..👉Catatan Penting Buat Penggemar Cerita Silat Di Blog Ini .. Bahwa Cerita Ini Di Buat Pengarang Nya Sebagian Besar Adalah Fiksi Semata..Ambil Hikmahnya Dan Tinggalkan Buruk Nya.. semoga bermanfaat.. semoga kita semua kelak mendapatkan surga dari Allah SWT.. aamiin...(Hadits tentang tiga perkara yang tidak terputus pahalanya setelah meninggal dunia adalah: Sedekah jariyah, Ilmu yang bermanfaat, Anak sholeh yang mendoakannya. Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra ) ..(pertanyaan Malaikat Munkar dan nakir di alam kubur : . Man rabbuka? Atau siapa Tuhanmu? 2. Ma dinuka? Atau apa agamamu? 3. Man nabiyyuka? Atau siapa nabimu? 4. Ma kitabuka? Atau apa kitabmu? 5. Aina qiblatuka? Atau di mana kiblatmu? 6. Man ikhwanuka? Atau siapa saudaramu?)..sabda Rasulullah Saw mengenai keutamaan bulan suci Ramadhan dalam sebuah hadits yang berbunyi: “Telah datang kepadamu bulan Ramadhan, bulan yang diberkahi, Allah telah mewajibkan padamu berpuasa di bulan itu..

Jumat, 13 Desember 2024

PENDEKAR BLOON EPISODE MEMBURU MANUSIA SETAN

PENDEKAR BLOON EPISODE MEMBURU MANUSIA SETAN

PENDEKAR BLO'ON
Karya : D. Affandy
EPISODE I PEMIKAT IBLIS
EPISODE II IBLIS BETINA DARI NERAKA
EPISODE III MEMBURU MANUSIA SETAN
Cerita ini adalah fiktif
Persamaan nama, tempat dan ide hanya 
kebetulan belaka.
MEMBURU MANUSIA SETAN
Oleh : D. AFFANDY
Diterbitkan oleh : Mutiara, Jakarta
Cetakan Pertama : 1994
Sampul : Ken Bangun
Setting Oleh : M. Yohandi
Hak penerbitan ada pada penerbit Mutiara
Dilarang mengutip, mereproduksi 
dalam bentuk apapun tanpa ijin 
tertulis dari penerbit.


SATU

Di dalam ruangan bawah tanah itu 
pemuda bertampang tolol berambut hitam 
kemerah-merahan sedang bingung. Ia sudah 
mencoba segala cara untuk keluar dari 
perangkap yang dibuat oleh Mustika Jajar 
alias Betina Dari Neraka. Untuk lebih 
jelasnya (dalam episode Betina Dari 
Neraka). Namun semua cara yang telah 
ditempuhnya tidak menghasilkan sesuatu 
yang berarti.
Pemuda berpakaian biru muda dengan 
ikat kepala warna biru belang-belang 
kuning itu akhirnya hanya duduk ter-
menung. Tidak jauh dari pemuda tampan itu 
duduk seorang laki-laki berambut putih 
berjenggot dan berkumis putih. Tubuhnya 
pendek tidak sampai setengah meter. 
Dialah Wiro Suryo alias Tenggiling Kedil.
"Kau harus ikut mencari jalan 
bagaimana caranya agar kita bisa keluar 
dari kubangan lintah ini, Tenggiling 
Kedil!?" dengus pemuda berbaju biru muda 
yang tidak lain adalah Suro Blondo atau 
lebih dikenal dengan julukan Pendekar 
Blo'on sambil garuk-garuk kepala.
"Aku... ha ha ha...! Apakah tidak 
keliru. Percuma kau dijuluki si anak 
ajaib. Ingatkah kau ketika menjelang 
kelahiranmu banyak tokoh-tokoh sakti di 
rimba persilatan datang berduyun-duyun ke

Gunung Bromo untuk mendapatkanmu. Lalu 
mana keajaiban itu?" sindir Wiro Suryo 
sinis.
"Kau memang seorang kawan tidak 
punya guna, kawan yang membosankan yang 
telah membawaku terjerumus ke dalam 
perangkap gila ini!" maki Pendekar Blo'on 
berang.
"Hei... tidak perlu menyesali 
nasib. Semua yang terjadi sudah ada dalam 
surat hidupmu, juga hidupku."
"Suratan nasibmu dan nasibku mana 
bisa disamakan. Aku tetap aku, sedangkan 
kau sampai tua tetap seperti bayi, bayi 
bangkotan berkumis dan berjenggot putih. 
Huh betapa memalukan!"
"Tidak perlu menghina. Lihatlah, 
lintah-lintah celaka ini terus menghisap
darah kita. Kalau terus bertengkar, kapan 
kita dapat menemukan jalan keluar dari 
sini?!" kata Wiro Suryo. 
Pendekar Blo'on terdiam. Rasanya 
memang tidak ada gunanya bertengkar saat 
itu. Mereka telah terjebak di ruangan 
bawah tanah tersebut selama tiga hari, 
berarti hukuman yang akan dijatuhkan oleh 
Mustika Jajar si gadis sesat tersebut 
sekitar empat hari lagi. Otaknya yang 
cerdik segera memikirkan jalan keluar 
yang memungkinkan bagi mereka. Lalu saat 
ia memperhatikan dinding-dinding kamar di 
sekelilingnya. Maka terlihatlah olehnya

sebuah saluran air. Suro mendekatinya, 
kemudian segera melakukan pemeriksaan.
Tuk! Tuk! Tuk!
Diketuknya dinding di samping 
saluran air tersebut. Ternyata saluran 
air yang cukup jernih dan telah 
dipergunakan untuk menghilangkan dahaga 
selama beberapa hari ini berongga. Pemuda 
tampan bertampang ketolol-tololan itu pun 
tersenyum.
"Kakek Suryo! Kemarilah sebentar!" 
panggil Suro Blondo dengan wajah berseri-
seri.
"Ada apa lagi? Kau telah menemukan 
lubang kubur untuk kita berdua?" ejek 
Tenggiling Kedil.
"Tentu saja. Mudah-mudahan jalan 
ini untuk keselamatan kita!"
"Kurasa saluran air ini menuju ke 
neraka!" sahut Wiro Suryo.
Tidak lama kemudian ia mulai 
mengetuk-ngetuk dinding di sebelah 
saluran. Ternyata di balik dinding batu 
itu memang berongga.
"Aku harus melepaskan pukulan untuk 
membuktikan apakah di balik dinding ini 
ada jalan keluar atau tidak!" tegas 
pemuda berambut hitam kemerahan tersebut.
"Jangan! Pukulanmu hanya akan 
membuat dinding ini runtuh. Mati yang 
paling tidak menyenangkan adalah bila 
kita tertimbun longsoran tanah!" ucap

Wiro Suryo. 
"Lalu...?"
"Kita gali dinding ini!" kata kakek 
berbadan pendek ini tegas.
Tanpa bicara apa-apa lagi kedua 
laki-laki yang sama konyolnya itu mulai 
melakukan penggalian. Setelah sampai 
sepemakan sirih, maka dinding batu di 
samping saluran air telah selesai mereka 
gali.
"Lihat! Ada sebuah terowongan di 
sini! Kita bisa bebas...!" seru Pendekar 
Blo'on sambil berjingkrak-jingkrak 
kegirangan.
"Mudah-mudahan terowongan ini 
menuju ke dunia bebas! Ingat! Kau 
sekarang yang mencari jalan keluar. Jika 
ada malapetaka menghadang di depan sana, 
jangan lagi salahkan aku!" ujar Wiro 
Suryo.
"Kalau tidak setuju sebaiknya 
jangan ikut aku! Sekarang aku akan masuk 
ke dalam terowongan ini!" tegas Suro 
Blondo.
Tanpa menunggu lebih lama lagi, 
Pendekar Blo'on mulai memasuki terowongan 
tersebut. Ia terpaksa merangkak karena 
terowongan di samping saluran air yang 
menghubungkan ke kolam lintah ternyata 
agak sempit. Bagi Wiro Suryo yang 
berbadan kerdil tentu terowongan tersebut
cukup lebar. Ia bahkan dapat berjalan

tegak. Karena tinggi tubuhnya tidak lebih 
hanya setengah meter.
"Betapa untungnya mempunyai 
badan sepertiku. Aku tidak perlu 
merangkak seperti seekor babi yang 
terjebak perangkap!"
"Kau menyindirku!" dengus Suro 
Blondo kesal.
"Tidak usah marah-marah, aku bicara 
dengan diriku sendiri!"
"Dasar orang gila!" sahut Pendekar 
Blo'on.
Tidak lama mereka sampai di ujung 
terowongan. Tetapi di ujung terowongan 
itu terdapat dua buah terowongan pula. 
Yang satu ke arah selatan sedangkan yang 
satunya lagi ke arah utara.
"Sekarang bagaimana, kita akan 
menelusuri terowongan yang mana?" tanya 
Pendekar Blo'on sambil menggaruk-garuk 
kepalanya.
"Terserah kau! Aku kan hanya ikut 
kemana kau pergi."
"Kurasa otakmu lebih kecil dari 
otak semut. Tenggiling Kedil. Diajak 
bertukar pikiran saja kau tidak bisa." 
gerutu si pemuda sambil menyeka keringat 
yang membasahi wajahnya.
"Otakku memang kecil, tetapi 
pikiranku seluas jagad. Aku tidak mau 
kasih pendapat, sebab aku takut salah 
lagi. Kau tahu orang yang paling jelek di

dunia ini bila sedang marah adalah kau!" 
ejek Wiro Suryo.
"Dan manusia yang paling menye-
balkan kaulah orangnya!" jawab Pendekar 
Blo'on tidak mau kalah.
Lalu mereka saling diam lagi. Suro 
kemudian memutuskan untuk menelusuri 
terowongan yang menuju ke arah selatan. 
Sedang Wiro Suryo terus mengikuti di 
belakangnya. Di ujung lorong sebelah 
selatan tersebut ternyata terdapat sebuah 
sungai. Rupanya air sungai itulah yang 
mengairi kolam lintah di ruangan bawah 
tanah.
"Kita sudah bebas, benar-benar 
bebas. Kau lihat ada langit, pohon dan 
suara gemuruh air!" desis Pendekar 
Blo'on. Wiro Suryo tidak langsung 
menjawab. Hidungnya kembang kempis seakan 
sedang mengendus-endus sesuatu.
"Aku seperti mencium bau bangkai!" 
kata Wiro Suryo, matanya melirik pada 
kawannya yang tampak sedang mengagumi 
keindahan alam.
"Apa...?"
"Aku membaui sesuatu yang busuk!" 
tegas kakek berbadan kerdil seperti bayi 
dengan ketus.
Wiro Suryo malah tersenyum. Tatapan 
matanya tetap memandang lurus ke depan. 
Tepatnya ke permukaan air. Sungai yang 
lebar itu memang sepi, tetapi sekejab

tadi ia melihat ada bayangan-bayangan 
putih berkelebat.
"Kurasa kolam lintah itu berisi 
tinja. Kotorannya Mustika Jajar. Tahu 
tidak walaupun gadis itu cantik. Tetapi 
kotorannya tetap bau. Sebentar lagi kita 
bisa mandi." jawab Pendekar Blo'on.
Bau busuk semakin menusuk, sehingga 
membuat Tenggiling Kedil jadi curiga. 
Tetapi ia terus mengekor di belakang 
Pendekar Blo'on ketika pemuda berpakaian 
biru muda tersebut keluar dari tero-
wongan. Pemuda bertampang ketolol-tololan 
itu segera menarik nafas sedalam-
dalamnya.
"Hemm, lega rasanya! Tetapi... 
eh...!" Suro mendesis kaget. Ternyata ia 
juga mencium bau sesuatu yang sangat 
busuk. Tiba-tiba saja ia menoleh pada 
Wiro Suryo.
"Ada kau cium bau sesuatu?" tanya 
si pemuda.
"Kurasa kupingmu benar-benar tuli. 
Sudah kukatakan sejak tadi bahwa aku 
mencium bau yang teramat busuk!" sahut 
kakek berbadan super pendek sinis.
"Bau bangkai?"
"Tepat! Bau orang yang sudah 
mampus!" jawab Wiro Suryo.
Suro berjalan ke arah pinggiran 
sungai. Tetapi langkahnya tiba-tiba saja 
terhenti ketika melihat ada mayat yang

telah membusuk tidak jauh di depannya. 
Ketika ia melakukan pemeriksaan, ternyata 
mayat itu adalah mayat seorang gadis 
memakai baju warna putih.
Ia tersentak kaget, sebab tadi ia 
juga sempat melihat ada bayangan putih 
seperti menari-nari di permukaan air yang 
deras arusnya itu. Bayangan itu tiba-tiba 
lenyap ketika Tenggiling Kedil 
mengajaknya bicara.
"Kau lihatlah ini...!" seru Suro.
"Disini juga ada mayat." kata Wiro 
Suryo pelan.
Setelah mereka mengitarkan pan-
dangan matanya, ternyata banyak sekali 
mayat-mayat bergeletakan disitu. Dan 
mereka semuanya terdiri dari kaum 
sejenis.
"Siapa yang telah melakukan 
perbuatan keji ini?" tanya Suro.
"Mana aku tahu! Tetapi mayat-mayat 
ini sedikitpun tidak terluka. Cuma 
sekujur tubuh mereka membiru seperti 
keracunan!" gumam Tenggiling Kedil.
Mereka segera menyingkir menjauhi 
mayat-mayat tersebut karena tidak tahan 
dengan baunya yang busuk. Sekitar lima 
belas batang tombak mereka melangkah. 
Tiba-tiba terdengar suara seorang 
perempuan. Suaranya itu mirip ratapan 
seorang gadis yang sedang dirundung duka.
"Bertanya pada orang kaya, langit,

bumi, udara, tumbuhan dan makhluk punya 
jiwa siapa yang punya? Bertanya pada 
nafsu, amarah dendam, iri dengki, tamak 
dan sombong kemana perginya? Bertanya 
pada hati, cinta kasih sayang untuk 
siapa? Hidup tujuh puluh tahun entah buat 
apa? Orang-orang jujur mati terbujur. 
Manusia banyak dosa panjang umurnya. 
Lihatlah bangkai yang berserakan, mereka 
korban angkara murka! Lalu aku si tua 
bangka bisa apa? Aku tidak bisa apa-apa. 
Hik kik hik! Betapa menyedihkan!"
Pendekar Blo'on dan Wiro Suryo 
saling pandang dan sama-sama membasahi 
lidah.
"Siapa dia?" tanya Suro.
"Hemm, aku hidup hampir sembilan 
puluh tahun. Tetapi aku tidak pernah 
mendengar tentang orang ini. Barangkali 
Kuntilanak, wewe air atau penyair picisan 
sedang bersenandung" sahut Tenggiling 
Kedil seenaknya.
"Sudahlah buat apa kita pikirkan. 
Sekarang aku harus kembali mencari 
Mustika Jajar. Perempuan itu mempunyai 
dosa selangit tembus. Dan lagipula dia 
telah membunuh Pematung Kelana, selain 
itu manusia jelmaan patung batu itu harus 
kumusnahkan!" tegas Pendekar Blo'on. 
(Untuk lebih jelasnya siapa Pematung 
Kelana, dalam episode Pemikat Iblis).

"Apa kau pikir hanya kau saja yang 
punya kepentingan. Betina Dari Neraka 
sangat sakti sekali. Aku tidak ingin 
melihatmu mati konyol di tangannya. Jadi 
aku harus ikut!" kata Wiro Suryo.
Pendekar Blo'on baru saja ingin 
mengatakan sesuatu. Namun ucapannya 
tertunda karena tiba-tiba saja air sungai 
yang deras itu bergolak hebat. Lalu 
terdengar suara menderu-deru seperti air 
bah. Kedua sahabat tersebut tercengang. 
Mereka menjadi kaget ketika melihat ada 
sesuatu bergerak-gerak di dalam pusaran 
air itu. Sampai kemudian tampak dua sosok 
bayangan putih melesat ke udara. Lalu 
mendarat lagi di permukaan air sambil 
menari-nari.
"Han... hantu...!" desis Pendekar 
Blo'on.
"Goblok, mereka bukan hantu. Kurasa 
kalau tidak salah mereka inilah Dewi 
Kehidupan!" ujar Wiro Suryo yang ternyata 
memang mempunyai pengalaman lebih luas 
dibandingkan Pendekar Blo'on.


DUA


Ternyata dugaan Pendekar Blo'on 
meleset. Kedua sosok berpakaian serba 
putih ini memang manusia. Tepatnya 
seorang nenek tetapi memiliki wajah

cantik dan seorang gadis berparas jelita. 
Pendekar Blo'on sempat tercengang karena 
gadis itu wajahnya sangat mirip sekali 
dengan Dewi Bulan. Untuk lebih jelasnya 
(Dalam Episode Bayang-Bayang Kematian). 
Setelah melakukan gerakan seperti orang 
menari di atas air tanpa basah barang 
sedikit pun. Maka kedua perempuan itu 
langsung melayang ke daratan.
Jliik!
Keduanya menjejakkan kaki tanpa 
menimbulkan suara sama sekali. Sekejab 
gadis dan nenek cantik itu memperhatikan 
Suro Blondo dan Wiro Suryo silih 
berganti.
"Hari ini kulihat lagi sebuah 
kesedihan di balik duka yang kurasakan 
atas meninggalnya beberapa orang muridku! 
Kau siapakah pemuda tampan bertampang 
bego?" tanya si nenek tanpa 
memperkenalkan dirinya.
"Aku.... Aku Suro Blondo...! 
Sedangkan kawanku yang pendek tetapi 
sudah tua bangka ini namanya Wiro Suryo." 
sahut pemuda berambut hitam kemerahan itu 
setengah mendongkol.
"Kalian orang-orang konyol hendak 
kemanakah?" tanya si nenek cantik.
"Aku tidak mau menjawab jika kalian 
tidak memperkenalkan diri!" desis Suro 
bersunggut-sungut.
"Aku juga...!" timpal Tenggiling

Kedil tidak mau kalah.
"Jika kau bicara seperti itu pada 
saat aku tidak sedang berduka. Mungkin 
aku masih bisa maklum. Tetapi sekarang 
jangan coba-coba membantah. Kalian berada 
di daerah kekuasaanku! Menolak permintaan 
berarti mati!" dengus si nenek cantik 
berang.
"Ha ha ha...! Kau dengar itu, bocah 
tolol. Ancamannya sungguh membuat tubuhku 
semakin bertambah kecil. Apakah kau mau 
menjawab pertanyaan nenek sinting ini?" 
ejek Tenggiling Kedil. Suro Blondo 
pencongkan mulutnya. Lalu keluarkan 
siulan panjang seperti suara kera.
"Hidup dan mati tidak pernah 
kutakutkan! Kalau tidak bersalah tentu 
aku bisa mati tertawa!"
"Bagus! Tertawalah kau sepuas-
puasnya!" dengus si nenek cantik.
Sedangkan gadis yang menyertainya 
sejak tadi hanya diam saja sambil 
memperhatikan Suro Blondo.
"Bunuh! Bunuh!" teriak si nenek 
tidak jelas perintahnya itu ditujukan 
pada siapa.
Byur!
Tiba-tiba saja air di dalam sungai 
bergolak kembali. Lalu terdengar suara 
deru angin kencang disertai semburan air 
yang dingin. Sebuah kekuatan yang dahsyat 
telah menyeret tubuh Suro dan Wiro ke

tengah-tengah pusaran air tersebut.
"Haup...! Haup!"
Hanya dua kali saja kedua laki-laki 
ini tampak timbul tenggelam. Kemudian 
mereka lenyap dan tersedot ke dalam 
pusaran air tersebut. Wiro Suryo adalah 
tokoh kawakan dari Gunung Sembung. 
Sedangkan Pendekar Blo'on adalah seorang 
pendekar yang mempunyai ilmu olah 
kanuragan sangat tinggi. Jika keduanya 
tidak mampu melepaskan diri dari daya 
tarik pusaran air tersebut. Ini merupakan 
pertanda bahwa nenek cantik itu mempunyai 
keahlian yang sangat hebat.
Setelah lima belas menit Suro dan 
Wiro tenggelam, tidak lama kemudian 
mereka tampak muncul kembali. Tapi tubuh 
mereka sudah sangat lemas seakan tidak 
punya daya. Nenek cantik menyeret 
keduanya ke pinggir sungai. Kemudian 
menelentangkannya di atas pasir.
"Seandainya kalian tadi mati, 
apakah menurut kalian kematian itu 
enak...?" tanya si nenek.
"Apa sebenarnya keinginanmu, Ni
sanak? Sehingga berani mempermainkan kami 
yang tidak punya salah apa-apa padamu?" 
protes Wiro Suryo geram.
"Aku sedih, hik hik hik...! Jangan 
berani macam-macam, jawab dulu perta-
nyaanku!"
"Jangan tanya aku dan kawanku! Kami

belum pernah mati, lagi pula engkau sedih 
apakah aku juga harus ikut sedih, huk huk 
huk!" sahut Suro sambil tertawa.
Rupanya gadis jelita yang mendam-
pingi si nenek cantik akhirnya tidak 
sabar juga melihat ulah si nenek cantik.
"Guru, tidak pantas menyiksa 
mereka. Lagipula kita tidak tahu apakah 
dia berada di pihak perempuan setan itu 
atau tidak. Sebaiknya kita tanya langsung 
pada persoalan yang kita hadapi!" saran 
si gadis. Si nenek cantik tidak langsung 
menjawab, melainkan kibaskan jubahnya 
yang menjela.
"Dewi Arimbi muridku, terlalu 
banyak manusia palsu di dunia ini. Ter-
lalu banyak pula keanehan yang terjadi. 
Apakah mereka mau mengaku bila kita tanya 
tentang saudara-saudaramu yang sudah 
tewas!"
"Benar salahnya tergantung nanti! 
Yang penting kita tanya dulu kedua 
manusia konyol ini."
"Hemm, ucapanmu ada benarnya juga. 
Baiklah, sekarang aku akan menanyai 
mereka!" kata si nenek cantik, seraya
melangkah maju beberapa langkah.
"Kalian lihat mayat-mayat itu?" Si 
nenek menuding salah satu mayat yang 
tergeletak tidak jauh di pinggir sungai.
"Hanya orang buta saja yang tidak 
melihatnya!" sahut Suro sambil garuk

garuk kepala.
"Bagus! Kalian tahu mereka adalah 
korban perempuan yang berjuluk Betina 
Dari Neraka!" jelas si nenek cantik.
"Kami juga sedang memburu Manusia 
Setan itu beserta kaki tangannya!" tegas 
Wiro Suryo.
"Heh... benarkah begitu?" desis si 
nenek cantik Tambel Nyawa.
"Kawanku tidak berdusta. Kalau 
tidak percaya tanya saja pada para hantu, 
setan, jin, burung-burung yang sedang 
terbang atau iblis itu sendiri. Kami 
bahkan baru saja meloloskan diri jebakan 
Iblis Betina Dari Neraka." Suro Blondo 
menimpali.
Nenek cantik sebenarnya maklum 
dengan ucapan pemuda yang tampak rada-
rada miring itu. Tetapi mungkinkah pemuda 
bertampang tolol seperti itu punya urusan 
dengan Betina Dari Neraka?
"Untuk sementara waktu aku terpaksa 
mempercayaimu! Tetapi awas jika kelak di 
kemudian hari kalian berdusta padaku. 
Maka aku akan membuat perhitungan dengan 
kalian!" kata si nenek cantik.
"Kalau percaya ya percaya, jangan 
harus terpaksa. Lagipula siapa yang 
memaksamu, nenek? Aku tidak memaksa 
apalagi kawanku?"
"Diam kau pemuda ceriwis! Sekarang 
kalian harus memejamkan mata!" perintah

Dewi Arimbi.
Walaupun hati mereka dipenuhi 
dengan tanda tanya, namun Suro dan Wiro 
Suryo terpaksa memejamkan matanya. Tidak 
lama setelah mata mereka terpejam. Suro 
Blondo merasa tubuhnya terangkat menuju 
ke sebuah tempat yang serba asing. Sampai 
kemudian terdengar sebuah suara....
"Buka matamu!"
Pendekar Blo'on membuka matanya. 
Kemudian pemuda berambut hitam kemerah-
merahan itu memperhatikan keadaan 
disekelilingnya. Ternyata ia sudah tidak 
berada di pinggir sungai lagi.
"Kawanku dimana? Siapa yang telah 
membawaku ke mari?" tanya Suro dengan 
bingung.
"Kami yang telah membawamu kesini. 
Sedangkan kawanmu sekarang sedang di 
pinggir sungai sana!" sahut gadis berbaju 
putih tenang.
"Apa keinginan kalian sehingga 
membawaku ke tempat yang sama sekali 
belum kukenal ini?" tanya si pemuda 
sambil menggaruk-garuk kepalanya.
"Lembah Tidak Bernama! Aku Dewi 
Kehidupan membawamu kemari tentu saja 
ingin bertukar pikiran denganmu?!" tegas 
si nenek Tambel Nyawa.
"Mengapa kawanku tidak kalian bawa 
serta?"
"Karena aku hanya ingin bicara

padamu!" sahut si nenek cantik.
"Ha ha ha...! Tindakan kalian hanya 
membuat aku kehilangan kesempatan untuk 
menghancurkan Iblis Betina Dari Neraka!" 
dengus Suro Blondo.
"Jangan banyak bertingkah dihadapan
ku! Sekarang kau diam dan dengarkan apa 
yang ingin kukatakan!!" tegas Dewi 
Kehidupan.
"Cepatlah! Karena aku tidak ingin 
berlama-lama berada disini!" kata 
Pendekar Blo'on.
"Baiklah," desah Nenek Tambel 
Nyawa. "Beberapa hari yang datang seorang 
perempuan cantik dan seorang laki-laki 
tinggi besar yang cuma memakai cawat...!"
"Itu pasti Si Perkasa. Manusia 
patung yang telah dihidupkan oleh gurunya 
perempuan itu!" potong Suro.
"Bocah gendeng! Jangan kau potong 
ucapanku!" dengus nenek berbaju putih itu 
marah.
"Kalau begitu teruskan!" sahut Suro 
Blondo serius.
"Perempuan itu mengatakan dirinya 
sebagai Iblis Betina Dari Neraka. Ia 
mengajakku agar mau bergabung dengan 
mereka. Waktu yang diberikan padaku hanya 
sepekan saja untuk berpikir. Ketika waktu 
yang ditentukan telah sampai masanya. 
Maka aku memutuskan tidak ingin bergabung 
dengan perempuan itu. Aku tahu dia

perempuan iblis yang ingin menaklukkan 
rimba persilatan. Ia ingin mendirikan 
sebuah kerajaan persilatan yang paling 
besar di negeri ini. Akibat penolakanku, 
kau tentu sudah dapat menebak apa yang 
terjadi!"
"Dia membunuh murid-muridmu dengan 
serangan beracunnya?!" sahut Pendekar 
Blo'on.
"Tepat! Itulah sebabnya ketika 
kalian datang ke sungai itu aku merasa 
curiga. Kau tahu seumur hidupku, baru 
kali ini aku Dewi Air merasa kecolongan." 
ujar si nenek cantik.
"Apa yang dicolong, nenek?" tanya 
Suro Blondo.
"Nyawa murid-muridku, tolol!" maki 
perempuan itu sengit.
"Lalu apa yang kau inginkan 
dariku?"
"Jika memang benar kau bukan anak 
buahnya Betina Dari Neraka. Aku ingin 
minta bantuanmu untuk menangkap perempuan 
iblis itu!" tegas Dewi Kehidupan.
"Apakah engkau dan muridmu tidak 
dapat melakukannya sendiri?" pancing 
Pendekar Blo'on.
"Kau memang manusia menyebalkan. 
Tentu saja aku sanggup, aku hanya ingin 
membuktikan benarkah kau mau membunuh 
perempuan itu? Jadi apa salahnya jika aku 
sekalian menitipkan sebuah tugas

untukmu!"
"Engkau tidak usah khawatir. Sudah 
lama aku memburu Iblis Betina Dari Neraka 
berikut patung itu. Sekarang aku harus 
pergi dari sini!" tegas Pendekar Blo'on.
"Eiit... tunggu dulu. Untuk 
meyakinkan kebenaran niatmu itu, sekarang 
muridku Dewi Arimbi harus ikut denganmu! 
Kalau apa yang kau lakukan nanti 
menyimpang dari apa yang kau ucapkan. 
Maka muridku ini akan mencincang 
tubuhmu!" tegas Dewi Kehidupan.
"Aku tidak melarang dia ikut 
denganku, kalau nenek cantik juga ingin 
turut serta, aku juga tidak larang!" ejek 
Pendekar Blo'on sambil mengusap-usap 
keningnya.
"Tidak...! Untuk sekarang ini 
sebaiknya muridku saja yang menjadi 
saksi...!" tegas Dewi Kehidupan.
Pendekar Blo'on walaupun belum 
pernah mengenal Dewi Arimbi. Namun ia 
merasa yakin gadis yang tidak banyak 
bicara itu baik hatinya. Tentu saja ia 
merasa senang pergi bersama Dewi Arimbi 
dibandingkan dengan nenek bawel seperti 
Dewi Kehidupan itu.
"Baiklah, kalau guru memerintahkan 
aku untuk mengawasi pemuda bertampang 
tolol ini. Sekarang aku mohon diri...!** 
kata Dewi Arimbi.
"Pergilah muridku! Ini adalah

pertama kalinya kau berada di rimba 
persilatan. Kau harus berhati-hati 
menghadapi tipu muslihat musuh-musuhmu. 
Termasuk juga terhadap pemuda ini...!" 
tegas Dewi Kehidupan alias Si Nenek 
Cantik Tambel Nyawa.
"Guru tidak usah khawatir, kalau 
pemuda ini bertingkah macam-macam tentu 
aku akan membunuhnya...!" 
Suro Blondo sebenarnya mendongkol 
juga mendengar ucapan si gadis. Tetapi ia 
tidak ingin bertindak macam-macam. 
Sebagai pelampiasan kekesalannya Suro 
Blondo hanya menggaruk-garuk kepalanya. 
Tidak lama kemudian kedua muda-mudi itu 
segera meninggalkan Lembah Tidak Bernama.


TIGA


"Kedua tawanan kita meloloskan 
diri, Junjunganku!" Lapor Perkasa begitu 
kembali dari dalam ruangan bawah tanah. 
Mustika Jajar alias Iblis Betina Dari 
Neraka jelas tampak terkejut sekali. Ia 
sama sekali tidak menyangka Pendekar 
Blo'on dan Wiro Suryo dapat meloloskan 
diri;
"Bagaimana hal itu dapat terjadi, 
kekasihku? Kita telah menjebak mereka. 
Jangankan manusia, seekor tikus pun tidak

mungkin dapat meloloskan diri!" desis 
Mustika Jajar sengit.
"Ada sebuah lubang besar dekat 
saluran air. Lubang itu pasti mereka yang 
membuatnya. Lubang itu cukup besar, 
jangankan tikus. Babi pun pasti dapat 
meloloskan diri!" jelas Perkasa.
"Kau sudah mencarinya, kekasihku?" 
tanya si gadis.
"Sudah! Orang tolol dan orang 
pendek tidak ada di situ!"
"Kalau begitu kita harus segera 
bertindak. Kita harus membangkitkan 
orang-orang yang sudah mati untuk menjadi 
anak buah kita! Setelah itu kita 
kumpulkan orang-orang yang memiliki 
kepandaian tinggi untuk membantu kita. 
Pendekar Blo'on itu adalah murid 
sekaligus cucu Malaikat Berambut Api. 
Guruku telah memberi perintah padaku 
untuk membunuh pemuda itu dan juga 
Malaikat Berambut Api. Kau tahu 
Perkasa... mata guruku menjadi buta 
karena perbuatan Malaikat Berambut Api. 
Untuk menghadapi kedua manusia keparat 
itu sekaligus, kita harus mempunyai 
kekuatan yang sangat besar!" tegas Iblis 
Betina Dari Neraka.
Perkasa belum sempat menanggapi 
ucapan majikannya. Ketika tampak seorang 
laki-laki dengan langkah terhuyung-huyung 
bergerak mendatangi.

"Wiku Palawa...!?" desis Mustika 
Jajar terkejut.
Seperti sama-sama kita ketahui 
dalam (Episode Iblis Betina Dari Neraka)
Wiku Palawa sempat tidak sadarkan diri 
karena mendapat serangan telak dari Wiro 
Suryo. Sekujur tubuhnya dipenuhi dengan 
luka, bahkan wajah laki-laki bersenjata 
Tongkat Maut itu juga hancur.
"Apa yang terjadi dengan dirimu, 
Wiku? Wajahmu hancur, siapa yang telah 
melakukannya?"
"Maafkan aku ketua. Wajahku menjadi 
begini karena perbuatan Wiro Suryo. 
Manusia super pendek sahabatnya pemuda 
tolol itu!" dengus Wiku Palawa sengit.
"Tidak usah khawatir. Aku dapat 
mengembalikan wajahmu yang rusak itu 
menjadi seperti sediakala. Tetapi kau 
harus menjalankan tugas dahulu. Setelah 
tugasmu selesai. Maka obat penyembuhan 
itu akan kau dapatkan dariku!" tegas 
Mustika Jajar.
Wiku Palawa sadar betul ketuanya 
memiliki kesaktian yang sulit tertan-
dingi. Jika patung batu buatan Pematung 
Kelana dapat dihidupkan menjadi manusia. 
Mengobati luka-lukanya tentu tidak akan 
sulit! pikirnya.
"Ketua apakah engkau tidak menyem-
buhkan aku sekarang juga?" tanya sang 
Wiku pelan.

"Hik hik hik...! Aku ketua di sini, 
kau tidak berhak memerintahku! Sekarang 
kau kerjakan apa yang menjadi tugasmu!" 
tegas Mustika Jajar serius. Wiku Palawa 
mana berani membantah. Walaupun hancur 
dan menimbulkan rasa perih bukan main. 
Akhirnya ia bangkit berdiri dan bermaksud 
segera pergi. Tetapi....
"Tunggu dulu, Wiku. Kita akan 
pindah ke Bukit Cadas Siluman. Kalau kau 
nanti dapat mengumpulkan anggota baru, 
maka bawalah ke Bukit Cadas Siluman. 
Sekarang kau bawalah ini! Gunanya adalah 
untuk membuat musuh-musuhmu pingsan dalam 
beberapa waktu lamanya. Bila musuhmu 
sudah pingsan. Tentu akan mudah bagimu 
melaksanakan tugas!" ujar gadis cantik 
berpakaian ketat tersebut. Ia kemudian 
menyerahkan sepuluh benda bulat berwarna 
hitam. Benda sebesar kepalan tangan ini 
segera dimasukkan di balik bajunya.
"Ingat, Wiku. Pada saat engkau 
melemparkan benda-benda ini. Maka kau 
harus menutup indera penciumanmu!" tegas 
Mustika Jajar. Wiku Palawa menganggukkan 
kepala. Setelah itu ia segera 
meninggalkan Mustika Jajar dan pengawal 
pribadi merangkap kekasihnya di tempat 
itu. Setelah Wiku Palawa sudah tidak 
terlihat lagi. Maka Mustika Jajar segera 
berpaling pada Perkasa.
"Kau tahu kuburan terdekat dengan

tempat kita ini, kekasihku?" tanya si 
gadis dengan manja.
"Tentu saja tahu, Junjunganku." 
sahut Perkasa.
"Mari kita ke sana!" ajak Betina 
Dari Neraka.
Keduanya berjalan beriringan menuju 
ke kuburan terdekat.
* * *
Kuburan yang sangat luas tersebut 
terletak di tengah-tengah hutan belan-
tara. Tempatnya tidak terurus dan 
ditumbuhi semak belukar. Ketika itu hari 
sudah menjelang senja. Suasana di seke-
lilingnya mulai bertambah gelap. Sesekali 
terdengar suara lolongan serigala hutan. 
Burung-burung hantu mengepakkan sayapnya, 
kemudian terbang menjauh. Seakan tidak 
sudi melihat apa yang akan terjadi di 
tempat itu.
Tidak lama kemudian di tanah 
pekuburan itu muncul seorang gadis cantik 
memakai baju warna ungu. Pakaiannya ketat 
tembus pandang. Sehingga bagian-bagian 
auratnya yang seharusnya dilindungi malah 
terlihat bertonjolan dengan jelas. Di 
samping gadis itu tampak pula seorang 
pemuda berbadan kekar, tegap. Dadanya 
bidang ditumbuhi bulu-bulu halus. Ia 
hanya memakai cawat. Wajahnya tampan dan

rambutnya agak panjang. Dialah Perkasa 
dan Mustika Jajar. Gadis yang mempunyai 
seribu ambisi dan selalu haus dengan 
permainan asmara.
"Kurasa ada seratus kubur di sini. 
Orang-orang yang telah mati akan menjadi 
berguna bila kita mampu membangkitkan 
mereka seperti sediakala." desis Iblis 
Betina Dari Neraka.
"Bagaimana caranya, Junjunganku?" 
tanya Perkasa.
Pemuda yang cuma memakai cawat ini 
mengerutkan keningnya.
"Caranya...? Hik hik hik...! Aku 
punya ilmu Pembangkit Mayat. Dengan 
permainan cinta dan tentu saja atas kuasa 
iblis kita dapat membangkitkan mereka!" 
sahut si gadis disertai tawa mengikik 
macam setan.
"Aku kurang mengerti apa maksudmu?" 
ucap Perkasa berterus terang.
"Hi hi hi...! Kau memang selalu 
tidak mengerti, kekasihku! Tetapi aku 
tetap mencintaimu. Cinta luar dalam, 
terlebih-lebih pada bagian luar itu. Hmm, 
kau benar-benar sangat luar biasa!" puji 
Mustika Jajar. Matanya yang genit 
mengerling nakal. Lalu ia tersenyum pula, 
senyuman yang selalu mendebarkan hati. 
"Sekarang duduklah... jangan pernah 
bicara apa-apa. Karena aku akan membaca 
mantra-mantra permulaan." pesan si gadis

serius,
Perkasa seperti monyet kudisan 
hanya mengangguk sambil menggaruk-garuk 
kepalanya. Setelah Perkasa duduk, maka 
gadis baju ungu juga ikut duduk dengan 
bertumpu pada kedua kakinya. Kemudian 
tanpa disangka-sangka Iblis Betina Dari 
Neraka menyentuh kancing-kancing bajunya. 
Barulah kancing-kancing itu dibukanya 
satu persatu. Perkasa walaupun sudah 
berulangkali bergumul dengan gadis ini. 
Namun sekarang ketika melihat dada si 
gadis yang putih menantang itu ia jadi 
ingin meremasnya, melumat atau 
mendekapnya. Namun ia tidak mungkin 
berani bertindak gegabah tanpa perintah 
Mustika Jajar. Setelah melepas habis 
seluruh penutup dadanya. Maka gadis itu 
tanpa malu-malu lagi segera melepas 
seluruh pakaian yang menempel di 
tubuhnya. Sehingga di lain waktu ia 
benar-benar dalam keadaan telanjang.
Perkasa memandangi semua ini dengan 
sorot mata tidak berkedip. Mustika Jajar 
adalah gadis yang sangat sempurna, 
pinggulnya ramping auratnya menonjol dan 
dadanya tegak menantang. Sayangnya ia 
adalah budak iblis yang salah kaprah 
dalam menentukan hidup. Perkasa sendiri 
merasa darahnya seperti panas terbakar, 
gelora di jiwanya tidak tertahankan lagi. 
Pada saat itulah terdengar suara lembut

dari bibir si gadis yang setengah 
terbuka....
Dalam kesendirianmu di alam Baka
Jasad terbujur tersia-sia....
Rohmu tersiksa karena didera
Sampai kiamat dunia nyata
Lebih enak di alam dunia
Kesenangan di dapat dengan suka 
cita
Lebih enak lagi sorga dunia
tiada tanding orang bercinta
Hei... para jasad dan roh yang 
merana
Dari pada berkubur di alam sana
Lebih baik kembali ke alam nyata
Iblis pembangkit raja Segala
Mari bercinta dengan sukarela....
Bangkit... dan bangkitlah....
Berkat kuat pembangkit jenazah,..!!
Sekejab setelah suara Mustika Jajar 
lenyap. Maka secara tiba-tiba angin 
berhembus dengan hebatnya. Hembusan angin 
itu disertai dengan gelegar suara petir 
sambung menyambung tiada henti. Pohon-
pohon di sekeliling tanah pekuburan 
bertumbangan sehingga menimbulkan suasana 
yang mencekam. Alam seakan menjadi murka. 
Hujan turun dengan deras seperti tercurah 
dari langit.
"Perkasa... sudah waktunya kita 
bercinta untuk menarik perhatian

mereka...!" ucap Betina Dari Neraka. 
Hanya beberapa saat setelah itu mereka di 
tengah-tengah derasnya hujan tampak 
saling rangkul dan berpelukan. Perkasa 
dengan rakusnya menjilati setiap kein-
dahan di tubuh Mustika Jajar. Sehingga 
membuat gadis itu menggelinjang, merintih 
sambil tetap memeluk lawan jenisnya 
dengan erat. Dalam kesempatan itu tanah 
di setiap pekuburan bergetar hebat. 
Kemudian terjadi keretakan disana-sini 
disertai suara aneh seperti rintihan.
Sementara itu tanpa menghiraukan 
derasnya hujan. Kedua sosok tubuh 
berlainan jenis ini telah berguling-
guling ke tanah. Nafsu setan tampaknya 
memang sudah menguasai jiwa mereka. 
Mustika Jajar bahkan mulai merentangkan 
kedua paha yang putih mulus itu selebar-
lebarnya. Sementara tangan kirinya telah 
bergerak liar ke bagian bawah perut 
Perkasa yang menegang.
"Aukh... ookh... aakh...!" gadis 
itu merintih-rintih. 
Tidak lama setelah itu tubuh bagian 
bawah mereka pun telah menyatu. Saat diri 
Perkasa memasuki Mustika Jajar. Ketika 
itu pula terlihat sinar putih memancar 
dari tubuh mereka. Sinar itu menerangi 
seluruh tanah pekuburan. Secara perlahan 
muncul tangan-tangan berlendir penuh 
darah. Tangan-tangan tersebut mencuat ke

permukaan tanah di susul dengan bagian-
bagian tubuh lainnya.
Sementara Perkasa terus bergerak 
teratur di atas tubuh Mustika Jajar. 
Sampai akhirnya terdengar suara lenguh 
dari bibir keduanya. Itulah puncak 
kenikmatan dari seluruh pendakian yang 
mereka lakukan.
"Auuckh... kau tetap hebat 
Perkasa...!" desis si gadis sambil 
mempererat pelukannya.
"Hemm." Perkasa menggumam tidak 
jelas.
Sedangkan raga mereka tetap 
dibiarkan menyatu untuk beberapa saat 
lamanya.
"Biarkan kita begini, kekasihku. 
Aku ingin melihat apakah ilmu Pembangkit 
Mayat masih dapat bekerja dengan 
baik...!" ucap si gadis lirih.
"Auk... kroaakh...!"
Tiba-tiba saja terdengar suara-
suara di sekeliling mereka. Selanjutnya 
terdengar suara yang lebih jelas lagi....
"Ladalah... kita hidup lagi... 
bagaimana ini... siapa yang menghidupkan 
kita...?!"
Mustika Jajar segera bangkit 
berdiri. Ia menyambar pakaiannya yang 
berserakan dan basah oleh air hujan. Ia 
mengenakan pakaiannya kembali. Sedangkan 
Perkasa segera memakai cawatnya yang

dibuka oleh kekasihnya tadi.
"Lihat Perkasa! Kita berhasil!" 
seru si gadis.
Mayat-mayat yang baru bangkit dari 
kubur tersebut kebanyakan di antaranya 
hanya tinggal tulang belulang. Hanya 
sebagian di antara yang mempunyai Ilmu 
Karang saja yang masih utuh. Mereka 
segera berkumpul di tengah-tengah tanah 
pekuburan itu.
"Kepada kalian semuanya, aku adalah 
majikan kalian sekaligus sebagai ketua 
yang bertanggung jawab. Karena akulah 
yang telah membuat kalian hidup lagi!" 
seru Iblis Betina Dari Neraka lantang. 
Sementara itu hujan sudah mulai reda.
"Kroakh... bagaimana bisa begitu?" 
protes salah satu mayat yang mempunyai 
rambut panjang dan kuku melingkar di 
tubuhnya.
"Atas bantuan iblis kalian hidup. 
Bagi yang tidak mau hidup silahkan 
kembali ke liang kubur."
"Kami tidak mau kembali ke kubur. 
Disana sangat sunyi, panas dan di siksa 
melulu! Kami ingin ikut dengan kau!" seru 
mayat-mayat hidup tersebut hampir 
serentak.
"Kalau itu keinginan kalian. Maka 
mulai saat ini harus menurut dan patuh 
kepadaku! Ingat setiap musuhku adalah 
musuh kalian juga. Karena itu harus di

bunuh!" tegas si gadis lagi.
"Kami mengerti dan selalu mematuhi 
perintahmu, Junjungan!" sahut mayat-mayat 
hidup tersebut.
Lalu mereka seperti dikomando 
langsung menghaturkan sembah. Sehingga 
Betina Dari Neraka menjadi girang.
"Kau lihat Perkasa! Sekarang kita 
mempunyai kekuatan yang dapat diandalkan. 
Mulai saat ini aku ingin mengutusmu untuk 
membantu Wiku Palawa dalam mencari 
anggota baru!"
"Jadi aku harus meninggalkanmu?!" 
tanya Perkasa seakan ragu-ragu.
"Kau tidak perlu cemburu atau 
khawatir aku menyeleweng. Tubuhku dan 
cintaku hanya milikmu, mengertikah 
kau...?"
"Aku mengerti Junjunganku!" sahut 
Perkasa.
"Aku akan membawa mayat-mayat hidup 
ini ke Bukit Cadas Siluman. Jika kau 
kembali, maka kembalilah ke bukit itu. 
Karena disanalah kita akan memulai segala 
sesuatunya!" tegas Mustika Jajar.
"Baiklah, aku mohon pamit dulu!" 
kata Perkasa. Kemudian pemuda yang cuma 
memakai cawat tersebut dengan langkah-
langkahnya yang kaku segera meninggalkan 
majikannya.
"Hemm, aku beruntung mendapatkan 
dia. Perkasa tidak pernah lelah melayani

keinginanku yang satu itu." pikir Betina 
Dari Neraka sambil tersenyum manis. Tidak 
lama ia segera berpaling pada mayat-mayat 
hidup di depannya.
"Sekarang kalian ikuti aku 
kemanapun majikanmu ini pergi!" perintah 
Mustika Jajar. Benar saja ketika Mustika 
Jajar bergerak meninggalkan tanah 
pekuburan tersebut. Maka mayat-mayat 
hidup tersebut langsung mengikutinya. Di 
sepanjang perjalanan menuju Bukit Cadas 
Siluman. Bau busuk tercium dengan nyata. 
Namun tampaknya si gadis sudah mulai 
terbiasa dengan bau-bauan seperti ini.


EMPAT


Laki-laki itu selalu menundukkan 
kepala setiap kali melangkahkan kakinya. 
Wajahnya tidak terlihat dengan jelas, 
karena tertutup topi caning terbuat dari 
bambu. Bajunya yang berwarna hitam penuh 
dengan debu. Tampaknya ia baru melakukan 
sebuah perjalanan yang sangat jauh. Tidak 
jauh di belakang laki-laki tersebut, di 
angkasa sana terlihat kawanan burung 
pemakan bangkai selalu mengawasi kemana 
dia pergi.
Sedemikian banyaknya burung-burung 
tersebut. Sehingga suaranya memekakkan

telinga. Namun orang bercaping itu 
bertindak acuh tidak acuh. Ia terus 
berjalan walaupun saat itu matahari 
seperti terasa memanggang batok kepala.
Dalam suasana yang cukup terik 
tersebut, tiba-tiba saja dari arah 
berlawanan tampak dua sosok tubuh 
berkelebat dengan cepat. Satu memakai 
baju warna biru, sedangkan yang satunya 
lagi seorang gadis cantik berkulit kuning 
langsat. Gadis itu memakai baju warna 
putih.
"Datuk Tabala Muka?" desis si gadis 
yang kiranya kenal begitu melihat seorang 
kakek tua menghadang di depannya. Yang 
memakai baju biru muda langsung hentikan 
larinya dan memandang pada kakek bertopi 
bambu di depannya.
"Kau mengenalnya?" tanya si pemuda 
yang tidak lain adalah Pendekar Blo'on.
"Dulu sekali dia pernah datang ke 
Lembah Tidak Bernama. Ia salah seorang 
datuk sesat yang tinggal di Pulau Pelebur 
Dosa." bisik gadis baju putih yang tidak 
lain adalah Dewi Arimbi. Mendengar nama 
tempat tinggal Datuk Tabala Muka. Suro 
Blondo langsung cengengesan.
"Ada-ada saja."
"Aku melihat dua calon bangkai di 
depanku. Perkenalkan nama kalian dan 
apakah kalian berdua termasuk anggota 
Betina Dari Neraka?" tanya si kakek.

Suaranya serak sember seperti baru habis 
memakan kodok.
"Lagakmu tengil, menurut kawanku 
namamu Datuk Tabala Muka! Aku jadi ingin 
lihat apakah wajahmu benar-benar
terbelah?" tanya Suro bersikap acuh tak 
acuh.
"Ha ha ha...! Berani benar kau 
membantah perintah! Kau sudah bosan hidup 
agaknya?" bentak Datuk Tabala Muka. Tanpa 
sadar saat ketawa tadi ia mendongakkan 
wajahnya ke atas. Astaga! Suro Blondo 
terkejut. Wajah yang tertutup topi caping 
tersebut ternyata benar-benar seperti 
terbelah. Sehingga sekilas terlihat ia 
memiliki dua hidung, dua mulut dan dua 
wajah.
"Wajahmu benar-benar jelek sekali. 
Pasti bundamu salah mengandung. Bunda 
seperti itu bagusnya di pentung!" kata 
Pendekar Blo'on sambil tertawa-tawa. Dewi 
Arimbi yang telah mengetahui kehebatan 
kakek berbaju hitam tersebut jelas 
menjadi gentar juga melihat ulah si 
pemuda. Apalagi setelah melihat di atas 
sana terlibat burung-burung bangkai 
terbang merendah.
"Jaga mulutmu! Dia dapat membunuh 
hanya dalam waktu sekedipan mata saja!" 
bisik Dewi Arimbi cemas.
"Mengapa takut mati, Rimbi? Hidup 
matinya seseorang hanya takdir yang

menentukannya!" sahut Suro Blondo.
"Baru pertama kali bertemu kau 
sudah banyak tingkah berani menghina. 
Kuulangi lagi pertanyaanku! Sebutkan 
siapa namamu sekalian kau punya gelar!" 
Bentak Datuk Tabala Muka sengit.
"Aku Suro Blondo! Sedangkan 
sahabatku ini namanya Dewi Arimbi!" Sahut 
si pemuda.
"Kau anak buahnya Betina Dari 
Neraka?" tanya Datuk Tabala Muka.
"Justru aku sedang mencari iblis 
itu. Apakah kau saudaranya, Datuk?" tanya 
pemuda itu sambil garuk-garuk kepala.
"Pemuda tolol! Aku ingin mengetahui 
kehebatan Betina Dari Neraka yang 
kabarnya ingin menguasai rimba persilatan 
itu!" tegas Datuk Tabala Muka.
"Apakah engkau merasa tersaingi?" 
ejek Suro Blondo.
"Jelas! Dia boleh menyebut dirinya 
apa saja. Tetapi untuk menjadi ratu rimba 
persilatan ia harus berhadapan dulu 
denganku!"
"Sangat kebetulan sekali. Aku juga 
ingin membunuh manusia setan itu. Jadi 
kita bisa sama-sama mencarinya!" ujar si 
pemuda berambut hitam kemerah-merahan 
dengan lugu.
Datuk Tabala Muka terdiam, alisnya 
mengernyit dalam. Lalu terdengar suara 
tawanya yang panjang menyakitkan telinga.

"Ha ha ha...! Kau bocah kemarin 
sore tahu apa! Kalian adalah calon 
bangkai yang tidak pantas berhadapan 
dengan perempuan itu!"
"Maksudmu?" tanya Dewi Arimbi.
"Kalian akan kubunuh dan sebentar 
lagi tentu menjadi santapan burung 
bangkai yang kelaparan di atas sana!" 
tegas Datuk Tabala Muka.
"Inilah kesempatan bagiku untuk 
melihat apakah kau mampu menghadapi datuk 
itu atau tidak!" bisik Dewi Arimbi 
ditujukan pada Pendekar Blo'on.
"Siapa di antara kalian yang ingin 
mati duluan?" tanya Datuk Tabala Muka.
"Aku...!" sahut Pendekar Blo'on.
Datuk Tabala Muka untuk sesaat 
lamanya memperhatikan Suro Blondo. Ia 
tersenyum sinis. Tiba-tiba saja Datuk 
Tabala Muka melepaskan topi capingnya dan 
langsung melemparkannya ke arah Pendekar 
Blo'on. Topi caping tersebut meluncur 
deras ke arah Suro. Sejengkal lagi topi 
bambu tersebut mengenai perut si pemuda. 
Maka Pendekar Blo'on segera menghindar 
dengan menggeser langkahnya ke samping 
kiri. Anehnya topi bambu tersebut terus 
bergerak mengikuti kemanapun Suro Blondo 
berusaha menghindar. Melihat bahaya 
susulan ini si pemuda terpaksa menge-
rahkan jurus 'Kacau Balau', yaitu salah 
satu jurus khusus menghindar warisan dari

Malaikat Berambut Api gurunya sekaligus 
merupakan kakek kandungnya sendiri.
"Hiya...!"
Pemuda itu kemudian meliuk-liukkan 
tubuhnya. Kakinya bergerak dengan cepat 
sementara kedua tangannya terkadang 
menangkis serangan lawan. Atau sesekali 
menggaruk-garuk kepalanya.
Wuess...!
"Huh...!" 
Si pemuda tiba-tiba berguling-
guling menghindar saat senjata milik 
lawan menyambar mukanya. Melihat pemuda 
konyol itu dapat menghindari serangan 
senjatanya. Maka diam-diam Datuk Tabala 
Muka merasa kagum. Belum pernah ada orang 
yang mampu menghindari serangan topi 
mautnya selama ini. Namun pemuda 
bertampang ketolol-tololan tersebut 
dengan baik dapat menyelamatkan diri.
"Kau boleh juga, anak muda! Tetapi 
coba kau terimalah yang ini!" dengus 
Datuk Tabala Muka. Tanpa diduga-duga 
tiba-tiba sang Datuk menjentikkan kedua 
jari tangannya ke arah Suro Blondo.
Set! Set!
Dua leret sinar hitam meluncur 
deras ke arah si pemuda. Sementara topi 
caping lawannya terus menyerang dari 
bagian atas. Pendekar Blo'on jadi 
kerepotan juga. Lalu dengan cepat ia 
berjungkir balik mirip dengan gerakan

kera. Secepat kilat ia bangkit berdiri 
dan....
"Pukulan 'Kera Sakti Menolak 
Petir'! Hiyaa...!"
Pemuda berambut hitam kemerah-
merahan ini langsung mendorongkan ke dua 
tangannya ke depan. Selarik sinar putih 
menderu disertai hawa panas yang sangat 
menyengat. Kedua kekuatan dahsyat itu 
akhirnya saling membentur di udara....
"Bumm...!"
"Wuaakh...!"
Pendekar Blo'on jatuh terguling-
guling. Ia menjerit kesakitan, tetapi 
dengan cepat ia bangkit berdiri. Tampak 
jelas dari sudut-sudut bibirnya 
meneteskan darah kental. 
"Sebentar lagi kau akan menjadi 
bangkai dan dimangsa oleh burung-burung 
itu!" dengus Datuk Tabala Muka.
"Ha ha ha...! Kau sedang melawak 
atau membanyol badut konyol!" sahut si 
pemuda.
"Hup...!"
Tanpa bicara lagi Datuk Tabala Muka 
langsung menerjang ke depan. Tangannya 
bergerak cepat ke lima jalan kematian 
bagi si pemuda. Suro tidak tinggal diam. 
Ia segera menggabungkan antara. 'Kacau 
Balau' warisan Malaikat Berambut Api 
dengan jurus 'Seribu Kera Putih Mengecoh 
Harimau' warisan Siluman Kera Putih

Barata Surya.
Tentu saja keadaan menjadi semakin 
runyam bagi lawannya. Sebab bukan gerakan 
silat si pemuda ini saja yang kacau serta 
konyol. Tetapi tingkahnya pun seperti 
seekor monyet. Namun di balik gerakannya 
yang tidak menentu tersebut tersembunyi 
sebuah kedahsyatan yang sewaktu-waktu 
dapat membahayakan diri lawannya.
Agaknya Datuk Tabala Muka mengalami 
hal ini. Terbukti serangan-serangan 
tangan kosongnya selalu mengenai angin. 
Ia segera melakukan tendangan berantai 
yang penuh dengan tipu-tipu. Pada waktu 
kakinya melayang mengancam lambung dan 
ulu hati Suro Blondo. Pemuda itu 
berjingkrakan. Lalu....
Tap!
Suro berusaha menangkis kaki 
lawannya dengan telapak tangan. Namun 
Datuk Tabala Muka menarik balik 
tendangannya. Kemudian segera melepaskan 
tinjunya.
Duuk!
"Hegk...!"
Dada Pendekar Blo'on tampak 
terguncang. Tampaknya ia menderita luka 
dalam yang tidak ringan. Merasa berada di 
atas angin, Datuk Tabala Muka tertawa 
membahak.

LIMA


Suro Blondo menyeringai kesakitan. 
Walaupun sambil menyeka darah yang 
menetes dari sudut-sudut bibirnya. Pemuda 
itu masih dapat tersenyum. Sementara itu 
Dewi Arimbi rupanya tidak tega juga 
membiarkan Suro menjadi bulan-bulanan 
Datuk Tabala Muka yang mempunyai 
kepandaian tinggi tersebut. Sehingga ia 
bermaksud ingin membantu, tetapi rupanya 
Pendekar Blo'on mengetahui niat baik si 
gadis. Tetapi anehnya ia malah 
menggelengkan kepalanya dengan keras.
"Jangan, Rimbi...! Aku ingin main-
main dengan Datuk berwajah jelek ini. Aku 
mau lihat dia punya kesaktian sebanyak 
apa?" dengus Suro Blondo.
"Pemuda sinting! Kau pandai sekali 
bergurau. Meskipun jiwamu hampir 
melayang!" dengus Datuk Tabala Muka. 
"Lihatlah serangan...!" teriaknya 
kemudian,
Sepuluh jari tangan Datuk Tabala 
Muka terpentang. Dewi mengetahui lawannya 
bermaksud melancarkan serangan 'Jari Maut
Bermata Satu'. Sehingga dengan gugup ia 
berteriak memperingatkan. 
"Awas Suro! Serangannya dapat 
membunuhmu!"
Pendekar Blo'on rupanya sadar betul 
dengan bahaya yang mengancam jiwanya.
Terlebih-lebih setelah melihat sepuluh 
leret sinar maut berwarna hitam bergerak 
ke sepuluh bagian di tubuh Suro. Merasa 
tidak punya pilihan lain lagi. Suro 
Blondo langsung mengerahkan jurus 'Tawa 
Kera Siluman'.
"Nguk! Nguk! Ha ha ha...!"
Sambil bergerak lincah atau 
terkadang berjingkrak-jingkrak. Mirip 
seperti gerakan kera. Pendekar Blo'on 
berputar-putar. Dari mulutnya terdengar 
suara desis dan tawa yang tidak ada 
putus-putusnya. Pada saat itu pula si 
pemuda mengerahkan dua pertiga dari 
seluruh tenaga dalam yang dimilikinya. 
Maka perubahan pun terjadi. Rambut si 
pemuda yang berwarna hitam kemerah-
merahan tersebut berubah menjadi merah 
seperti bara. Rambut tersebut berumbai-
umbai seolah terlihat bagai jilatan lidah 
api. Pada saat itu suara tawa si pemuda 
lenyap dan berganti dengan jeritan 
ketakutan yang seakan datang dari seluruh 
penjuru arah. Inilah Pukulan 'Neraka Hari 
Terakhir' yang Maha dahsyat tersebut.
"Hiyaa...!"
Si pemuda kemudian mengibaskan 
kedua tangannya ke depan. Terlihat sinar 
merah hitam menderu dan memupus habis 
sepuluh larik sinar yang menyerang ke 
sepuluh bagian tempat yang sangat 
berbahaya. Akibatnya....

Buummm!
"Aakh...!"
Untuk pertama kalinya Datuk Tabala 
Muka menjerit keras. Tubuhnya terhempas 
dengan keras di atas batu. Batu hancur 
sedangkan dari mulut dan hidung Datuk 
Tabala Muka mengucurkan darah kental 
berwarna hitam.
Walaupun tubuh Pendekar Blo'on cuma 
tergetar saja. Tetapi sebelumnya ia sudah 
terluka dalam. Akibat pengerahan tenaga 
yang berlebihan tadi membuat luka yang 
dideritanya menjadi bertambah parah. Ia 
pun tergelimpang roboh dan tidak sadarkan 
diri. Dewi Arimbi yang sempat tercengang 
melihat perubahan yang terjadi pada 
rambut si pemuda beberapa saat tadi. Kini 
berubah cemas, sebelum Datuk Tabala Muka 
sempat sadarkan diri. Ia segera memondong 
Pendekar Blo'on dan melarikannya ke 
sebuah tempat yang aman.
Kita lihat dulu Datuk Tabala Muka 
yang sempat tidak sadarkan diri akibat 
pukulan yang dilepaskan oleh si pemuda. 
Ketika sang Datuk pingsan. Maka ratusan 
burung pemakan bangkai langsung meluruk 
turun. Tetapi kawanan burung-burung 
menjijikkan tersebut tidak memangsa tubuh 
majikannya. Malah mereka menunggui Datuk 
Tabala Muka dengan tekunnya. Sampai 
kemudian terdengar suara rintihan sang 
Datuk,

"Ufh... pemuda itu, akh dimanakah 
dia...!" desis sang Datuk. Ia segera 
duduk, ia menjadi kaget ketika melihat 
disekelilingnya kawanan burung bangkai 
telah berkumpul dengan suaranya yang 
ribut memekakkan telinga. Datuk Tabala 
Muka mengedarkan pandangan matanya. Lalu 
ia memejamkan matanya untuk mengatur 
nafas setelah tidak melihat lawan berada 
di situ lagi. Tidak sampai sepemakan 
sirih, setelah nafasnya teratur dan luka 
dalamnya tersembuhkan kembali. Maka sang 
Datuk bangkit berdiri.
"Pemuda itu sungguh sangat luar 
biasa. Tampangnya saja yang ketolol-
tololan. Aku benar-benar tertipu dengan 
penampilannya! Mudah-mudahan dia belum 
mendahuluiku menemukan Betina Dari 
Neraka! Gara-gara pemuda itu, urusanku 
jadi tertunda!" gerutu Datuk Tabala Muka 
salah tingkah. "Burung-burungku. Kali ini 
majikanmu belum bisa mempersembahkan 
mayat untuk kalian. Mari teruskan 
perjalanan, mudah-mudahan pesta besar 
akan kalian dapatkan di depan sana!"
Kreaak! Kreaak...!
Dan burung-burung bangkai tersebut 
segera mengikuti kemanapun majikan Pulau 
Pelebur Dosa ini melangkah.
***

Kita ikuti Dewi Arimbi yang sedang 
berusaha menyelamatkan pemuda yang punya 
banyak keanehan itu. Gadis cantik berbaju 
putih ini terus berlari tanpa mengenal 
lelah sambil memanggul tubuh Suro Blondo 
di bahunya. Sampai kemudian ia 
mendapatkan sebuah tempat yang aman di 
pinggir sungai kecil berair jernih. Ia 
segera menurunkan Pendekar Blo'on dari 
bahunya.
Ternyata pemuda itu, masih dalam 
keadaan pingsan. Dewi Arimbi menjadi 
khawatir nyawa pemuda tampan itu tidak 
dapat diselamatkan.
"Aku harus membantu pernafasannya!" 
pikir si gadis.
Tiba-tiba ia menyentuh bibirnya 
sendiri. Dan wajahnya seketika berubah 
merah seperti tomat matang. Membantu 
pernafasan berarti ia harus menyentuh 
bibir si pemuda dengan bibirnya. Agar 
udara dapat masuk ke dalam mulut si 
pemuda. Padahal hal semacam ini belum 
pernah dilakukannya seumur hidup. Tetapi 
jika ia tidak menolong, tentu nyawa 
pemuda itu terancam. Akhirnya Dewi Arimbi 
memberanikan diri. Setelah memastikan 
tidak ada orang lain di tempat itu. Maka 
dengan cepat ia bergerak. Bibirnya yang 
kemerah-merahan itu menempel ke bibir 
Suro. Lalu ia menghembus dengan kuat.
Sesaat setelah itu ia mengangkat

kepala, lalu memperhatikan reaksi yang 
terjadi. Karena tidak ada perubahan dan 
tanda-tanda si pemuda akan sadar. Maka ia 
menempelkan bibirnya lagi. Dan....
Puuh...!
Demikianlah hal itu dilakukannya 
berulang-ulang. Karena tetapi tidak ada 
perubahan. Maka Dewi Arimbi lama kelamaan 
menjadi cemas. Padahal yang sesungguhnya 
Suro mulai sadar sejak hembusan pertama. 
Tetapi ia tetap menahan nafas dan 
berpura-pura pingsan terus. Di luar 
kesadaran si gadis. Ia merasa senang 
dicium oleh gadis secantik Dewi Arimbi. 
Sampai kemudian setelah puas membuat Dewi 
Arimbi cemas. Ia berpura-pura merintih.
"Aduh biyung... sakitnya dadaku 
ini...!"
"Akh... syukurlah kau sudah sadar, 
Suro...!" kata Dewi Arimbi tampak 
kegirangan.
"Ap... apa yang terjadi denganku? 
Apakah aku sudah mati?" tanya Suro dalam 
hatinya ia menjadi geli.
"Tidak... tidak! Kau belum mati, 
Suro. Kau hanya pingsan setelah melawan 
Datuk Sakti itu. Ach... tidak kusangka 
kau mampu membuatnya tidak sadar dan 
terluka! Kau hebat...!" puji si gadis.
"Dia pingsan, aku klenger. Berarti 
tidak ada yang kalah dan tidak ada pula 
yang menang!" desis si pemuda.

"Sudah jangan pikirkan! Aku harus 
menyembuhkan luka dalam yang kau derita. 
Sekarang duduklah...!" perintah si gadis 
akrab.
"Ohk... aku tidak sanggup...!" 
sahut Suro.
Dewi Arimbi terpaksa mendukungnya. 
Karena ia berada di belakang. Maka 
dadanya yang kenyal menyentuh punggung 
Suro Blondo. Pemuda konyol ini benar-
benar ingin menguji sampai di mana 
perhatian si gadis.
"Nah... tetaplah bertahan duduk 
seperti ini...!" perintah si gadis.
Tidak lama kemudian ia menyalurkan 
tenaga dalamnya ke bagian telapak tangan 
yang menempel di punggung si pemuda. Hawa 
hangat segera menjalar ke sekujur tubuh 
si pemuda. Tampak jelas keringat mengalir 
deras membasahi pakaian Dewi Arimbi. 
Sampai akhirnya si gadis menarik 
tangannya yang bergetar. Dewi Arimbi 
duduk bersila dan mengatur nafasnya yang 
tidak teratur. Setelah itu ia membuka 
matanya kembali. Di luar sepengetahuan si 
gadis. Tadi Suro sempat menelan obat 
pulung mujarab pemberian gurunya. 
Sehingga dalam waktu yang tidak lama luka 
yang dideritanya benar-benar telah 
sembuh.
"Bagaimana, Suro...?" tanya Dewi. 
Pemuda konyol itu tersenyum, senyumannya

benar-benar menggetarkan hati si gadis.
"Berkat pertolonganmu nyawaku tidak 
jadi melayang... Kalau tidak ada engkau 
mungkin aku sudah mampus!" sahut si 
pemuda.
"Ahk... kau ada-ada saja. Masalah 
nyawa adalah urusan Malaikat. Sebaiknya 
kau istirahat dulu! Aku ingin mencari 
buah-buahan untukmu!" ucap di gadis. 
Dengan dibantu Dewi Arimbi, Suro 
merebahkan tubuhnya di atas rerumputan 
kering. Sebentar saja si gadis telah 
berkelebat pergi. Mata pemuda berbaju 
biru muda ini berkedap-kedip. Pikirannya 
menerawang. Tiba-tiba saja ia teringat 
pada Wiro Suryo.
"Kemana bocah tua, Tenggiling 
Kedil. Apakah dia setelah terpisah dariku 
kembali ke Gunung Sembung? Atau mencari 
Betina Dari Neraka? Semakin banyak saja 
orang yang memburu Manusia Setan itu." 
batin si pemuda. 
Tiba-tiba ia mendengar suara 
gemerisik dedaunan tidak jauh dari 
sisinya. Lalu, tercium bau harum khas 
wanita. Pendekar Blo'on menyadari bahwa 
yang datang adalah Dewi Arimbi. Itu 
sebabnya ia langsung memejamkan matanya. 
Gadis itu kemudian muncul dengan membawa 
buah-buahan hutan yang enak dimakan.
"Ternyata dia tidur!" kata si gadis 
dengan suara perlahan saja.

Dewi Arimbi meletakkan buah-buahan 
di sisi Suro.
"Sebaiknya aku mandi dulu!" katanya 
seorang diri
Dewi Arimbi kemudian melangkah ke 
arah sungai sejarak dua tombak dari 
tempat Suro berbaring. Karena mengira si 
pemuda benar-benar tidur. Maka tanpa 
curiga ia menanggalkan seluruh pakaian-
nya. Sehingga terlihatlah sekujur 
tubuhnya yang berkulit kuning langsat 
itu. Dewi kemudian masuk ke dalam sungai. 
Ia berenang kian kemari sambil 
bersenandung kecil. Suro Blondo si pemuda 
nakal membuka matanya sedikit dan 
memandang ke jurusan sungai. Sehingga ia 
dapat melihat lekuk lengkung tubuh si 
gadis. Lalu ia memejamkan matanya 
kembali. Dadanya menggemuruh, jantungnya 
memukul-mukul dengan keras. Darahnya 
mendesir.
"Aku sih kuat melihat pemandangan 
apa saja, tapi si entong tidak bisa 
kompromi!" kata hati Suro
Tidak lebih dari sepemakan sirih. 
Dewi Arimbi segera naik kembali ke 
daratan. Ia mengenakan pakaiannya satu 
persatu. Pada saat itulah Suro terbatuk-
batuk.
"Suro jangan melihat kemari!" seru 
Dewi sambil memalingkan tubuhnya ke arah 
lain.

"Ada apa rupanya?" tanya si pemuda 
dengan lugu. 
"Ak... aku... aku sedang... 
ahk...!" Dewi Arimbi jadi gugup,
"Sedang apa...?" desak si pemuda 
konyol.
"Se... sedang berpakaian...!"
"Jangan takut. Aku bukan durjana 
pemetik bunga!" sahut Pendekar Blo'on 
seenaknya. Dewi Arimbi segera mempercepat 
segala sesuatunya. Setelah selesai 
berpakaian ia langsung menghampiri Suro 
Blondo.
"Kau... kau mengintipku...!" 
bentaknya gusar.
"Tidak!" tegas Suro.
"Katakan terus terang!!" desak si 
gadis dengan wajah memerah.
"Hanya sedikit."
"Ackh... kalau kau orang lain pasti 
sudah kubunuh!" dengus Dewi Arimbi. Tiba-
tiba tanpa sadar ia mencekik leher si 
pemuda. Suro Blondo hanya diam saja tanpa 
melakukan perlawanan.
"Kau yang telah menolongku, jika 
sekarang harus mati ditanganmu hanya 
karena kesalahan kecil aku tidak akan 
menangis!" kata si pemuda pelan. Seakan 
tersadar, Dewi cepat menarik tangannya.
"Kau menyebalkan sih...!"
"Sudahlah, kau tidak perlu gusar. 
Apa yang kulihat akan kurahasiakan.

Percayalah...!" Dewi Arimbi kemudian 
terdiam, ia memberikan buah-buahan pada 
Suro. Sikapnya biasa kembali, seakan 
tidak pernah terjadi apa-apa antara dia 
dan pemuda itu.
"Sekarang sudah sangat sore. Kita 
tidak mungkin meneruskan perjalanan. 
Sebaiknya kita melewatkan malam di sini 
saja!" tegas Dewi Arimbi. "Tapi ingat, 
jangan kau berani kurang ajar padaku."
"Mana aku berani bertingkah macam-
macam. Sedangkan satu macam saja rasanya 
aku tidak berani." sahut Suro Blondo.


ENAM


Mereka tidur di atas tumpukan daun 
yang ditata seadanya. Malam itu bulan 
bersinar cerah. Pendekar Blo'on yang 
memang sudah merasa letih sebentar saja 
sudah tertidur. Sementara itu Dewi Arimbi 
tampak gelisah. Sesekali ia melirik pada 
pemuda tampan yang tertidur tidak jauh di 
sampingnya. Beberapa hari ia mengenal 
Pendekar Blo'on, terus terang hatinya 
merasa tertarik. Apalagi bila mengingat 
pemuda itu mempunyai kepandaian sulit 
dijajaki. Selain itu ia suka dengan 
kepolosan pemuda itu, walau terkadang 
terkesan seperti pemuda bodoh yang tidak 
punya kepandaian apa-apa.
Hati gadis berbaju putih ini selalu 
tergetar bila memandang mata si pemuda. 
Setiap kali mata mereka bertemu pandang, 
ia tidak kuat melihatnya berlama-lama. 
Tetapi pada sisi lain ia mengkhawatirkan 
sesuatu. Gurunya, si Nenek Cantik Tambel 
Nyawa tidak menghendaki murid-muridnya 
jatuh cinta pada pemuda mana pun. Ia tahu 
Dewi Kehidupan tidak pernah mengenal 
laki-laki seumur hidupnya. Sebab menurut 
si nenek, mengenal seorang laki-laki 
hanya akan merusak kehormatan. Padahal 
kesucian harus selalu dijaga sampai ajal 
tiba. Agar ia dapat mewarisi seluruh ilmu 
yang dimiliki oleh gurunya.
Kini hatinya menjadi bimbang, 
haruskah ia mengesampingkan perasaannya 
terhadap laki-laki. Padahal anak-anak 
manusia terlahir karena cinta. Tetapi 
menurut gurunya, manusia terlahir karena 
nafsu dan perbuatan usil ayahnya, dan 
juga karena emaknya tidak pakai celana.
"Mengapa aku harus merasakan hal-
hal seperti ini! Guru pasti marah besar 
bila mengetahui aku jatuh cinta pada 
pemuda ini!" pikir Dewi Arimbi. Kenyataan 
ini membuat si gadis gelisah, sehingga 
tidak dapat memejamkan matanya.
"Uhuk...! Uhuk...!"
Suro Blondo terbatuk-batuk. Entah 
disengaja atau batuk sungguhan. Dewi 
Arimbi segera menghampiri.

"Masih sakitkah dadamu, Suro?" 
tanya si gadis dengan suara lirih.
"Tidak."
"Mengapa batuk?"
"Sebab aku ingin dekat denganmu, 
Kulihat kau gelisah, apa yang sedang kau 
pikirkan?" tanya Pendekar Blo'on.
"Memikirkan dirimu, tolol!" batin 
Dewi dalam hati. Namun yang keluar dari 
bibirnya tetap lain. "Tidak ada." Ketika 
mereka bicara wajah mereka sejarak dua 
jengkal saja, sehingga masing-masing 
dapat mendengar tarikan nafasnya.
"Kupikir kau sedang mengingat 
kekasihmu!" pancing Suro Blondo sambil 
menggaruk-garuk kepalanya.
"Pacar apa, kenal laki-laki saja 
baru kali ini!" sergah Dewi ketus.
"Kalau begitu kau pasti sedang 
memikirkan aku!" ujar Suro nakal.
Tiba-tiba direngkuhnya Dewi dalam 
pelukannya. Gadis itu jelas kaget dan 
langsung meronta. Suro menjatuhkan ciuman 
lembut di bibir si gadis.
"Kk... kau kurang ajar...!" maki 
Dewi.
Tiba-tiba ia menampar pipi Suro, 
hingga pemuda itu terjengkang. Dari sudut 
bibir si pemuda menetes darah segar.
"Rupanya ini pekerjaanmu pada 
setiap perempuan yang kau temui?" desis 
Dewi Arimbi sambil mengusap-usap bibirnya

bekas ciuman si pemuda. Setelah itu ia 
menendang perut Suro Blondo.
"Cepat mengaku!"
"Baru kali ini aku melakukannya! 
Itu kulakukan karena aku merasa berhutang 
nyawa padamu!" kata si pemuda sambil 
memegangi perutnya yang sakit.
"Kau bohong!"
"Aku tidak berdusta! Maafkan aku 
Dewi...!"
"Maafmu kuterima, tapi aku merasa 
muak melihat tampangmu! Kalau saja bukan 
karena guru memberi tugas padaku. Tentu 
aku telah kembali ke Lembah Tanpa Nama!" 
Dewi merajuk. Pendekar Blo'on akhirnya 
terdiam. Melihat si pemuda memegangi 
perutnya. Dewi merasa iba juga, amarahnya 
pun reda kembali. Ia segera datang 
menghampiri. Sesungguhnya Dewi Arimbi 
mempunyai hati yang lembut, tidak seperti 
Dewi Bulan yang ketus atau Dewi Kerudung 
putih yang misterius.
"Sakitkah?"
"Lumayan!" sahut si pemuda.
"Kau kurang ajar sih, kalau tidak 
mana begini jadinya?" kata si gadis. Ia 
kemudian seperti seorang tabib segera 
memeriksa perut si pemuda.
"Cuma luka sedikit, kurasa tidak 
apa-apa!" gumam Dewi pelan.
"Ssst...!"
Suro menempelkan jemari tangannya

ke bibirnya sendiri sebagai isyarat agar 
gadis di sampingnya diam.
"Aku mendengar ada orang menuju 
kemari!" bisik Pendekar Blo'on sambil 
berusaha memasang telinganya dengan baik.
"Dicari kemana-mana, tidak tahunya 
bersembunyi di sini!" kata sebuah suara.
Tidak berselang lama tampak seorang 
laki-laki muda perkasa bertelanjang dada 
dan cuma memakai cawat. Pemuda 
itu memandang tajam pada Suro Blondo dan 
Dewi Arimbi silih berganti.
"Perkasa!!" seru Pendekar Blo'on 
yang memang pernah melihat manusia 
jelmaan patung batu itu.
"Kau Pendekar Blo'on?" bentak 
Perkasa.
Si pemuda dan si gadis segera 
melompat berdiri untuk menjaga segala 
kemungkinan yang tidak diingini.
"Benar kau Pendekar Blo'on?" 
Perkasa mengulangi pertanyaannya.
"Ha ha ha...! Apa yang lucu dalam 
dunia ini, Perkasa? Ketika Pematung 
Kelana mengukir sebuah keindahan dan 
nilai seni yang tinggi. Dirimu hanyalah 
batu marmar hampir tidak berguna. Tetapi 
orang yang telah membuatmu, dibunuh oleh 
Betina Dari Neraka. Atas bantuan iblis 
Tua Tengkorak Mata Api membangkitkanmu. 
Sehingga kau hidup seperti sekarang ini! 
Dirimu bernilai lima kantong emas! Tetapi

setelah kau punya nyawa, engkau menjadi 
budak Betina Dari Neraka!" dengus 
Pendekar Blo'on sambil pencongkan 
mulutnya.
"Kau Pendekar Blo'on? Siapa 
kawanmu?"
"Kawanku adalah orang yang dekat 
dengan diriku!" sahut Suro tenang.
"Junjunganku memberi perintah untuk 
menangkapmu hidup atau mati!" tegas 
Perkasa.
"Begitu mudahkah, Perkasa? 
Menangkap nyamuk saja kau tidak becus. 
Yang pernah kulihat bisamu cuma 
menangkap, mendekap, membelai tubuh mulus 
majikanmu...!" ejek si pemuda rupanya 
sengaja memancing kemarahan lawannya.
Perkasa mendengus geram. Dengan 
langkah-langkahnya yang kaku bagaikan 
patung. Tangannya yang kokoh mencengkeram 
ke dada Suro. Dewi Arimbi jelas khawatir 
melihat keselamatan si pemuda. Sebab ia 
menyangka pemuda itu belumlah sembuh 
benar dari luka dalam yang dideritanya. 
Gadis itu tidak tahu, bahwa Suro adalah 
si bocah ajaib, yang apabila terluka 
tubuhnya segera sembuh.
Melihat tangan Perkasa terus 
terjulur memanjang. Maka Dewi Arimbi 
melepaskan pukulan jarak jauhnya.
Wuut!
Selarik sinar biru menderu dan

menghantam pergelangan tangan Perkasa. 
Laki-laki itu mendengus geram. Ternyata 
pukulan yang dilepaskan Dewi Arimbi tidak 
membawa akibat apa-apa bagi Perkasa. 
Gadis berbaju putih itu tentu kaget bukan 
main. Kini ia melepaskan pukulan lagi ke 
arah lawan. Pada waktu bersamaan Perkasa 
berbalik dan mengejar Dewi Arimbi.
"Kau membantu pemuda itu? Kalau 
begitu aku juga harus menangkapmu!" 
dengus pemuda tinggi besar yang hanya 
memakai cawat ini. Hanya dengan dua tiga 
kali langkah. Maka Perkasa berhasil 
mendekati lawannya. Namun Dewi Arimbi 
tidak tinggal diam, dengan mengandalkan 
ilmu meringankan tubuhnya yang sudah 
mencapai tahap sempurna. Maka Dewi Arimbi 
memper-gunakan jurus 'Bermain Di Atas 
Air'. Tiba-tiba saja tubuh gadis itu 
berputar-putar. Ia menggerakkan tangannya 
sebanyak tujuh kali. Di lain kesempatan 
pada setiap ujung jemarinya melesat 
seutas tali berwarna putih ke arah 
Perkasa. Sepuluh tali setipis kuku itu 
langsung membelit tubuh Perkasa. Pemuda 
itu meronta-ronta. Tetapi ternyata tali 
yang terdapat di ujung jari Dewi Arimbi 
ini ulet bukan main.
"Hiaa... keparat...!" teriak 
Perkasa marah. Perkasa meronta-ronta, 
demikian besar tenaga yang dimiliki oleh 
manusia jelmaan patung ini. Sehingga

membuat Dewi Arimbi kewalahan mengikuti 
kemana saja gerakannya.
"Pukulan Tali Arus'! Heaaa...!" 
teriak si gadis.
Dengan cepat ia melepaskan lima 
jemari tangannya yang memegang tali. 
Setelah itu tangan kanan ia kibaskan ke 
depan. Seleret sinar putih berkilau 
laksana perak meluncur deras ke arah 
Perkasa. Karena hanya lima tali yang 
mengikat tubuhnya. Maka dengan sekali 
berontak ia dapat membebaskan diri dan 
langsung memapaki serangan lawan.
Wut!
Ketika tangannya dihentakkan ke 
depan.
Maka dari telapak tangan Perkasa 
meluncur sinar merah seperti bara. 
Sinar itu membentur sinar putih yang 
dilepaskan oleh Dewi Arimbi. 
Glaar!
Terjadi ledakan dahsyat. Dewi 
Arimbi terpelanting sejauh tiga batang 
tombak. Sedangkan Perkasa sendiri, jangan 
bergetar sedangkan bergeming pun tidak. 
Dewi Arimbi merasa dadanya hendak pecah. 
Dari hidungnya tampak menetes darah 
segar. Ia mencoba bangkit berdiri. Namun 
kepalanya sakit berdenyut-denyut. Sedang-
kan pada waktu itu Perkasa telah 
menggerakkan kakinya menginjak-injak 
Dewi. Tapi gadis itu bergerak cepat

dengan cara berguling-guling.
Melihat bahaya mengancam jiwa Dewi 
Arimbi, Suro Blondo tentu tidak diam 
saja. Ia segera menerjang ke depan. 
Dengan turunnya pemuda itu di arena 
pertempuran. Tentu saja gerakan Perkasa 
untuk membunuh Dewi Arimbi jadi 
terhalang. Sementara itu Pendekar Blo'on 
dengan gerakan-gerakan kacau terus 
melancarkan serangan-serangan ke bagian 
tubuh lawannya.
"Ciaat...!"
Jtok!
"Heh...!"
Pendekar Blo'on terkejut. Telapak 
tangannya yang menghantam dada Perkasa 
seperti menghantam batu saja. Pemuda ini 
kesakitan, lalu melompat mundur sambil 
garuk-garuk kepala.
"Setan yang satu ini benar-benar 
alot. Aku harus mencari bagian-bagian 
terlemah di tubuhnya!" pikir si pemuda. 
Tiba-tiba ia melompat ke depan. Tetapi 
lompatannya seperti gerakan seekor monyet 
yang bergelantungan. Ketika kaki Perkasa 
menghantam perutnya. Dengan terhuyung-
huyung ia melompat mundur, tendangan kaki 
lawannya tidak mengenai sasaran. Suro 
menangkap kaki Perkasa yang lewat di atas 
bahunya. Kemudian jemari tangannya dengan 
sekuat tenaga meremas bola keramat milik 
lawan.

Blop!
"Akh...!"
Perkasa menjerit kesakitan. Suro 
Blondo tertawa membahak sambil seka 
keningnya.
"Ternyata kau punya bola bukan 
main-main besarnya. Dan kau punya pusaka 
gondal-gandil macam kentongan!" ejek 
Pendekar Konyol itu di sertai senyum. 
Perkasa tampak terpincang-pincang, ia 
memegangi perutnya yang terasa mulas.
"Haarrrgkh...!"
Di puncak kemarahannya, Perkasa 
menjerit keras. Suaranya menggetarkan 
dada. Kemudian kakinya bergerak cepat 
menendang apa saja yang ada di depannya. 
Batu-batu sebesar anak kerbau berpe-
lantingan menghujani Pendekar Blo'on dan 
Dewi Arimbi. Kedua muda-mudi itu tentu 
saja dibuat kalang-kabut. Mereka menghin-
dari hujan batu besar yang melayang 
akibat tendangan Perkasa. Rupanya manusia 
jelmaan patung ini kecewa melihat tidak 
satu batu pun yang mengenai sasaran. Ia 
kemudian mengangkat batu sebesar kerbau 
dan melemparkannya ke arah lawan.
"Menghindar Rimbi!" teriak Suro 
memberi peringatan.
Buum!
Batu jatuh berdebum tidak mengenai 
sasaran. Debu mengepul di udara. Perkasa 
mengamuk membabi buta.

TUJUH


"Bagus! Mengamuklah sesuka hati, 
kalau tenagamu sudah terkuras habis. 
Tidak lama lagi kau akan menjadi loyo!" 
kata Pendekar Blo'on sambil tersenyum 
mengejek.
"Aku akan membunuh kalian berdua!" 
teriak Perkasa.
Lagi-lagi ia melompat ke depan. 
Sebentar kemudian tangannya sudah 
terjulur menggapai leher Suro. Tetapi 
pemuda berambut hitam kemerah-merahan ini 
sudah menghindar ke samping. Serangan 
lawan tidak mengenai sasarannya. Pada 
saat itulah tanpa diduga-duga Perkasa 
menghantam ulu hati Suro dengan tendangan 
kaki kiri.
Duuk!
"Hegkh...!"
Suro Blondo keluarkan seruan 
tertahan. Ia jatuh terguling-guling. 
Bukan main sesaknya nafas si pemuda, ia 
cepat bangkit berdiri. Tetapi hal itu 
sulit dilakukannya. Sementara Perkasa 
telah menyerangnya kembali dengan sebuah 
pukulan yang mematikan.
Melihat selarik sinar merah 
meluncur deras ke arah si pemuda. Maka 
Dewi Arimbi segera kirimkan sebuah 
pukulan 'Benteng Kincir Air'. Seketika 
itu juga terdengar suara angin menderu
deru. Segelombang angin bercampur uap 
putih melesat deras dari telapak tangan 
si gadis. Tidak dapat dihindari lagi 
kedua pukulan dahsyat itu akhirnya 
bertemu di udara dan menimbulkan ledakan 
dahsyat.
"Blaam...!"
"Huukh...!"
Kali ini Perkasa tampak jatuh 
terduduk. Dewi Arimbi sendiri tampak 
terguling-guling. Sudut bibirnya 
mengucurkan darah. Gadis itu berusaha 
memperbaiki posisinya. Tetapi gerakannya 
ini malah membuat darah semakin banyak 
yang keluar.
Suro Blondo yang juga sudah terluka 
tidak mungkin membiarkan kenyataan ini 
terjadi. Ia segera bangkit berdiri. Lalu 
ia mengerahkan tenaga dalam ke bagian 
telapak tangan. Tiba-tiba ia melompat ke 
depan disertai seruan keras....
"'Ratapan Pembangkit Sukma' 
Hiyaa...!"
Pemuda berambut hitam kemerahan ini 
dengan serentak menghentakkan kedua 
tangannya ke arah Perkasa yang baru saja 
berusaha bangkit berdiri. Angin kencang 
bergulung-gulung laksana badai salju 
menderu. Tampak sinar putih memenuhi 
daerah tersebut. Pohon-pohon bertum-
bangan, pukulan tersebut menyapu apa saja 
yang berada di depannya. Melihat badai

topan yang mendayu-dayu ini. Perkasa 
mencoba melepaskan pukulannya. Tetapi apa 
yang dilakukannya sudah sangat terlambat. 
Kemudian....
Glaar!
"Aaaa...!"
Perkasa menjerit sambil memegangi 
dadanya. Tubuh laki-laki tinggi besar ini 
terguling-guling. Dari sudut-sudut bibir 
Perkasa tampak mengucurkan darah. 
Pendekar Blo'on tidak mau mengulur-ulur 
waktu lagi. Sekali lagi ia melepaskan 
pukulan 'Ratapan Pembangkit Sukma' ke 
arah lawan. Tetapi rupanya walau Perkasa 
telah terluka. Ia juga melepaskan pukulan 
andalannya.
Ketika tangannya ia kibaskan ke 
depan. Maka selarik sinar menebar hawa 
panas menderu ke arah Suro Blondo. Selagi 
pukulannya meluncur deras di udara. Maka 
Perkasa langsung berkelebat pergi.
Blaar!
"Hekh...!"
Suro Blondo jatuh terjengkang. 
Dadanya terguncang, isi perutnya bergetar 
sehingga menimbulkan rasa sakit 
berdenyut-denyut. Sebenarnya Suro Blondo 
sempat melihat lawannya melarikan diri 
tadi. Namun ia tidak sempat mencegah, 
karena pukulan Perkasa menghadang 
langkahnya.
"Benar-benar manusia kampret! Ia

melarikan diri di saat aku hampir 
mencapai sebuah kemenangan!" maki 
Pendekar Blo'on sambil golang-golengkan 
kepalanya.
"Sudahlah, cepat atau lambat kita 
pasti akan menemukannya lagi!" ujar Dewi 
Arimbi yang baru saja selesai mengobati 
luka dalam yang dideritanya.
"Kita harus memburu manusia setan 
itu!" tegas Pendekar Blo'on.
"Ya, kau sendiri bagaimana? Apakah 
sudah dapat meneruskan perjalanan 
kembali?" tanya Dewi Arimbi.
"Aku tidak apa-apa. Mari kita 
pergi...!" ajak Suro Blondo.
Tanpa berkata apa-apa lagi mereka 
segera berangkat ke arah matahari terbit. 
Tepatnya ke Bukit Cadas Siluman.
***
Setelah mengobrak-abrik tempat 
persembunyian Mustika Jajar yang lama. 
Kakek berbadan pendek tidak sampai satu 
meter itu segera membakarnya. Dalam waktu 
sebentar saja api pun telah berkobar-
kobar.
"Dia telah hengkang dari sini! 
Kemana perginya gadis iblis itu?" pikir 
laki-laki berkumis dan berjenggot putih 
ini. "Sekarang aku melakukan segala-
galanya seorang diri. Bocah gendeng itu

entah dimana rimbanya! Apa Dewi Kehidupan 
telah membunuhnya?" Wiro Suryo hanya 
menggelengkan kepalanya saja. Tidak lama 
setelah itu ia meneruskan perjalanannya 
kembali dengan hati kecewa.
Akan tetapi belum lama dia 
berjalan. Tiba-tiba saja dari semak-semak 
belukar bermunculan sosok tubuh meng-
hadang Tenggiling Kedil. Melihat 
penampilan mereka tampaknya orang-orang 
ini dari rimba persilatan. Cuma yang agak 
mencurigakan kelima laki-laki tersebut 
seperti orang linglung,
"Berhenti...!" perintah salah 
seorang di antaranya yang memakai baju 
hijau. Wiro Suryo alias Tenggiling Kedil 
menghentikan langkahnya. Kemudian ia 
tertawa membahak.
"Kau memerintahkan aku berhenti. 
Besar juga nyalimu!" bentak si kakek.
"Kau harus menyerah pada kami, 
Kisanak. Kalau engkau mau bergabung, 
tentu ketua kami tetap membiarkan engkau 
tetap hidup!"
"Ha ha ha...! Hidup sembilan puluh 
tahun, baru sekali ini ada orang berani 
membentakku! Aku jadi ingin bertanya 
apakah ketua kalian itu Betina Dari 
Neraka?"
"Benar!" sahut yang memakai baju 
hitam dengan angkuhnya.
"Kalian lihat api di belakang sana!
.
Sebentar tadi aku baru saja membakar 
bekas tempat tinggal Iblis Betina Dari 
Neraka. Sekarang aku malah sedang memburu 
manusia setan itu. Tegasnya walaupun aku 
punya badan kecil dan pendek, tetapi aku 
tidak suka diperintah oleh siapapun. 
Mengerti!" dengus Tenggiling Kedil.
Ucapan Wiro Suryo ini tentu membuat 
kelima laki-laki yang menghadangnya 
menjadi sangat marah.
"Diberi kesempatan hidup malah 
minta racun. Bunuh si pendek jelek itu!" 
perintah yang berbaju hijau.
Serentak kelima orang ini menerjang 
Wiro Suryo. Kaki dan tangan mereka 
meluncur menghujani tubuh kakek berbadan 
sangat pendek ini. Tetapi dengan cara 
bergulung-gulung seperti Tenggiling. Ia 
berhasil menghindari serangan kelima 
lawannya. Bahkan ia kemudian melipat 
badannya sehingga berbentuk bulat seperti 
bola. Dengan begitu ia menggelinding 
kesana kemari dengan cepatnya. Kelima 
laki-laki yang menyerang Wiro Suryo jadi 
terkejut. Ia tidak menyangka lawan yang 
dihadapinya dapat melakukan tindakan yang 
aneh-aneh.
"Tendangan Berantai! Heaa...!"
Disertai teriakan keras, dalam 
waktu bersamaan mereka melepaskan 
tendangan ke arah Wiro Suryo. Semula 
kakek itu tetap berada di tempat. Tetapi

ketika serangan kaki lawannya semakin 
bertambah dekat. Maka ia kembali 
menggelundung seperti bola. Tidak dapat 
dihindari lagi kaki mereka beradu dengan 
kaki kawannya sendiri.
Bletak!
"Wadoww...!"
Mereka menjerit kesakitan. Ketika 
orang-orang ini melompat mundur. Maka 
tampak kaki mereka menjadi pincang.
"Goblok, mengapa menyerang kaki 
kawan sendiri!" bentak yang berbaju hitam 
sewot.
"Siapa sangka dia bakal meng-
hindar!" sergah kawannya tidak senang.
"Sekarang serang pakai senjata!" 
perintah laki-laki berbadan tinggi besar 
yang berdiri tegak di sebelah kanan Wiro 
Suryo. Kawan-kawannya menganggukkan 
kepala.
Sring! Sriing!
Mereka segera mencabut clurit yang 
tergantung di pinggang masing-masing. 
Wiro Suryo segera bangkit berdiri. Ia 
mengusap-usap perutnya yang tidak memakai 
baju.
Ketika senjata-senjata itu di
kibaskan ke depan. Maka terdengar desir 
angin menggiriskan hati. Clurit-clurit di 
tangan lawan terus bergerak kemana saja 
Wiro Suryo mencoba menghindar. Terkadang 
menusuk, membabat, mengait atau malah

menebas. Dengan kelincahannya yang sangat 
luar biasa sekali Wiro Suryo terus 
berkelit. Karena hujan serangan bertubi-
tubi. Maka kakek pendek ini terpaksa 
mengerahkan ajian 'Suket Sekilen'. 
Kehebatan ajian ini walaupun lawan sudah 
memastikan bahwa serangan senjatanya 
sudah mengenai sasaran. Tetapi serangan 
tersebut sesungguhnya hanya sejengkal 
lagi mengenai sasaran.
Berulang kali serangan-serangan 
gencar dilakukan oleh lawannya. Tapi 
sampai sejauh itu mereka masih belum 
berhasil melukai apalagi merobohkan Wiro 
Suryo. Lima belas jurus berlalu tanpa 
membawa hasil bagi lawan-lawannya. Si 
kakek merasa telah cukup memberi 
kesempatan pada mereka.
"Manusia-manusia tolol begundal 
iblis, kodok buduk kebo bunting! Serangan 
yang kalian lakukan tidak bermutu 
semuanya! Sekarang lihatlah baik-baik 
bagaimana caranya mempecundangi manusia 
tolol seperti kalian!" teriak Wiro Suryo.
Bet!
Sekali berkelebat, maka tubuh 
Tenggiling Kedil lenyap dari pandangan 
mata. Rupanya ia menyusup ke pertahanan 
lawannya. Karena tubuhnya yang pendek, ia 
menyelinap di bawah selangkangan lawan 
sambil menjambreti buah jambu yang cuma 
dua biji itu. Atau tidak jarang ia

meremas tempat keramat ini.
"Aarkh...!"
"Wuaaakh...!"
"Keparat...!"
Jerit kesakitan dan suara makian 
terdengar silih berganti. Mereka 
berjingkrakan seperti monyet-monyet yang 
terserang penyakit ayan. Sedangkan tangan 
kiri mereka memegangi pusakanya yang 
terasa semakin memanjang. 
"Ha ha ha...! Bertarung ya... 
bertarung, tidak usah menjerit apa lagi 
memaki." kata Wiro Suryo sinis.
"Tua bangka setan kejepit bumi! Kau 
harus merasakan pembalasan kami!" teriak 
salah seorang di antaranya dengan geram.
Mendahului kawan-kawannya laki-laki 
itu menyerang Wiro Suryo dengan 
mempergunakan jurus 'Menepis Hujan di 
Siang Hari'. Ini merupakan salah satu 
jurus andalan bagi kelima lawan 
Tenggiling Kedil tersebut. Mula-mula ia 
melakukan gerakan-gerakan seperti 
menangkis, sedangkan kedua kakinya ter-
kembang. Detik berikutnya seperti seekor 
babi hutan laki-laki tersebut meluruk 
deras ke arah Wiro Suryo. Serangan ini 
jelas sangat berbahaya bagi si kakek 
pendek. Namun ia menghindar ke samping, 
lalu merundukkan kepalanya serendah 
mungkin. Setelah clurit lewat di atas 
kepalanya. Maka ia menangkap pergelangan

tangan lawan.
Tep! 
Sambil mencekal pergelangan tangan 
lawan, tangan kiri si kakek merampas 
senjata milik lawan. Begitu senjata 
berada di tangannya. Ia mengibaskan 
senjata melengkung itu ke perut lawan.
Brebet...!
"Aaakh...!"
Laki-laki berbaju hitam menjerit 
keras. Isi perutnya berbusaian keluar, 
sedangkan darah mengucur seperti kerbau 
disembelih. Anehnya Wiro Suryo tidak 
langsung melepaskan lawan. Ketika melihat 
lawan lain menyerangnya. Maka si baju 
hitam yang telah tewas tadi dilemparkan 
ke arah para penyerangnya.
Wees!
Gabruuk!
Tiga orang lawan jatuh terduduk 
tertimpa mayat kawannya sendiri. Mereka 
segera bangkit berdiri dan berlompatan ke 
arah Wiro Suryo sambil mengibaskan 
senjata di tangan. Tetapi ketika itu Wiro 
Suryo telah berguling-guling menjauhi 
lawannya. Sehingga serangan-serangan itu 
hanya mengenai angin atau menghantam 
senjata kawan sendiri.

DELAPAN


"Cincang bangsat pendek itu!" 
teriak salah seorang lawan kepada tiga 
orang kawannya. Teriakan itu segera 
disambut dengan teriakan yang lain-
lainnya. Lalu mengepung Wiro Suryo dari 
empat penjuru arah sekaligus. 
"Hemm, nyali kalian memang cukup 
besar! Tetapi kemampuan tidak ada!" kata 
si kakek pendek mengejek. Ketika sedang 
bicara begitu, tiba-tiba terasa sambaran 
angin dingin dari bagian rusuk sebelah 
kiri. Tenggiling Kedil cepat berpaling. 
Dilihatnya sebuah clurit hampir menebas 
beberapa buah tulang rusuknya yang kecil-
kecil.
Kakek berambut jarang ini melompat-
lompat seperti seekor kodok. Lalu ia 
mengerahkan tenaga dalamnya ke bagian 
telapak tangan. Ketika tenaga dalamnya 
itu telah tersalur ke bagian telapak 
tangan. Maka sekujur tubuhnya tampak 
seperti memancarkan cahaya putih 
berkilauan. Kemudian Wiro Suryo melenting 
ke udara.
"'Aji Pancar Cahaya'! Shaaaa...!"
Disertai dengan teriakan keras 
menggelegar. Wiro Suryo mengibaskan kedua 
tangannya yang berwarna putih itu ke arah 
lawan-lawannya. Detik itu juga tampak 
melesat empat larik sinar putih
menyilaukan mata. Sinar yang menebarkan 
hawa sejuk seperti di pegunungan ini 
langsung menghantam ke empat orang lawan-
lawannya.
Buum!
"Huaakh...!"
Ke empat laki-laki tersebut jatuh 
terpelanting. Saat mereka masih melayang 
di udara. Dari mulut mereka menyemburkan 
darah. Begitu mereka terhempas di tanah 
maka jiwa mereka sudah tidak dapat 
diselamatkan lagi. Tampak dengan jelas 
dari pori-pori mereka keluar darah 
berwarna hitam. Begitu dahsyat ajian yang 
dimiliki oleh Wiro Suryo ini. Sehingga 
lawan-lawannya yang tewas pun sudah tidak 
merasakan rasa sakit lagi.
"Mati yang sia-sia adalah kematian 
yang orang itu sendiri tidak tahu untuk 
apa membela orang yang bersalah!" kata si 
kakek. "Weleh-weleh, perjalananku jadi 
tertunda gara-gara empat kroco pesing 
ini!" Tenggiling Kedil menggelengkan 
kepalanya. Ia baru saja bermaksud memutar 
langkah, ketika terdengar suara tidak 
jauh di belakangnya.
"Lima Iblis Clurit Maut, mati 
percuma membuang nyawa! Kita sekarang 
bertemu lagi. Aku gembira karena hutang 
lama segera terbalas!" bentak sebuah 
suara. Wiro Suryo menunggu untuk beberapa 
saat lamanya. Karena yang bicara tadi
tidak kelihatan juga maka ia segera 
menyahuti....
"Mendengar suaramu seperti burung 
hantu, aku mana kena ditipu! Kalau badan 
belum menjadi setan lebih baik tunjukkan 
diri. Walau kau dapat merubah suaramu 
seperti burung bangkai. Aku pasti 
mengenal tampangmu!"
"Hak hak hak...! Bagus kalau kau 
masih kenal diriku. Kau tinggal sebutkan 
kematian yang bagaimana yang kau mau?" 
dengus orang itu. Lalu terlihat sosok 
tubuh berkelebat ke arah Tenggiling 
Kedil. Tidak sampai sekedipan mata, 
tampak seorang laki-laki bertubuh 
jangkung berdiri tegak di depannya.
"Ternyata mataku tidak kena ditipu. 
Kau pasti Wiku Palawa yang kutinggalkan 
dalam keadaan sekarat di depan pagar 
tembok majikanmu, Iblis Betina Dari 
Neraka!" dengus Wiro Suryo ketus.
"Tidak pernah kupungkiri kehebatan
mu! Sayangnya kau kemari tidak bersama-
sama bocah miring itu. Apakah dia sudah 
mampus?" ejek Wiku Palawa. Untuk lebih 
jelasnya siapa Wiku Palawa (Dalam Episode 
Betina Dari Neraka).
"Kawanku Suro Blondo tampangnya 
memang ketolol-tololan, namun otaknya 
cerdik. Sekarang mungkin ia sedang 
bertarung dengan Iblis Betina Dari Neraka 
Majikanmu!" pancing Wiro Suryo memanasi.

"Ha ha ha...! Bukan hanya tubuhmu 
saja yang membuat iba orang lain. 
Ternyata kau juga adalah seorang pemimpi. 
Bagaimana mungkin majikanku di Bukit 
Cadas Siluman dapat dikalahkan oleh bocah 
tolol itu. Sedangkan selain perkasa dia 
sendiri punya ratusan pengawal yang 
terdiri dari mayat-mayat hidup!" jawab 
Wiku Palawa. Tanpa ia sadari ucapannya 
barusan tadi sudah merupakan sebuah 
keterangan bagi Tenggiling Kedil.
"Walaupun Betina Dari Neraka punya 
seribu pengawal. Ia tidak mungkin lolos 
dari maut. Anak ajaib itu akan memenggal 
kepalanya, kemudian membuang tubuh 
Mustika Jajar ke taut Selatan!"
"Keparat pendusta! Kau hanya 
mengulur-ulur waktu saja! Kini giliranmu 
mati ditanganku." dengus Wiku Palawa.
"Jangan bicara seperti geledek. 
Buktikanlah kau punya kejantanan kalau 
tidak merasa malu." sahut Wiro Suryo 
disertai senyum.
Semakin panas hati Wiku Palawa 
mendengar ucapan lawannya. Tiba-tiba saja 
ia melompat ke depan sambil mengebutkan 
tongkat di tangannya. Si kakek tidak 
menyangka datangnya serangan secepat itu. 
Sehingga dengan telak tongkat 
lawan menghantam punggungnya. 
Buuk!
"Aduh... duh...!"

Wiro Suryo terhuyung-huyung. 
Sedangkan Wiku Palawa terus mendesak 
dengan serangan tongkat hitamnya. Jurus 
yang dipergunakan oleh Wiku Palawa juga 
tidak tanggung-tanggung. Ia mempergunakan 
jurus Tongkat Pelebur Darah. Hanya dalam 
waktu singkat tampak sinar hitam seakan 
mengepung Wiro Suryo dari seluruh penjuru 
arah. Kakek berbadan pendek setinggi 
setengah meter ini dibuat kalang kabut.
"Hih...!"
Tiba-tiba saja ia melambung tinggi 
ke udara. Setelah berjumpalitan beberapa 
kali tubuhnya meluncur deras ke arah 
lawan. Kakinya yang pendek menghantam 
kepala lawannya. Walaupun Wiku Palawa 
sudah berusaha merundukkan kepalanya 
serendah mungkin. Tetapi kaki Wiro Suryo 
terus mengejar dan....
Gladuk...!
"Wuaakh...!"
Laki-laki berpakaian serba kuning 
ini merasa dunia seakan berputar-putar. 
Kepalanya sakit berdenyut. Walaupun 
begitu tampaknya ia menjadi semakin 
nekad. Apalagi mengingat beberapa waktu 
yang lalu Wiro Suryo pernah mempermalukan 
dirinya dengan membuat sang Wiku tidak 
sadarkan diri. 
Kini ia menyodokkan tongkatnya ke 
perut Tenggiling Kedil. Tetapi si kakek 
super pendek sudah menggelundung dan

bergerak menjauh.
Cwieet!
Serangan Wiku Palawa hanya membeset 
angin. Rupanya hal ini membuat sang Wiku 
menjadi bertambah geram. Kemudian ia 
menggeser kakinya ke samping sebanyak dua 
langkah. Sedangkan tongkat hitam di 
tangannya ia putar dengan cepat, sehingga 
menimbulkan suara angin menderu-deru.
"'Sabetan Geledek' Shaaa...!" 
teriak Wiku Palawa.
Sambil terus memutar tongkat, Wiku 
Palawa melompat-lompat ke depan mendekati 
musuh bebuyutannya. Tongkat dikibaskannya 
ke arah lawan, sedangkan kaki menyapu 
bagian bawah tubuh Wiro Suryo. Serangan 
seperti ini jarang dilakukan oleh orang-
orang rimba persilatan. Karena selain 
menguras tenaga, gerakannya pun sangat 
sulit.
Si kakek kerdil sempat terkesiap 
juga. Tetapi ia segera berjumpalitan ke 
belakang. Tendangan kaki Wiku Palawa 
luput, namun tongkatnya sempat menghantam 
perut Wiro Suryo.
Gdbuuk!
"Atauww...!"
Tenggiling Kedil meringis kesakitan 
sambil berjingkat-jingkat. Tampaknya 
Tenggiling Kedil tidak kapok. Tiba-tiba 
saja ia berguling-guling perut sang Wiku.
Buuk!

Lawannya sempat terdorong mundur. 
Tetapi sekejab kemudian ia sudah melompat 
dan menginjak dada Tenggiling Kedil.
Ngiik!
"Wei... orang gendeng, kualat kau 
menginjak dada orang tua!" teriak kakek 
konyol ini sambil meronta. Namun injakan 
kaki lawan semakin kuat. Malah Wiku 
Palawa menghantamkan tongkat di tangannya 
ke bagian kepala lawannya. Dengan gerakan 
yang sangat aneh, tubuh yang terinjak itu 
tiba-tiba meluncur ke depan. Sedangkan 
tongkat di tangan Wiku terus meluncur dan 
menghantam tulang kakinya sendiri.
Glotak!
"Aduuh...!" 
Wiku Palawa menjerit kesakitan 
terhantam tongkatnya sendiri. Wiro Suryo 
yang sudah berdiri sepenuhnya usap-usap 
dadanya yang memerah. Ia kemudian tertawa 
terbahak-bahak.
"Ha ha ha...! Agaknya otakmu benar-
benar sudah miring. Masa kaki sendiri 
dipukuli. Makanya jangan terlalu bernafsu 
membunuh orang, otak di pakai, jangan 
asal mengumbar tenaga. Main serudak-
seruduk macam babi. Dasar anak buahnya 
iblis!" teriak Wiro Suryo seperti sedang 
memarahi anaknya yang nakal.
"Manusia bangsat! Makanlah nih 
tongkatku...!" geram Wiku Palawa. 
Set!

Bet! Bet!
Tongkat hitam itu kemudian menderu-
deru. Sesekali meliuk, menotok bagaikan 
seekor ular cobra yang sedang marah.
Menghadapi serangan yang bertubi-
tubi ini penghuni Gunung Sembung segera 
mengerahkan ajian 'Suket Sekilen'. Hanya 
sebentar saja serangan-serangan lawannya 
tampak menjadi kacau dan tidak pernah 
mengenai sasarannya. Dalam penglihatan 
Wiku Palawa, setiap tusukan maupun 
gamparan tongkatnya mengenai bagian tubuh 
Tenggiling Kedil. Namun kenyataan yang di 
dapat sungguh sangat bertolak belakang 
sekali. Tidak satupun serangan itu 
mengena. Sebaliknya serangan balasan yang 
dilakukan oleh Wiro Suryo berulang kali 
menghantam dada maupun kening lawannya. 
Sehingga pelipis Wiku Palawa tampak
mengucurkan darah dan membengkak sebesar 
telur ayam.
Sang Wiku tampaknya mulai bingung 
dan merasa kehabisan akal menghadapi 
orang tua yang sama konyolnya dengan 
Pendekar Blo'on ini. Akhirnya ia terpaksa 
melompat mundur ke belakang. Tongkat 
ditangannya ia campakkan ke samping. 
Tenggiling Kedil menanggapinya dengan 
tawa.
"Rupanya kau sudah jenuh 
mempergunakan tongkat, ya...? Sekarang 
apa kau mau mempergunakan tongkat

kramatmu? Ha ha ha...! Sebaiknya jangan. 
Tongkat itu khusus untuk perempuan, 
mustahil kau memasukkannya ke lubang 
semut atau pantatku. Nanti semut-semut 
marah dan membuatmu menjadi konyol!" ejek 
si kakek rada-rada ngeres.
Pipi Wiku Palawa tampak menggembung 
menahan geram. Wajahnya merah padam. 
Tetapi ia tetap tutup mulut dan 
konsentrasi mengerahkan tenaga dalam ke 
bagian telapak tangan. Beberapa detik 
setelah kedua tangan itu telah menjadi 
hitam. Lalu....
"'Petaka Gila Durjana'! Hiyaa...!"
Disertai teriakan melengking 
seperti seekor serigala kelaparan, Wiku 
Palawa menghantamkan kedua tangannya ke 
depan. Sepuluh larik sinar hitam menebar 
bau busuk melesat bagaikan jilatan lidah 
api ke arah Wiro Suryo. Hanya beberapa 
saat kemudian sinar hitam tersebut 
menghantam Wiro Suryo.
Gledeng...!
"Aaaa...!"
Dengan telak pukulan tersebut 
menghantam tubuh lawannya. Wiro Suryo 
tergontai-gontai. Namun tidak ada satupun 
bagian yang kurang dari tubuhnya. Kiranya 
ketika lawan melepaskan pukulan tadi, 
Tenggiling Kedil membentengi dirinya 
dengan ajian 'Suket Sekilen'. Ketika debu 
lenyap dari udara, maka Wiro Suryo

tertawa membahak. Ia berdiri bertolak 
pinggang.
"Pukulan picisan begitu kau 
pamerkan di depanku! Jika kau punya yang 
lebih ampuh lagi, kuberi kesempatan 
padamu untuk melepaskannya. Jika tidak 
kau bakal tidak mendapat pengampunan ke 
dua dariku!" dengus si kakek super 
pendek. Wiku Palawa tercengang. Ia telah 
melepaskan pukulan tingkat paling tinggi 
yang ia miliki. Sosok di depannya 
pastilah bukan manusia, sebab bila 
manusia sungguhan. Paling tidak tubuhnya 
telah hancur berkeping-keping.
Merasa tidak punya pilihan lain 
lagi, maka Wiku Palawa terpaksa 
mempergunakan asap pembius pemberian 
Mustika Jajar. Laksana kilat ia 
menyambitkan benda hitam sebesar kepalan 
tangan orang dewasa ke depan Wiro Suryo.
Buum!
Begitu suara ledakan terdengar. 
Maka asap tebal langsung menebar ke arah 
Wiro Suryo. Sebagai orang yang telah 
kenyang makan asam garam rimba 
persilatan. Tentu ia mengetahui kekuatan 
apa yang terkandung di dalam tabir asap 
itu. Sehingga sejak awal, sebelum bahan 
pembius itu meledak ia telah menutup 
indera penciumannya.
"Aakkkh... mengapa begini...!" 
desis si kakek.

Kemudian tubuhnya tampak terhuyung-
huyung. Setelah itu ia jatuh terlentang 
seperti orang yang tidak sadarkan diri.
Wiku Palawa merasa senang bukan 
main melihat lawannya roboh. Ternyata si 
pendek konyol ini masih kena diakali. 
Siapa kira akan semudah itu ia menangkap 
Wiro Suryo yang dianggapnya memiliki 
mukjizat tersebut.
"He he he...! Ternyata jalan 
pikiranmu sependek tubuhmu! Manusia 
sepertimu akan sangat berguna bila 
bergabung dengan kami!" kata Wiku Palawa.
Tanpa merasa curiga sedikitpun. Ia 
segera mendekati Tenggiling Kedil dengan 
maksud membawanya pergi ke Bukit Cadas 
Siluman. Namun diluar dugaan, Wiro Suryo 
membalikkan tubuhnya. Sedangkan kedua 
tangan dihentakkan ke arah lawan. 
Segulung sinar putih menderu. Begitu 
dekatnya jarak di antara mereka sehingga 
Wiku Palawa tidak sempat lagi menghindar. 
Tidak terelakkan lagi ajian 'Pancar 
Cahaya' yang dilepaskan Wiro menghantam 
tubuh lawannya. Nyawa Wiku Palawa putus 
seketika, sehingga dia tidak sempat lagi 
menyadari apa yang terjadi dengan 
dirinya. Wiro Suryo bangkit berdiri.
"Dia entah ke akherat atau neraka 
aku tidak perduli. Yang terpenting aku 
sudah mendapat petunjuk dimana iblis 
bersembunyi!" kata kakek kerdil itu
sambil melangkah pergi.


SEMBIRING


Dengan langkah terhuyung-huyung. 
Perkasa kembali ke Bukit Cadas Siluman 
dengan membawa kekalahannya. Ketika itu 
di bagian bangunan depan yang belum jadi 
sepenuhnya tampak sepasukan mayat hidup 
sedang berjaga-jaga. Selain mayat-mayat 
hidup ini masih ada lagi beberapa orang 
laki-laki berpakaian serba hitam.
Mereka juga adalah anak buah Iblis 
Betina Dari Neraka yang berhasil 
ditundukkan oleh Wiku Palawa. Mustika 
Jajar sedang mondar-mandir di dalam 
ruangan pribadinya ketika pintu depan 
terkuak dengan paksa. Ia tampak terkejut 
juga saat melihat Perkasa dalam keadaan 
terluka.
"Kekasihku, apa yang terjadi 
denganmu?" tanya Mustika Jajar.
Gadis cantik itu segera menghampiri 
kekasihnya. Kemudian ia memapahnya menuju 
ke tempat tidur.
"Pemuda tolol itu telah melukaiku.
Dia tidak sendiri, melainkan datang 
bersama seorang gadis air." Lapor 
Perkasa dengan suara timbul tenggelam 
tidak beraturan. 
"Dewi air maksudmu?"
"Ya...."
"Keparat! Suro Blondo kelewat 
berani bertindak sewenang-wenang terhadap
mu! Rupanya dia belum tahu bahwa melukai 
dirimu sama saja artinya menyakiti aku. 
Jangan khawatir kekasihku. Bila si 
keparat itu datang ke sini. Tentu tidak 
ada jalan hidup baginya dan sebuah kubur 
telah kusediakan buatnya!"
"Dia sangat kuat sekali!" sergah 
Perkasa seakan ragu.
"Biarkan dia punya kekuatan 
selangit tembus, namun aku adalah Iblis 
Betina Dari Neraka. Tidak ada yang dapat 
mengalahkan orang sepertiku! Nah sekarang 
kau istirahatlah. Aku akan menyediakan 
obat-obatan untukmu...!" kata Mustika 
Jajar.
"Tunggu Junjunganku!"
Si gadis hentikan langkah.
"Ada apa?"
"Apakah kau lupa bahwa setiap 
penyakit yang kuderita tidak ada obatnya? 
Tubuhku tidak seperti manusia biasa. 
Badanku tidak bisa menyerap obat apapun. 
Terkecuali yang satu itu...!" Perkasa 
tidak melanjutkan kata-katanya. Tetapi 
Mustika Jajar cepat tanggap. Maka ia pun 
tertawa mengikik.
"Hik hik hik...! Hemm, akupun 
hampir lupa bahwa kau tidak pernah makan 
dan tidak pernah tidur. Makananmu adalah

cinta...! Tetapi apakah kau sekarang 
sudah siap melakukannya?" tantang si 
gadis.
"Dalam keadaan hancur sekalipun aku 
selalu siap melakukan yang satu itu!" 
sahut Perkasa.
Mustika Jajar tersenyum. Tanpa 
membuang-buang waktu lagi ia segera 
melepaskan kancing-kancing bajunya. 
Setelah melepaskan seluruh pakaian yang 
menutupi auratnya. Maka ia langsung 
memeluki tubuh Perkasa. Dadanya yang 
membusung menekan dada Perkasa yang 
bidang. Dengan agresip sekali ia 
menjatuhkan ciuman bertubi-tubi di bibir 
dan leher kekasihnya. Perkasa 
menggeliatkan tubuhnya. Terdengar suara 
erangan dari mulut laki-laki penjelmaan 
patung tersebut.
"Perkasa. Kau tidak boleh mati, 
tanpamu hidupku akan menjadi sunyi. Tiada 
yang dapat menghilangkan dahaga yang 
kurasakan. Kau adalah segala-galanya 
bagiku!" desis si gadis dengan mata 
setengah terpejam. 
Perkasa segera bersaksi atas apa 
yang terjadi pada dirinya ia memeluk 
Mustika Jajar dengan erat. Sementara 
tangannya yang kokoh bergerak nakal ke 
sekujur tubuh si gadis, sehingga membuat 
Mustika Jajar menggelinjang.
"Per-ka-sa... se-ka-rang....

Cepatlah lakukan...!" bisik Mustika Jajar 
di telinga Perkasa. Apa yang terjadi 
kemudian terasa begitu cepat. Saat 
Perkasa memasuki diri si gadis. Maka 
Mustika Jajar menjerit lirih, sedangkan 
pelukannya semakin bertambah erat saja.
Apa yang terjadi di dalam ruangan 
tersebut. Selanjutnya hanyalah dinding 
kamar yang menjadi saksi bisu atas 
perbuatan terkutuk mereka. Sampai 
akhirnya mereka sampai pada puncak 
pendakian. Mustika Jajar terkapar di sisi 
kekasihnya. Gadis cantik itu tersenyum 
puas. Sedangkan diluar sepengetahuan 
Mustika Jajar. Luka-Iuka yang diderita 
oleh kekasihnya secara perlahan hilang 
dengan sendirinya.
"Walaupun dalam keadaan terluka, 
ternyata kau masih tetap hebat, Perkasa!" 
puji si gadis sambil menyeka bukit-bukit 
di dadanya yang berkeringat.
Perkasa hanya tersenyum. Tidak lama 
ia sudah bangkit berdiri dan berjalan 
mondar-mandir di tengah-tengah ruangan. 
Seakan tidak terjadi apa-apa pada 
dirinya.
"Cepat atau lambat dia pasti datang 
kemari! Disaat itulah seluruh anak buahku 
menghabisinya!" dengus si gadis sambil 
mengenakan pakaiannya kembali.
"Kuharap junjungan mampu 
membunuhnya!" kata Perkasa seakan merasa

sangat khawatir,
"Tidak usah takut. Aku adalah orang 
nomor satu di kolong langit ini! Tidak 
seorang pun dapat mengalahkan aku!" sahut 
gadis itu dengan segala keangkuhannya.
***
Untuk sementara kita tinggalkan 
dulu Perkasa dan kekasihnya yang sedang 
berandai-andai itu. Sementara di halaman 
depan, mayat-mayat hidup terus berjaga-
jaga dari segala kemungkinan. Pada 
kesempatan itu tiba-tiba di langit sana 
terdengar suara gemuruh disertai pekikan-
pekikan burung yang sangat banyak sekali 
jumlahnya.
"Kek... kreak... kreak...!"
Burung-burung bangkai semakin 
banyak berdatangan. Setelah kawanan 
burung bangkai itu memenuhi langit di 
atas Bukit Cadas Siluman. Maka tiba-tiba 
saja terdengar suara siulan. Gelombang 
suara siulan tersebut tidak beraturan.
"Bunuh...!"
Terdengar bentakan mengandung 
perintah. Dengan serentak dan disertai 
suara teriakan keras. Maka burung-burung 
pemakan bangkai itu meluncur turun 
menyerang mayat-mayat hidup. Para 
pengawal Mustika Jajar tampak menjadi 
panik. Mereka segera melakukan

perlawanan. Tetapi burung-burung bangkai 
menjadi semakin ganas. Rupanya mereka 
mengetahui bahwa yang mereka serang 
sebenarnya adalah bangkai-bangkai hidup 
yang menjadi sumber makanan mereka.
Mayat-mayat hidup menjadi panik, 
daging busuk mereka tercabik-cabik di 
sana-sini. Tetapi mereka dengan sengit 
melakukan serangan balasan. Tangan mereka 
mencengkeram setiap burung-burung yang 
hinggap di bahu atau di kepala mayat-
mayat ini. Rupanya suara ribut-ribut di 
luar sempat di dengar oleh Mustika Jajar. 
Bersama Perkasa ia menghambur keluar. 
Betina Dari Neraka terkesiap setelah 
melihat kawanan burung itu menyerang anak 
buahnya.
"Pasukan hitam, mengapa kalian 
hanya diam menonton!" teriak si gadis 
ditujukan langsung pada belasan laki-laki 
bersenjata golok besar.
Mendapat perintah dari atasannya, 
maka belasan orang berbaju hitam itu 
langsung mencabut goloknya dan membantu 
mayat-mayat hidup.
"Perkasa! Burung-burung keparat itu 
bagianmu." tegas Mustika Jajar.
Perkasa pemuda gagah penjelmaan 
patung karya cipta Pematung Kelana dengan 
cepat mendongak ke langit. Di atas sana 
ia melihat ratusan ekor burung bangkai 
sedang terbang berputar-putar di sertai

suara kak-kik-kok memekakan telinga.
Pemuda itu tiba-tiba mengibaskan 
kedua tangannya ke udara. Secara spontan 
tampak bunga api meluncur deras membelah 
udara. Lalu....
Blar! Blaar!
Pukulan dahsyat yang dilepaskan 
oleh Perkasa menghantam burung-burung 
pemakan bangkai tersebut.
"Kek...!"
Burung-burung itu berkaparan mati 
dengan tubuh hangus seketika. Walaupun 
begitu sebagian besar di antaranya 
selamat.
Burung-burung yang selamat kembali 
menyerang pengawal yang terdiri dari 
mayat-mayat hidup maupun pengawal Iblis 
Betina Dari Neraka yang memakai baju 
hitam.
Hanya dalam waktu yang singkat 
mayat-mayat hidup itu kehilangan daging-
daging busuk yang menempel pada badan 
mayat. Mayat-mayat itu jatuh bangun. 
Namun meskipun tinggal tulang belulang 
mereka bangkit lagi dan kembali menyerang 
kawanan burung-burung tersebut sehingga 
suasana di sekeliling tempat itu menjadi 
hingar-bingar.
Semakin lama pertarungan antara 
kawanan burung-burung bangkai dengan 
pasukan mayat hidup pengawal Mustika 
Jajar berubah menjadi semakin seru. Sudah

banyak pula burung-burung bangkai yang 
mati, sebaliknya walaupun mayat-mayat 
hidup tersebut tercabik-cabik. Namun 
mereka masih tetap bertahan seakan tidak 
ada sesuatu apapun yang berkurang dalam 
diri mereka.
Lama kelamaan jumlah burung pemakan 
bangkai itu semakin menyusut. Tampaknya 
mayat-mayat hidup berada dalam kondisi
yang menguntungkan. Pasukan berpakaian 
serba hitam yang melihat kenyataan ini 
segera berlompatan mundur. Sampai 
akhirnya mereka membentuk barisan seperti 
semula. Pada saat itulah tiba-tiba 
terdengar suara bentakan di sertai 
pengerahan tenaga dalam tinggi.
"Tahan...!" 
Mayat-mayat hidup tampak terhuyung 
ke belakang. Dari arah lain terlihat 
seorang laki-laki memakai topi caping 
berjalan mendekati Mustika Jajar.
"Harum benar bau disini? Pasukan 
mayat. Setahuku hanya Tua Tengkorak Mata 
Api saja yang memiliki ilmu iblis 
Pembangkit Mayat. Tidak kusangka gadis 
secantik dan semudamu mempunyai kekuatan 
langka itu. Apa hubunganmu dengan Tua 
Tengkorak Mata Api?" tanya kakek bertopi 
caping bambu itu penuh selidik.
"Hik hik hik...! Kau sendiri siapa? 
Apakah burung-burung bangkai itu 
milikmu?" Mustika Jajar malah balik

bertanya. Seakan pertanyaan kakek 
berwajah seperti terbelah ini hanya angin 
lalu saja.
"Akulah Datuk Tabala Muka alias Si 
Burung Bangkai!" jawab si kakek ketus. 
"Sekarang coba kau sebutkan kau 
punya nama atau gelar kalau punya. Dan 
katakan pula siapa nama gurumu?"
"Aku Mustika Jajar alias Betina 
Dari Neraka. Guruku memang Tua Tengkorak 
Mata Api." jawab si gadis.
Jika semula wajah di balik topi 
caping bambu tampak berseri-seri 
mendengar julukan Mustika Jajar. Maka 
setelah gadis berpakaian tembus pandang 
ini menyebutkan nama gurunya. Maka wajah 
yang seperti terbelah itu tampak 
berkerut. Kini setelah mendengar nama 
gurunya. Maka keinginannya untuk menja-
jaki kehebatan Iblis Betina Dari Neraka 
hilang seketika.
"Benar kau muridnya Tua Tengkorak 
Mata Api?"
"Kau tidak percaya silakan mampus 
dulu dan tanyakan kebenaran di 
neraka...!" kata si gadis.
"Ha ha ha...! Pulau Pelebur Dosa. 
itu jauh dari mata jauh pula dari hati. 
Sengaja kucari kau ke sini semata-mata 
ingin menghapus julukanmu yang kelewat 
muluk itu. Tidak kusangka kau muridnya 
Tua Tengkorak Mata Api. Si tua bengal

yang kehilangan matanya karena ingin 
menjajal kehebatan Malaikat Berambut 
Api...!" desis Datuk Tabala Muka. Jika 
semula Iblis Betina Dari Neraka telah 
bersiap-siap menjaga segala kemungkinan. 
Maka sekarang setelah kakek di depannya 
ada menyebut-nyebut nama gurunya. Maka 
Mustika Jajar jadi bertanya-tanya dalam 
hati. Siapa agaknya orang tua ini?
"Kau mau membunuhku? Apakah kau 
mampu?" tanya si gadis dengan senyum 
menantang.
"Semula memang.... Tetapi sekarang 
tidak lagi...!" jawab Datuk Tabala Muka 
tegas.
"Hik hik hik...! Mengapa? Apakah 
karena kau merasa terpikat dengan 
kecantikanku dan kemulusan tubuhku atau 
kau takut mampus?" ejek Iblis Betina Dari 
Neraka.
"Hak hak hak...! Datuk Tabala Muka 
tidak pernah mengenal rasa takut kepada 
siapapun. Jika benar-benar kau muridnya 
Tua Tengkorak Mata Api. Apakah manusia 
Maha Sesat itu tidak pernah bercerita 
kepadamu tentang adik seperguruannya yang 
tinggal di Pulau Pelebur Dosa?" Mustika 
Jajar terdiam. Tiba-tiba ia berseru....
"Guruku memang pernah bercerita 
tentang adik seperguruannya yang berjuluk 
Si Burung Bangkai... andakah orangnya?" 
tanya si gadis.

"Ha ha ha...! Di dunia ini hanya 
ada satu julukan Si Burung Bangkai. Tidak 
kusangka aku punya murid keponakan yang 
mempunyai ambisi besar sepertimu! Betapa 
Tua Tengkorak Mata Api akan bangga 
kepadamu!" Melihat kenyataan bahwa Datuk 
Tabala Muka masih merupakan paman gurunya 
sendiri, maka Mustika Jajar segera 
menjura hormat dan sikapnya pun berubah 
menjadi ramah.


SEPULUH


"Setelah mengetahui keinginan apa 
yang terkandung dalam niatku. Apakah 
paman guru kini bersedia bergabung 
denganku?" tanya si gadis sambil 
membasahi bibirnya yang kemerahan dan 
mengedipkan matanya yang nakal.
"Mengapa tidak. Jika telah 
kuketahui siapa kau. Tentu aku turut 
mendukung usahamu untuk mendirikan sebuah 
kerajaan persilatan. Aku akan membantumu 
sekuat kemampuanku!" kata Datuk Tabala 
Muka.
Iblis Betina Dari Neraka merasa 
senang mendengar keputusan Datuk Tabala 
Muka. Ia kemudian mendekati sang Datuk 
tanpa ragu-ragu lagi.
"Bersama pasukan Mayat ini aku 
telah mendirikan sebuah bangunan merah

tidak jauh dari sini. Paman bisa 
melihatnya betapa megahnya kerajaan 
persilatan yang kubangun. Jika paman mau, 
mari kita ke sana. Sementara ini kita 
biarkan pasukan mayat hidup ini bertahan 
di Bukit Cadas Siluman. Mereka akan 
menjadi ujung tombak di barisan depan."
"Jauhkah tempat itu dari sini?" 
tanya Datuk Tabala Muka.
"Tidak jauh. Hanya dua jam dari 
bukit ini."
"Mengapa pasukan mayat hidup 
ditinggalkan disini. Bukankah lebih baik 
mereka menjaga singgasana mu?"
"Semua ini kulakukan untuk mengecoh 
perhatian musuh-musuhku! Singgasana megah 
dari batu pualam putih itu dibangun 
dengan bantuan iblis. Jika sampai rusak. 
Aku akan meratapinya seumur hidup!"
"Ha ha ha...! Ternyata kau sangat 
cerdik dalam mengatur siasat. Aku yakin 
bocah tolol itu tidak akan lolos bila 
telah sampai disini!"
"Siapa yang paman guru maksudkan?" 
tanya Mustika Jajar dengan kening 
berkerut.
"Siapa lagi kalau bukan si tolol 
Suro Blondo."
"Oh itu, aku sendiri memang ingin 
menangkapnya hidup atau mati. Pernah dia 
dan kawannya termakan jebakanku, tetapi 
entah mengapa ia dapat meloloskan diri!"

ujar Mustika Jajar, geram.
"Jangan takut. Aku akan membantumu. 
Kelak aku akan menangkapi tokoh-tokoh 
rimba persilatan yang tidak mau tunduk 
kepadamu!" janji Datuk Tabala Muka.
"Aku senang mendengarnya." sahut si 
gadis sambil mengedipkan matanya. "Paman 
guru tahu, bahwa guru Suro Blondo adalah 
musuh besar guruku. Bahkan guru telah 
berpesan padaku agar mencari Malaikat 
Berambut Api. Cuma aku belum bisa 
melaksanakan perintah guru, karena 
sekarang ini aku harus melakukan tugas 
utama yang menjadi cita-citaku selama 
ini!"
"Dan cita-citamu hampir berhasil, 
bukan?"
"Memang. Tetapi hanya sebagian 
saja. Oh ya... sekarang kita lihat betapa 
megahnya singgasana yang dibangun hanya 
dalam waktu semalam itu." ujar si gadis. 
Tanpa menunggu lebih lama lagi, Iblis 
Betina Dari Neraka dengan diikuti oleh 
Datuk Tabala Muka dan Perkasa segera 
meninggalkan Bukit Cadas Siluman. 
Sehingga di atas bukit itu sekarang yang 
tertinggal hanya pasukan Mayat Hidup dan 
juga pasukan hitam yang jumlahnya tidak 
lebih hanya lima belas orang saja. 
Sedangkan mayat-mayat hidup tampaknya 
jumlah mereka tidak berkurang dan 
mencapai ratusan.

* * *
Menjelang sore hari, di Bukit Cadas 
Siluman tampak sosok berbadan pendek 
berlari-lari seperti sedang bermain 
kucing-kucingan. Gerakannya lincah dan 
cepat. Sehingga sekilas seperti setan 
gentayangan yang sedang memburu waktu. 
Tingkah kakek yang cuma berselempang kain 
putih ini memang mirip dengan seorang 
bocah kecil yang nakal. Cuma yang 
membedakannya, kakek ini berambut putih, 
kumis dan janggutnya juga berwarna putih. 
Kakek bertampang lucu ini seperti kita 
ketahui bernama Wiro Suryo alias 
Tenggiling Kedil.
Ia menyisir Bukit Cadas Siluman 
semata-mata karena mendapat keterangan 
bahwa Betina Dari Neraka membangun sebuah 
kekuatan baru disana. Setelah sampai di 
puncak bukit sebelah selatan. Tenggiling 
Kedil sekonyong-konyong hentikan larinya. 
Karena badannya yang setinggi setengah 
meter, maka ia tidak melihat keadaan di 
depannya.
"Susahnya jadi manusia adalah 
seperti diriku ini. Ingin menggapai 
langit, langit begitu tinggi. Mau 
menggapai matahari, tubuhku pasti hangus. 
Ingin melihat ke depan, terpaksa memanjat 
pohon dulu ah!" kata Wiro Suryo kesal.
Lalu dia menghampiri sebatang pohon

berukuran sedang-sedang saja. Dengan 
gerakan cepat sulit diikuti mata ia mulai 
memanjat.
"Heh... ternyata aku sudah sampai 
di pucuk. Mengapa harus ke pucuk, kalau 
jatuhkan bisa mampus." gerutu Tenggiling 
Kedil. Ia bergerak agak turun. Di depan 
sana ia melihat sebuah bangunan yang 
tidak begitu mewah. Di depan bangunan 
terbuat dari kayu itu tampak ratusan 
laki-laki bertampang aneh-aneh sedang 
berjaga-jaga.
"Di situ rupanya manusia setan 
bersembunyi. Aku hampir kena di tipu jika 
Wiku Palawa tidak kasih petunjuk. Aku 
harus kesana!" pikir Wiro Suryo.
Ia bermaksud menuruni pohon yang 
dipanjatnya. Namun gerakannya terhenti 
ketika melihat dua sosok tubuh bergerak 
mengendap-endap di bawah pohon tersebut.
"Kurasa kita sudah hampir sampai!" 
kata yang berada di bawah pohon berbisik 
pada gadis baju putih yang berada di 
sampingnya.
"Lihatlah, penjagaan begitu ketat. 
Aku heran dalam waktu tidak lama Betina 
Dari Neraka mampu mengumpulkan pengikut-
pengikut yang cukup besar." gadis baju 
putih menyahuti. Pemuda di sampingnya 
julurkan kepala sambil mengangguk-angguk 
macam burung perkutut. Lalu digaruknya 
belakang kepala berulang-ulang.

"Tidak heran. Orang-orang yang 
tidak mau berpihak padanya pasti dibunuh. 
Kita juga harus berhati-hati, aku 
khawatir gurunya yang dapat menghidupkan 
patung ada bersamanya. Urusan bisa jadi 
kapiran jika mata sumplung itu ada 
bersama Mustika Jajar."
"Kau takut, Suro? Kita berdua 
kurasa bisa mengatasi mereka." menyahuti 
gadis baju putih penuh keyakinan.
"Jangan kelewat memandang rendah 
dengan kemampuan lawan. Kau tahu tidak. 
Aku sendiri bersama bocah tua bangka 
berambut putih dan berkumis cuma beberapa 
lembar itu pernah masuk dalam perangkap 
iblis Betina. Sebenarnya bukan 
kesalahanku, tapi kesalahan si tolol itu. 
Untung gurumu memisahkan kami. Kalau 
tidak bocah sinting itu bisa membuat aku 
semakin miring!" dengus pemuda berambut 
hitam kemerahan.
Walaupun kata-kata Suro Blondo 
terdengar pelan, tetapi sempat didengar 
oleh Wiro Suryo.
"Pemuda edan ini kalau nggak 
dibikin babak belur pasti selalu menghina 
orang lain. Dia kira dirinya itu siapa!" 
dengus Tenggiling Kedil dalam hati.
Set! Ser,...!
Wiro Suryo tiba-tiba melakukan 
sesuatu.
"Hah... hujan gerimis." Suro Blondo

menyeka tangannya yang terkena air.
"Tidak ada mendung mengapa ada 
hujan?" tanya Dewi Arimbi.
"Nah hujan lagi...!" kata si 
pemuda.
Lalu ia menyeka air yang bergulir 
di atas batang hidungnya. Tetapi ia 
mengendus bau pesing menyengat.
"Kurang ajar, bukan hujan. Tapi air 
kencing. Mana ada Malaikat kencing secara 
kurang ajar begini !" dengus Pendekar 
Blo'on.
Suro Blondo tidak disangka-sangka 
memungut batu di bawah kakinya. Sedangkan 
Wiro Suryo terpaksa menahan nafas dan 
menahan tawa.
"Kalau bukan perbuatan tua bangka 
edan kejepit bumi. Pasti ini perbuatan 
setan! Setiap setan usil harus dikasih 
mampus!" Pendekar Blo'on secepat cahaya 
melemparkan dua buah batu ke atas pohon.
Wuut!
Jdaak!
"Aduh...!"
Di atas pohon terdengar suara 
mengadu disertai melayangnya sosok tubuh 
pendek ke bawah.
Gubrak ..!
Tenggiling Kedil jatuh tepat di 
depan kaki murid Penghulu Siluman Kera 
Putih dan Malaikat Berambut Api. Begitu 
mengenali orang yang mengusilinya. Maka

Suro tertawa membahak.
"Oh... rupanya kau setan yang telah 
mengirimkan hujan padaku! Manusia macam 
kau memang selalu bikin jengkel orang 
lain. Dasar tua bangka sinting." dengus 
Pendekar Blo'on sambil pencongkan 
mulutnya.
"Pemuda sinting! Jangan kau berani 
kurang ajar padaku. Kau punya kesalahan 
sudah melebihi takaran. Kini setelah kau 
bergandengan dengan seorang gadis cantik. 
Kau berpura-pura tidak mengenal kawan 
lama."
"Apa salahku Tenggiling Kedil. Kau 
hendak mengatakan bahwa berjalan seorang 
diri tidak enak atau kau malah merasa 
iri? Besarkan dulu badanmu, nanti kalau 
sudah besar dan dewasa baru kau boleh 
punya pasangan." ejek Wiro Suryo.
"Bukan... bukan itu...! Aku mau tau 
kau punya jawaban, mengapa tempo hari kau 
meninggalkan aku di pinggir sungai. Hayo 
mengapa, coba jawab?"
"Oh... itu. Kurasa hanya kebetulan 
saja guru Dewi Arimbi menyukai aku. 
Beliau tidak mau mengajakmu karena walau 
kau sudah berjenggot dianggapnya kau 
masih bocah kecil."
Dewi Arimbi hanya diam saja melihat 
Suro dan Wiro berdebat. Ia rupanya sadar 
bahwa kedua manusia yang dihadapinya 
benar-benar sinting.

"Kau jangan meledekku. Sekarang 
kita punya tugas besar dan pesta 
pembantaian yang besar pula."
"Apa maksudmu?"
"Di depan sana ada sebuah bangunan. 
Turut Wiku Palawa yang sudah kojor di 
tanganku. Katanya Betina Dari Neraka 
sekarang menghimpun kekuatan di Bukit 
Cadas Siluman ini. Apa pendapatmu, 
sobatku?" desah Wiro Suryo ingin tahu.
"Wiku Palawa sudah mampus, aku 
sendiri hampir membunuh Perkasa. Sayang 
dia melarikan diri setelah terluka 
parah."
"Kurasa Perkasa segera pulih 
setelah mendapat kehangatan dari Mustika 
Jajar." sahut Tenggiling Kedil.
"Bagaimana kau tahu?"
"Menurut ramalanku begitu."
"Sudahlah, sekarang lebih baik kita 
santroni manusia setan itu." tegas Suro 
Blondo memutuskan.
"Tunggu dulu...!"
"Ada apa lagi?" tanya Suro, seraya 
menghentikan langkah tanpa menoleh ke 
belakang.
"Kau belum memperkenalkan aku pada 
gadis cantik ini. Apakah dia sekarang 
telah menjadi sobatmu atau kekasihmu?"
Memerah wajah Dewi Arimbi mendengar 
ucapan Wiro Suryo. Lalu matanya melotot, 
namun Tenggiling Kedil malah tertawa.

"Tanyakan saja padanya, aku tidak 
layak menjawab pertanyaanmu, orang tua 
gila." dengus si pemuda kemudian 
melanjutkan langkahnya kembali.
Karena berulangkali Dewi Arimbi 
terus memelototi Wiro Suryo. Maka kakek 
pendek itu tidak berani mengajukan 
pertanyaan. Lebih kurang dua puluh tombak 
berjalan. Akhirnya mereka sampai di depan 
bangunan yang belum jadi sepenuhnya itu. 
Serentak mayat-mayat hidup dan pasukan 
hitam mengepung mereka.
"Gila... orang-orang ini tidak 
ramah pada tamunya." bisik Wiro Suryo 
pada Pendekar Blo'on.
"Kurasa mereka bangkai berjalan. 
Cobalah rasakan bau yang sangat busuk 
ini." desis Suro sambil garuk-garuk 
kepalanya. Dewi Arimbi tidak menyahut. 
Sebaliknya tampak bersikap waspada 
menghadapi segala kemungkinan.


SEBELAS


Hidung Tenggiling Kedil kembang 
kempis. Ternyata memang tercium bau 
bangkai di situ.
"Aku tahu cara mengatasinya. 
Sekarang kita hadapi mereka bersama-
sama...!" kata Wiro Suryo. Tidak seorang 
pun yang sempat menanggapi kata-kata
Tenggiling Kedil. Karena pada saat itu 
mayat-mayat hidup tersebut telah 
menyerang mereka dari seluruh penjuru 
arah.
"Groak...! Hraaagh...!"
Terdengar suara-suara aneh di sana-
sini. Mayat-mayat hidup yang jumlahnya 
mencapai ratusan itu menghujani mereka
dengan pukulan, tendangan maupun cakaran 
dengan mempergunakan kuku-kukunya yang 
panjang.
"Hiyaa...!"
Sambil berteriak keras, Dewi Arimbi 
tiba-tiba melentik ke udara. Ia berputar-
putar di sana, lalu ketika tubuhnya 
meluncur ke bawah. Maka kedua tangannya 
dihentakkan ke arah mayat-mayat hidup 
yang mengeroyoknya.
Wuut!
Selarik sinar merah laksana bara 
melesat dengan cepat ke arah lawan-
lawannya. Beberapa saat kemudian pukulan 
yang dilepaskan oleh Dewi menghantam 
sasaran.
Buum...!
"Aaaa...!"
Terdengar jeritan keras. Beberapa 
mayat hidup jatuh terjungkal dengan 
sekujur tubuh hangus dan tidak bangkit-
bangkit lagi.
"Gunakan pukulanmu, Suro!" teriak 
Tenggiling Kedil.

Begitu mendengar aba-aba dari 
kawannya, maka Pendekar Blo'on sambil 
menghindari setiap serangan yang datang 
segera melepaskan pukulan 'Matahari 
Rembulan Tidak Bersinar'. Ketika pemuda 
berambut hitam kemerahan-merahan menghen-
takkan kedua tangannya ke arah mayat-
mayat itu. Tampak selarik sinar redup 
menderu keluar dari telapak tangan 
Pendekar Blo'on. Detik itu juga pukulan 
yang dilepaskan oleh Pendekar Blo'on 
menghantam ke arah sasaran.
Glaar!
"Hraaakh...!"
Terdengar jerit kesakitan disana 
sini. Tampak beberapa sosok mayat 
tergelimpang roboh. Hawa panas yang 
keluar dari telapak tangan si pemuda itu 
ternyata membuat mayat-mayat itu tidak 
dapat bertahan hidup. Setelah mengetahui 
kelemahan mayat-mayat hidup ini. Maka 
Suro, Wiro maupun Dewi segera melepaskan 
pukulan mautnya berulang-ulang. Korban 
dipihak mayat hidup terus berjatuhan. 
Tetapi mereka yang masih tetap bertahan 
tampak menjadi semakin bertambah 
beringas. Melihat keganasan mereka, Suro 
Blondo terpaksa mempergunakan jurus 
'Kacau Balau' yaitu sebuah jurus khusus 
menghindar yang diwariskan oleh Malaikat 
Berambut Api. Suro meliuk-liukkan badan-
nya, setiap langkahnya tidak beraturan.

Terkadang tubuhnya terhuyung ke depan 
atau condong ke belakang. Tetapi 
terkadang dengan cepat ia menerjang ke 
depan sambil melepaskan tendangan 
beruntun ke arah mayat-mayat tersebut.
Duuk!.
"Hegkh...!"
Satu dua sosok mayat hidup jatuh 
terpelanting. Tetapi kawan-kawannya yang 
berada di samping dan dari belakang 
menghujani si pemuda dengan serangan-
serangan menggeledek.
"Hraaakh...!"
"Wadoww...!"
Pendekar Blo'on jatuh tunggang 
langgang. Pukulan mayat-mayat hidup yang 
menghantam dada dan punggung serta 
perutnya, membuat pemuda ini merasa 
tubuhnya seperti remuk. Walaupun begitu 
Suro cepat bangkit berdiri. Sementara 
Tenggiling Kedil entah pergi kemana.
"Sialan. Si pendek malah merat di 
saat aku dan Dewi sibuk menghadapi 
bangkai-bangkai berjalan ini." gerutu si 
pemuda.
Baru saja Pendekar Blo'on mencoba 
melepaskan pukulannya yang paling ampuh. 
Pada saat itu pula dari dalam bangunan 
keluar Tenggiling Kedil dengan membawa 
obor menyala dengan jumlah besar.
"Sisakan tenaga kalian untuk 
menghadapi Betina Dari Neraka. Sekarang

kita serang mayat-mayat bau ini dengan 
api!" teriak Wiro Suryo. Seraya kemudian 
melemparkan api ke tengah-tengah mayat 
yang mengeroyok Suro dan Dewi.
"Huaaah...!"
Mayat-mayat hidup tersebut 
berserabutan menyelamatkan diri dari 
amukan api.
"Melemparkannya pelan-pelan, bocah 
tua. Salah-salah mengenai diriku!" teriak 
si pemuda. Ia lalu menangkap salah satu 
obor yang melayang-layang di udara. 
Dengan mempergunakan obor menyala 
tersebut Suro menerjang ke arah lawan-
lawannya. Setiap sosok mayat yang terkena 
api, pasti mereka mengeluarkan jeritan 
aneh. Lalu tubuhnya ambruk dan tidak 
dapat bangun lagi. Walaupun pasukan mayat 
hidup ini jumlahnya cukup banyak. Tetapi 
karena ketiga lawan mereka mengetahui 
kelemahannya. Maka dalam waktu yang agak 
lama, mayat-mayat hidup ini terkapar dan 
kembali ke ujud aslinya.
Sekarang tinggallah lima belas 
sosok berpakaian serba hitam. Ternyata 
mereka ini tidak takut api. Kenyataan ini 
membuat Suro Blondo jadi golang-golengkan 
kepalanya.
"Tenggiling Kedil, bagaimana ini! 
Mereka tidak mampus kena api!" kata si 
pemuda sambil garuk-garuk kepala.
"Ha ha ha...! Tololnya kau. Mereka

bukan mayat, tapi manusia hidup seperti 
kita juga. Hadapilah dengan kemampuan 
yang kau miliki!" sahut Wiro Suryo.
Dewi Arimbi yang juga sedang 
menyerang laki-laki berpakaian hitam 
menjadi geli hatinya. Pemuda yang telah 
menyita perhatiannya itu terlalu polos 
dan lugu. Walau kadang-kadang juga 
memperlihatkan kecerdikannya yang tersem-
bunyi. Bagi Dewi sendiri menghadapi 
pasukan hitam ini tidak begitu mendapat 
kesulitan yang berarti. Karena tampaknya 
kekuatan, baik berupa tenaga dalam maupun 
ilmu silat yang dimilikinya jauh lebih 
tinggi dibandingkan lawan-lawannya. 
Walaupun begitu, untuk tidak membuang 
tenaga terlalu banyak. Dewi Arimbi 
kemudian melepaskan selendang yang 
melilit di pinggangnya yang ramping.
Ctar! Ctar!
Saat Selendang Api melecut di 
udara. Maka terlihat pijaran bunga api 
kemana-mana. Selendang itu kemudian 
meliuk-liuk bagaikan seekor ular. Lalu 
mematuk ke enam jalan kematian. Melihat 
keganasan senjata lawannya. Maka pasukan 
hitam ini mencabut golok besar yang 
tergantung di pinggang.
Sriing!
Bet! Bet!
Laki-laki berpakaian hitam tersebut 
langsung mengibaskan golok besarnya

menyambuti setiap serangan yang datang. 
Tetapi Dewi bertindak cukup cerdik. 
Ketika golok-golok lawannya menebas 
selendang mautnya. Maka ia menarik balik 
serangan, disaat lawan lengah maka 
selendang itu berubah kaku seperti 
pedang. Selendang meluncur deras 
menghantam perut dan wajah lawannya.
Jless!
Praat!
"Auukh...!"
Tiga orang laki-laki berpakaian 
hitam menjerit keras. Perut mereka ada 
yang tertembus ujung selendang. Dua di 
antara mereka mukanya hancur terhantam 
selendang.
Melihat kawan-kawannya berkaparan 
di atas tanah secara mengerikan. Maka 
lima orang lainnya dengan garang 
menerjang ke arah Dewi sejengkal lagi 
senjata-senjata lawan mencincang 
tubuhnya. Maka Dewi segera melentingkan 
tubuhnya di udara. Walau pun begitu salah 
satu golok lawan masih mengenai betis si 
gadis.
Sret!
"Akh...!" Dewi Arimbi keluarkan 
jerit tertahan. Tetapi tanpa menghiraukan 
rasa sakit di bagian kakinya ia 
berjumpalitan di udara. Sedangkan 
selendang di tangannya secepat kilat 
menghantam dua orang lawan yang terus

bergerak mengejarnya. Karena kedua laki-
laki itu sedang mengambang di udara, 
tentu sangat sulit bagi mereka untuk 
menghindari serangan selendang. Mereka 
kemudian membabatkan golok dengan maksud 
menangkis.
Tetapi Selendang Api milik Dewi 
Arimbi seakan tertahan di udara. Golok 
kedua laki-laki itu menebas angin, 
barulah setelah sabetan golok berlalu. 
Selendang itu meluncur kembali dan 
bergerak ke dua arah sekaligus.
Clep! Cleep!
"Hekh...!"
Kedua anak buah Mustika Jajar ini 
melotot, suara tercekat karena teng-
gorokannya tertembus selendang Dewi. 
Mereka langsung jatuh ke semak-semak. 
Darah mengucur deras, tubuhnya berke-
lojotan sebentar kemudian terdiam untuk 
selama-lamanya.
Sementara itu Wiro Suryo yang juga 
sedang menghadapi pasukan hitam tanpa 
mengalami hambatan yang berarti segera 
menyudahi perlawanan dua orang lawan.
"Sudah bosan aku main-main 
denganmu. Hiii...!" 
Kakek berbadan sangat pendek ini 
segera berguling-guling ke samping kiri. 
Lawan mengejarnya dengan sabetan golok 
bertubi-tubi. Kalaulah Wiro Suryo 
memiliki kepandaian biasa-biasa saja.

Niscaya tubuhnya telah tercabik-cabik 
terkena sabetan golok. Namun tokoh dari 
Gunung Sembung ini punya segudang 
pengalaman di samping memang memiliki 
ajian 'Suket Sekilen'. Sehingga semakin 
sulitlah bagi kedua lawannya untuk 
melukai Wiro Suryo.
Tenggiling Kedil tiba-tiba saja 
bangkit berdiri. Kemudian ia melompat 
sejauh dua tombak ke belakang. Di saat 
itu kedua tangan maupun sekujur tubuhnya 
telah memancarkan cahaya putih. Itulah 
ilmu 'Pancar Cahaya' yang tidak ada 
duanya ini.
"Suuuit....!"
Wiro Suryo bersuit nyaring. Lalu 
kedua tangannya dikibaskan ke depan.
Wuus!
Detik itu juga meluncur dua larik 
sinar putih membutakan mata ke arah 
lawan-lawannya. Karena silau, tentu kedua 
orang ini melindungi matanya dengan 
telapak tangan. Mereka baru sadar bahwa 
maut mengancam jiwa mereka pada saat ilmu 
pukulan 'Pancar Cahaya' menghantam tubuh 
mereka.
Buuum!
"Aaaa...!"
Jeritan panjang disertai dengan 
terpentalnya dua sosok tubuh beberapa 
batang tombak ke belakang. Mereka tewas 
detik itu juga dengan sekujur tubuh

berubah putih macam debu. Di lain pihak 
Suro Blondo dan Dewi Arimbi juga baru 
saja selesai mengakhiri perlawanan 
pasukan hitam. Mereka jelas tampak sangat 
kelelahan.
"Bagaimana bocah tua. Apakah kau 
melihat ada manusia setan di dalam 
bangunan itu?" tanya Pendekar Blo'on 
serius. Wiro Suryo menggelengkan 
kepalanya. Suro menggaruk-garuk kepalanya 
karena bingung. Namun pada saat itulah 
secara tiba-tiba terdengar bentakan-
bentakan keras menulikan telinga. Ketiga 
orang ini serentak berpaling ke arah 
datangnya suara.


DUA BELAS


Dengan jelas mereka melihat ada 
tiga sosok bayangan bergerak cepat ke 
arah mereka. Hanya dalam beberapa detik 
saja, terlihat ada dua orang laki-laki 
dan seorang gadis berwajah cantik telah 
berdiri di depan mereka. Suro Blondo 
walaupun terkejut, namun tetap berusaha 
tersenyum.
"Manusia setan dan kekasihnya telah 
datang. Yang satunya lagi kalau tidak 
salah adalah Datuk Tabala Muka. 
Tenggiling Kedil, lihatlah tampang orang 
bercaping itu. Menurutmu apakah dia bukan 
sebangsanya siluman juga?" tanya Suro.
Sambil bicara ia melirik ke arah Si 
Burung Bangkai.
"Iblis dan siluman bagiku hampir 
sama. Mari kita sikat saja!" tegas 
Tenggiling Kedil. Belum sempat Suro 
Blondo bicara, Mustika Jajar telah 
memotong.
"Kalian bertiga merupakan peng-
halang yang harus dienyahkan dari muka 
bumi ini. Sejak dulu aku menginginkan 
kematianmu dan juga kematian gurumu 
Pendekar Blo'on. Jika gurunya belum aku 
dapatkan, membunuh muridnya yang tolol 
pun bagiku sudah merupakan kesenangan 
tersendiri."
Secepat kilat tanpa disangka-sangka 
Betina Dari Neraka menyerang Pendekar 
Blo'on. Tinju kanan kirinya menderu 
menghantam pelipis dan dada si pemuda. 
Itulah sebuah jurus 'Gempa Di Lereng 
Cilawu'. Suro menyadari serangan lawannya 
ini sangat berbahaya. Sehingga ia segera 
mempergunakan jurus 'Seribu Kera Putih 
Mengecoh Harimau'.
"Nguk...! Nguuk!"
Suro Blondo berjingkrak-jingkrak, 
atau berjongkok sambil berguling-guling. 
Sesekali ia tampak menggaruk-garuk 
kepalanya seperti seekor monyet. Kemudian 
ia melompat ke depan. Tangannya 
terpentang menyambut tinju lawannya.
Tap!

"Heh...!"
Mustika Jajar terkejut. Ia terus 
mendorongkan tinjunya ke arah lawan, 
tetapi lawannya tidak bergeming. Dengan 
licik gadis berpakaian merangsang ini 
kemudian menghantam perut lawannya dengan 
lutut terlipat.
Des!
"Hekh...!"
Suro Blondo terbungkuk-bungkuk. 
Perutnya mual bukan main. Ketika ia 
menarik nafas, maka dari lubang hidungnya 
tampak darah menetes. Rupanya lawan telah 
mengerahkan tenaga dalam penuh dalam 
gebrakan pertama tadi.
Sementara itu Dewi Arimbi sendiri 
merasa terheran-heran melihat Datuk 
Tabala Muka malah bergabung dengan Betina 
Dari Neraka. Ketika bertemu beberapa 
waktu lalu Datuk Tabala Muka ingin 
membunuh Mustika Jajar karena dirinya 
merasa tersaingi, tetapi kini?
"Rupanya kau ular berkepala dua. 
Katanya kau ingin membunuh manusia setan 
itu, tidak tahunya kini kau malah 
menyeberang ke pihaknya." dengus Dewi 
gusar.
"Ha ha ha...! Waktu itu aku tidak 
tahu bahwa Betina Dari Neraka adalah 
murid keponakanku. Setelah kuketahui 
siapa dia. Maka kini tentu saja aku 
membelanya sekuat tenagaku!" sahut Datuk

Tabala Muka.
"Iblis selamanya tetap iblis, Dewi. 
Dia tidak bisa berubah menjadi kambing, 
sapi atau kerbau, apalagi manusia seperti 
kita. Dia musuh kita yang nyata, mengapa 
sekarang kita tidak menggebuknya?" ujar 
Wiro Suryo.
Mendapat aba-aba dari kakek 
berbadan sangat pendek ini. Tentu saja 
Dewi tidak mau menunggu lebih lama. Ia 
segera menyerang Datuk Tabala Muka. 
Karena menyadari lawannya sangat tangguh. 
Maka begitu melancarkan serangan Dewi 
Arimbi langsung mengerahkan jurus-jurus 
andalannya. Datuk Tabala Muka tertawa 
mengekeh.
"Aku lebih suka berkelahi dengan 
gadis secantikmu. Kau pasti masih 
perawan. Jika kau nanti kalah, maka aku 
akan mengajakmu bermain cinta sampai kau 
merengek-rengek minta ampun!" ujar sang 
Datuk.
"Manusia cabul, makanlah selen-
dangku!" teriak Dewi Arimbi dengan 
marahnya. Datuk Tabala Muka yang baru 
saja hendak bicara lagi langsung menutup 
mulut rapat-rapat. Terlebih-lebih ketika 
melihat lecutan selendang di tangan lawan 
menimbulkan percikan bunga api. Dengan 
cepat Datuk Tabala Muka alias si Burung 
Bangkai melepas capingnya dan langsung 
melemparkannya ke arah Dewi.

Gadis ini tidak mau mengambil 
resiko. Segera ia mengerahkan tiga 
perempat dari seluruh tenaga dalam yang 
dimilikinya ke bagian selendang. Setelah 
itu selendang kembali dilecutkan ke arah 
topi bambu yang melayang-layang mengincar 
leher Dewi. Topi caping bambu seperti ada 
kekuatan yang menggerakkannya langsung 
berkelit. Namun Selendang Api terus 
bergerak mengejar, hingga akhirnya 
benturan keras terjadi.
Braak!
Caping bambu milik Datuk Tabala 
Muka hancur berkeping-keping. Tentu 
pemiliknya yang memandang enteng lawan 
jadi terkejut.
"Keparat! Makanlah ini...!" teriak 
si Burung Bangkai.
Kemudian jari tangannya dirapatkan. 
Setelah sepuluh jari tangan menyatu. 
Tubuhnya menerjang ke depan. Sedangkan 
tangan terus meluncur ke dada Dewi. 
Serangan ini sangat dahsyat, karena si 
Burung Bangkai mengerahkan jurus 'Jari 
Maut Bermata Satu'.
Dewi Arimbi segera dapat merasakan 
adanya satu tekanan hawa dingin 
menghimpitnya. Tetapi rupanya Wiro Suryo 
yang sedang bertarung melawan Perkasa 
sempat melihat serangan yang dihadapi 
Dewi. Tenggiling Kedil walaupun sedang 
repot segera menolong Dewi dengan

melepaskan ajian 'Pancar Cahaya' ke arah 
Datuk Tabala Muka.
"Serangan keji!" dengus Wiro 
ditujukan pada si Burung Bangkai. 
Wuut!
Segulung cahaya putih menderu-deru 
ke arah Datuk Tabala Muka. Ajian 'Pancar 
Cahaya' yang melesat dari tangan Wiro 
Suryo memotong tangan Datuk Tabala Muka. 
Jika kakek berwajah aneh ini tidak cepat 
menarik tangannya. Tentu tangan itu 
buntung atau paling tidak hangus terkena 
pukulan yang dilepaskan oleh Wiro Suryo.
"Jadah...!"
Si Burung Bangkai mengumpat sambil 
membanting dirinya ke samping. 
Buum!
Terjadi guncangan keras ketika 
serangan Tenggiling Kedil mengenai tempat 
kosong.
Sebuah lubang menganga di samping 
Datuk Tabala Muka. Ia tidak dapat 
membayangkan apa yang terjadi dengan 
dirinya jika pukulan tadi menghantam 
tangan. Sambil memaki-maki dihati, Datuk 
Tabala Muka bangkit berdiri. Dewi yang 
selamat dari maut tanpa memberi 
kesempatan lagi langsung menyerang Datuk 
Tabala Muka.
Di lain pihak perkelahian antara 
Mustika Jajar dan Pendekar Blo'on sudah 
memakan waktu hampir enam puluh jurus.

Tampaknya kedua belah pihak sudah sama-
sama terluka. Apalagi ketika itu Mustika 
Jajar telah mempergunakan senjatanya yang 
berbentuk aneh macam bulan sabit ini. 
Senjata itu menderu-deru mengeluarkan 
sinar menyilaukan. Kemana Pendekar Blo'on 
menghindar, maka kesitu pula senjata 
Betina Dari Neraka mengejarnya. Suro 
merasa mati kutu, ia terus saja 
mengerahkan jurus 'Kacau Balau' dan jurus 
'Seribu Kera Putih Mengecoh Harimau'. 
Dengan mengerahkan kedua jurus ini, 
serangan-serangan lawan dapat diatasinya.
Namun tiba-tiba saja Mustika Jajar 
membentak garang. Serentak tubuh gadis 
itu berkelebat lenyap dari pandangan mata 
Suro. Pemuda berambut hitam kemerah-
merahan ini segera menyadari bahaya 
sedang mengancamnya. Untuk itu ketika 
merasakan sambaran angin dingin di bagian 
punggungnya. Ia segera melenting ke 
udara. Tetapi gerakannya itu kalah cepat 
dengan luncuran senjata Mustika Jajar. 
Sehingga bagian iganya kena dilukai oleh 
lawan.
Crees!
"Akh...!"
Tanpa menghiraukan sakit yang ia 
derita. Pendekar Blo'on terus berputar-
putar di udara. Kemudian ketika tubuhnya 
meluncur deras ke bawah. Maka ia 
mengibaskan kedua tangan ke arah sasaran.

"'Neraka Hari Terakhir'! Hiya...!" 
teriak si pemuda.
Buum!
"Arkh...!"
Tidak dapat dihindari lagi, Mustika 
Jajar jatuh terpelanting. Kalau bukan dia 
yang terkena pukulan itu. Tentu sudah 
tewas meregang nyawa. Tanpa menghiraukan 
darah yang mengucur dari sudut-sudut 
bibirnya. Maka Betina Dari Neraka bangkit 
berdiri. Tiba-tiba ia tertawa, suara 
tawanya semakin lama semakin meninggi. 
Tentu saja Suro jadi terheran-heran. Ia 
tidak tahu bahwa tawa si gadis sebenarnya 
cara aneh yang mungkin jarang ditemui di 
rimba persilatan untuk menyembuhkan luka 
dalam yang dideritanya.
Ternyata sekejab kemudian memang 
tampak Mustika Jajar seperti tidak 
menderita luka dalam. Sekarang ia malah 
menghimpun tenaga dalam untuk melepaskan 
pukulan 'Segala Racun Segala Bisa'. 
Inilah salah satu pukulan maut yang 
paling diandalkannya. Hanya dalam waktu 
sekejab kedua telapak tangan Betina Dari 
Neraka telah berubah menghitam. Suro 
terkesiap. Namun segera mencabut Mandau 
Jantan dari balik bajunya. Mandan 
berwarna hitam dengan empat sisi lubang 
miring di tengah-tengahnya langsung 
dikibaskan ke depan.
Terlihat sinar hitam berkelebat.

Lalu terdengar suara mendengung disertai 
rintihan semacam tangis dari senjata itu. 
Pada waktunya Mustika Jajar telah 
mengibaskan tangannya ke arah sasaran. 
Sinar hitam terus meluncur, lalu 
membentur senjata milik si pemuda.
Wees!
Anehnya begitu pukulan 'Segala 
Racun Segala Bisa' mengenai senjata milik 
Suro. Pukulan tersebut seperti menembus 
ruang hampa. Tidak ada suara ledakan 
terdengar. Betina Dari Neraka terkejut 
setengah mati. Kelengahannya yang cuma 
sebentar ini langsung dipergunakan oleh 
Suro Blondo. Tubuhnya tiba-tiba meluruk 
deras ke arah lawan. Sedangkan Mandau 
Jantan di tangan ia kibaskan.
Betina Dari Neraka sempat terkejut. 
Ia cepat menggeser tubuhnya ke kiri. 
Namun ujung Mandau membabat putus 
tangannya.
Craas!
"Akh...!"
Mustika Jajar menjerit tertahan. 
Ia mengambil putusan tangan yang 
tergeletak di depannya. Tetapi ketika itu 
Suro telah berputar. Kembali Mandau 
berkelebat. 
Cres!
"Huaakg...!"
Mustika Jajar tampak terhuyung-
huyung. Perutnya robek, ususnya

berbusaian. Gadis itu merasa sekaranglah 
ajalnya tiba. Tetapi pada saat yang 
kritis itu sebuah bayangan berkelebat 
menyambar tubuh Iblis Betina Dari Neraka. 
Hanya sekejab saja bayangan lenyap, Suro 
bermaksud mengejar. Namun pada saat itu 
ia mendengar suara jeritan si Dewi 
Arimbi. Ketika ia menoleh ke arah 
datangnya suara. Kiranya ia melihat Dewi 
yang dalam keadaan tertotok sedang 
ditindih oleh Datuk Tabala Muka.
Masih memegang Mandau Suro Blondo 
memburu. Datuk Tabala Muka yang hampir 
saja dapat merenggut kesucian si gadis 
memang sempat merasakan sambaran angin 
dingin di punggungnya. Namun begitu ia 
menoleh senjata lawan langsung menebas 
lehernya. Datuk Tabala Muka tidak sempat 
menghindar lagi. Karena ia begitu 
terkesima melihat keindahan tubuh Arimbi.
Crees!
Dhel...!
Kepala Datuk Tabala Muka langsung 
menggelinding dan menimpa dada si gadis 
yang tidak berpenutup apa-apa. Dewi 
Arimbi menjerit. Suro segera menendang 
kepala berikut tubuh sang Datuk yang 
menindih tubuh telanjang Dewi. Suro 
kemudian membebaskan totokan di tubuh si 
gadis. Begitu terbebas dari totokan Dewi 
Arimbi langsung menyambar pakaiannya yang 
tercabik-cabik. Karena pakaian itu tidak

pantas dipakai maka Suro Blondo sambil 
cengar-cengir memberikan pakaiannya.
"Pakailah! Untung iblis itu tidak 
sempat membuatmu malu!" kata si pemuda 
berambut hitam kemerahan. Kemudian ia 
memandang ke arah Wiro Suryo alias 
Tenggiling Kedil. Ternyata kakek tua itu 
sedang berjuang habis-habisan menghadapi 
Perkasa. Manusia penjelmaan patung itu 
ternyata mempunyai daya tahan yang 
sungguh sangat luar biasa.
Dihadapan Perkasa, ternyata 
Tenggiling Kedil untuk sekian jurus 
lamanya terpaksa bergerak mundur. Ketika 
Perkasa mendesak dengan pukulan-pukulan 
yang mematikan. Ternyata Tenggiling Kedil 
ini memapakinya dengan sebelah tangan. 
Benturan keras tidak dapat dihindari 
lagi.
Duuk!
"Wei... eudan...!" dengus si kakek 
pendek. Sebenarnya tenaga dalam yang 
dimiliki oleh pemuda ini tidak lebih 
tinggi dari tenaga dalam yang dimiliki si 
kakek. Namun karena tubuhnya yang pendek 
dan agak kurus. Sehingga ia tidak dapat 
mempertahankan kuda-kudanya.
Dengan cepat ia bangkit berdiri 
lagi. 
Ketika itu Perkasa mulai menginjak-
injak dirinya. Bocah tua kerdil ini lalu 
menggelundung seperti bola kian kemari.

"Hiaa...!"
Perkasa berteriak murka karena 
setiap injakannya hanya menghancurkan 
batu dan tampak seperti tidak teratur. 
Tiba-tiba saja laki-laki penjelmaan 
patung ini melepaskan pukulan dahsyat 
yang bersumber dari inti api.
"Hei... orang tua pendek jelek! 
Awas! Lawanmu kelihatannya tidak main-
main. Kau bisa gosong jadi ubi bakar, 
jika kau tetap membiarkan dia melepaskan 
pukulan!" Suro Blondo mengingatkan.
"Tidak usah takut. Aku akan 
menahannya dengan ajian Pancar Cahaya!" 
sahut si kakek aneh.
Benar saja, ketika sinar merah 
menderu cepat ke arah Wiro Suryo. Maka 
sekujur tubuh si kakek berubah putih di 
selimuti cahaya. Lalu tangannya yang juga 
telah berwarna putih segera 
dihentakkannya ke depan
Buum! Buum!
"Aaaaa...!"
Terdengar jeritan keras di tengah-
tengah suara ledakan dahsyat yang 
terjadi. Wiro Suryo terjengkang sambil 
muntahkan darah kental. Lalu terdengar 
ledakan lagi. Ketika semua mata memandang 
ke arah Perkasa. Maka terlihatlah tubuh 
sosok patung itu hancur berkeping-keping 
menjadi batu terkena ajian Pancar Cahaya.
"Hmm, bukan main-main!" desis

Pendekar Blo'on memuji.
Dengan terpincang-pincang Teng-
giling Kedil menghampiri dan langsung 
bertanya.
"Kemana Iblis Betina itu?"
"Dia sudah terluka parah. Tapi 
seseorang telah menyelamatkannya!" sahut 
Pendekar Blo'on.
"Pasti perbuatan gurunya!"
"Aku harus pergi! Tidak baik mata 
tua melihat sepasang muda-mudi yang 
sedang lirik-lirikan!"
Pendekar Blo'on baru saja mau 
memaki. Namun ternyata sahabatnya yang 
super pendek itu telah menghilang dari 
pandangan mata.
"Pakaian itu cocok denganmu, 
Rimbi?"
"Jangan menghina, baju jelek 
begini!"
"Ha ha ha! Yang terpenting bagian-
bagian yang terbuka dapat ditutupi. 
Hampir saja kau menjadi pengantin 
kesiangan Datuk Tabala Muka! Aduh... mana 
tahan aku membayangkannya!"
Dewi Arimbi cemberut. Lalu dengan 
wajah memerah ia segera berlalu 
meninggalkan Suro Blondo.
"Hei... tunggu.... Jangan kau 
tinggalkan aku...!"
"Hi hi hi! Kalau punya kaki mengapa 
tidak mengejar?" tantang si gadis sambil

tertawa.
"Nantang nih! Awas kalau dapat aku 
pasti menciummu!" kata si pemuda lalu 
menyusul Dewi Arimbi.



                          T A M A T




 

Share:

0 comments:

Posting Komentar