut"Siapa kau? Dari mana kau mengenal pimpinankami?!" bantah Pimpinan Begal Setan Tanduk Merah.Lelaki bernama Mangala itu terbelalak, matanya mena-tap tajam penuh selidik pada lelaki buruk muka di de-pannya."Aha, kami sangat akrab, Kisanak. Aku dan Jo-ko Galing dua sahabat yang selalu bersama-sama. Kemana pun kami pergi selalu berdua. Sayang, semenjakjadi pimpinan orang-orang seperti kalian, dia begitusaja melupakan ku," tutur Ki Mandra dengan tarikannapas yang menyiratkan kesedihan atas perpisahan-nya dengan Joko Galing."Bohong! Pimpinan kami masih muda, sedang-kan kau telah tua dan buruk rupa!" bentak Mangalakarena tak percaya, kalau lelaki bermuka buruk ituteman pimpinannya."Kalau kau tak percaya, kau boleh tanya padapimpinanmu, apakah benar Mandra itu temannya?!"ujar Ki Mandra dengan suara masih tenang. Bahkanbibirnya tersenyum, meskipun senyum itu tipis dantersembunyi.Mangala dan kesepuluh anak buahnya terdiamdan saling pandang. Mereka tampaknya tengah berusaha meyakinkan ucapan Ki Mandra. Belum juga me-reka sempat berkata, Ki Mandra yang ingin meyakin-kan Pimpinan Begal Setan Tanduk Merah berkata lagi,"Katakan juga, aku akan berkunjung padanya.Di manakah tempatnya?!" tanya Ki Mandra kemudian."Kalau kau memang temannya, ikut kami," ajakMangala."Terima kasih," jawab Ki Mandra.Dengan dikawal anak buah Begal Setan TandukMerah, Ki Mandra dibawa menuju Hutan Mentaok didekat Bukit Jalmus. Di tempat itu markas Serikat Iblisberada.Hm, penjagaan di sini sangat ketat, gumam KiMandra dalam hati, menyaksikan banyak prajurit darialiran sesat berjaga-jaga di hutan itu. Mata mereka ta-jam, dengan muka garang mengawasi Ki Mandra yangdikawal Gerombolan Begal Setan Tanduk Merah."Tunggu di sini, aku akan melaporkan padapimpinan," perintah Mangala ketika mereka telah sam-pai di depan tempat kediaman Joko Galing dan NyiMas Lindri.Anak buah Begal Setan Tanduk Merah menu-rut, menahan Ki Mandra di luar. Sedangkan Mangalasegera melangkah masuk. Tiba-tiba dari dalam terden-gar suara Nyi Mas Lindri."Ada apa, Mangala?""Ampun, Nyi Ayu! Hamba mau menghadap.Apakah tidak mengganggu?" tanya Mangala yang be-lum sempat masuk."Masuklah!" perintah Nyi Mas Lindri. SaatMenggali berada di dalam, seketika terlihat pemandan-gan yang tidak senonoh."Ada apa, Mangala?" tanya Joko Galing terse-nyum."Ampun, Ketua! Ada seorang lelaki bermukaburuk yang mengaku bernama Mandra hendak mene-mui Ketua. Katanya dia sahabat Ketua," lapor Mangalasambil menundukkan kepala ketika melihat peman-dangan di depannya.Joko Galing tersentak kaget mendengar laporanMangala. Joko Galing segera memerintah Nyi Mas Lin-dri untuk merapikan pakaiannya untuk menyabut ke-datangan gurunya."Cepat pakai bajumu, Lindri! Guruku datang,"perintah Joko Galing dengan wajah tampak tegang."Gurumu?" tanya Nyi Mas Lindri tersentak. "Ya,guruku," sahut Joko Galing, "Cepatlah kenakan pa-kaianmu!"Nyi Mas Lindri segera menurut mengenakanpakaiannya dengan rapi. Bagaimanapun yang datangke tempat mereka adalah guru dari calon suaminya.Dia merasa harus menghormati dan menyambutnya.Dengan wajah tegang, Joko Galing melangkahkeluar diikuti Nyi Mas Lindri dan Mangala. Mata JokoGaling menatap tajam lelaki bermuka buruk di depanrumah. Dia tahu persis wajah lelaki itu tertutup kedokkulit. Gurunya sengaja menyamar agar tidak diketahui"Guru, selamat datang!" sapa Joko Galing sam-bil melangkah mendekat Ki Mandra. Lelaki muda ituhendak bersujud menyembah. Namun, tiba-tiba KiMandra membuka kedoknya sambil membentak keras."Murid murtad! Rupanya sumpah dan janjimuhanyalah sumpah iblis! Kau harus ku hukum!"Joko Galing tersentak kaget, segera diurungkanniatnya menyembah. Matanya menatap nanar padawajah sang Guru yang telah menunjukkan wajah as-linya. Wajah tua yang dingin tapi diliputi amarah."Guru! Apa salahku, Gum?" tanya Joko Galingbelum menyadari mengapa tiba-tiba Ki Mandra sangatmarah terhadapnya."Pengkhianat...!" maki Ki Mandra. "Tak kusang-ka, kau akhirnya menjadi budak iblis, Joko!"Joko Galing semakin tersentak kaget menden-gar makian gurunya. Hatinya seakan tertutup, hinggatak menyadari apa yang telah dilakukan selama ini.Jiwanya yang telah terpaut Nyi Mas Lindri, bagaikantak menghiraukan apa yang dikatakan sang Guru.Bahkan kalau Ki Mandra terus mendesak, dia puntakkan tinggal diam begitu saja."Guru, jangan asal menuduh! Apa salahku...?"tanya Joko Galing berusaha menyembunyikan kebu-rukannya."Masih kau tak mau mengakui kesalahanmu,Murid Laknat! Kau telah menjalankan ilmu yang kutu-runkan untuk kejahatan, untuk memuaskan nafsu ib-lismu. Hanya seorang wanita iblis licik yang menjadiburonan Istana Telaga Mas, kau rela mengorbankansumpahmu, Joko!" kecam Ki Mandra masih dengansuara tertahan.Menggelegak amarah Joko Galing, mendengarkecaman begitu rupa di depan kekasih dan anakbuahnya. Harga dirinya tersinggung. Pikirannya seke-tika jadi gelap. Dia tak sadar siapa yang kini berada dihadapannya."Tutup mulutmu, Keparat!" dengus Joko GalingsengitSreng!Dicabutnya Pedang Lembayung Merah dari wa-rangka yang tersampir di punggung. Joko Galing yangtelah gelap mata karena pengaruh iblis, mendengusdan maju, mendekati Ki Mandra."Enyah kau dari sini, sebelum pedang ini me-menggal kepalamu!" bentak Joko Galing dengan wajahmerah membara bagaikan terbakar."Jangan sembarangan dengan pedang pusakaitu, Bocah Laknat!" bentak Ki Mandra berusaha me-nyadarkan muridnya yang telah gelap mata."Jangan banyak omong! Cepat pergi dari tempatini, atau pedang pusaka ini akan memenggalmu, Kepa-rat!" bentak Joko Galing sambil melangkah mendekatPara anak buahnya melompat mundur. Mereka tidakberani mendekat takut kalau-kalau menjadi sasaranpedang pusaka sakti di tangan Joko Galing."Celakalah kau, Joko! Celakalah kau, MuridKeparat!" maki Ki Mandra sambil menyurut mundur.Kemudian tangannya memegang gagang Pedang Lem-bayung Putih yang tersampir di pinggang.Sreng!Cahaya terang berwarna putih, keluar dari pe-dang di tangan Ki Mandra. Cahaya berkilauan itu be-radu dengan cahaya merah yang keluar dari pedang ditangan Joko Galing.***Joko Galing tersenyum sinis, menyaksikan gu-runya telah mengeluarkan pedang pusakanya. Ma-tanya yang tajam, memandang garang ke wajah sangGuru yang dengan tenang membawa Pedang PusakaLembayung Putih ke depan dadanya."Hm, bagus! Memang itulah yang kuharapkan.Aku ingin tahu, seberapa hebat ilmumu, Tua Bangka!"dengus Joko Galing dengan angkuh."Murid celaka! Kau akan celaka!" bentak KiMandra tak sabar menahan amarah yang telah lamatertahan di dalam dada. Nafasnya mendengus penuhamarah. Matanya menatap tajam wajah Joko Galingyang tersenyum mencibirkan bibirnya."Kaulah yang akan celaka, Orang Tua Tolol!Kau telah berani masuk ke kandang macan. Berartikau mencari celaka. Mencari mampus!" geram JokoGaling sengit Digerakkan Pedang Lembayung Merah kesamping menyilang. Matanya tajam menatap gurunya."Cuih! Hyang Widhi akan melaknatmu!""Bersumpah serapahlah, Ki! Sepuasmu, sebe-lum nyawamu kukirim ke akherat!" dengus Joko Gal-ing. Dikibaskan pedangnya ke depan, kemudian ditarikke belakang dan digerakkan ke samping.Semua yang menyaksikan kejadian itu, mera-sakan ketegangan. Mereka semua tahu, kehebatan Pe-dang Lembayung Merah di tangan Joko Galing. Na-mun, mereka pun menduga kalau Pedang LembayungPutih di tangan Ki Mandra, guru Joko Galing bukanlahpedang sembarangan. Apalagi pedang pusaka itu bera-da di tangan pemiliknya yang pasti, yang menciptakankedua pedang serta jurus-jurus ilmu pedang itu. Bu-kan tak mungkin kalau gerakan Ki Mandra akan lebihgesit dibandingkan Joko Galing.Namun, tak ada yang berani menduga, siapayang bakal menang dalam pertarungan antara gurudan murid yang sama-sama memegang pedang pusakaitu. Joko Galing masih muda dan kelihatan gesit sertalincah, sedangkan Ki Mandra sebagai pencipta keduapedang dan jurus-jurusnya. Sudah tentu, lelaki tua itutahu kelemahan dan kehebatan jurusnya sendiri."Bersiaplah, Tua Bangka! Sebentar lagi, kuki-rim kau ke neraka!" dengus Joko Galing."Huh, kaulah yang harus kukirim ke neraka!Heaaa...!""Yea...!"Jeritan menggelegar mengiringi kedua muriddan guru itu melesat saling serang dengan pedang pu-saka di tangan masing-masing. Keduanya mengguna-kan jurus yang sama, 'Sapuan Lembayung'. Pedangmereka bergerak ke samping kiri, menyilang di depan.Kemudian, dengan cepat bergerak ke depan menebas,dilanjutkan dengan menusuk"Hea!"Trang!"Yea!"Trang!Joko Galing dan Ki Mandra terus berkelebat,saling serang dan tangkis dengan pedang.Mereka membabat dan mengelak mundur, ke-mudian melakukan serangan lagi."Hea!"Wrt!Trang!Seketika dentang dari pedang yang saling bera-du terdengar keras."Hih!"Wrt!Trang!Guru dan murid itu terus saling babat dan tu-suk. Namun, dengan cepat mereka mengelak dan me-nangkis serangan lawan. Jurus-jurus yang sama, terusdikeluarkan. Sehingga, gerakan keduanya bagai se-dang berlatih ilmu pedang. Tubuh mereka berkelebatcepat dan memutar pedang dengan cepat pula. Darigerakan pedang yang begitu cepat, keluar sinar putihdan merah bergulung-gulung, menutup tubuh mereka.Sehingga yang tampak kini hanya kelebatan dua pe-dang di antara cahaya merah dan putih."Yea!"Wuttt!Tiba-tiba Ki Mandra mengeluarkan jurus sim-panan yang baru diciptakan beberapa purnama yanglalu. Jurus 'Paduan Lembayung Menyapu Buana', yangdikeluarkan membuat Joko Galing tersentak kaget. Ba-ru kali ini dilihatnya jurus yang dikeluarkan sangGuru. Sebuah jurus perpaduan dari semua jurus'Lembayung' yang ditambah dengan gerakan lincahdan gesit, membuat Joko Galing kewalahan mengha-dapinya."Celaka! Orang tua itu ternyata memiliki jurusandalannya," gumam Joko Galing seraya berusahamengelak dari babatan pedang Ki Mandra, yang sangatcepat dan mematikan."Mampuslah kau, Murid Murtad! Heaaa...!"Wrt!Ki Mandra membabatkan pedangnya dengancepat ke tubuh muridnya. Nampaknya lelaki tua ber-jubah resi berwarna merah ini tak sabar lagi. Dia inginsegera menghabisi nyawa muridnya yang telah mem-buat malu dan mencoreng mukanya dengan perbuatansesat."Celaka! Tak ada pilihan lain. Aku harus me-minta bantuan anak buahku," desis Joko Galing dalamhati, sambil bergerak mengelakkan serangan yang di-lancarkan Ki Mandra.Trang!"Hih! Serang dia...!" seru Joko Galing pada anakbuahnya.Mendengar teriakan perintah sang Ketua semuaanggota Serikat Iblis menyerbu Ki Mandra."Hea...!""Yea...!""Pengecut! Jangan harap aku akan membiarkankau begitu saja, Murid Murtad! Yeaaa...!"Kini bagai banteng terluka Ki Mandra menga-muk dengan membabatkan pedangnya menggempurpara pengeroyoknya."Hea...!"Wrt!Pedang Lembayung Putih di tangan Ki Mandraberkelebat memburu mangsa.Jrab, jrab!"Akh...!""Aaakh...!"Jeritan-jeritan kematian melengking susul-menyusul, ketika Pedang Lembayung Putih di tanganKi Mandra, membabat cepat ke arah mereka. Tanpaampun lagi, dalam satu gebrakan saja, lima oranganak buah Joko Galing menemui ajalnya. Mereka te-was dengan perut dan dada sobek. Melihat kejadianyang hanya sekejap mata itu, Joko Galing semakin ge-ram."Kurang ajar! Kubunuh kau, Keparat! Heaaa...!""Kubantu kau, Joko!" seru Nyi Mas Lindri sam-bil melesat ikut mengeroyok Ki Mandra. Sehingga KiMandra kini harus menghadapi keroyokan Joko Galingdan Nyi Mas Lindri serta dua puluh anak buahnya.Meski dikeroyok orang banyak Ki Mandra takmerasa gentar sedikit pun. Lelaki tua itu bagai bantengterluka, begitu ganas mengamuk dengan memba-batkan pedangnya. Namun, Ki Mandra tak menyadari,kalau usianya telah tua. Tenaganya akan terkuras ha-bis karena harus mengerahkan gerakan cepat sertakewaspadaan tinggi."Jangan harap aku takut menghadapi keroyo-kan kalian, Pengecut!" maki Ki Mandra sambil terusbergerak, menyerang dan mengelakkan serangan-serangan lawan. Pedang Lembayung Putih di tangan-nya menderu-deru, mencari sasaran.Wrt!Bret!"Akh....!"Dua orang lagi terpekik keras, terkena babatanpedang di tangan Ki Mandra. Tubuh mereka terlontarke belakang, kelojotan sebentar, kemudian diam tanpanyawa.***9Joko Galing kian marah menyaksikan banyakanak buahnya mati di tangan Ki Mandra. Gigi-giginyasaling bergemerutukan menahan geram."Kurang ajar! Kubunuh kau, Keparat! Ayo, Lin-dri kita habisi orang tua keparat itu!" ajak Joko Galingsambil melesat menyerang Ki Mandra yang tengahmenghadapi keroyokan anggota Serikat Iblis.Kedatangan Joko Galing dan Nyi Mas Lindriyang menyerang dari dua arah secara bersamaan,membuat Ki Mandra kewalahan."Celaka!" pekik Ki Mandra kaget, melihat seran-gan kedua Pimpinan Serikat Iblis itu. Mata orang tuaitu membelalak tegang, melihat dua serangan yang me-lesat ke tubuhnya.Hampir saja nyawa Ki Mandra termangsa Pe-dang Lembayung Merah di tangan Joko Galing sertapukulan yang dilancarkan Nyi Mas Lindri. Namun,dengan sekuat tenaga Ki Mandra bergerak menghinda-ri serangan itu."Aha, ada pesta, Senapati! Bukankah lebih baiklata ikut berpesta membasmi tikus-tikus itu? Heaaa...!"Pendekar Gila melesat cepat, bersalto di udaradan dengan cepat membabatkan Suling Naga Saktinyamemapak tusukan pedang Joko Galing yang mengan-cam jiwa Ki Mandra.Trang!"Ukh! Setan! Siapa kau...?!" bentak Joko Galingdengan tubuh melompat mundur. Dirasakan tangannya seperti kesemutan akibat benturan senjatanyadengan suling di tangan pemuda yang kini cengenge-san sambil menggaruk-garuk kepala."Hi hi hi...! Lucu...! Kenapa kau seperti tikussawah yang ketemu ular? Ha ha ha...!" Sena tertawaterbahak-bahak sambil menggaruk-garuk kepala.Melihat kedatangan Senapati Sedayu semuamata terbelalak kaget. Apalagi Nyi Mas Lindri, ketikamelihat kehadiran Pendekar Gila di tempat itu. Merekatahu siapa adanya Senapati Sedayu yang gagah berani.Kedudukannya sebagai senapati menggantikan AwongPurbo yang binasa setelah gagalnya pemberontakan.Senapati Sedayu semenjak berusaha menggagalkanperampokan di Desa Kedaungan, sekarang hendakmenangkap Serikat Iblis. Selain itu dia memang utu-san dari Istana Telaga Mas untuk menangkap Nyi MasLindri yang telah mendalangi pemberontakan."Pendekar Gila, kau memang harus mampus!Kau selalu ikut campur urusanku!" bentak Nyi MasLindri sengit, yang sekaligus membuat Ki Mandra ter-belalak ketika tahu pemuda berpakaian rompi kulitular itu ternyata Pendekar Gila."Aha, rupanya kau harus kutangkap, Tikus Be-tina. Hi hi hi...! Kebetulan sekali. Kucari ke mana-mana, akhirnya kudapatkan kau di sini. Senapati, di-alah pengkhianat kerajaan yang harus kau tangkap,"ujar Pendekar Gila sambil tertawa cekikikan."Cuih! Jangan kira semudah itu kalian me-nangkapku!" dengus Nyi Mas Lindri."Hua ha ha...! Rupanya tikus betina itu maumain petak umpet lagi, Senapati," sahut Sena sambiltertawa terbahak-bahak, sampai tubuhnya turut ter-guncang. Kemudian digeleng-gelengkan kepalanya."Tuan Pendekar, Terimalah salamku!" sela KiMandra mengambil kesempatan luang itu."Aha, seharusnya akulah yang menghaturkansalam padamu, Ki. Tapi sudahlah! Kita tak punya wak-tu lagi. Aku harus menangkap tikus betina ini," kataSena sambil menunjuk Nyi Mas Lindri."Cuih! Jangan asal ngomong, Bocah Edan! Ka-lau kau mau menangkapnya, langkahi dulu mayatku!"bentak Joko Galing sengit, merasa kekasihnya hendakditangkap Pendekar Gila. Bagaimanapun dia tak mem-biarkan Nyi Mas Lindri yang telah memikat hati dan te-lah memberi kepuasaan jiwa selama ini ditangkapPendekar Gila."Aha, begitukah? Hi hi hi...! Bagaimana, Ki?"tanya Sena meminta izin pada Ki Mandra."Kuserahkan padamu, Pendekar," jawab KiMandra."Aha, terimakasih. Hi hi hi...! Kisanak, rupanyakau pun harus ditangkap, karena kau telah melaku-kan kejahatan yang merongrong kewibawaan kera-jaan!""Cuih! Banyak omong! Heaaa...!"Joko Galing yang memang ingin menjajakisampai seberapa ilmu Pendekar Gila tak mau banyakkata. Segera dengan Pedang Lembayung Merah melesatmenyerang Pendekar Gila."Hi hi hi...!" dengan tertawa cekikikan, Pende-kar Gila segera mengelakkan serangan lawan. Tubuh-nya meliuk-liuk seperti menari dengan sesekali mene-pukkan tangannya ke dada lawan.Tersentak kaget semua yang ada di tempat itu,menyaksikan jurus aneh yang dikeluarkan PendekarGila. Jurus 'Gila Menari Menepuk Lalat', gerakannyaseperti orang menari, lemah gemulai dan meliuk-liuk.Tepukan tangannya pun nampak lemah, tapi ternyatamampu mengejar gerakan Joko Galing yang cepat"Kurang ajar! Pecah kepalamu, Gila! Hih...!" Joko Galing mengibaskan Pedang Lembayung Merah kekepala Pendekar Gila dengan jurus 'Sapuan Lem-bayung'. Namun dengan mudah bagaikan menari,Pendekar Gila mengelitkan serangan lawan. Kepalanyadirundukkan sambil meliuk, lalu dengan cepat pulatangannya menepuk ke dada Joko Galing."Hih!""Uts!" Joko Galing tersentak kaget. Sungguh takdisangka tepukan tangan Pendekar Gila begitu cepat.Padahal gerakan yang dilancarkan tampak lambat danlemah. Tetapi deru angin yang keluar dari tepukantangan Pendekar Gila, cukup keras dan menyentakkanJoko Galing.Di tempat lain, Senapati Sedayu dan Ki Mandratak tinggal diam. Ki Mandra menghadapi para pengikutSerikat Iblis. Sedangkan Senapati Sedayu menghadapiNyi Mas Lindri."Yea!""Hea!"Ki Mandra dengan pedang pusakanya, bagaibanteng terluka, sangat sulit untuk ditahan. Babatan-babatan pedangnya, membuat anak buah Joko Galingkewalahan."Hea!"Wrt!Cras!"Akh!"Dua orang terpekik, ketika terbabat PedangLembayung Putih di tangan Ki Mandra. Tubuh merekaterpental ke belakang dengan usus terburai. Kemudianjatuh ke tanah, sesaat kejang dan akhirnya terkaparberlumuran darah.Pendekar Gila dengan cengengesan terus men-gelitkan serangan pedang yang dilancarkan Joko Gal-ing. Tubuhnya meliuk-liuk sambil sesekali menari."Hea!"Wrt!Joko Galing yang kian marah, mempercepat ge-rakannya dengan jurus yang lain. Kini dengan jurus'Lembayung Kembar' pemuda itu berusaha menekanPendekar Gila. Pedang Lembayung Merah di tanganJoko Galing bergerak cepat, membabat dan menusukke bagian tubuh Pendekar Gila. Gerakan membabatdan menusuk itu begitu cepat seakan tak ingin mem-beri kesempatan pada Pendekar Gila untuk membalasserangan."Aha, hebat juga pedangmu, Tikus Busuk! Hi hihi...! Wauw, hampir saja kepalaku terpenggal," gumamSena sambil merunduk, lalu dengan cepat menggerak-kan tangan kanannya menghantam ke dada lawan."Hih...!""Hea! Pecah kepalamu, Gila! Hih...!" Joko Galingmembabatkan pedang dari atas ke bawah, seperti hen-dak membelah kepala lawan. Namun dengan cepatPendekar Gila menggulingkan tubuh ke bawah. Kakikanannya menyambar kaki Joko Galing.Wut!Brat!Bukkk!Tubuh Joko Galing terjatuh, karena tak me-nyangka kakinya akan terkena sambaran kaki Pende-kar Gila. Saat itu juga, Pendekar Gila tertawa terba-hak-bahak sambil menggaruk-garuk kepala. Dia sea-kan-akan membiarkan Joko Galing bangun lagi."Hi hi hi...! Tikus sawah jatuh. Ha ha ha...!""Cuih! Kau benar-benar mempermainkanku,Gila! Jangan salahkan aku kalau kupenggal lehermu!Heaaa...!""Hi hi hi...! Mengapa menyesal, Tikus Busuk!Hua ha ha!"Joko Galing yang sudah marah segera melaku-kan serangan dengan membabatkan pedang. Namundengan tubuh meliuk, kemudian melompat ke sanakemari Pendekar Gila menghindari serangan Joko Gal-ing, sesekali tubuh Pendekar Gila melenting ke udara."Yea!"Melihat Pendekar Gila menukik ke bawah. JokoGaling dengan cepat membabatkan pedangnya ke atas.Disangkanya tubuh Pendekar Gila akan terus melurukturun, namun ternyata Pendekar Gila cepat membuangtubuh sambil bersalto ke depan. Lalu dengan cepat pu-la, menjejakkan kaki kanannya ke punggung Joko Gal-ing.Deg!"Ukh! Keparat.,.!" maki Joko Galing dengan tu-buh terhuyung ke depan karena tendangan kaki Pen-dekar Gila yang keras telah menghantam punggung-nya."Hi hi hi...! Di situ tak ada kodok," ledek Pende-kar Gila sambil tertawa cekikikan. Tangannya kembalimenggaruk-garuk kepala."Kurang ajar! Kupertaruhkan nyawaku untukmelawanmu, Gila! Yeaaa...!"Dengan amarah meluap-luap, Joko Galingkembali menyerang Pendekar Gila. Pedang LembayungMerah semakin menyala terang. Sepertinya pedang ituturut merasakan kemarahan pemegangnya."Hea!""Aha, nyawa siapa yang diadu, Tikus Busuk! Hihi hi...! Hia!"Sret!Pendekar Gila segera mencabut Suling NagaSaktinya. Kemudian dengan tingkah lakunya yang ko-nyol dikibaskan suling itu tepat ketika Pedang Lem-bayung Merah membabat ke tubuh Sena.Trang!"Ukh...!" Joko Galing terpekik merasakan tan-gannya sangat panas setelah beradu dengan sulingberkepala naga di tangan Pendekar Gila. Matanya ter-belalak tak percaya, menyaksikan suling kecil itumampu menandingi Pedang Lembayung Merah di tan-gannya."Hi hi hi...! Kenapa, Tikus Busuk? Hi hi hi...!Mukamu pucat, seperti menghadapi malaikat maut,"ejek Sena sambil tertawa terbahak-bahak dengan tan-gan menggaruk-garuk kepala."Cuih! Kita tentukan, siapa yang hams pergi keakherat, Pendekar Gila!""Aha, kenapa buru-buru ingin ke akherat? Hi hihi...!""Kurang ajar! Hea...!"***Pertarungan Pendekar Gila melawan Joko Gal-ing masih berjalan seru, ketika dari luar hutan berda-tangan para prajurit Istana Telaga Mas. Di antara pra-jurit itu, turut pula Panca Iblis yang telah menuruti sa-ran Pendekar Gila. Mereka telah dijadikan prajurit olehBaginda Aji Wardana.Nyi Mas Lindri kian ketakutan ketika para pra-jurit Istana Telaga Mas mengepung wilayah itu. Seper-tinya mereka membuat pagar betis yang kuat."Aha, kalian datang tepat pada waktunya.Tangkap saja tikus betina itu...," ujar Sena sambil te-rus bergerak mengelakkan dan menangkis seranganJoko Galing.Joko Galing yang melihat prajurit-prajurit Ista-na Telaga Mas telah mengepung wilayah itu, semakinnekat. Pedang di tangannya membabat dan menusukdengan deras ke tubuh Pendekar Gila. Namun, denganmasih cengengesan sambil bertingkah laku konyol Se-na terus mengelak.Kemarahan Joko Galing kian marah ketika diamelihat kedatangan Panca Iblis yang sudah menjadiprajurit-prajurit kerajaan. Dendamnya pada merekasemakin berkobar-kobar, bagaikan membakar da-danya."Bajingan! Kalian datang juga! Kubunuh kalian!Heaaa...!" Joko Galing kini melesat memburu Panca Ib-lis dengan Pedang Lembayung Merah terayun siapmembinasakan mereka. Namun dengan cepat, Pende-kar Gila berkelebat memapakinya."Hea!"Trang!"Ukh!" Joko Galing menyurut mundur beberapatindak ke belakang. Tangannya terasa bergetar hebatakibat pedangnya berbenturan dengan Suling NagaSakti. "Bedebah! Kau benar-benar mencari mampus,Pendekar Gila!"Dengan marah, Joko Galing yang semakin di-kuasai iblis terus berusaha melabrak Pendekar Giladengan babatan dan tusukan pedangnya. Jurus-jurusandalan dan sangat berbahaya, dikerahkan untuk da-pat membinasakan Pendekar Gila.Wrt!"Hea!"Sedikit pun tak tampak kegugupan PendekarGila, meski serangan tampak semakin gencar dan ga-nas. Dengan tingkah lakunya yang konyol tubuh Senameliuk, bergerak bagai menari melompat ke sana ke-mari mengelakkan serangan lawan."Hi hi hi...! Hati-hati, Kisanak! Bertarung jan-gan terlalu nafsu!" goda Sena semakin membuat JokoGaling marah."Terimalah jurus pamungkas ku, Pendekar Gila!'Lembayung Melepas Sukma'! Heaaa...!"Pedang di tangan Joko Galing bergerak begitucepat, memburu lawan. Namun, Pendekar Gila cepatmenggunakan jurus 'Gila Terbang Menyambar Mang-sa', Sena melesat bagaikan terbang, kemudian menu-kik dan menyerang lawan."Aha, ada tikus mengamuk! Hi hi hi...!""Cuih! Tembus dadamu, Pendekar Gila!" makiJoko Galing sambil menusukkan pedangnya ke dadaPendekar Gila yang telah turun ke tanah lagi, setelahmelesat ke udara.Wrt!"Hi hi hi...! Aha, jurusmu masih kaku, Kisa-nak!"Pendekar Gila melentingkan tubuhnya ke atas,kemudian dengan cepat ditotokkan kepala Suling NagaSaktinya ke kepala Joko Galing."Ini untukmu, Kisanak! Kau belum merasakanjitakanku, bukan?! Nih kuberi!"Bletak!"Aduhhh...!" Joko Galing menjerit sambil me-megangi kepala yang tersambar kepala Naga Sakti. Tu-buhnya memutar-mutar menahan rasa sakit yang ber-deyut-denyut di kepala."Hi hi hi...! Lucu sekali kau! Seperti tikus ma-buk racun. Hua ha ha...!" Sena tertawa terbahak-bahak sambil berjingkrakan melihat Joko Galing ber-putar sambil mengaduh kesakitan. Tangan Joko Galingmasih memegangi kepala yang terasa sakit"Bangsat! Kubunuh kau, Pendekar Gila!" makiJoko Galing semakin sengit.Tawa Pendekar Gila semakin keras dan terba-hak-bahak. Kemudian tubuhnya kembali melompat keatas. Dipukulkan lagi Suling Naga Saktinya ke kepalaJoko Galing."Rupanya kau mau nambah jitakanku, Kisa-nak. Hih...!"Bletakkk!"Wadaw...! Sakit...!" Joko Galing menjerit-jeritkesakitan dengan tubuh berputar-putar. Tangannyakini melepaskan Pedang Lembayung Merah dan men-dekap kepala yang berdenyut-denyut sakitSemua prajurit yang ada di situ, tertawa meli-hat kelucuan yang terjadi. Joko Galing yang marah,tak mampu berbuat apa-apa. Kepalanya terasa berde-nyut sakit disertai pandangan mata yang berkunang-kunang."Tobat! Sakit..! Aduh...!"Joko Galing terus menjerit-jerit merasakan ke-sakitan yang tak terkira, akibat totokan kepala SulingNaga Sakti.Melihat orang yang diandalkan kini dijadikanpermainan Pendekar Gila, Nyi Mas Lindri bermaksudkabur. Namun, sebelum wanita itu sempat mengelua-rkan senjata rahasia, Pendekar Gila telah melenting keatas dan bersalto beberapa kali di udara. Kemudiantubuhnya menunduk, menubruk Nyi Mas Lindri."Aha, mau lari ke mana kau, Nyi? Hi hi hi...!""Lepaskan aku!" pekik Nyi Mas Lindri berusahamelepaskan diri dari pelukan Pendekar Gila. Wanitacantik berhati iblis itu meronta-ronta, berusaha mele-paskan pelukan kuat Pendekar Gila. Namun dengancepat sekali Pendekar Gila menotok tubuh Nyi MasLindri. Seketika tubuhnya terkulai lemas dan takmampu digerakkan. Hanya matanya saja yang masihterbuka bisa digerakkan."Aduh, tobat..!" Joko Galing masih meraung-raung, merasakan sakit akibat totokan Naga Sakti.Ki Mandra segera menghampiri. DipungutnyaPedang Lembayung Merah yang terpental di tanah. Ma-ta lelaki tua itu memandang dengan tatapan dinginpada muridnya yang murtad itu."Bersiaplah kau untuk menerima hukumannya,Murid Murtad!" dengus Ki Mandra."Ampun! Jangan...! Aku tobat. Jangan bunuhaku...!" Joko Galing segera berusaha bangun. Dipeluk-nya kedua kaki Ki Mandra sambil meratap, memohonampunan dari sang Guru. "Ampunilah muridmu,Guru! Ampunilah selembar nyawaku!""Sebagai seorang pendekar, patutkah kau me-rengek begitu, Joko? Kau telah melanggar sumpahmu.Maka kau pun harus mendapatkan hukumannya," ja-wab Ki Mandra dengan suara datar. Wajahnya nampakdingin dan seolah tak menghiraukan tatapan Joko Gal-ing."Ampunilah nyawaku, Gum!""Bersiaplah, Joko!" kata Ki Mandra.Tangan Ki Mandra kini terangkat tinggi, men-gayunkan Pedang Lembayung Merah.Semua yang ada di situ tersentak diam. Matamereka memandang ngeri, menyaksikan apa yangakan dilakukan Ki Mandra terhadap muridnya yangmurtad. Pendekar Gila juga terkesima, hanya mampubengong. Dia berusaha mencegah, tapi terlambat."Ki, jangaaan...!"Wrt!Cras!"Akh...!"Lolongan kematian seketika keluar dari mulutJoko Galing, ketika Pedang Lembayung Merah di tan-gan Ki Mandra menghujam di punggung pemuda itu.Darah menyembur keluar membasahi sekujur tubuh.""Ahhh...," Sena mengeluh lirih, merasa bersalahtak dapat mencegah tindakan Ki Mandra yang menurutnya tak manusiawi dan kurang mencerminkan ke-pendekarannya."Guru...! Kau..., kau...!" terbata-bata Joko Gal-ing sambil berusaha memeluk kaki Ki Mandra. Namun,tubuhnya tak mampu menahan, ambruk mencium ta-nah.Kematian yang mengenaskan. Seakan tak adaampunan baginya. Ki Mandra yang tahu kalau Pende-kar Gila agak kecewa dengan perbuatannya segera me-langkah menghampiri pemuda berompi kulit ular itu."Maafkan aku, Pendekar! Sungguh hanya jalanitulah satu-satunya yang dapat kulakukan. Kalau ti-dak, maka dunia ini akan hancur karenanya. Dia takakan mampu berubah. Iblis telah menguasai hati danjiwanya," ujar Ki Mandra."Apakah tak ada jalan lain? Bukankah HyangWidhi mengampuni umatnya?" tanya Sena dengan mu-lut meringis sambil menggeleng-geleng kepala.Ki Mandra terdiam membisu.Semua terdiam, tak ada yang berkata. PendekarGila menghela napas panjang."Ah, sudahlah, semua sudah terjadi. Kini ba-gaimana nasib Nyi Mas Lindri juga terserah pihak ke-rajaan. Terserah pada keputusan baginda," gumamSena.Mentari berarak merambat ke arah barat, laluperlahan-lahan turun. Bias merah nampak menggam-bar di langit belahan barat, ketika mereka meninggal-kan Hutan Mentaok, tempat mayat Joko Galing diku-burkan.Esok harinya, Nyi Mas Lindri sebagai terpidanapelaku pemberontakan akan mengalami hal yang sa-ma. Wanita cantik berhati iblis itu harus menjalanihukuman yang setimpal, digantung!Pendekar Gila hanya mampu menghela napas,sambil beranjak meninggalkan Istana Telaga Mas danmelanjutkan pengembaraannya.SELESAI
Kamis, 18 Desember 2025
Home »
PENDEKAR GILA
» Pendekar Gila Episode Penghianatan Joko Galing







0 komentar:
Posting Komentar