• Jumat, 13 Desember 2024

    PENDEKAR BLOON EPISODE MEMBURU MANUSIA SETAN

    PENDEKAR BLO'ON
    Karya : D. Affandy
    EPISODE I PEMIKAT IBLIS
    EPISODE II IBLIS BETINA DARI NERAKA
    EPISODE III MEMBURU MANUSIA SETAN
    Cerita ini adalah fiktif
    Persamaan nama, tempat dan ide hanya 
    kebetulan belaka.
    MEMBURU MANUSIA SETAN
    Oleh : D. AFFANDY
    Diterbitkan oleh : Mutiara, Jakarta
    Cetakan Pertama : 1994
    Sampul : Ken Bangun
    Setting Oleh : M. Yohandi
    Hak penerbitan ada pada penerbit Mutiara
    Dilarang mengutip, mereproduksi 
    dalam bentuk apapun tanpa ijin 
    tertulis dari penerbit.


    SATU

    Di dalam ruangan bawah tanah itu 
    pemuda bertampang tolol berambut hitam 
    kemerah-merahan sedang bingung. Ia sudah 
    mencoba segala cara untuk keluar dari 
    perangkap yang dibuat oleh Mustika Jajar 
    alias Betina Dari Neraka. Untuk lebih 
    jelasnya (dalam episode Betina Dari 
    Neraka). Namun semua cara yang telah 
    ditempuhnya tidak menghasilkan sesuatu 
    yang berarti.
    Pemuda berpakaian biru muda dengan 
    ikat kepala warna biru belang-belang 
    kuning itu akhirnya hanya duduk ter-
    menung. Tidak jauh dari pemuda tampan itu 
    duduk seorang laki-laki berambut putih 
    berjenggot dan berkumis putih. Tubuhnya 
    pendek tidak sampai setengah meter. 
    Dialah Wiro Suryo alias Tenggiling Kedil.
    "Kau harus ikut mencari jalan 
    bagaimana caranya agar kita bisa keluar 
    dari kubangan lintah ini, Tenggiling 
    Kedil!?" dengus pemuda berbaju biru muda 
    yang tidak lain adalah Suro Blondo atau 
    lebih dikenal dengan julukan Pendekar 
    Blo'on sambil garuk-garuk kepala.
    "Aku... ha ha ha...! Apakah tidak 
    keliru. Percuma kau dijuluki si anak 
    ajaib. Ingatkah kau ketika menjelang 
    kelahiranmu banyak tokoh-tokoh sakti di 
    rimba persilatan datang berduyun-duyun ke

    Gunung Bromo untuk mendapatkanmu. Lalu 
    mana keajaiban itu?" sindir Wiro Suryo 
    sinis.
    "Kau memang seorang kawan tidak 
    punya guna, kawan yang membosankan yang 
    telah membawaku terjerumus ke dalam 
    perangkap gila ini!" maki Pendekar Blo'on 
    berang.
    "Hei... tidak perlu menyesali 
    nasib. Semua yang terjadi sudah ada dalam 
    surat hidupmu, juga hidupku."
    "Suratan nasibmu dan nasibku mana 
    bisa disamakan. Aku tetap aku, sedangkan 
    kau sampai tua tetap seperti bayi, bayi 
    bangkotan berkumis dan berjenggot putih. 
    Huh betapa memalukan!"
    "Tidak perlu menghina. Lihatlah, 
    lintah-lintah celaka ini terus menghisap
    darah kita. Kalau terus bertengkar, kapan 
    kita dapat menemukan jalan keluar dari 
    sini?!" kata Wiro Suryo. 
    Pendekar Blo'on terdiam. Rasanya 
    memang tidak ada gunanya bertengkar saat 
    itu. Mereka telah terjebak di ruangan 
    bawah tanah tersebut selama tiga hari, 
    berarti hukuman yang akan dijatuhkan oleh 
    Mustika Jajar si gadis sesat tersebut 
    sekitar empat hari lagi. Otaknya yang 
    cerdik segera memikirkan jalan keluar 
    yang memungkinkan bagi mereka. Lalu saat 
    ia memperhatikan dinding-dinding kamar di 
    sekelilingnya. Maka terlihatlah olehnya

    sebuah saluran air. Suro mendekatinya, 
    kemudian segera melakukan pemeriksaan.
    Tuk! Tuk! Tuk!
    Diketuknya dinding di samping 
    saluran air tersebut. Ternyata saluran 
    air yang cukup jernih dan telah 
    dipergunakan untuk menghilangkan dahaga 
    selama beberapa hari ini berongga. Pemuda 
    tampan bertampang ketolol-tololan itu pun 
    tersenyum.
    "Kakek Suryo! Kemarilah sebentar!" 
    panggil Suro Blondo dengan wajah berseri-
    seri.
    "Ada apa lagi? Kau telah menemukan 
    lubang kubur untuk kita berdua?" ejek 
    Tenggiling Kedil.
    "Tentu saja. Mudah-mudahan jalan 
    ini untuk keselamatan kita!"
    "Kurasa saluran air ini menuju ke 
    neraka!" sahut Wiro Suryo.
    Tidak lama kemudian ia mulai 
    mengetuk-ngetuk dinding di sebelah 
    saluran. Ternyata di balik dinding batu 
    itu memang berongga.
    "Aku harus melepaskan pukulan untuk 
    membuktikan apakah di balik dinding ini 
    ada jalan keluar atau tidak!" tegas 
    pemuda berambut hitam kemerahan tersebut.
    "Jangan! Pukulanmu hanya akan 
    membuat dinding ini runtuh. Mati yang 
    paling tidak menyenangkan adalah bila 
    kita tertimbun longsoran tanah!" ucap

    Wiro Suryo. 
    "Lalu...?"
    "Kita gali dinding ini!" kata kakek 
    berbadan pendek ini tegas.
    Tanpa bicara apa-apa lagi kedua 
    laki-laki yang sama konyolnya itu mulai 
    melakukan penggalian. Setelah sampai 
    sepemakan sirih, maka dinding batu di 
    samping saluran air telah selesai mereka 
    gali.
    "Lihat! Ada sebuah terowongan di 
    sini! Kita bisa bebas...!" seru Pendekar 
    Blo'on sambil berjingkrak-jingkrak 
    kegirangan.
    "Mudah-mudahan terowongan ini 
    menuju ke dunia bebas! Ingat! Kau 
    sekarang yang mencari jalan keluar. Jika 
    ada malapetaka menghadang di depan sana, 
    jangan lagi salahkan aku!" ujar Wiro 
    Suryo.
    "Kalau tidak setuju sebaiknya 
    jangan ikut aku! Sekarang aku akan masuk 
    ke dalam terowongan ini!" tegas Suro 
    Blondo.
    Tanpa menunggu lebih lama lagi, 
    Pendekar Blo'on mulai memasuki terowongan 
    tersebut. Ia terpaksa merangkak karena 
    terowongan di samping saluran air yang 
    menghubungkan ke kolam lintah ternyata 
    agak sempit. Bagi Wiro Suryo yang 
    berbadan kerdil tentu terowongan tersebut
    cukup lebar. Ia bahkan dapat berjalan

    tegak. Karena tinggi tubuhnya tidak lebih 
    hanya setengah meter.
    "Betapa untungnya mempunyai 
    badan sepertiku. Aku tidak perlu 
    merangkak seperti seekor babi yang 
    terjebak perangkap!"
    "Kau menyindirku!" dengus Suro 
    Blondo kesal.
    "Tidak usah marah-marah, aku bicara 
    dengan diriku sendiri!"
    "Dasar orang gila!" sahut Pendekar 
    Blo'on.
    Tidak lama mereka sampai di ujung 
    terowongan. Tetapi di ujung terowongan 
    itu terdapat dua buah terowongan pula. 
    Yang satu ke arah selatan sedangkan yang 
    satunya lagi ke arah utara.
    "Sekarang bagaimana, kita akan 
    menelusuri terowongan yang mana?" tanya 
    Pendekar Blo'on sambil menggaruk-garuk 
    kepalanya.
    "Terserah kau! Aku kan hanya ikut 
    kemana kau pergi."
    "Kurasa otakmu lebih kecil dari 
    otak semut. Tenggiling Kedil. Diajak 
    bertukar pikiran saja kau tidak bisa." 
    gerutu si pemuda sambil menyeka keringat 
    yang membasahi wajahnya.
    "Otakku memang kecil, tetapi 
    pikiranku seluas jagad. Aku tidak mau 
    kasih pendapat, sebab aku takut salah 
    lagi. Kau tahu orang yang paling jelek di

    dunia ini bila sedang marah adalah kau!" 
    ejek Wiro Suryo.
    "Dan manusia yang paling menye-
    balkan kaulah orangnya!" jawab Pendekar 
    Blo'on tidak mau kalah.
    Lalu mereka saling diam lagi. Suro 
    kemudian memutuskan untuk menelusuri 
    terowongan yang menuju ke arah selatan. 
    Sedang Wiro Suryo terus mengikuti di 
    belakangnya. Di ujung lorong sebelah 
    selatan tersebut ternyata terdapat sebuah 
    sungai. Rupanya air sungai itulah yang 
    mengairi kolam lintah di ruangan bawah 
    tanah.
    "Kita sudah bebas, benar-benar 
    bebas. Kau lihat ada langit, pohon dan 
    suara gemuruh air!" desis Pendekar 
    Blo'on. Wiro Suryo tidak langsung 
    menjawab. Hidungnya kembang kempis seakan 
    sedang mengendus-endus sesuatu.
    "Aku seperti mencium bau bangkai!" 
    kata Wiro Suryo, matanya melirik pada 
    kawannya yang tampak sedang mengagumi 
    keindahan alam.
    "Apa...?"
    "Aku membaui sesuatu yang busuk!" 
    tegas kakek berbadan kerdil seperti bayi 
    dengan ketus.
    Wiro Suryo malah tersenyum. Tatapan 
    matanya tetap memandang lurus ke depan. 
    Tepatnya ke permukaan air. Sungai yang 
    lebar itu memang sepi, tetapi sekejab

    tadi ia melihat ada bayangan-bayangan 
    putih berkelebat.
    "Kurasa kolam lintah itu berisi 
    tinja. Kotorannya Mustika Jajar. Tahu 
    tidak walaupun gadis itu cantik. Tetapi 
    kotorannya tetap bau. Sebentar lagi kita 
    bisa mandi." jawab Pendekar Blo'on.
    Bau busuk semakin menusuk, sehingga 
    membuat Tenggiling Kedil jadi curiga. 
    Tetapi ia terus mengekor di belakang 
    Pendekar Blo'on ketika pemuda berpakaian 
    biru muda tersebut keluar dari tero-
    wongan. Pemuda bertampang ketolol-tololan 
    itu segera menarik nafas sedalam-
    dalamnya.
    "Hemm, lega rasanya! Tetapi... 
    eh...!" Suro mendesis kaget. Ternyata ia 
    juga mencium bau sesuatu yang sangat 
    busuk. Tiba-tiba saja ia menoleh pada 
    Wiro Suryo.
    "Ada kau cium bau sesuatu?" tanya 
    si pemuda.
    "Kurasa kupingmu benar-benar tuli. 
    Sudah kukatakan sejak tadi bahwa aku 
    mencium bau yang teramat busuk!" sahut 
    kakek berbadan super pendek sinis.
    "Bau bangkai?"
    "Tepat! Bau orang yang sudah 
    mampus!" jawab Wiro Suryo.
    Suro berjalan ke arah pinggiran 
    sungai. Tetapi langkahnya tiba-tiba saja 
    terhenti ketika melihat ada mayat yang

    telah membusuk tidak jauh di depannya. 
    Ketika ia melakukan pemeriksaan, ternyata 
    mayat itu adalah mayat seorang gadis 
    memakai baju warna putih.
    Ia tersentak kaget, sebab tadi ia 
    juga sempat melihat ada bayangan putih 
    seperti menari-nari di permukaan air yang 
    deras arusnya itu. Bayangan itu tiba-tiba 
    lenyap ketika Tenggiling Kedil 
    mengajaknya bicara.
    "Kau lihatlah ini...!" seru Suro.
    "Disini juga ada mayat." kata Wiro 
    Suryo pelan.
    Setelah mereka mengitarkan pan-
    dangan matanya, ternyata banyak sekali 
    mayat-mayat bergeletakan disitu. Dan 
    mereka semuanya terdiri dari kaum 
    sejenis.
    "Siapa yang telah melakukan 
    perbuatan keji ini?" tanya Suro.
    "Mana aku tahu! Tetapi mayat-mayat 
    ini sedikitpun tidak terluka. Cuma 
    sekujur tubuh mereka membiru seperti 
    keracunan!" gumam Tenggiling Kedil.
    Mereka segera menyingkir menjauhi 
    mayat-mayat tersebut karena tidak tahan 
    dengan baunya yang busuk. Sekitar lima 
    belas batang tombak mereka melangkah. 
    Tiba-tiba terdengar suara seorang 
    perempuan. Suaranya itu mirip ratapan 
    seorang gadis yang sedang dirundung duka.
    "Bertanya pada orang kaya, langit,

    bumi, udara, tumbuhan dan makhluk punya 
    jiwa siapa yang punya? Bertanya pada 
    nafsu, amarah dendam, iri dengki, tamak 
    dan sombong kemana perginya? Bertanya 
    pada hati, cinta kasih sayang untuk 
    siapa? Hidup tujuh puluh tahun entah buat 
    apa? Orang-orang jujur mati terbujur. 
    Manusia banyak dosa panjang umurnya. 
    Lihatlah bangkai yang berserakan, mereka 
    korban angkara murka! Lalu aku si tua 
    bangka bisa apa? Aku tidak bisa apa-apa. 
    Hik kik hik! Betapa menyedihkan!"
    Pendekar Blo'on dan Wiro Suryo 
    saling pandang dan sama-sama membasahi 
    lidah.
    "Siapa dia?" tanya Suro.
    "Hemm, aku hidup hampir sembilan 
    puluh tahun. Tetapi aku tidak pernah 
    mendengar tentang orang ini. Barangkali 
    Kuntilanak, wewe air atau penyair picisan 
    sedang bersenandung" sahut Tenggiling 
    Kedil seenaknya.
    "Sudahlah buat apa kita pikirkan. 
    Sekarang aku harus kembali mencari 
    Mustika Jajar. Perempuan itu mempunyai 
    dosa selangit tembus. Dan lagipula dia 
    telah membunuh Pematung Kelana, selain 
    itu manusia jelmaan patung batu itu harus 
    kumusnahkan!" tegas Pendekar Blo'on. 
    (Untuk lebih jelasnya siapa Pematung 
    Kelana, dalam episode Pemikat Iblis).

    "Apa kau pikir hanya kau saja yang 
    punya kepentingan. Betina Dari Neraka 
    sangat sakti sekali. Aku tidak ingin 
    melihatmu mati konyol di tangannya. Jadi 
    aku harus ikut!" kata Wiro Suryo.
    Pendekar Blo'on baru saja ingin 
    mengatakan sesuatu. Namun ucapannya 
    tertunda karena tiba-tiba saja air sungai 
    yang deras itu bergolak hebat. Lalu 
    terdengar suara menderu-deru seperti air 
    bah. Kedua sahabat tersebut tercengang. 
    Mereka menjadi kaget ketika melihat ada 
    sesuatu bergerak-gerak di dalam pusaran 
    air itu. Sampai kemudian tampak dua sosok 
    bayangan putih melesat ke udara. Lalu 
    mendarat lagi di permukaan air sambil 
    menari-nari.
    "Han... hantu...!" desis Pendekar 
    Blo'on.
    "Goblok, mereka bukan hantu. Kurasa 
    kalau tidak salah mereka inilah Dewi 
    Kehidupan!" ujar Wiro Suryo yang ternyata 
    memang mempunyai pengalaman lebih luas 
    dibandingkan Pendekar Blo'on.


    DUA


    Ternyata dugaan Pendekar Blo'on 
    meleset. Kedua sosok berpakaian serba 
    putih ini memang manusia. Tepatnya 
    seorang nenek tetapi memiliki wajah

    cantik dan seorang gadis berparas jelita. 
    Pendekar Blo'on sempat tercengang karena 
    gadis itu wajahnya sangat mirip sekali 
    dengan Dewi Bulan. Untuk lebih jelasnya 
    (Dalam Episode Bayang-Bayang Kematian). 
    Setelah melakukan gerakan seperti orang 
    menari di atas air tanpa basah barang 
    sedikit pun. Maka kedua perempuan itu 
    langsung melayang ke daratan.
    Jliik!
    Keduanya menjejakkan kaki tanpa 
    menimbulkan suara sama sekali. Sekejab 
    gadis dan nenek cantik itu memperhatikan 
    Suro Blondo dan Wiro Suryo silih 
    berganti.
    "Hari ini kulihat lagi sebuah 
    kesedihan di balik duka yang kurasakan 
    atas meninggalnya beberapa orang muridku! 
    Kau siapakah pemuda tampan bertampang 
    bego?" tanya si nenek tanpa 
    memperkenalkan dirinya.
    "Aku.... Aku Suro Blondo...! 
    Sedangkan kawanku yang pendek tetapi 
    sudah tua bangka ini namanya Wiro Suryo." 
    sahut pemuda berambut hitam kemerahan itu 
    setengah mendongkol.
    "Kalian orang-orang konyol hendak 
    kemanakah?" tanya si nenek cantik.
    "Aku tidak mau menjawab jika kalian 
    tidak memperkenalkan diri!" desis Suro 
    bersunggut-sungut.
    "Aku juga...!" timpal Tenggiling

    Kedil tidak mau kalah.
    "Jika kau bicara seperti itu pada 
    saat aku tidak sedang berduka. Mungkin 
    aku masih bisa maklum. Tetapi sekarang 
    jangan coba-coba membantah. Kalian berada 
    di daerah kekuasaanku! Menolak permintaan 
    berarti mati!" dengus si nenek cantik 
    berang.
    "Ha ha ha...! Kau dengar itu, bocah 
    tolol. Ancamannya sungguh membuat tubuhku 
    semakin bertambah kecil. Apakah kau mau 
    menjawab pertanyaan nenek sinting ini?" 
    ejek Tenggiling Kedil. Suro Blondo 
    pencongkan mulutnya. Lalu keluarkan 
    siulan panjang seperti suara kera.
    "Hidup dan mati tidak pernah 
    kutakutkan! Kalau tidak bersalah tentu 
    aku bisa mati tertawa!"
    "Bagus! Tertawalah kau sepuas-
    puasnya!" dengus si nenek cantik.
    Sedangkan gadis yang menyertainya 
    sejak tadi hanya diam saja sambil 
    memperhatikan Suro Blondo.
    "Bunuh! Bunuh!" teriak si nenek 
    tidak jelas perintahnya itu ditujukan 
    pada siapa.
    Byur!
    Tiba-tiba saja air di dalam sungai 
    bergolak kembali. Lalu terdengar suara 
    deru angin kencang disertai semburan air 
    yang dingin. Sebuah kekuatan yang dahsyat 
    telah menyeret tubuh Suro dan Wiro ke

    tengah-tengah pusaran air tersebut.
    "Haup...! Haup!"
    Hanya dua kali saja kedua laki-laki 
    ini tampak timbul tenggelam. Kemudian 
    mereka lenyap dan tersedot ke dalam 
    pusaran air tersebut. Wiro Suryo adalah 
    tokoh kawakan dari Gunung Sembung. 
    Sedangkan Pendekar Blo'on adalah seorang 
    pendekar yang mempunyai ilmu olah 
    kanuragan sangat tinggi. Jika keduanya 
    tidak mampu melepaskan diri dari daya 
    tarik pusaran air tersebut. Ini merupakan 
    pertanda bahwa nenek cantik itu mempunyai 
    keahlian yang sangat hebat.
    Setelah lima belas menit Suro dan 
    Wiro tenggelam, tidak lama kemudian 
    mereka tampak muncul kembali. Tapi tubuh 
    mereka sudah sangat lemas seakan tidak 
    punya daya. Nenek cantik menyeret 
    keduanya ke pinggir sungai. Kemudian 
    menelentangkannya di atas pasir.
    "Seandainya kalian tadi mati, 
    apakah menurut kalian kematian itu 
    enak...?" tanya si nenek.
    "Apa sebenarnya keinginanmu, Ni
    sanak? Sehingga berani mempermainkan kami 
    yang tidak punya salah apa-apa padamu?" 
    protes Wiro Suryo geram.
    "Aku sedih, hik hik hik...! Jangan 
    berani macam-macam, jawab dulu perta-
    nyaanku!"
    "Jangan tanya aku dan kawanku! Kami

    belum pernah mati, lagi pula engkau sedih 
    apakah aku juga harus ikut sedih, huk huk 
    huk!" sahut Suro sambil tertawa.
    Rupanya gadis jelita yang mendam-
    pingi si nenek cantik akhirnya tidak 
    sabar juga melihat ulah si nenek cantik.
    "Guru, tidak pantas menyiksa 
    mereka. Lagipula kita tidak tahu apakah 
    dia berada di pihak perempuan setan itu 
    atau tidak. Sebaiknya kita tanya langsung 
    pada persoalan yang kita hadapi!" saran 
    si gadis. Si nenek cantik tidak langsung 
    menjawab, melainkan kibaskan jubahnya 
    yang menjela.
    "Dewi Arimbi muridku, terlalu 
    banyak manusia palsu di dunia ini. Ter-
    lalu banyak pula keanehan yang terjadi. 
    Apakah mereka mau mengaku bila kita tanya 
    tentang saudara-saudaramu yang sudah 
    tewas!"
    "Benar salahnya tergantung nanti! 
    Yang penting kita tanya dulu kedua 
    manusia konyol ini."
    "Hemm, ucapanmu ada benarnya juga. 
    Baiklah, sekarang aku akan menanyai 
    mereka!" kata si nenek cantik, seraya
    melangkah maju beberapa langkah.
    "Kalian lihat mayat-mayat itu?" Si 
    nenek menuding salah satu mayat yang 
    tergeletak tidak jauh di pinggir sungai.
    "Hanya orang buta saja yang tidak 
    melihatnya!" sahut Suro sambil garuk

    garuk kepala.
    "Bagus! Kalian tahu mereka adalah 
    korban perempuan yang berjuluk Betina 
    Dari Neraka!" jelas si nenek cantik.
    "Kami juga sedang memburu Manusia 
    Setan itu beserta kaki tangannya!" tegas 
    Wiro Suryo.
    "Heh... benarkah begitu?" desis si 
    nenek cantik Tambel Nyawa.
    "Kawanku tidak berdusta. Kalau 
    tidak percaya tanya saja pada para hantu, 
    setan, jin, burung-burung yang sedang 
    terbang atau iblis itu sendiri. Kami 
    bahkan baru saja meloloskan diri jebakan 
    Iblis Betina Dari Neraka." Suro Blondo 
    menimpali.
    Nenek cantik sebenarnya maklum 
    dengan ucapan pemuda yang tampak rada-
    rada miring itu. Tetapi mungkinkah pemuda 
    bertampang tolol seperti itu punya urusan 
    dengan Betina Dari Neraka?
    "Untuk sementara waktu aku terpaksa 
    mempercayaimu! Tetapi awas jika kelak di 
    kemudian hari kalian berdusta padaku. 
    Maka aku akan membuat perhitungan dengan 
    kalian!" kata si nenek cantik.
    "Kalau percaya ya percaya, jangan 
    harus terpaksa. Lagipula siapa yang 
    memaksamu, nenek? Aku tidak memaksa 
    apalagi kawanku?"
    "Diam kau pemuda ceriwis! Sekarang 
    kalian harus memejamkan mata!" perintah

    Dewi Arimbi.
    Walaupun hati mereka dipenuhi 
    dengan tanda tanya, namun Suro dan Wiro 
    Suryo terpaksa memejamkan matanya. Tidak 
    lama setelah mata mereka terpejam. Suro 
    Blondo merasa tubuhnya terangkat menuju 
    ke sebuah tempat yang serba asing. Sampai 
    kemudian terdengar sebuah suara....
    "Buka matamu!"
    Pendekar Blo'on membuka matanya. 
    Kemudian pemuda berambut hitam kemerah-
    merahan itu memperhatikan keadaan 
    disekelilingnya. Ternyata ia sudah tidak 
    berada di pinggir sungai lagi.
    "Kawanku dimana? Siapa yang telah 
    membawaku ke mari?" tanya Suro dengan 
    bingung.
    "Kami yang telah membawamu kesini. 
    Sedangkan kawanmu sekarang sedang di 
    pinggir sungai sana!" sahut gadis berbaju 
    putih tenang.
    "Apa keinginan kalian sehingga 
    membawaku ke tempat yang sama sekali 
    belum kukenal ini?" tanya si pemuda 
    sambil menggaruk-garuk kepalanya.
    "Lembah Tidak Bernama! Aku Dewi 
    Kehidupan membawamu kemari tentu saja 
    ingin bertukar pikiran denganmu?!" tegas 
    si nenek Tambel Nyawa.
    "Mengapa kawanku tidak kalian bawa 
    serta?"
    "Karena aku hanya ingin bicara

    padamu!" sahut si nenek cantik.
    "Ha ha ha...! Tindakan kalian hanya 
    membuat aku kehilangan kesempatan untuk 
    menghancurkan Iblis Betina Dari Neraka!" 
    dengus Suro Blondo.
    "Jangan banyak bertingkah dihadapan
    ku! Sekarang kau diam dan dengarkan apa 
    yang ingin kukatakan!!" tegas Dewi 
    Kehidupan.
    "Cepatlah! Karena aku tidak ingin 
    berlama-lama berada disini!" kata 
    Pendekar Blo'on.
    "Baiklah," desah Nenek Tambel 
    Nyawa. "Beberapa hari yang datang seorang 
    perempuan cantik dan seorang laki-laki 
    tinggi besar yang cuma memakai cawat...!"
    "Itu pasti Si Perkasa. Manusia 
    patung yang telah dihidupkan oleh gurunya 
    perempuan itu!" potong Suro.
    "Bocah gendeng! Jangan kau potong 
    ucapanku!" dengus nenek berbaju putih itu 
    marah.
    "Kalau begitu teruskan!" sahut Suro 
    Blondo serius.
    "Perempuan itu mengatakan dirinya 
    sebagai Iblis Betina Dari Neraka. Ia 
    mengajakku agar mau bergabung dengan 
    mereka. Waktu yang diberikan padaku hanya 
    sepekan saja untuk berpikir. Ketika waktu 
    yang ditentukan telah sampai masanya. 
    Maka aku memutuskan tidak ingin bergabung 
    dengan perempuan itu. Aku tahu dia

    perempuan iblis yang ingin menaklukkan 
    rimba persilatan. Ia ingin mendirikan 
    sebuah kerajaan persilatan yang paling 
    besar di negeri ini. Akibat penolakanku, 
    kau tentu sudah dapat menebak apa yang 
    terjadi!"
    "Dia membunuh murid-muridmu dengan 
    serangan beracunnya?!" sahut Pendekar 
    Blo'on.
    "Tepat! Itulah sebabnya ketika 
    kalian datang ke sungai itu aku merasa 
    curiga. Kau tahu seumur hidupku, baru 
    kali ini aku Dewi Air merasa kecolongan." 
    ujar si nenek cantik.
    "Apa yang dicolong, nenek?" tanya 
    Suro Blondo.
    "Nyawa murid-muridku, tolol!" maki 
    perempuan itu sengit.
    "Lalu apa yang kau inginkan 
    dariku?"
    "Jika memang benar kau bukan anak 
    buahnya Betina Dari Neraka. Aku ingin 
    minta bantuanmu untuk menangkap perempuan 
    iblis itu!" tegas Dewi Kehidupan.
    "Apakah engkau dan muridmu tidak 
    dapat melakukannya sendiri?" pancing 
    Pendekar Blo'on.
    "Kau memang manusia menyebalkan. 
    Tentu saja aku sanggup, aku hanya ingin 
    membuktikan benarkah kau mau membunuh 
    perempuan itu? Jadi apa salahnya jika aku 
    sekalian menitipkan sebuah tugas

    untukmu!"
    "Engkau tidak usah khawatir. Sudah 
    lama aku memburu Iblis Betina Dari Neraka 
    berikut patung itu. Sekarang aku harus 
    pergi dari sini!" tegas Pendekar Blo'on.
    "Eiit... tunggu dulu. Untuk 
    meyakinkan kebenaran niatmu itu, sekarang 
    muridku Dewi Arimbi harus ikut denganmu! 
    Kalau apa yang kau lakukan nanti 
    menyimpang dari apa yang kau ucapkan. 
    Maka muridku ini akan mencincang 
    tubuhmu!" tegas Dewi Kehidupan.
    "Aku tidak melarang dia ikut 
    denganku, kalau nenek cantik juga ingin 
    turut serta, aku juga tidak larang!" ejek 
    Pendekar Blo'on sambil mengusap-usap 
    keningnya.
    "Tidak...! Untuk sekarang ini 
    sebaiknya muridku saja yang menjadi 
    saksi...!" tegas Dewi Kehidupan.
    Pendekar Blo'on walaupun belum 
    pernah mengenal Dewi Arimbi. Namun ia 
    merasa yakin gadis yang tidak banyak 
    bicara itu baik hatinya. Tentu saja ia 
    merasa senang pergi bersama Dewi Arimbi 
    dibandingkan dengan nenek bawel seperti 
    Dewi Kehidupan itu.
    "Baiklah, kalau guru memerintahkan 
    aku untuk mengawasi pemuda bertampang 
    tolol ini. Sekarang aku mohon diri...!** 
    kata Dewi Arimbi.
    "Pergilah muridku! Ini adalah

    pertama kalinya kau berada di rimba 
    persilatan. Kau harus berhati-hati 
    menghadapi tipu muslihat musuh-musuhmu. 
    Termasuk juga terhadap pemuda ini...!" 
    tegas Dewi Kehidupan alias Si Nenek 
    Cantik Tambel Nyawa.
    "Guru tidak usah khawatir, kalau 
    pemuda ini bertingkah macam-macam tentu 
    aku akan membunuhnya...!" 
    Suro Blondo sebenarnya mendongkol 
    juga mendengar ucapan si gadis. Tetapi ia 
    tidak ingin bertindak macam-macam. 
    Sebagai pelampiasan kekesalannya Suro 
    Blondo hanya menggaruk-garuk kepalanya. 
    Tidak lama kemudian kedua muda-mudi itu 
    segera meninggalkan Lembah Tidak Bernama.


    TIGA


    "Kedua tawanan kita meloloskan 
    diri, Junjunganku!" Lapor Perkasa begitu 
    kembali dari dalam ruangan bawah tanah. 
    Mustika Jajar alias Iblis Betina Dari 
    Neraka jelas tampak terkejut sekali. Ia 
    sama sekali tidak menyangka Pendekar 
    Blo'on dan Wiro Suryo dapat meloloskan 
    diri;
    "Bagaimana hal itu dapat terjadi, 
    kekasihku? Kita telah menjebak mereka. 
    Jangankan manusia, seekor tikus pun tidak

    mungkin dapat meloloskan diri!" desis 
    Mustika Jajar sengit.
    "Ada sebuah lubang besar dekat 
    saluran air. Lubang itu pasti mereka yang 
    membuatnya. Lubang itu cukup besar, 
    jangankan tikus. Babi pun pasti dapat 
    meloloskan diri!" jelas Perkasa.
    "Kau sudah mencarinya, kekasihku?" 
    tanya si gadis.
    "Sudah! Orang tolol dan orang 
    pendek tidak ada di situ!"
    "Kalau begitu kita harus segera 
    bertindak. Kita harus membangkitkan 
    orang-orang yang sudah mati untuk menjadi 
    anak buah kita! Setelah itu kita 
    kumpulkan orang-orang yang memiliki 
    kepandaian tinggi untuk membantu kita. 
    Pendekar Blo'on itu adalah murid 
    sekaligus cucu Malaikat Berambut Api. 
    Guruku telah memberi perintah padaku 
    untuk membunuh pemuda itu dan juga 
    Malaikat Berambut Api. Kau tahu 
    Perkasa... mata guruku menjadi buta 
    karena perbuatan Malaikat Berambut Api. 
    Untuk menghadapi kedua manusia keparat 
    itu sekaligus, kita harus mempunyai 
    kekuatan yang sangat besar!" tegas Iblis 
    Betina Dari Neraka.
    Perkasa belum sempat menanggapi 
    ucapan majikannya. Ketika tampak seorang 
    laki-laki dengan langkah terhuyung-huyung 
    bergerak mendatangi.

    "Wiku Palawa...!?" desis Mustika 
    Jajar terkejut.
    Seperti sama-sama kita ketahui 
    dalam (Episode Iblis Betina Dari Neraka)
    Wiku Palawa sempat tidak sadarkan diri 
    karena mendapat serangan telak dari Wiro 
    Suryo. Sekujur tubuhnya dipenuhi dengan 
    luka, bahkan wajah laki-laki bersenjata 
    Tongkat Maut itu juga hancur.
    "Apa yang terjadi dengan dirimu, 
    Wiku? Wajahmu hancur, siapa yang telah 
    melakukannya?"
    "Maafkan aku ketua. Wajahku menjadi 
    begini karena perbuatan Wiro Suryo. 
    Manusia super pendek sahabatnya pemuda 
    tolol itu!" dengus Wiku Palawa sengit.
    "Tidak usah khawatir. Aku dapat 
    mengembalikan wajahmu yang rusak itu 
    menjadi seperti sediakala. Tetapi kau 
    harus menjalankan tugas dahulu. Setelah 
    tugasmu selesai. Maka obat penyembuhan 
    itu akan kau dapatkan dariku!" tegas 
    Mustika Jajar.
    Wiku Palawa sadar betul ketuanya 
    memiliki kesaktian yang sulit tertan-
    dingi. Jika patung batu buatan Pematung 
    Kelana dapat dihidupkan menjadi manusia. 
    Mengobati luka-lukanya tentu tidak akan 
    sulit! pikirnya.
    "Ketua apakah engkau tidak menyem-
    buhkan aku sekarang juga?" tanya sang 
    Wiku pelan.

    "Hik hik hik...! Aku ketua di sini, 
    kau tidak berhak memerintahku! Sekarang 
    kau kerjakan apa yang menjadi tugasmu!" 
    tegas Mustika Jajar serius. Wiku Palawa 
    mana berani membantah. Walaupun hancur 
    dan menimbulkan rasa perih bukan main. 
    Akhirnya ia bangkit berdiri dan bermaksud 
    segera pergi. Tetapi....
    "Tunggu dulu, Wiku. Kita akan 
    pindah ke Bukit Cadas Siluman. Kalau kau 
    nanti dapat mengumpulkan anggota baru, 
    maka bawalah ke Bukit Cadas Siluman. 
    Sekarang kau bawalah ini! Gunanya adalah 
    untuk membuat musuh-musuhmu pingsan dalam 
    beberapa waktu lamanya. Bila musuhmu 
    sudah pingsan. Tentu akan mudah bagimu 
    melaksanakan tugas!" ujar gadis cantik 
    berpakaian ketat tersebut. Ia kemudian 
    menyerahkan sepuluh benda bulat berwarna 
    hitam. Benda sebesar kepalan tangan ini 
    segera dimasukkan di balik bajunya.
    "Ingat, Wiku. Pada saat engkau 
    melemparkan benda-benda ini. Maka kau 
    harus menutup indera penciumanmu!" tegas 
    Mustika Jajar. Wiku Palawa menganggukkan 
    kepala. Setelah itu ia segera 
    meninggalkan Mustika Jajar dan pengawal 
    pribadi merangkap kekasihnya di tempat 
    itu. Setelah Wiku Palawa sudah tidak 
    terlihat lagi. Maka Mustika Jajar segera 
    berpaling pada Perkasa.
    "Kau tahu kuburan terdekat dengan

    tempat kita ini, kekasihku?" tanya si 
    gadis dengan manja.
    "Tentu saja tahu, Junjunganku." 
    sahut Perkasa.
    "Mari kita ke sana!" ajak Betina 
    Dari Neraka.
    Keduanya berjalan beriringan menuju 
    ke kuburan terdekat.
    * * *
    Kuburan yang sangat luas tersebut 
    terletak di tengah-tengah hutan belan-
    tara. Tempatnya tidak terurus dan 
    ditumbuhi semak belukar. Ketika itu hari 
    sudah menjelang senja. Suasana di seke-
    lilingnya mulai bertambah gelap. Sesekali 
    terdengar suara lolongan serigala hutan. 
    Burung-burung hantu mengepakkan sayapnya, 
    kemudian terbang menjauh. Seakan tidak 
    sudi melihat apa yang akan terjadi di 
    tempat itu.
    Tidak lama kemudian di tanah 
    pekuburan itu muncul seorang gadis cantik 
    memakai baju warna ungu. Pakaiannya ketat 
    tembus pandang. Sehingga bagian-bagian 
    auratnya yang seharusnya dilindungi malah 
    terlihat bertonjolan dengan jelas. Di 
    samping gadis itu tampak pula seorang 
    pemuda berbadan kekar, tegap. Dadanya 
    bidang ditumbuhi bulu-bulu halus. Ia 
    hanya memakai cawat. Wajahnya tampan dan

    rambutnya agak panjang. Dialah Perkasa 
    dan Mustika Jajar. Gadis yang mempunyai 
    seribu ambisi dan selalu haus dengan 
    permainan asmara.
    "Kurasa ada seratus kubur di sini. 
    Orang-orang yang telah mati akan menjadi 
    berguna bila kita mampu membangkitkan 
    mereka seperti sediakala." desis Iblis 
    Betina Dari Neraka.
    "Bagaimana caranya, Junjunganku?" 
    tanya Perkasa.
    Pemuda yang cuma memakai cawat ini 
    mengerutkan keningnya.
    "Caranya...? Hik hik hik...! Aku 
    punya ilmu Pembangkit Mayat. Dengan 
    permainan cinta dan tentu saja atas kuasa 
    iblis kita dapat membangkitkan mereka!" 
    sahut si gadis disertai tawa mengikik 
    macam setan.
    "Aku kurang mengerti apa maksudmu?" 
    ucap Perkasa berterus terang.
    "Hi hi hi...! Kau memang selalu 
    tidak mengerti, kekasihku! Tetapi aku 
    tetap mencintaimu. Cinta luar dalam, 
    terlebih-lebih pada bagian luar itu. Hmm, 
    kau benar-benar sangat luar biasa!" puji 
    Mustika Jajar. Matanya yang genit 
    mengerling nakal. Lalu ia tersenyum pula, 
    senyuman yang selalu mendebarkan hati. 
    "Sekarang duduklah... jangan pernah 
    bicara apa-apa. Karena aku akan membaca 
    mantra-mantra permulaan." pesan si gadis

    serius,
    Perkasa seperti monyet kudisan 
    hanya mengangguk sambil menggaruk-garuk 
    kepalanya. Setelah Perkasa duduk, maka 
    gadis baju ungu juga ikut duduk dengan 
    bertumpu pada kedua kakinya. Kemudian 
    tanpa disangka-sangka Iblis Betina Dari 
    Neraka menyentuh kancing-kancing bajunya. 
    Barulah kancing-kancing itu dibukanya 
    satu persatu. Perkasa walaupun sudah 
    berulangkali bergumul dengan gadis ini. 
    Namun sekarang ketika melihat dada si 
    gadis yang putih menantang itu ia jadi 
    ingin meremasnya, melumat atau 
    mendekapnya. Namun ia tidak mungkin 
    berani bertindak gegabah tanpa perintah 
    Mustika Jajar. Setelah melepas habis 
    seluruh penutup dadanya. Maka gadis itu 
    tanpa malu-malu lagi segera melepas 
    seluruh pakaian yang menempel di 
    tubuhnya. Sehingga di lain waktu ia 
    benar-benar dalam keadaan telanjang.
    Perkasa memandangi semua ini dengan 
    sorot mata tidak berkedip. Mustika Jajar 
    adalah gadis yang sangat sempurna, 
    pinggulnya ramping auratnya menonjol dan 
    dadanya tegak menantang. Sayangnya ia 
    adalah budak iblis yang salah kaprah 
    dalam menentukan hidup. Perkasa sendiri 
    merasa darahnya seperti panas terbakar, 
    gelora di jiwanya tidak tertahankan lagi. 
    Pada saat itulah terdengar suara lembut

    dari bibir si gadis yang setengah 
    terbuka....
    Dalam kesendirianmu di alam Baka
    Jasad terbujur tersia-sia....
    Rohmu tersiksa karena didera
    Sampai kiamat dunia nyata
    Lebih enak di alam dunia
    Kesenangan di dapat dengan suka 
    cita
    Lebih enak lagi sorga dunia
    tiada tanding orang bercinta
    Hei... para jasad dan roh yang 
    merana
    Dari pada berkubur di alam sana
    Lebih baik kembali ke alam nyata
    Iblis pembangkit raja Segala
    Mari bercinta dengan sukarela....
    Bangkit... dan bangkitlah....
    Berkat kuat pembangkit jenazah,..!!
    Sekejab setelah suara Mustika Jajar 
    lenyap. Maka secara tiba-tiba angin 
    berhembus dengan hebatnya. Hembusan angin 
    itu disertai dengan gelegar suara petir 
    sambung menyambung tiada henti. Pohon-
    pohon di sekeliling tanah pekuburan 
    bertumbangan sehingga menimbulkan suasana 
    yang mencekam. Alam seakan menjadi murka. 
    Hujan turun dengan deras seperti tercurah 
    dari langit.
    "Perkasa... sudah waktunya kita 
    bercinta untuk menarik perhatian

    mereka...!" ucap Betina Dari Neraka. 
    Hanya beberapa saat setelah itu mereka di 
    tengah-tengah derasnya hujan tampak 
    saling rangkul dan berpelukan. Perkasa 
    dengan rakusnya menjilati setiap kein-
    dahan di tubuh Mustika Jajar. Sehingga 
    membuat gadis itu menggelinjang, merintih 
    sambil tetap memeluk lawan jenisnya 
    dengan erat. Dalam kesempatan itu tanah 
    di setiap pekuburan bergetar hebat. 
    Kemudian terjadi keretakan disana-sini 
    disertai suara aneh seperti rintihan.
    Sementara itu tanpa menghiraukan 
    derasnya hujan. Kedua sosok tubuh 
    berlainan jenis ini telah berguling-
    guling ke tanah. Nafsu setan tampaknya 
    memang sudah menguasai jiwa mereka. 
    Mustika Jajar bahkan mulai merentangkan 
    kedua paha yang putih mulus itu selebar-
    lebarnya. Sementara tangan kirinya telah 
    bergerak liar ke bagian bawah perut 
    Perkasa yang menegang.
    "Aukh... ookh... aakh...!" gadis 
    itu merintih-rintih. 
    Tidak lama setelah itu tubuh bagian 
    bawah mereka pun telah menyatu. Saat diri 
    Perkasa memasuki Mustika Jajar. Ketika 
    itu pula terlihat sinar putih memancar 
    dari tubuh mereka. Sinar itu menerangi 
    seluruh tanah pekuburan. Secara perlahan 
    muncul tangan-tangan berlendir penuh 
    darah. Tangan-tangan tersebut mencuat ke

    permukaan tanah di susul dengan bagian-
    bagian tubuh lainnya.
    Sementara Perkasa terus bergerak 
    teratur di atas tubuh Mustika Jajar. 
    Sampai akhirnya terdengar suara lenguh 
    dari bibir keduanya. Itulah puncak 
    kenikmatan dari seluruh pendakian yang 
    mereka lakukan.
    "Auuckh... kau tetap hebat 
    Perkasa...!" desis si gadis sambil 
    mempererat pelukannya.
    "Hemm." Perkasa menggumam tidak 
    jelas.
    Sedangkan raga mereka tetap 
    dibiarkan menyatu untuk beberapa saat 
    lamanya.
    "Biarkan kita begini, kekasihku. 
    Aku ingin melihat apakah ilmu Pembangkit 
    Mayat masih dapat bekerja dengan 
    baik...!" ucap si gadis lirih.
    "Auk... kroaakh...!"
    Tiba-tiba saja terdengar suara-
    suara di sekeliling mereka. Selanjutnya 
    terdengar suara yang lebih jelas lagi....
    "Ladalah... kita hidup lagi... 
    bagaimana ini... siapa yang menghidupkan 
    kita...?!"
    Mustika Jajar segera bangkit 
    berdiri. Ia menyambar pakaiannya yang 
    berserakan dan basah oleh air hujan. Ia 
    mengenakan pakaiannya kembali. Sedangkan 
    Perkasa segera memakai cawatnya yang

    dibuka oleh kekasihnya tadi.
    "Lihat Perkasa! Kita berhasil!" 
    seru si gadis.
    Mayat-mayat yang baru bangkit dari 
    kubur tersebut kebanyakan di antaranya 
    hanya tinggal tulang belulang. Hanya 
    sebagian di antara yang mempunyai Ilmu 
    Karang saja yang masih utuh. Mereka 
    segera berkumpul di tengah-tengah tanah 
    pekuburan itu.
    "Kepada kalian semuanya, aku adalah 
    majikan kalian sekaligus sebagai ketua 
    yang bertanggung jawab. Karena akulah 
    yang telah membuat kalian hidup lagi!" 
    seru Iblis Betina Dari Neraka lantang. 
    Sementara itu hujan sudah mulai reda.
    "Kroakh... bagaimana bisa begitu?" 
    protes salah satu mayat yang mempunyai 
    rambut panjang dan kuku melingkar di 
    tubuhnya.
    "Atas bantuan iblis kalian hidup. 
    Bagi yang tidak mau hidup silahkan 
    kembali ke liang kubur."
    "Kami tidak mau kembali ke kubur. 
    Disana sangat sunyi, panas dan di siksa 
    melulu! Kami ingin ikut dengan kau!" seru 
    mayat-mayat hidup tersebut hampir 
    serentak.
    "Kalau itu keinginan kalian. Maka 
    mulai saat ini harus menurut dan patuh 
    kepadaku! Ingat setiap musuhku adalah 
    musuh kalian juga. Karena itu harus di

    bunuh!" tegas si gadis lagi.
    "Kami mengerti dan selalu mematuhi 
    perintahmu, Junjungan!" sahut mayat-mayat 
    hidup tersebut.
    Lalu mereka seperti dikomando 
    langsung menghaturkan sembah. Sehingga 
    Betina Dari Neraka menjadi girang.
    "Kau lihat Perkasa! Sekarang kita 
    mempunyai kekuatan yang dapat diandalkan. 
    Mulai saat ini aku ingin mengutusmu untuk 
    membantu Wiku Palawa dalam mencari 
    anggota baru!"
    "Jadi aku harus meninggalkanmu?!" 
    tanya Perkasa seakan ragu-ragu.
    "Kau tidak perlu cemburu atau 
    khawatir aku menyeleweng. Tubuhku dan 
    cintaku hanya milikmu, mengertikah 
    kau...?"
    "Aku mengerti Junjunganku!" sahut 
    Perkasa.
    "Aku akan membawa mayat-mayat hidup 
    ini ke Bukit Cadas Siluman. Jika kau 
    kembali, maka kembalilah ke bukit itu. 
    Karena disanalah kita akan memulai segala 
    sesuatunya!" tegas Mustika Jajar.
    "Baiklah, aku mohon pamit dulu!" 
    kata Perkasa. Kemudian pemuda yang cuma 
    memakai cawat tersebut dengan langkah-
    langkahnya yang kaku segera meninggalkan 
    majikannya.
    "Hemm, aku beruntung mendapatkan 
    dia. Perkasa tidak pernah lelah melayani

    keinginanku yang satu itu." pikir Betina 
    Dari Neraka sambil tersenyum manis. Tidak 
    lama ia segera berpaling pada mayat-mayat 
    hidup di depannya.
    "Sekarang kalian ikuti aku 
    kemanapun majikanmu ini pergi!" perintah 
    Mustika Jajar. Benar saja ketika Mustika 
    Jajar bergerak meninggalkan tanah 
    pekuburan tersebut. Maka mayat-mayat 
    hidup tersebut langsung mengikutinya. Di 
    sepanjang perjalanan menuju Bukit Cadas 
    Siluman. Bau busuk tercium dengan nyata. 
    Namun tampaknya si gadis sudah mulai 
    terbiasa dengan bau-bauan seperti ini.


    EMPAT


    Laki-laki itu selalu menundukkan 
    kepala setiap kali melangkahkan kakinya. 
    Wajahnya tidak terlihat dengan jelas, 
    karena tertutup topi caning terbuat dari 
    bambu. Bajunya yang berwarna hitam penuh 
    dengan debu. Tampaknya ia baru melakukan 
    sebuah perjalanan yang sangat jauh. Tidak 
    jauh di belakang laki-laki tersebut, di 
    angkasa sana terlihat kawanan burung 
    pemakan bangkai selalu mengawasi kemana 
    dia pergi.
    Sedemikian banyaknya burung-burung 
    tersebut. Sehingga suaranya memekakkan

    telinga. Namun orang bercaping itu 
    bertindak acuh tidak acuh. Ia terus 
    berjalan walaupun saat itu matahari 
    seperti terasa memanggang batok kepala.
    Dalam suasana yang cukup terik 
    tersebut, tiba-tiba saja dari arah 
    berlawanan tampak dua sosok tubuh 
    berkelebat dengan cepat. Satu memakai 
    baju warna biru, sedangkan yang satunya 
    lagi seorang gadis cantik berkulit kuning 
    langsat. Gadis itu memakai baju warna 
    putih.
    "Datuk Tabala Muka?" desis si gadis 
    yang kiranya kenal begitu melihat seorang 
    kakek tua menghadang di depannya. Yang 
    memakai baju biru muda langsung hentikan 
    larinya dan memandang pada kakek bertopi 
    bambu di depannya.
    "Kau mengenalnya?" tanya si pemuda 
    yang tidak lain adalah Pendekar Blo'on.
    "Dulu sekali dia pernah datang ke 
    Lembah Tidak Bernama. Ia salah seorang 
    datuk sesat yang tinggal di Pulau Pelebur 
    Dosa." bisik gadis baju putih yang tidak 
    lain adalah Dewi Arimbi. Mendengar nama 
    tempat tinggal Datuk Tabala Muka. Suro 
    Blondo langsung cengengesan.
    "Ada-ada saja."
    "Aku melihat dua calon bangkai di 
    depanku. Perkenalkan nama kalian dan 
    apakah kalian berdua termasuk anggota 
    Betina Dari Neraka?" tanya si kakek.

    Suaranya serak sember seperti baru habis 
    memakan kodok.
    "Lagakmu tengil, menurut kawanku 
    namamu Datuk Tabala Muka! Aku jadi ingin 
    lihat apakah wajahmu benar-benar
    terbelah?" tanya Suro bersikap acuh tak 
    acuh.
    "Ha ha ha...! Berani benar kau 
    membantah perintah! Kau sudah bosan hidup 
    agaknya?" bentak Datuk Tabala Muka. Tanpa 
    sadar saat ketawa tadi ia mendongakkan 
    wajahnya ke atas. Astaga! Suro Blondo 
    terkejut. Wajah yang tertutup topi caping 
    tersebut ternyata benar-benar seperti 
    terbelah. Sehingga sekilas terlihat ia 
    memiliki dua hidung, dua mulut dan dua 
    wajah.
    "Wajahmu benar-benar jelek sekali. 
    Pasti bundamu salah mengandung. Bunda 
    seperti itu bagusnya di pentung!" kata 
    Pendekar Blo'on sambil tertawa-tawa. Dewi 
    Arimbi yang telah mengetahui kehebatan 
    kakek berbaju hitam tersebut jelas 
    menjadi gentar juga melihat ulah si 
    pemuda. Apalagi setelah melihat di atas 
    sana terlibat burung-burung bangkai 
    terbang merendah.
    "Jaga mulutmu! Dia dapat membunuh 
    hanya dalam waktu sekedipan mata saja!" 
    bisik Dewi Arimbi cemas.
    "Mengapa takut mati, Rimbi? Hidup 
    matinya seseorang hanya takdir yang

    menentukannya!" sahut Suro Blondo.
    "Baru pertama kali bertemu kau 
    sudah banyak tingkah berani menghina. 
    Kuulangi lagi pertanyaanku! Sebutkan 
    siapa namamu sekalian kau punya gelar!" 
    Bentak Datuk Tabala Muka sengit.
    "Aku Suro Blondo! Sedangkan 
    sahabatku ini namanya Dewi Arimbi!" Sahut 
    si pemuda.
    "Kau anak buahnya Betina Dari 
    Neraka?" tanya Datuk Tabala Muka.
    "Justru aku sedang mencari iblis 
    itu. Apakah kau saudaranya, Datuk?" tanya 
    pemuda itu sambil garuk-garuk kepala.
    "Pemuda tolol! Aku ingin mengetahui 
    kehebatan Betina Dari Neraka yang 
    kabarnya ingin menguasai rimba persilatan 
    itu!" tegas Datuk Tabala Muka.
    "Apakah engkau merasa tersaingi?" 
    ejek Suro Blondo.
    "Jelas! Dia boleh menyebut dirinya 
    apa saja. Tetapi untuk menjadi ratu rimba 
    persilatan ia harus berhadapan dulu 
    denganku!"
    "Sangat kebetulan sekali. Aku juga 
    ingin membunuh manusia setan itu. Jadi 
    kita bisa sama-sama mencarinya!" ujar si 
    pemuda berambut hitam kemerah-merahan 
    dengan lugu.
    Datuk Tabala Muka terdiam, alisnya 
    mengernyit dalam. Lalu terdengar suara 
    tawanya yang panjang menyakitkan telinga.

    "Ha ha ha...! Kau bocah kemarin 
    sore tahu apa! Kalian adalah calon 
    bangkai yang tidak pantas berhadapan 
    dengan perempuan itu!"
    "Maksudmu?" tanya Dewi Arimbi.
    "Kalian akan kubunuh dan sebentar 
    lagi tentu menjadi santapan burung 
    bangkai yang kelaparan di atas sana!" 
    tegas Datuk Tabala Muka.
    "Inilah kesempatan bagiku untuk 
    melihat apakah kau mampu menghadapi datuk 
    itu atau tidak!" bisik Dewi Arimbi 
    ditujukan pada Pendekar Blo'on.
    "Siapa di antara kalian yang ingin 
    mati duluan?" tanya Datuk Tabala Muka.
    "Aku...!" sahut Pendekar Blo'on.
    Datuk Tabala Muka untuk sesaat 
    lamanya memperhatikan Suro Blondo. Ia 
    tersenyum sinis. Tiba-tiba saja Datuk 
    Tabala Muka melepaskan topi capingnya dan 
    langsung melemparkannya ke arah Pendekar 
    Blo'on. Topi caping tersebut meluncur 
    deras ke arah Suro. Sejengkal lagi topi 
    bambu tersebut mengenai perut si pemuda. 
    Maka Pendekar Blo'on segera menghindar 
    dengan menggeser langkahnya ke samping 
    kiri. Anehnya topi bambu tersebut terus 
    bergerak mengikuti kemanapun Suro Blondo 
    berusaha menghindar. Melihat bahaya 
    susulan ini si pemuda terpaksa menge-
    rahkan jurus 'Kacau Balau', yaitu salah 
    satu jurus khusus menghindar warisan dari

    Malaikat Berambut Api gurunya sekaligus 
    merupakan kakek kandungnya sendiri.
    "Hiya...!"
    Pemuda itu kemudian meliuk-liukkan 
    tubuhnya. Kakinya bergerak dengan cepat 
    sementara kedua tangannya terkadang 
    menangkis serangan lawan. Atau sesekali 
    menggaruk-garuk kepalanya.
    Wuess...!
    "Huh...!" 
    Si pemuda tiba-tiba berguling-
    guling menghindar saat senjata milik 
    lawan menyambar mukanya. Melihat pemuda 
    konyol itu dapat menghindari serangan 
    senjatanya. Maka diam-diam Datuk Tabala 
    Muka merasa kagum. Belum pernah ada orang 
    yang mampu menghindari serangan topi 
    mautnya selama ini. Namun pemuda 
    bertampang ketolol-tololan tersebut 
    dengan baik dapat menyelamatkan diri.
    "Kau boleh juga, anak muda! Tetapi 
    coba kau terimalah yang ini!" dengus 
    Datuk Tabala Muka. Tanpa diduga-duga 
    tiba-tiba sang Datuk menjentikkan kedua 
    jari tangannya ke arah Suro Blondo.
    Set! Set!
    Dua leret sinar hitam meluncur 
    deras ke arah si pemuda. Sementara topi 
    caping lawannya terus menyerang dari 
    bagian atas. Pendekar Blo'on jadi 
    kerepotan juga. Lalu dengan cepat ia 
    berjungkir balik mirip dengan gerakan

    kera. Secepat kilat ia bangkit berdiri 
    dan....
    "Pukulan 'Kera Sakti Menolak 
    Petir'! Hiyaa...!"
    Pemuda berambut hitam kemerah-
    merahan ini langsung mendorongkan ke dua 
    tangannya ke depan. Selarik sinar putih 
    menderu disertai hawa panas yang sangat 
    menyengat. Kedua kekuatan dahsyat itu 
    akhirnya saling membentur di udara....
    "Bumm...!"
    "Wuaakh...!"
    Pendekar Blo'on jatuh terguling-
    guling. Ia menjerit kesakitan, tetapi 
    dengan cepat ia bangkit berdiri. Tampak 
    jelas dari sudut-sudut bibirnya 
    meneteskan darah kental. 
    "Sebentar lagi kau akan menjadi 
    bangkai dan dimangsa oleh burung-burung 
    itu!" dengus Datuk Tabala Muka.
    "Ha ha ha...! Kau sedang melawak 
    atau membanyol badut konyol!" sahut si 
    pemuda.
    "Hup...!"
    Tanpa bicara lagi Datuk Tabala Muka 
    langsung menerjang ke depan. Tangannya 
    bergerak cepat ke lima jalan kematian 
    bagi si pemuda. Suro tidak tinggal diam. 
    Ia segera menggabungkan antara. 'Kacau 
    Balau' warisan Malaikat Berambut Api 
    dengan jurus 'Seribu Kera Putih Mengecoh 
    Harimau' warisan Siluman Kera Putih

    Barata Surya.
    Tentu saja keadaan menjadi semakin 
    runyam bagi lawannya. Sebab bukan gerakan 
    silat si pemuda ini saja yang kacau serta 
    konyol. Tetapi tingkahnya pun seperti 
    seekor monyet. Namun di balik gerakannya 
    yang tidak menentu tersebut tersembunyi 
    sebuah kedahsyatan yang sewaktu-waktu 
    dapat membahayakan diri lawannya.
    Agaknya Datuk Tabala Muka mengalami 
    hal ini. Terbukti serangan-serangan 
    tangan kosongnya selalu mengenai angin. 
    Ia segera melakukan tendangan berantai 
    yang penuh dengan tipu-tipu. Pada waktu 
    kakinya melayang mengancam lambung dan 
    ulu hati Suro Blondo. Pemuda itu 
    berjingkrakan. Lalu....
    Tap!
    Suro berusaha menangkis kaki 
    lawannya dengan telapak tangan. Namun 
    Datuk Tabala Muka menarik balik 
    tendangannya. Kemudian segera melepaskan 
    tinjunya.
    Duuk!
    "Hegk...!"
    Dada Pendekar Blo'on tampak 
    terguncang. Tampaknya ia menderita luka 
    dalam yang tidak ringan. Merasa berada di 
    atas angin, Datuk Tabala Muka tertawa 
    membahak.

    LIMA


    Suro Blondo menyeringai kesakitan. 
    Walaupun sambil menyeka darah yang 
    menetes dari sudut-sudut bibirnya. Pemuda 
    itu masih dapat tersenyum. Sementara itu 
    Dewi Arimbi rupanya tidak tega juga 
    membiarkan Suro menjadi bulan-bulanan 
    Datuk Tabala Muka yang mempunyai 
    kepandaian tinggi tersebut. Sehingga ia 
    bermaksud ingin membantu, tetapi rupanya 
    Pendekar Blo'on mengetahui niat baik si 
    gadis. Tetapi anehnya ia malah 
    menggelengkan kepalanya dengan keras.
    "Jangan, Rimbi...! Aku ingin main-
    main dengan Datuk berwajah jelek ini. Aku 
    mau lihat dia punya kesaktian sebanyak 
    apa?" dengus Suro Blondo.
    "Pemuda sinting! Kau pandai sekali 
    bergurau. Meskipun jiwamu hampir 
    melayang!" dengus Datuk Tabala Muka. 
    "Lihatlah serangan...!" teriaknya 
    kemudian,
    Sepuluh jari tangan Datuk Tabala 
    Muka terpentang. Dewi mengetahui lawannya 
    bermaksud melancarkan serangan 'Jari Maut
    Bermata Satu'. Sehingga dengan gugup ia 
    berteriak memperingatkan. 
    "Awas Suro! Serangannya dapat 
    membunuhmu!"
    Pendekar Blo'on rupanya sadar betul 
    dengan bahaya yang mengancam jiwanya.
    Terlebih-lebih setelah melihat sepuluh 
    leret sinar maut berwarna hitam bergerak 
    ke sepuluh bagian di tubuh Suro. Merasa 
    tidak punya pilihan lain lagi. Suro 
    Blondo langsung mengerahkan jurus 'Tawa 
    Kera Siluman'.
    "Nguk! Nguk! Ha ha ha...!"
    Sambil bergerak lincah atau 
    terkadang berjingkrak-jingkrak. Mirip 
    seperti gerakan kera. Pendekar Blo'on 
    berputar-putar. Dari mulutnya terdengar 
    suara desis dan tawa yang tidak ada 
    putus-putusnya. Pada saat itu pula si 
    pemuda mengerahkan dua pertiga dari 
    seluruh tenaga dalam yang dimilikinya. 
    Maka perubahan pun terjadi. Rambut si 
    pemuda yang berwarna hitam kemerah-
    merahan tersebut berubah menjadi merah 
    seperti bara. Rambut tersebut berumbai-
    umbai seolah terlihat bagai jilatan lidah 
    api. Pada saat itu suara tawa si pemuda 
    lenyap dan berganti dengan jeritan 
    ketakutan yang seakan datang dari seluruh 
    penjuru arah. Inilah Pukulan 'Neraka Hari 
    Terakhir' yang Maha dahsyat tersebut.
    "Hiyaa...!"
    Si pemuda kemudian mengibaskan 
    kedua tangannya ke depan. Terlihat sinar 
    merah hitam menderu dan memupus habis 
    sepuluh larik sinar yang menyerang ke 
    sepuluh bagian tempat yang sangat 
    berbahaya. Akibatnya....

    Buummm!
    "Aakh...!"
    Untuk pertama kalinya Datuk Tabala 
    Muka menjerit keras. Tubuhnya terhempas 
    dengan keras di atas batu. Batu hancur 
    sedangkan dari mulut dan hidung Datuk 
    Tabala Muka mengucurkan darah kental 
    berwarna hitam.
    Walaupun tubuh Pendekar Blo'on cuma 
    tergetar saja. Tetapi sebelumnya ia sudah 
    terluka dalam. Akibat pengerahan tenaga 
    yang berlebihan tadi membuat luka yang 
    dideritanya menjadi bertambah parah. Ia 
    pun tergelimpang roboh dan tidak sadarkan 
    diri. Dewi Arimbi yang sempat tercengang 
    melihat perubahan yang terjadi pada 
    rambut si pemuda beberapa saat tadi. Kini 
    berubah cemas, sebelum Datuk Tabala Muka 
    sempat sadarkan diri. Ia segera memondong 
    Pendekar Blo'on dan melarikannya ke 
    sebuah tempat yang aman.
    Kita lihat dulu Datuk Tabala Muka 
    yang sempat tidak sadarkan diri akibat 
    pukulan yang dilepaskan oleh si pemuda. 
    Ketika sang Datuk pingsan. Maka ratusan 
    burung pemakan bangkai langsung meluruk 
    turun. Tetapi kawanan burung-burung 
    menjijikkan tersebut tidak memangsa tubuh 
    majikannya. Malah mereka menunggui Datuk 
    Tabala Muka dengan tekunnya. Sampai 
    kemudian terdengar suara rintihan sang 
    Datuk,

    "Ufh... pemuda itu, akh dimanakah 
    dia...!" desis sang Datuk. Ia segera 
    duduk, ia menjadi kaget ketika melihat 
    disekelilingnya kawanan burung bangkai 
    telah berkumpul dengan suaranya yang 
    ribut memekakkan telinga. Datuk Tabala 
    Muka mengedarkan pandangan matanya. Lalu 
    ia memejamkan matanya untuk mengatur 
    nafas setelah tidak melihat lawan berada 
    di situ lagi. Tidak sampai sepemakan 
    sirih, setelah nafasnya teratur dan luka 
    dalamnya tersembuhkan kembali. Maka sang 
    Datuk bangkit berdiri.
    "Pemuda itu sungguh sangat luar 
    biasa. Tampangnya saja yang ketolol-
    tololan. Aku benar-benar tertipu dengan 
    penampilannya! Mudah-mudahan dia belum 
    mendahuluiku menemukan Betina Dari 
    Neraka! Gara-gara pemuda itu, urusanku 
    jadi tertunda!" gerutu Datuk Tabala Muka 
    salah tingkah. "Burung-burungku. Kali ini 
    majikanmu belum bisa mempersembahkan 
    mayat untuk kalian. Mari teruskan 
    perjalanan, mudah-mudahan pesta besar 
    akan kalian dapatkan di depan sana!"
    Kreaak! Kreaak...!
    Dan burung-burung bangkai tersebut 
    segera mengikuti kemanapun majikan Pulau 
    Pelebur Dosa ini melangkah.
    ***

    Kita ikuti Dewi Arimbi yang sedang 
    berusaha menyelamatkan pemuda yang punya 
    banyak keanehan itu. Gadis cantik berbaju 
    putih ini terus berlari tanpa mengenal 
    lelah sambil memanggul tubuh Suro Blondo 
    di bahunya. Sampai kemudian ia 
    mendapatkan sebuah tempat yang aman di 
    pinggir sungai kecil berair jernih. Ia 
    segera menurunkan Pendekar Blo'on dari 
    bahunya.
    Ternyata pemuda itu, masih dalam 
    keadaan pingsan. Dewi Arimbi menjadi 
    khawatir nyawa pemuda tampan itu tidak 
    dapat diselamatkan.
    "Aku harus membantu pernafasannya!" 
    pikir si gadis.
    Tiba-tiba ia menyentuh bibirnya 
    sendiri. Dan wajahnya seketika berubah 
    merah seperti tomat matang. Membantu 
    pernafasan berarti ia harus menyentuh 
    bibir si pemuda dengan bibirnya. Agar 
    udara dapat masuk ke dalam mulut si 
    pemuda. Padahal hal semacam ini belum 
    pernah dilakukannya seumur hidup. Tetapi 
    jika ia tidak menolong, tentu nyawa 
    pemuda itu terancam. Akhirnya Dewi Arimbi 
    memberanikan diri. Setelah memastikan 
    tidak ada orang lain di tempat itu. Maka 
    dengan cepat ia bergerak. Bibirnya yang 
    kemerah-merahan itu menempel ke bibir 
    Suro. Lalu ia menghembus dengan kuat.
    Sesaat setelah itu ia mengangkat

    kepala, lalu memperhatikan reaksi yang 
    terjadi. Karena tidak ada perubahan dan 
    tanda-tanda si pemuda akan sadar. Maka ia 
    menempelkan bibirnya lagi. Dan....
    Puuh...!
    Demikianlah hal itu dilakukannya 
    berulang-ulang. Karena tetapi tidak ada 
    perubahan. Maka Dewi Arimbi lama kelamaan 
    menjadi cemas. Padahal yang sesungguhnya 
    Suro mulai sadar sejak hembusan pertama. 
    Tetapi ia tetap menahan nafas dan 
    berpura-pura pingsan terus. Di luar 
    kesadaran si gadis. Ia merasa senang 
    dicium oleh gadis secantik Dewi Arimbi. 
    Sampai kemudian setelah puas membuat Dewi 
    Arimbi cemas. Ia berpura-pura merintih.
    "Aduh biyung... sakitnya dadaku 
    ini...!"
    "Akh... syukurlah kau sudah sadar, 
    Suro...!" kata Dewi Arimbi tampak 
    kegirangan.
    "Ap... apa yang terjadi denganku? 
    Apakah aku sudah mati?" tanya Suro dalam 
    hatinya ia menjadi geli.
    "Tidak... tidak! Kau belum mati, 
    Suro. Kau hanya pingsan setelah melawan 
    Datuk Sakti itu. Ach... tidak kusangka 
    kau mampu membuatnya tidak sadar dan 
    terluka! Kau hebat...!" puji si gadis.
    "Dia pingsan, aku klenger. Berarti 
    tidak ada yang kalah dan tidak ada pula 
    yang menang!" desis si pemuda.

    "Sudah jangan pikirkan! Aku harus 
    menyembuhkan luka dalam yang kau derita. 
    Sekarang duduklah...!" perintah si gadis 
    akrab.
    "Ohk... aku tidak sanggup...!" 
    sahut Suro.
    Dewi Arimbi terpaksa mendukungnya. 
    Karena ia berada di belakang. Maka 
    dadanya yang kenyal menyentuh punggung 
    Suro Blondo. Pemuda konyol ini benar-
    benar ingin menguji sampai di mana 
    perhatian si gadis.
    "Nah... tetaplah bertahan duduk 
    seperti ini...!" perintah si gadis.
    Tidak lama kemudian ia menyalurkan 
    tenaga dalamnya ke bagian telapak tangan 
    yang menempel di punggung si pemuda. Hawa 
    hangat segera menjalar ke sekujur tubuh 
    si pemuda. Tampak jelas keringat mengalir 
    deras membasahi pakaian Dewi Arimbi. 
    Sampai akhirnya si gadis menarik 
    tangannya yang bergetar. Dewi Arimbi 
    duduk bersila dan mengatur nafasnya yang 
    tidak teratur. Setelah itu ia membuka 
    matanya kembali. Di luar sepengetahuan si 
    gadis. Tadi Suro sempat menelan obat 
    pulung mujarab pemberian gurunya. 
    Sehingga dalam waktu yang tidak lama luka 
    yang dideritanya benar-benar telah 
    sembuh.
    "Bagaimana, Suro...?" tanya Dewi. 
    Pemuda konyol itu tersenyum, senyumannya

    benar-benar menggetarkan hati si gadis.
    "Berkat pertolonganmu nyawaku tidak 
    jadi melayang... Kalau tidak ada engkau 
    mungkin aku sudah mampus!" sahut si 
    pemuda.
    "Ahk... kau ada-ada saja. Masalah 
    nyawa adalah urusan Malaikat. Sebaiknya 
    kau istirahat dulu! Aku ingin mencari 
    buah-buahan untukmu!" ucap di gadis. 
    Dengan dibantu Dewi Arimbi, Suro 
    merebahkan tubuhnya di atas rerumputan 
    kering. Sebentar saja si gadis telah 
    berkelebat pergi. Mata pemuda berbaju 
    biru muda ini berkedap-kedip. Pikirannya 
    menerawang. Tiba-tiba saja ia teringat 
    pada Wiro Suryo.
    "Kemana bocah tua, Tenggiling 
    Kedil. Apakah dia setelah terpisah dariku 
    kembali ke Gunung Sembung? Atau mencari 
    Betina Dari Neraka? Semakin banyak saja 
    orang yang memburu Manusia Setan itu." 
    batin si pemuda. 
    Tiba-tiba ia mendengar suara 
    gemerisik dedaunan tidak jauh dari 
    sisinya. Lalu, tercium bau harum khas 
    wanita. Pendekar Blo'on menyadari bahwa 
    yang datang adalah Dewi Arimbi. Itu 
    sebabnya ia langsung memejamkan matanya. 
    Gadis itu kemudian muncul dengan membawa 
    buah-buahan hutan yang enak dimakan.
    "Ternyata dia tidur!" kata si gadis 
    dengan suara perlahan saja.

    Dewi Arimbi meletakkan buah-buahan 
    di sisi Suro.
    "Sebaiknya aku mandi dulu!" katanya 
    seorang diri
    Dewi Arimbi kemudian melangkah ke 
    arah sungai sejarak dua tombak dari 
    tempat Suro berbaring. Karena mengira si 
    pemuda benar-benar tidur. Maka tanpa 
    curiga ia menanggalkan seluruh pakaian-
    nya. Sehingga terlihatlah sekujur 
    tubuhnya yang berkulit kuning langsat 
    itu. Dewi kemudian masuk ke dalam sungai. 
    Ia berenang kian kemari sambil 
    bersenandung kecil. Suro Blondo si pemuda 
    nakal membuka matanya sedikit dan 
    memandang ke jurusan sungai. Sehingga ia 
    dapat melihat lekuk lengkung tubuh si 
    gadis. Lalu ia memejamkan matanya 
    kembali. Dadanya menggemuruh, jantungnya 
    memukul-mukul dengan keras. Darahnya 
    mendesir.
    "Aku sih kuat melihat pemandangan 
    apa saja, tapi si entong tidak bisa 
    kompromi!" kata hati Suro
    Tidak lebih dari sepemakan sirih. 
    Dewi Arimbi segera naik kembali ke 
    daratan. Ia mengenakan pakaiannya satu 
    persatu. Pada saat itulah Suro terbatuk-
    batuk.
    "Suro jangan melihat kemari!" seru 
    Dewi sambil memalingkan tubuhnya ke arah 
    lain.

    "Ada apa rupanya?" tanya si pemuda 
    dengan lugu. 
    "Ak... aku... aku sedang... 
    ahk...!" Dewi Arimbi jadi gugup,
    "Sedang apa...?" desak si pemuda 
    konyol.
    "Se... sedang berpakaian...!"
    "Jangan takut. Aku bukan durjana 
    pemetik bunga!" sahut Pendekar Blo'on 
    seenaknya. Dewi Arimbi segera mempercepat 
    segala sesuatunya. Setelah selesai 
    berpakaian ia langsung menghampiri Suro 
    Blondo.
    "Kau... kau mengintipku...!" 
    bentaknya gusar.
    "Tidak!" tegas Suro.
    "Katakan terus terang!!" desak si 
    gadis dengan wajah memerah.
    "Hanya sedikit."
    "Ackh... kalau kau orang lain pasti 
    sudah kubunuh!" dengus Dewi Arimbi. Tiba-
    tiba tanpa sadar ia mencekik leher si 
    pemuda. Suro Blondo hanya diam saja tanpa 
    melakukan perlawanan.
    "Kau yang telah menolongku, jika 
    sekarang harus mati ditanganmu hanya 
    karena kesalahan kecil aku tidak akan 
    menangis!" kata si pemuda pelan. Seakan 
    tersadar, Dewi cepat menarik tangannya.
    "Kau menyebalkan sih...!"
    "Sudahlah, kau tidak perlu gusar. 
    Apa yang kulihat akan kurahasiakan.

    Percayalah...!" Dewi Arimbi kemudian 
    terdiam, ia memberikan buah-buahan pada 
    Suro. Sikapnya biasa kembali, seakan 
    tidak pernah terjadi apa-apa antara dia 
    dan pemuda itu.
    "Sekarang sudah sangat sore. Kita 
    tidak mungkin meneruskan perjalanan. 
    Sebaiknya kita melewatkan malam di sini 
    saja!" tegas Dewi Arimbi. "Tapi ingat, 
    jangan kau berani kurang ajar padaku."
    "Mana aku berani bertingkah macam-
    macam. Sedangkan satu macam saja rasanya 
    aku tidak berani." sahut Suro Blondo.


    ENAM


    Mereka tidur di atas tumpukan daun 
    yang ditata seadanya. Malam itu bulan 
    bersinar cerah. Pendekar Blo'on yang 
    memang sudah merasa letih sebentar saja 
    sudah tertidur. Sementara itu Dewi Arimbi 
    tampak gelisah. Sesekali ia melirik pada 
    pemuda tampan yang tertidur tidak jauh di 
    sampingnya. Beberapa hari ia mengenal 
    Pendekar Blo'on, terus terang hatinya 
    merasa tertarik. Apalagi bila mengingat 
    pemuda itu mempunyai kepandaian sulit 
    dijajaki. Selain itu ia suka dengan 
    kepolosan pemuda itu, walau terkadang 
    terkesan seperti pemuda bodoh yang tidak 
    punya kepandaian apa-apa.
    Hati gadis berbaju putih ini selalu 
    tergetar bila memandang mata si pemuda. 
    Setiap kali mata mereka bertemu pandang, 
    ia tidak kuat melihatnya berlama-lama. 
    Tetapi pada sisi lain ia mengkhawatirkan 
    sesuatu. Gurunya, si Nenek Cantik Tambel 
    Nyawa tidak menghendaki murid-muridnya 
    jatuh cinta pada pemuda mana pun. Ia tahu 
    Dewi Kehidupan tidak pernah mengenal 
    laki-laki seumur hidupnya. Sebab menurut 
    si nenek, mengenal seorang laki-laki 
    hanya akan merusak kehormatan. Padahal 
    kesucian harus selalu dijaga sampai ajal 
    tiba. Agar ia dapat mewarisi seluruh ilmu 
    yang dimiliki oleh gurunya.
    Kini hatinya menjadi bimbang, 
    haruskah ia mengesampingkan perasaannya 
    terhadap laki-laki. Padahal anak-anak 
    manusia terlahir karena cinta. Tetapi 
    menurut gurunya, manusia terlahir karena 
    nafsu dan perbuatan usil ayahnya, dan 
    juga karena emaknya tidak pakai celana.
    "Mengapa aku harus merasakan hal-
    hal seperti ini! Guru pasti marah besar 
    bila mengetahui aku jatuh cinta pada 
    pemuda ini!" pikir Dewi Arimbi. Kenyataan 
    ini membuat si gadis gelisah, sehingga 
    tidak dapat memejamkan matanya.
    "Uhuk...! Uhuk...!"
    Suro Blondo terbatuk-batuk. Entah 
    disengaja atau batuk sungguhan. Dewi 
    Arimbi segera menghampiri.

    "Masih sakitkah dadamu, Suro?" 
    tanya si gadis dengan suara lirih.
    "Tidak."
    "Mengapa batuk?"
    "Sebab aku ingin dekat denganmu, 
    Kulihat kau gelisah, apa yang sedang kau 
    pikirkan?" tanya Pendekar Blo'on.
    "Memikirkan dirimu, tolol!" batin 
    Dewi dalam hati. Namun yang keluar dari 
    bibirnya tetap lain. "Tidak ada." Ketika 
    mereka bicara wajah mereka sejarak dua 
    jengkal saja, sehingga masing-masing 
    dapat mendengar tarikan nafasnya.
    "Kupikir kau sedang mengingat 
    kekasihmu!" pancing Suro Blondo sambil 
    menggaruk-garuk kepalanya.
    "Pacar apa, kenal laki-laki saja 
    baru kali ini!" sergah Dewi ketus.
    "Kalau begitu kau pasti sedang 
    memikirkan aku!" ujar Suro nakal.
    Tiba-tiba direngkuhnya Dewi dalam 
    pelukannya. Gadis itu jelas kaget dan 
    langsung meronta. Suro menjatuhkan ciuman 
    lembut di bibir si gadis.
    "Kk... kau kurang ajar...!" maki 
    Dewi.
    Tiba-tiba ia menampar pipi Suro, 
    hingga pemuda itu terjengkang. Dari sudut 
    bibir si pemuda menetes darah segar.
    "Rupanya ini pekerjaanmu pada 
    setiap perempuan yang kau temui?" desis 
    Dewi Arimbi sambil mengusap-usap bibirnya

    bekas ciuman si pemuda. Setelah itu ia 
    menendang perut Suro Blondo.
    "Cepat mengaku!"
    "Baru kali ini aku melakukannya! 
    Itu kulakukan karena aku merasa berhutang 
    nyawa padamu!" kata si pemuda sambil 
    memegangi perutnya yang sakit.
    "Kau bohong!"
    "Aku tidak berdusta! Maafkan aku 
    Dewi...!"
    "Maafmu kuterima, tapi aku merasa 
    muak melihat tampangmu! Kalau saja bukan 
    karena guru memberi tugas padaku. Tentu 
    aku telah kembali ke Lembah Tanpa Nama!" 
    Dewi merajuk. Pendekar Blo'on akhirnya 
    terdiam. Melihat si pemuda memegangi 
    perutnya. Dewi merasa iba juga, amarahnya 
    pun reda kembali. Ia segera datang 
    menghampiri. Sesungguhnya Dewi Arimbi 
    mempunyai hati yang lembut, tidak seperti 
    Dewi Bulan yang ketus atau Dewi Kerudung 
    putih yang misterius.
    "Sakitkah?"
    "Lumayan!" sahut si pemuda.
    "Kau kurang ajar sih, kalau tidak 
    mana begini jadinya?" kata si gadis. Ia 
    kemudian seperti seorang tabib segera 
    memeriksa perut si pemuda.
    "Cuma luka sedikit, kurasa tidak 
    apa-apa!" gumam Dewi pelan.
    "Ssst...!"
    Suro menempelkan jemari tangannya

    ke bibirnya sendiri sebagai isyarat agar 
    gadis di sampingnya diam.
    "Aku mendengar ada orang menuju 
    kemari!" bisik Pendekar Blo'on sambil 
    berusaha memasang telinganya dengan baik.
    "Dicari kemana-mana, tidak tahunya 
    bersembunyi di sini!" kata sebuah suara.
    Tidak berselang lama tampak seorang 
    laki-laki muda perkasa bertelanjang dada 
    dan cuma memakai cawat. Pemuda 
    itu memandang tajam pada Suro Blondo dan 
    Dewi Arimbi silih berganti.
    "Perkasa!!" seru Pendekar Blo'on 
    yang memang pernah melihat manusia 
    jelmaan patung batu itu.
    "Kau Pendekar Blo'on?" bentak 
    Perkasa.
    Si pemuda dan si gadis segera 
    melompat berdiri untuk menjaga segala 
    kemungkinan yang tidak diingini.
    "Benar kau Pendekar Blo'on?" 
    Perkasa mengulangi pertanyaannya.
    "Ha ha ha...! Apa yang lucu dalam 
    dunia ini, Perkasa? Ketika Pematung 
    Kelana mengukir sebuah keindahan dan 
    nilai seni yang tinggi. Dirimu hanyalah 
    batu marmar hampir tidak berguna. Tetapi 
    orang yang telah membuatmu, dibunuh oleh 
    Betina Dari Neraka. Atas bantuan iblis 
    Tua Tengkorak Mata Api membangkitkanmu. 
    Sehingga kau hidup seperti sekarang ini! 
    Dirimu bernilai lima kantong emas! Tetapi

    setelah kau punya nyawa, engkau menjadi 
    budak Betina Dari Neraka!" dengus 
    Pendekar Blo'on sambil pencongkan 
    mulutnya.
    "Kau Pendekar Blo'on? Siapa 
    kawanmu?"
    "Kawanku adalah orang yang dekat 
    dengan diriku!" sahut Suro tenang.
    "Junjunganku memberi perintah untuk 
    menangkapmu hidup atau mati!" tegas 
    Perkasa.
    "Begitu mudahkah, Perkasa? 
    Menangkap nyamuk saja kau tidak becus. 
    Yang pernah kulihat bisamu cuma 
    menangkap, mendekap, membelai tubuh mulus 
    majikanmu...!" ejek si pemuda rupanya 
    sengaja memancing kemarahan lawannya.
    Perkasa mendengus geram. Dengan 
    langkah-langkahnya yang kaku bagaikan 
    patung. Tangannya yang kokoh mencengkeram 
    ke dada Suro. Dewi Arimbi jelas khawatir 
    melihat keselamatan si pemuda. Sebab ia 
    menyangka pemuda itu belumlah sembuh 
    benar dari luka dalam yang dideritanya. 
    Gadis itu tidak tahu, bahwa Suro adalah 
    si bocah ajaib, yang apabila terluka 
    tubuhnya segera sembuh.
    Melihat tangan Perkasa terus 
    terjulur memanjang. Maka Dewi Arimbi 
    melepaskan pukulan jarak jauhnya.
    Wuut!
    Selarik sinar biru menderu dan

    menghantam pergelangan tangan Perkasa. 
    Laki-laki itu mendengus geram. Ternyata 
    pukulan yang dilepaskan Dewi Arimbi tidak 
    membawa akibat apa-apa bagi Perkasa. 
    Gadis berbaju putih itu tentu kaget bukan 
    main. Kini ia melepaskan pukulan lagi ke 
    arah lawan. Pada waktu bersamaan Perkasa 
    berbalik dan mengejar Dewi Arimbi.
    "Kau membantu pemuda itu? Kalau 
    begitu aku juga harus menangkapmu!" 
    dengus pemuda tinggi besar yang hanya 
    memakai cawat ini. Hanya dengan dua tiga 
    kali langkah. Maka Perkasa berhasil 
    mendekati lawannya. Namun Dewi Arimbi 
    tidak tinggal diam, dengan mengandalkan 
    ilmu meringankan tubuhnya yang sudah 
    mencapai tahap sempurna. Maka Dewi Arimbi 
    memper-gunakan jurus 'Bermain Di Atas 
    Air'. Tiba-tiba saja tubuh gadis itu 
    berputar-putar. Ia menggerakkan tangannya 
    sebanyak tujuh kali. Di lain kesempatan 
    pada setiap ujung jemarinya melesat 
    seutas tali berwarna putih ke arah 
    Perkasa. Sepuluh tali setipis kuku itu 
    langsung membelit tubuh Perkasa. Pemuda 
    itu meronta-ronta. Tetapi ternyata tali 
    yang terdapat di ujung jari Dewi Arimbi 
    ini ulet bukan main.
    "Hiaa... keparat...!" teriak 
    Perkasa marah. Perkasa meronta-ronta, 
    demikian besar tenaga yang dimiliki oleh 
    manusia jelmaan patung ini. Sehingga

    membuat Dewi Arimbi kewalahan mengikuti 
    kemana saja gerakannya.
    "Pukulan Tali Arus'! Heaaa...!" 
    teriak si gadis.
    Dengan cepat ia melepaskan lima 
    jemari tangannya yang memegang tali. 
    Setelah itu tangan kanan ia kibaskan ke 
    depan. Seleret sinar putih berkilau 
    laksana perak meluncur deras ke arah 
    Perkasa. Karena hanya lima tali yang 
    mengikat tubuhnya. Maka dengan sekali 
    berontak ia dapat membebaskan diri dan 
    langsung memapaki serangan lawan.
    Wut!
    Ketika tangannya dihentakkan ke 
    depan.
    Maka dari telapak tangan Perkasa 
    meluncur sinar merah seperti bara. 
    Sinar itu membentur sinar putih yang 
    dilepaskan oleh Dewi Arimbi. 
    Glaar!
    Terjadi ledakan dahsyat. Dewi 
    Arimbi terpelanting sejauh tiga batang 
    tombak. Sedangkan Perkasa sendiri, jangan 
    bergetar sedangkan bergeming pun tidak. 
    Dewi Arimbi merasa dadanya hendak pecah. 
    Dari hidungnya tampak menetes darah 
    segar. Ia mencoba bangkit berdiri. Namun 
    kepalanya sakit berdenyut-denyut. Sedang-
    kan pada waktu itu Perkasa telah 
    menggerakkan kakinya menginjak-injak 
    Dewi. Tapi gadis itu bergerak cepat

    dengan cara berguling-guling.
    Melihat bahaya mengancam jiwa Dewi 
    Arimbi, Suro Blondo tentu tidak diam 
    saja. Ia segera menerjang ke depan. 
    Dengan turunnya pemuda itu di arena 
    pertempuran. Tentu saja gerakan Perkasa 
    untuk membunuh Dewi Arimbi jadi 
    terhalang. Sementara itu Pendekar Blo'on 
    dengan gerakan-gerakan kacau terus 
    melancarkan serangan-serangan ke bagian 
    tubuh lawannya.
    "Ciaat...!"
    Jtok!
    "Heh...!"
    Pendekar Blo'on terkejut. Telapak 
    tangannya yang menghantam dada Perkasa 
    seperti menghantam batu saja. Pemuda ini 
    kesakitan, lalu melompat mundur sambil 
    garuk-garuk kepala.
    "Setan yang satu ini benar-benar 
    alot. Aku harus mencari bagian-bagian 
    terlemah di tubuhnya!" pikir si pemuda. 
    Tiba-tiba ia melompat ke depan. Tetapi 
    lompatannya seperti gerakan seekor monyet 
    yang bergelantungan. Ketika kaki Perkasa 
    menghantam perutnya. Dengan terhuyung-
    huyung ia melompat mundur, tendangan kaki 
    lawannya tidak mengenai sasaran. Suro 
    menangkap kaki Perkasa yang lewat di atas 
    bahunya. Kemudian jemari tangannya dengan 
    sekuat tenaga meremas bola keramat milik 
    lawan.

    Blop!
    "Akh...!"
    Perkasa menjerit kesakitan. Suro 
    Blondo tertawa membahak sambil seka 
    keningnya.
    "Ternyata kau punya bola bukan 
    main-main besarnya. Dan kau punya pusaka 
    gondal-gandil macam kentongan!" ejek 
    Pendekar Konyol itu di sertai senyum. 
    Perkasa tampak terpincang-pincang, ia 
    memegangi perutnya yang terasa mulas.
    "Haarrrgkh...!"
    Di puncak kemarahannya, Perkasa 
    menjerit keras. Suaranya menggetarkan 
    dada. Kemudian kakinya bergerak cepat 
    menendang apa saja yang ada di depannya. 
    Batu-batu sebesar anak kerbau berpe-
    lantingan menghujani Pendekar Blo'on dan 
    Dewi Arimbi. Kedua muda-mudi itu tentu 
    saja dibuat kalang-kabut. Mereka menghin-
    dari hujan batu besar yang melayang 
    akibat tendangan Perkasa. Rupanya manusia 
    jelmaan patung ini kecewa melihat tidak 
    satu batu pun yang mengenai sasaran. Ia 
    kemudian mengangkat batu sebesar kerbau 
    dan melemparkannya ke arah lawan.
    "Menghindar Rimbi!" teriak Suro 
    memberi peringatan.
    Buum!
    Batu jatuh berdebum tidak mengenai 
    sasaran. Debu mengepul di udara. Perkasa 
    mengamuk membabi buta.

    TUJUH


    "Bagus! Mengamuklah sesuka hati, 
    kalau tenagamu sudah terkuras habis. 
    Tidak lama lagi kau akan menjadi loyo!" 
    kata Pendekar Blo'on sambil tersenyum 
    mengejek.
    "Aku akan membunuh kalian berdua!" 
    teriak Perkasa.
    Lagi-lagi ia melompat ke depan. 
    Sebentar kemudian tangannya sudah 
    terjulur menggapai leher Suro. Tetapi 
    pemuda berambut hitam kemerah-merahan ini 
    sudah menghindar ke samping. Serangan 
    lawan tidak mengenai sasarannya. Pada 
    saat itulah tanpa diduga-duga Perkasa 
    menghantam ulu hati Suro dengan tendangan 
    kaki kiri.
    Duuk!
    "Hegkh...!"
    Suro Blondo keluarkan seruan 
    tertahan. Ia jatuh terguling-guling. 
    Bukan main sesaknya nafas si pemuda, ia 
    cepat bangkit berdiri. Tetapi hal itu 
    sulit dilakukannya. Sementara Perkasa 
    telah menyerangnya kembali dengan sebuah 
    pukulan yang mematikan.
    Melihat selarik sinar merah 
    meluncur deras ke arah si pemuda. Maka 
    Dewi Arimbi segera kirimkan sebuah 
    pukulan 'Benteng Kincir Air'. Seketika 
    itu juga terdengar suara angin menderu
    deru. Segelombang angin bercampur uap 
    putih melesat deras dari telapak tangan 
    si gadis. Tidak dapat dihindari lagi 
    kedua pukulan dahsyat itu akhirnya 
    bertemu di udara dan menimbulkan ledakan 
    dahsyat.
    "Blaam...!"
    "Huukh...!"
    Kali ini Perkasa tampak jatuh 
    terduduk. Dewi Arimbi sendiri tampak 
    terguling-guling. Sudut bibirnya 
    mengucurkan darah. Gadis itu berusaha 
    memperbaiki posisinya. Tetapi gerakannya 
    ini malah membuat darah semakin banyak 
    yang keluar.
    Suro Blondo yang juga sudah terluka 
    tidak mungkin membiarkan kenyataan ini 
    terjadi. Ia segera bangkit berdiri. Lalu 
    ia mengerahkan tenaga dalam ke bagian 
    telapak tangan. Tiba-tiba ia melompat ke 
    depan disertai seruan keras....
    "'Ratapan Pembangkit Sukma' 
    Hiyaa...!"
    Pemuda berambut hitam kemerahan ini 
    dengan serentak menghentakkan kedua 
    tangannya ke arah Perkasa yang baru saja 
    berusaha bangkit berdiri. Angin kencang 
    bergulung-gulung laksana badai salju 
    menderu. Tampak sinar putih memenuhi 
    daerah tersebut. Pohon-pohon bertum-
    bangan, pukulan tersebut menyapu apa saja 
    yang berada di depannya. Melihat badai

    topan yang mendayu-dayu ini. Perkasa 
    mencoba melepaskan pukulannya. Tetapi apa 
    yang dilakukannya sudah sangat terlambat. 
    Kemudian....
    Glaar!
    "Aaaa...!"
    Perkasa menjerit sambil memegangi 
    dadanya. Tubuh laki-laki tinggi besar ini 
    terguling-guling. Dari sudut-sudut bibir 
    Perkasa tampak mengucurkan darah. 
    Pendekar Blo'on tidak mau mengulur-ulur 
    waktu lagi. Sekali lagi ia melepaskan 
    pukulan 'Ratapan Pembangkit Sukma' ke 
    arah lawan. Tetapi rupanya walau Perkasa 
    telah terluka. Ia juga melepaskan pukulan 
    andalannya.
    Ketika tangannya ia kibaskan ke 
    depan. Maka selarik sinar menebar hawa 
    panas menderu ke arah Suro Blondo. Selagi 
    pukulannya meluncur deras di udara. Maka 
    Perkasa langsung berkelebat pergi.
    Blaar!
    "Hekh...!"
    Suro Blondo jatuh terjengkang. 
    Dadanya terguncang, isi perutnya bergetar 
    sehingga menimbulkan rasa sakit 
    berdenyut-denyut. Sebenarnya Suro Blondo 
    sempat melihat lawannya melarikan diri 
    tadi. Namun ia tidak sempat mencegah, 
    karena pukulan Perkasa menghadang 
    langkahnya.
    "Benar-benar manusia kampret! Ia

    melarikan diri di saat aku hampir 
    mencapai sebuah kemenangan!" maki 
    Pendekar Blo'on sambil golang-golengkan 
    kepalanya.
    "Sudahlah, cepat atau lambat kita 
    pasti akan menemukannya lagi!" ujar Dewi 
    Arimbi yang baru saja selesai mengobati 
    luka dalam yang dideritanya.
    "Kita harus memburu manusia setan 
    itu!" tegas Pendekar Blo'on.
    "Ya, kau sendiri bagaimana? Apakah 
    sudah dapat meneruskan perjalanan 
    kembali?" tanya Dewi Arimbi.
    "Aku tidak apa-apa. Mari kita 
    pergi...!" ajak Suro Blondo.
    Tanpa berkata apa-apa lagi mereka 
    segera berangkat ke arah matahari terbit. 
    Tepatnya ke Bukit Cadas Siluman.
    ***
    Setelah mengobrak-abrik tempat 
    persembunyian Mustika Jajar yang lama. 
    Kakek berbadan pendek tidak sampai satu 
    meter itu segera membakarnya. Dalam waktu 
    sebentar saja api pun telah berkobar-
    kobar.
    "Dia telah hengkang dari sini! 
    Kemana perginya gadis iblis itu?" pikir 
    laki-laki berkumis dan berjenggot putih 
    ini. "Sekarang aku melakukan segala-
    galanya seorang diri. Bocah gendeng itu

    entah dimana rimbanya! Apa Dewi Kehidupan 
    telah membunuhnya?" Wiro Suryo hanya 
    menggelengkan kepalanya saja. Tidak lama 
    setelah itu ia meneruskan perjalanannya 
    kembali dengan hati kecewa.
    Akan tetapi belum lama dia 
    berjalan. Tiba-tiba saja dari semak-semak 
    belukar bermunculan sosok tubuh meng-
    hadang Tenggiling Kedil. Melihat 
    penampilan mereka tampaknya orang-orang 
    ini dari rimba persilatan. Cuma yang agak 
    mencurigakan kelima laki-laki tersebut 
    seperti orang linglung,
    "Berhenti...!" perintah salah 
    seorang di antaranya yang memakai baju 
    hijau. Wiro Suryo alias Tenggiling Kedil 
    menghentikan langkahnya. Kemudian ia 
    tertawa membahak.
    "Kau memerintahkan aku berhenti. 
    Besar juga nyalimu!" bentak si kakek.
    "Kau harus menyerah pada kami, 
    Kisanak. Kalau engkau mau bergabung, 
    tentu ketua kami tetap membiarkan engkau 
    tetap hidup!"
    "Ha ha ha...! Hidup sembilan puluh 
    tahun, baru sekali ini ada orang berani 
    membentakku! Aku jadi ingin bertanya 
    apakah ketua kalian itu Betina Dari 
    Neraka?"
    "Benar!" sahut yang memakai baju 
    hitam dengan angkuhnya.
    "Kalian lihat api di belakang sana!
    .
    Sebentar tadi aku baru saja membakar 
    bekas tempat tinggal Iblis Betina Dari 
    Neraka. Sekarang aku malah sedang memburu 
    manusia setan itu. Tegasnya walaupun aku 
    punya badan kecil dan pendek, tetapi aku 
    tidak suka diperintah oleh siapapun. 
    Mengerti!" dengus Tenggiling Kedil.
    Ucapan Wiro Suryo ini tentu membuat 
    kelima laki-laki yang menghadangnya 
    menjadi sangat marah.
    "Diberi kesempatan hidup malah 
    minta racun. Bunuh si pendek jelek itu!" 
    perintah yang berbaju hijau.
    Serentak kelima orang ini menerjang 
    Wiro Suryo. Kaki dan tangan mereka 
    meluncur menghujani tubuh kakek berbadan 
    sangat pendek ini. Tetapi dengan cara 
    bergulung-gulung seperti Tenggiling. Ia 
    berhasil menghindari serangan kelima 
    lawannya. Bahkan ia kemudian melipat 
    badannya sehingga berbentuk bulat seperti 
    bola. Dengan begitu ia menggelinding 
    kesana kemari dengan cepatnya. Kelima 
    laki-laki yang menyerang Wiro Suryo jadi 
    terkejut. Ia tidak menyangka lawan yang 
    dihadapinya dapat melakukan tindakan yang 
    aneh-aneh.
    "Tendangan Berantai! Heaa...!"
    Disertai teriakan keras, dalam 
    waktu bersamaan mereka melepaskan 
    tendangan ke arah Wiro Suryo. Semula 
    kakek itu tetap berada di tempat. Tetapi

    ketika serangan kaki lawannya semakin 
    bertambah dekat. Maka ia kembali 
    menggelundung seperti bola. Tidak dapat 
    dihindari lagi kaki mereka beradu dengan 
    kaki kawannya sendiri.
    Bletak!
    "Wadoww...!"
    Mereka menjerit kesakitan. Ketika 
    orang-orang ini melompat mundur. Maka 
    tampak kaki mereka menjadi pincang.
    "Goblok, mengapa menyerang kaki 
    kawan sendiri!" bentak yang berbaju hitam 
    sewot.
    "Siapa sangka dia bakal meng-
    hindar!" sergah kawannya tidak senang.
    "Sekarang serang pakai senjata!" 
    perintah laki-laki berbadan tinggi besar 
    yang berdiri tegak di sebelah kanan Wiro 
    Suryo. Kawan-kawannya menganggukkan 
    kepala.
    Sring! Sriing!
    Mereka segera mencabut clurit yang 
    tergantung di pinggang masing-masing. 
    Wiro Suryo segera bangkit berdiri. Ia 
    mengusap-usap perutnya yang tidak memakai 
    baju.
    Ketika senjata-senjata itu di
    kibaskan ke depan. Maka terdengar desir 
    angin menggiriskan hati. Clurit-clurit di 
    tangan lawan terus bergerak kemana saja 
    Wiro Suryo mencoba menghindar. Terkadang 
    menusuk, membabat, mengait atau malah

    menebas. Dengan kelincahannya yang sangat 
    luar biasa sekali Wiro Suryo terus 
    berkelit. Karena hujan serangan bertubi-
    tubi. Maka kakek pendek ini terpaksa 
    mengerahkan ajian 'Suket Sekilen'. 
    Kehebatan ajian ini walaupun lawan sudah 
    memastikan bahwa serangan senjatanya 
    sudah mengenai sasaran. Tetapi serangan 
    tersebut sesungguhnya hanya sejengkal 
    lagi mengenai sasaran.
    Berulang kali serangan-serangan 
    gencar dilakukan oleh lawannya. Tapi 
    sampai sejauh itu mereka masih belum 
    berhasil melukai apalagi merobohkan Wiro 
    Suryo. Lima belas jurus berlalu tanpa 
    membawa hasil bagi lawan-lawannya. Si 
    kakek merasa telah cukup memberi 
    kesempatan pada mereka.
    "Manusia-manusia tolol begundal 
    iblis, kodok buduk kebo bunting! Serangan 
    yang kalian lakukan tidak bermutu 
    semuanya! Sekarang lihatlah baik-baik 
    bagaimana caranya mempecundangi manusia 
    tolol seperti kalian!" teriak Wiro Suryo.
    Bet!
    Sekali berkelebat, maka tubuh 
    Tenggiling Kedil lenyap dari pandangan 
    mata. Rupanya ia menyusup ke pertahanan 
    lawannya. Karena tubuhnya yang pendek, ia 
    menyelinap di bawah selangkangan lawan 
    sambil menjambreti buah jambu yang cuma 
    dua biji itu. Atau tidak jarang ia

    meremas tempat keramat ini.
    "Aarkh...!"
    "Wuaaakh...!"
    "Keparat...!"
    Jerit kesakitan dan suara makian 
    terdengar silih berganti. Mereka 
    berjingkrakan seperti monyet-monyet yang 
    terserang penyakit ayan. Sedangkan tangan 
    kiri mereka memegangi pusakanya yang 
    terasa semakin memanjang. 
    "Ha ha ha...! Bertarung ya... 
    bertarung, tidak usah menjerit apa lagi 
    memaki." kata Wiro Suryo sinis.
    "Tua bangka setan kejepit bumi! Kau 
    harus merasakan pembalasan kami!" teriak 
    salah seorang di antaranya dengan geram.
    Mendahului kawan-kawannya laki-laki 
    itu menyerang Wiro Suryo dengan 
    mempergunakan jurus 'Menepis Hujan di 
    Siang Hari'. Ini merupakan salah satu 
    jurus andalan bagi kelima lawan 
    Tenggiling Kedil tersebut. Mula-mula ia 
    melakukan gerakan-gerakan seperti 
    menangkis, sedangkan kedua kakinya ter-
    kembang. Detik berikutnya seperti seekor 
    babi hutan laki-laki tersebut meluruk 
    deras ke arah Wiro Suryo. Serangan ini 
    jelas sangat berbahaya bagi si kakek 
    pendek. Namun ia menghindar ke samping, 
    lalu merundukkan kepalanya serendah 
    mungkin. Setelah clurit lewat di atas 
    kepalanya. Maka ia menangkap pergelangan

    tangan lawan.
    Tep! 
    Sambil mencekal pergelangan tangan 
    lawan, tangan kiri si kakek merampas 
    senjata milik lawan. Begitu senjata 
    berada di tangannya. Ia mengibaskan 
    senjata melengkung itu ke perut lawan.
    Brebet...!
    "Aaakh...!"
    Laki-laki berbaju hitam menjerit 
    keras. Isi perutnya berbusaian keluar, 
    sedangkan darah mengucur seperti kerbau 
    disembelih. Anehnya Wiro Suryo tidak 
    langsung melepaskan lawan. Ketika melihat 
    lawan lain menyerangnya. Maka si baju 
    hitam yang telah tewas tadi dilemparkan 
    ke arah para penyerangnya.
    Wees!
    Gabruuk!
    Tiga orang lawan jatuh terduduk 
    tertimpa mayat kawannya sendiri. Mereka 
    segera bangkit berdiri dan berlompatan ke 
    arah Wiro Suryo sambil mengibaskan 
    senjata di tangan. Tetapi ketika itu Wiro 
    Suryo telah berguling-guling menjauhi 
    lawannya. Sehingga serangan-serangan itu 
    hanya mengenai angin atau menghantam 
    senjata kawan sendiri.

    DELAPAN


    "Cincang bangsat pendek itu!" 
    teriak salah seorang lawan kepada tiga 
    orang kawannya. Teriakan itu segera 
    disambut dengan teriakan yang lain-
    lainnya. Lalu mengepung Wiro Suryo dari 
    empat penjuru arah sekaligus. 
    "Hemm, nyali kalian memang cukup 
    besar! Tetapi kemampuan tidak ada!" kata 
    si kakek pendek mengejek. Ketika sedang 
    bicara begitu, tiba-tiba terasa sambaran 
    angin dingin dari bagian rusuk sebelah 
    kiri. Tenggiling Kedil cepat berpaling. 
    Dilihatnya sebuah clurit hampir menebas 
    beberapa buah tulang rusuknya yang kecil-
    kecil.
    Kakek berambut jarang ini melompat-
    lompat seperti seekor kodok. Lalu ia 
    mengerahkan tenaga dalamnya ke bagian 
    telapak tangan. Ketika tenaga dalamnya 
    itu telah tersalur ke bagian telapak 
    tangan. Maka sekujur tubuhnya tampak 
    seperti memancarkan cahaya putih 
    berkilauan. Kemudian Wiro Suryo melenting 
    ke udara.
    "'Aji Pancar Cahaya'! Shaaaa...!"
    Disertai dengan teriakan keras 
    menggelegar. Wiro Suryo mengibaskan kedua 
    tangannya yang berwarna putih itu ke arah 
    lawan-lawannya. Detik itu juga tampak 
    melesat empat larik sinar putih
    menyilaukan mata. Sinar yang menebarkan 
    hawa sejuk seperti di pegunungan ini 
    langsung menghantam ke empat orang lawan-
    lawannya.
    Buum!
    "Huaakh...!"
    Ke empat laki-laki tersebut jatuh 
    terpelanting. Saat mereka masih melayang 
    di udara. Dari mulut mereka menyemburkan 
    darah. Begitu mereka terhempas di tanah 
    maka jiwa mereka sudah tidak dapat 
    diselamatkan lagi. Tampak dengan jelas 
    dari pori-pori mereka keluar darah 
    berwarna hitam. Begitu dahsyat ajian yang 
    dimiliki oleh Wiro Suryo ini. Sehingga 
    lawan-lawannya yang tewas pun sudah tidak 
    merasakan rasa sakit lagi.
    "Mati yang sia-sia adalah kematian 
    yang orang itu sendiri tidak tahu untuk 
    apa membela orang yang bersalah!" kata si 
    kakek. "Weleh-weleh, perjalananku jadi 
    tertunda gara-gara empat kroco pesing 
    ini!" Tenggiling Kedil menggelengkan 
    kepalanya. Ia baru saja bermaksud memutar 
    langkah, ketika terdengar suara tidak 
    jauh di belakangnya.
    "Lima Iblis Clurit Maut, mati 
    percuma membuang nyawa! Kita sekarang 
    bertemu lagi. Aku gembira karena hutang 
    lama segera terbalas!" bentak sebuah 
    suara. Wiro Suryo menunggu untuk beberapa 
    saat lamanya. Karena yang bicara tadi
    tidak kelihatan juga maka ia segera 
    menyahuti....
    "Mendengar suaramu seperti burung 
    hantu, aku mana kena ditipu! Kalau badan 
    belum menjadi setan lebih baik tunjukkan 
    diri. Walau kau dapat merubah suaramu 
    seperti burung bangkai. Aku pasti 
    mengenal tampangmu!"
    "Hak hak hak...! Bagus kalau kau 
    masih kenal diriku. Kau tinggal sebutkan 
    kematian yang bagaimana yang kau mau?" 
    dengus orang itu. Lalu terlihat sosok 
    tubuh berkelebat ke arah Tenggiling 
    Kedil. Tidak sampai sekedipan mata, 
    tampak seorang laki-laki bertubuh 
    jangkung berdiri tegak di depannya.
    "Ternyata mataku tidak kena ditipu. 
    Kau pasti Wiku Palawa yang kutinggalkan 
    dalam keadaan sekarat di depan pagar 
    tembok majikanmu, Iblis Betina Dari 
    Neraka!" dengus Wiro Suryo ketus.
    "Tidak pernah kupungkiri kehebatan
    mu! Sayangnya kau kemari tidak bersama-
    sama bocah miring itu. Apakah dia sudah 
    mampus?" ejek Wiku Palawa. Untuk lebih 
    jelasnya siapa Wiku Palawa (Dalam Episode 
    Betina Dari Neraka).
    "Kawanku Suro Blondo tampangnya 
    memang ketolol-tololan, namun otaknya 
    cerdik. Sekarang mungkin ia sedang 
    bertarung dengan Iblis Betina Dari Neraka 
    Majikanmu!" pancing Wiro Suryo memanasi.

    "Ha ha ha...! Bukan hanya tubuhmu 
    saja yang membuat iba orang lain. 
    Ternyata kau juga adalah seorang pemimpi. 
    Bagaimana mungkin majikanku di Bukit 
    Cadas Siluman dapat dikalahkan oleh bocah 
    tolol itu. Sedangkan selain perkasa dia 
    sendiri punya ratusan pengawal yang 
    terdiri dari mayat-mayat hidup!" jawab 
    Wiku Palawa. Tanpa ia sadari ucapannya 
    barusan tadi sudah merupakan sebuah 
    keterangan bagi Tenggiling Kedil.
    "Walaupun Betina Dari Neraka punya 
    seribu pengawal. Ia tidak mungkin lolos 
    dari maut. Anak ajaib itu akan memenggal 
    kepalanya, kemudian membuang tubuh 
    Mustika Jajar ke taut Selatan!"
    "Keparat pendusta! Kau hanya 
    mengulur-ulur waktu saja! Kini giliranmu 
    mati ditanganku." dengus Wiku Palawa.
    "Jangan bicara seperti geledek. 
    Buktikanlah kau punya kejantanan kalau 
    tidak merasa malu." sahut Wiro Suryo 
    disertai senyum.
    Semakin panas hati Wiku Palawa 
    mendengar ucapan lawannya. Tiba-tiba saja 
    ia melompat ke depan sambil mengebutkan 
    tongkat di tangannya. Si kakek tidak 
    menyangka datangnya serangan secepat itu. 
    Sehingga dengan telak tongkat 
    lawan menghantam punggungnya. 
    Buuk!
    "Aduh... duh...!"

    Wiro Suryo terhuyung-huyung. 
    Sedangkan Wiku Palawa terus mendesak 
    dengan serangan tongkat hitamnya. Jurus 
    yang dipergunakan oleh Wiku Palawa juga 
    tidak tanggung-tanggung. Ia mempergunakan 
    jurus Tongkat Pelebur Darah. Hanya dalam 
    waktu singkat tampak sinar hitam seakan 
    mengepung Wiro Suryo dari seluruh penjuru 
    arah. Kakek berbadan pendek setinggi 
    setengah meter ini dibuat kalang kabut.
    "Hih...!"
    Tiba-tiba saja ia melambung tinggi 
    ke udara. Setelah berjumpalitan beberapa 
    kali tubuhnya meluncur deras ke arah 
    lawan. Kakinya yang pendek menghantam 
    kepala lawannya. Walaupun Wiku Palawa 
    sudah berusaha merundukkan kepalanya 
    serendah mungkin. Tetapi kaki Wiro Suryo 
    terus mengejar dan....
    Gladuk...!
    "Wuaakh...!"
    Laki-laki berpakaian serba kuning 
    ini merasa dunia seakan berputar-putar. 
    Kepalanya sakit berdenyut. Walaupun 
    begitu tampaknya ia menjadi semakin 
    nekad. Apalagi mengingat beberapa waktu 
    yang lalu Wiro Suryo pernah mempermalukan 
    dirinya dengan membuat sang Wiku tidak 
    sadarkan diri. 
    Kini ia menyodokkan tongkatnya ke 
    perut Tenggiling Kedil. Tetapi si kakek 
    super pendek sudah menggelundung dan

    bergerak menjauh.
    Cwieet!
    Serangan Wiku Palawa hanya membeset 
    angin. Rupanya hal ini membuat sang Wiku 
    menjadi bertambah geram. Kemudian ia 
    menggeser kakinya ke samping sebanyak dua 
    langkah. Sedangkan tongkat hitam di 
    tangannya ia putar dengan cepat, sehingga 
    menimbulkan suara angin menderu-deru.
    "'Sabetan Geledek' Shaaa...!" 
    teriak Wiku Palawa.
    Sambil terus memutar tongkat, Wiku 
    Palawa melompat-lompat ke depan mendekati 
    musuh bebuyutannya. Tongkat dikibaskannya 
    ke arah lawan, sedangkan kaki menyapu 
    bagian bawah tubuh Wiro Suryo. Serangan 
    seperti ini jarang dilakukan oleh orang-
    orang rimba persilatan. Karena selain 
    menguras tenaga, gerakannya pun sangat 
    sulit.
    Si kakek kerdil sempat terkesiap 
    juga. Tetapi ia segera berjumpalitan ke 
    belakang. Tendangan kaki Wiku Palawa 
    luput, namun tongkatnya sempat menghantam 
    perut Wiro Suryo.
    Gdbuuk!
    "Atauww...!"
    Tenggiling Kedil meringis kesakitan 
    sambil berjingkat-jingkat. Tampaknya 
    Tenggiling Kedil tidak kapok. Tiba-tiba 
    saja ia berguling-guling perut sang Wiku.
    Buuk!

    Lawannya sempat terdorong mundur. 
    Tetapi sekejab kemudian ia sudah melompat 
    dan menginjak dada Tenggiling Kedil.
    Ngiik!
    "Wei... orang gendeng, kualat kau 
    menginjak dada orang tua!" teriak kakek 
    konyol ini sambil meronta. Namun injakan 
    kaki lawan semakin kuat. Malah Wiku 
    Palawa menghantamkan tongkat di tangannya 
    ke bagian kepala lawannya. Dengan gerakan 
    yang sangat aneh, tubuh yang terinjak itu 
    tiba-tiba meluncur ke depan. Sedangkan 
    tongkat di tangan Wiku terus meluncur dan 
    menghantam tulang kakinya sendiri.
    Glotak!
    "Aduuh...!" 
    Wiku Palawa menjerit kesakitan 
    terhantam tongkatnya sendiri. Wiro Suryo 
    yang sudah berdiri sepenuhnya usap-usap 
    dadanya yang memerah. Ia kemudian tertawa 
    terbahak-bahak.
    "Ha ha ha...! Agaknya otakmu benar-
    benar sudah miring. Masa kaki sendiri 
    dipukuli. Makanya jangan terlalu bernafsu 
    membunuh orang, otak di pakai, jangan 
    asal mengumbar tenaga. Main serudak-
    seruduk macam babi. Dasar anak buahnya 
    iblis!" teriak Wiro Suryo seperti sedang 
    memarahi anaknya yang nakal.
    "Manusia bangsat! Makanlah nih 
    tongkatku...!" geram Wiku Palawa. 
    Set!

    Bet! Bet!
    Tongkat hitam itu kemudian menderu-
    deru. Sesekali meliuk, menotok bagaikan 
    seekor ular cobra yang sedang marah.
    Menghadapi serangan yang bertubi-
    tubi ini penghuni Gunung Sembung segera 
    mengerahkan ajian 'Suket Sekilen'. Hanya 
    sebentar saja serangan-serangan lawannya 
    tampak menjadi kacau dan tidak pernah 
    mengenai sasarannya. Dalam penglihatan 
    Wiku Palawa, setiap tusukan maupun 
    gamparan tongkatnya mengenai bagian tubuh 
    Tenggiling Kedil. Namun kenyataan yang di 
    dapat sungguh sangat bertolak belakang 
    sekali. Tidak satupun serangan itu 
    mengena. Sebaliknya serangan balasan yang 
    dilakukan oleh Wiro Suryo berulang kali 
    menghantam dada maupun kening lawannya. 
    Sehingga pelipis Wiku Palawa tampak
    mengucurkan darah dan membengkak sebesar 
    telur ayam.
    Sang Wiku tampaknya mulai bingung 
    dan merasa kehabisan akal menghadapi 
    orang tua yang sama konyolnya dengan 
    Pendekar Blo'on ini. Akhirnya ia terpaksa 
    melompat mundur ke belakang. Tongkat 
    ditangannya ia campakkan ke samping. 
    Tenggiling Kedil menanggapinya dengan 
    tawa.
    "Rupanya kau sudah jenuh 
    mempergunakan tongkat, ya...? Sekarang 
    apa kau mau mempergunakan tongkat

    kramatmu? Ha ha ha...! Sebaiknya jangan. 
    Tongkat itu khusus untuk perempuan, 
    mustahil kau memasukkannya ke lubang 
    semut atau pantatku. Nanti semut-semut 
    marah dan membuatmu menjadi konyol!" ejek 
    si kakek rada-rada ngeres.
    Pipi Wiku Palawa tampak menggembung 
    menahan geram. Wajahnya merah padam. 
    Tetapi ia tetap tutup mulut dan 
    konsentrasi mengerahkan tenaga dalam ke 
    bagian telapak tangan. Beberapa detik 
    setelah kedua tangan itu telah menjadi 
    hitam. Lalu....
    "'Petaka Gila Durjana'! Hiyaa...!"
    Disertai teriakan melengking 
    seperti seekor serigala kelaparan, Wiku 
    Palawa menghantamkan kedua tangannya ke 
    depan. Sepuluh larik sinar hitam menebar 
    bau busuk melesat bagaikan jilatan lidah 
    api ke arah Wiro Suryo. Hanya beberapa 
    saat kemudian sinar hitam tersebut 
    menghantam Wiro Suryo.
    Gledeng...!
    "Aaaa...!"
    Dengan telak pukulan tersebut 
    menghantam tubuh lawannya. Wiro Suryo 
    tergontai-gontai. Namun tidak ada satupun 
    bagian yang kurang dari tubuhnya. Kiranya 
    ketika lawan melepaskan pukulan tadi, 
    Tenggiling Kedil membentengi dirinya 
    dengan ajian 'Suket Sekilen'. Ketika debu 
    lenyap dari udara, maka Wiro Suryo

    tertawa membahak. Ia berdiri bertolak 
    pinggang.
    "Pukulan picisan begitu kau 
    pamerkan di depanku! Jika kau punya yang 
    lebih ampuh lagi, kuberi kesempatan 
    padamu untuk melepaskannya. Jika tidak 
    kau bakal tidak mendapat pengampunan ke 
    dua dariku!" dengus si kakek super 
    pendek. Wiku Palawa tercengang. Ia telah 
    melepaskan pukulan tingkat paling tinggi 
    yang ia miliki. Sosok di depannya 
    pastilah bukan manusia, sebab bila 
    manusia sungguhan. Paling tidak tubuhnya 
    telah hancur berkeping-keping.
    Merasa tidak punya pilihan lain 
    lagi, maka Wiku Palawa terpaksa 
    mempergunakan asap pembius pemberian 
    Mustika Jajar. Laksana kilat ia 
    menyambitkan benda hitam sebesar kepalan 
    tangan orang dewasa ke depan Wiro Suryo.
    Buum!
    Begitu suara ledakan terdengar. 
    Maka asap tebal langsung menebar ke arah 
    Wiro Suryo. Sebagai orang yang telah 
    kenyang makan asam garam rimba 
    persilatan. Tentu ia mengetahui kekuatan 
    apa yang terkandung di dalam tabir asap 
    itu. Sehingga sejak awal, sebelum bahan 
    pembius itu meledak ia telah menutup 
    indera penciumannya.
    "Aakkkh... mengapa begini...!" 
    desis si kakek.

    Kemudian tubuhnya tampak terhuyung-
    huyung. Setelah itu ia jatuh terlentang 
    seperti orang yang tidak sadarkan diri.
    Wiku Palawa merasa senang bukan 
    main melihat lawannya roboh. Ternyata si 
    pendek konyol ini masih kena diakali. 
    Siapa kira akan semudah itu ia menangkap 
    Wiro Suryo yang dianggapnya memiliki 
    mukjizat tersebut.
    "He he he...! Ternyata jalan 
    pikiranmu sependek tubuhmu! Manusia 
    sepertimu akan sangat berguna bila 
    bergabung dengan kami!" kata Wiku Palawa.
    Tanpa merasa curiga sedikitpun. Ia 
    segera mendekati Tenggiling Kedil dengan 
    maksud membawanya pergi ke Bukit Cadas 
    Siluman. Namun diluar dugaan, Wiro Suryo 
    membalikkan tubuhnya. Sedangkan kedua 
    tangan dihentakkan ke arah lawan. 
    Segulung sinar putih menderu. Begitu 
    dekatnya jarak di antara mereka sehingga 
    Wiku Palawa tidak sempat lagi menghindar. 
    Tidak terelakkan lagi ajian 'Pancar 
    Cahaya' yang dilepaskan Wiro menghantam 
    tubuh lawannya. Nyawa Wiku Palawa putus 
    seketika, sehingga dia tidak sempat lagi 
    menyadari apa yang terjadi dengan 
    dirinya. Wiro Suryo bangkit berdiri.
    "Dia entah ke akherat atau neraka 
    aku tidak perduli. Yang terpenting aku 
    sudah mendapat petunjuk dimana iblis 
    bersembunyi!" kata kakek kerdil itu
    sambil melangkah pergi.


    SEMBIRING


    Dengan langkah terhuyung-huyung. 
    Perkasa kembali ke Bukit Cadas Siluman 
    dengan membawa kekalahannya. Ketika itu 
    di bagian bangunan depan yang belum jadi 
    sepenuhnya tampak sepasukan mayat hidup 
    sedang berjaga-jaga. Selain mayat-mayat 
    hidup ini masih ada lagi beberapa orang 
    laki-laki berpakaian serba hitam.
    Mereka juga adalah anak buah Iblis 
    Betina Dari Neraka yang berhasil 
    ditundukkan oleh Wiku Palawa. Mustika 
    Jajar sedang mondar-mandir di dalam 
    ruangan pribadinya ketika pintu depan 
    terkuak dengan paksa. Ia tampak terkejut 
    juga saat melihat Perkasa dalam keadaan 
    terluka.
    "Kekasihku, apa yang terjadi 
    denganmu?" tanya Mustika Jajar.
    Gadis cantik itu segera menghampiri 
    kekasihnya. Kemudian ia memapahnya menuju 
    ke tempat tidur.
    "Pemuda tolol itu telah melukaiku.
    Dia tidak sendiri, melainkan datang 
    bersama seorang gadis air." Lapor 
    Perkasa dengan suara timbul tenggelam 
    tidak beraturan. 
    "Dewi air maksudmu?"
    "Ya...."
    "Keparat! Suro Blondo kelewat 
    berani bertindak sewenang-wenang terhadap
    mu! Rupanya dia belum tahu bahwa melukai 
    dirimu sama saja artinya menyakiti aku. 
    Jangan khawatir kekasihku. Bila si 
    keparat itu datang ke sini. Tentu tidak 
    ada jalan hidup baginya dan sebuah kubur 
    telah kusediakan buatnya!"
    "Dia sangat kuat sekali!" sergah 
    Perkasa seakan ragu.
    "Biarkan dia punya kekuatan 
    selangit tembus, namun aku adalah Iblis 
    Betina Dari Neraka. Tidak ada yang dapat 
    mengalahkan orang sepertiku! Nah sekarang 
    kau istirahatlah. Aku akan menyediakan 
    obat-obatan untukmu...!" kata Mustika 
    Jajar.
    "Tunggu Junjunganku!"
    Si gadis hentikan langkah.
    "Ada apa?"
    "Apakah kau lupa bahwa setiap 
    penyakit yang kuderita tidak ada obatnya? 
    Tubuhku tidak seperti manusia biasa. 
    Badanku tidak bisa menyerap obat apapun. 
    Terkecuali yang satu itu...!" Perkasa 
    tidak melanjutkan kata-katanya. Tetapi 
    Mustika Jajar cepat tanggap. Maka ia pun 
    tertawa mengikik.
    "Hik hik hik...! Hemm, akupun 
    hampir lupa bahwa kau tidak pernah makan 
    dan tidak pernah tidur. Makananmu adalah

    cinta...! Tetapi apakah kau sekarang 
    sudah siap melakukannya?" tantang si 
    gadis.
    "Dalam keadaan hancur sekalipun aku 
    selalu siap melakukan yang satu itu!" 
    sahut Perkasa.
    Mustika Jajar tersenyum. Tanpa 
    membuang-buang waktu lagi ia segera 
    melepaskan kancing-kancing bajunya. 
    Setelah melepaskan seluruh pakaian yang 
    menutupi auratnya. Maka ia langsung 
    memeluki tubuh Perkasa. Dadanya yang 
    membusung menekan dada Perkasa yang 
    bidang. Dengan agresip sekali ia 
    menjatuhkan ciuman bertubi-tubi di bibir 
    dan leher kekasihnya. Perkasa 
    menggeliatkan tubuhnya. Terdengar suara 
    erangan dari mulut laki-laki penjelmaan 
    patung tersebut.
    "Perkasa. Kau tidak boleh mati, 
    tanpamu hidupku akan menjadi sunyi. Tiada 
    yang dapat menghilangkan dahaga yang 
    kurasakan. Kau adalah segala-galanya 
    bagiku!" desis si gadis dengan mata 
    setengah terpejam. 
    Perkasa segera bersaksi atas apa 
    yang terjadi pada dirinya ia memeluk 
    Mustika Jajar dengan erat. Sementara 
    tangannya yang kokoh bergerak nakal ke 
    sekujur tubuh si gadis, sehingga membuat 
    Mustika Jajar menggelinjang.
    "Per-ka-sa... se-ka-rang....

    Cepatlah lakukan...!" bisik Mustika Jajar 
    di telinga Perkasa. Apa yang terjadi 
    kemudian terasa begitu cepat. Saat 
    Perkasa memasuki diri si gadis. Maka 
    Mustika Jajar menjerit lirih, sedangkan 
    pelukannya semakin bertambah erat saja.
    Apa yang terjadi di dalam ruangan 
    tersebut. Selanjutnya hanyalah dinding 
    kamar yang menjadi saksi bisu atas 
    perbuatan terkutuk mereka. Sampai 
    akhirnya mereka sampai pada puncak 
    pendakian. Mustika Jajar terkapar di sisi 
    kekasihnya. Gadis cantik itu tersenyum 
    puas. Sedangkan diluar sepengetahuan 
    Mustika Jajar. Luka-Iuka yang diderita 
    oleh kekasihnya secara perlahan hilang 
    dengan sendirinya.
    "Walaupun dalam keadaan terluka, 
    ternyata kau masih tetap hebat, Perkasa!" 
    puji si gadis sambil menyeka bukit-bukit 
    di dadanya yang berkeringat.
    Perkasa hanya tersenyum. Tidak lama 
    ia sudah bangkit berdiri dan berjalan 
    mondar-mandir di tengah-tengah ruangan. 
    Seakan tidak terjadi apa-apa pada 
    dirinya.
    "Cepat atau lambat dia pasti datang 
    kemari! Disaat itulah seluruh anak buahku 
    menghabisinya!" dengus si gadis sambil 
    mengenakan pakaiannya kembali.
    "Kuharap junjungan mampu 
    membunuhnya!" kata Perkasa seakan merasa

    sangat khawatir,
    "Tidak usah takut. Aku adalah orang 
    nomor satu di kolong langit ini! Tidak 
    seorang pun dapat mengalahkan aku!" sahut 
    gadis itu dengan segala keangkuhannya.
    ***
    Untuk sementara kita tinggalkan 
    dulu Perkasa dan kekasihnya yang sedang 
    berandai-andai itu. Sementara di halaman 
    depan, mayat-mayat hidup terus berjaga-
    jaga dari segala kemungkinan. Pada 
    kesempatan itu tiba-tiba di langit sana 
    terdengar suara gemuruh disertai pekikan-
    pekikan burung yang sangat banyak sekali 
    jumlahnya.
    "Kek... kreak... kreak...!"
    Burung-burung bangkai semakin 
    banyak berdatangan. Setelah kawanan 
    burung bangkai itu memenuhi langit di 
    atas Bukit Cadas Siluman. Maka tiba-tiba 
    saja terdengar suara siulan. Gelombang 
    suara siulan tersebut tidak beraturan.
    "Bunuh...!"
    Terdengar bentakan mengandung 
    perintah. Dengan serentak dan disertai 
    suara teriakan keras. Maka burung-burung 
    pemakan bangkai itu meluncur turun 
    menyerang mayat-mayat hidup. Para 
    pengawal Mustika Jajar tampak menjadi 
    panik. Mereka segera melakukan

    perlawanan. Tetapi burung-burung bangkai 
    menjadi semakin ganas. Rupanya mereka 
    mengetahui bahwa yang mereka serang 
    sebenarnya adalah bangkai-bangkai hidup 
    yang menjadi sumber makanan mereka.
    Mayat-mayat hidup menjadi panik, 
    daging busuk mereka tercabik-cabik di 
    sana-sini. Tetapi mereka dengan sengit 
    melakukan serangan balasan. Tangan mereka 
    mencengkeram setiap burung-burung yang 
    hinggap di bahu atau di kepala mayat-
    mayat ini. Rupanya suara ribut-ribut di 
    luar sempat di dengar oleh Mustika Jajar. 
    Bersama Perkasa ia menghambur keluar. 
    Betina Dari Neraka terkesiap setelah 
    melihat kawanan burung itu menyerang anak 
    buahnya.
    "Pasukan hitam, mengapa kalian 
    hanya diam menonton!" teriak si gadis 
    ditujukan langsung pada belasan laki-laki 
    bersenjata golok besar.
    Mendapat perintah dari atasannya, 
    maka belasan orang berbaju hitam itu 
    langsung mencabut goloknya dan membantu 
    mayat-mayat hidup.
    "Perkasa! Burung-burung keparat itu 
    bagianmu." tegas Mustika Jajar.
    Perkasa pemuda gagah penjelmaan 
    patung karya cipta Pematung Kelana dengan 
    cepat mendongak ke langit. Di atas sana 
    ia melihat ratusan ekor burung bangkai 
    sedang terbang berputar-putar di sertai

    suara kak-kik-kok memekakan telinga.
    Pemuda itu tiba-tiba mengibaskan 
    kedua tangannya ke udara. Secara spontan 
    tampak bunga api meluncur deras membelah 
    udara. Lalu....
    Blar! Blaar!
    Pukulan dahsyat yang dilepaskan 
    oleh Perkasa menghantam burung-burung 
    pemakan bangkai tersebut.
    "Kek...!"
    Burung-burung itu berkaparan mati 
    dengan tubuh hangus seketika. Walaupun 
    begitu sebagian besar di antaranya 
    selamat.
    Burung-burung yang selamat kembali 
    menyerang pengawal yang terdiri dari 
    mayat-mayat hidup maupun pengawal Iblis 
    Betina Dari Neraka yang memakai baju 
    hitam.
    Hanya dalam waktu yang singkat 
    mayat-mayat hidup itu kehilangan daging-
    daging busuk yang menempel pada badan 
    mayat. Mayat-mayat itu jatuh bangun. 
    Namun meskipun tinggal tulang belulang 
    mereka bangkit lagi dan kembali menyerang 
    kawanan burung-burung tersebut sehingga 
    suasana di sekeliling tempat itu menjadi 
    hingar-bingar.
    Semakin lama pertarungan antara 
    kawanan burung-burung bangkai dengan 
    pasukan mayat hidup pengawal Mustika 
    Jajar berubah menjadi semakin seru. Sudah

    banyak pula burung-burung bangkai yang 
    mati, sebaliknya walaupun mayat-mayat 
    hidup tersebut tercabik-cabik. Namun 
    mereka masih tetap bertahan seakan tidak 
    ada sesuatu apapun yang berkurang dalam 
    diri mereka.
    Lama kelamaan jumlah burung pemakan 
    bangkai itu semakin menyusut. Tampaknya 
    mayat-mayat hidup berada dalam kondisi
    yang menguntungkan. Pasukan berpakaian 
    serba hitam yang melihat kenyataan ini 
    segera berlompatan mundur. Sampai 
    akhirnya mereka membentuk barisan seperti 
    semula. Pada saat itulah tiba-tiba 
    terdengar suara bentakan di sertai 
    pengerahan tenaga dalam tinggi.
    "Tahan...!" 
    Mayat-mayat hidup tampak terhuyung 
    ke belakang. Dari arah lain terlihat 
    seorang laki-laki memakai topi caping 
    berjalan mendekati Mustika Jajar.
    "Harum benar bau disini? Pasukan 
    mayat. Setahuku hanya Tua Tengkorak Mata 
    Api saja yang memiliki ilmu iblis 
    Pembangkit Mayat. Tidak kusangka gadis 
    secantik dan semudamu mempunyai kekuatan 
    langka itu. Apa hubunganmu dengan Tua 
    Tengkorak Mata Api?" tanya kakek bertopi 
    caping bambu itu penuh selidik.
    "Hik hik hik...! Kau sendiri siapa? 
    Apakah burung-burung bangkai itu 
    milikmu?" Mustika Jajar malah balik

    bertanya. Seakan pertanyaan kakek 
    berwajah seperti terbelah ini hanya angin 
    lalu saja.
    "Akulah Datuk Tabala Muka alias Si 
    Burung Bangkai!" jawab si kakek ketus. 
    "Sekarang coba kau sebutkan kau 
    punya nama atau gelar kalau punya. Dan 
    katakan pula siapa nama gurumu?"
    "Aku Mustika Jajar alias Betina 
    Dari Neraka. Guruku memang Tua Tengkorak 
    Mata Api." jawab si gadis.
    Jika semula wajah di balik topi 
    caping bambu tampak berseri-seri 
    mendengar julukan Mustika Jajar. Maka 
    setelah gadis berpakaian tembus pandang 
    ini menyebutkan nama gurunya. Maka wajah 
    yang seperti terbelah itu tampak 
    berkerut. Kini setelah mendengar nama 
    gurunya. Maka keinginannya untuk menja-
    jaki kehebatan Iblis Betina Dari Neraka 
    hilang seketika.
    "Benar kau muridnya Tua Tengkorak 
    Mata Api?"
    "Kau tidak percaya silakan mampus 
    dulu dan tanyakan kebenaran di 
    neraka...!" kata si gadis.
    "Ha ha ha...! Pulau Pelebur Dosa. 
    itu jauh dari mata jauh pula dari hati. 
    Sengaja kucari kau ke sini semata-mata 
    ingin menghapus julukanmu yang kelewat 
    muluk itu. Tidak kusangka kau muridnya 
    Tua Tengkorak Mata Api. Si tua bengal

    yang kehilangan matanya karena ingin 
    menjajal kehebatan Malaikat Berambut 
    Api...!" desis Datuk Tabala Muka. Jika 
    semula Iblis Betina Dari Neraka telah 
    bersiap-siap menjaga segala kemungkinan. 
    Maka sekarang setelah kakek di depannya 
    ada menyebut-nyebut nama gurunya. Maka 
    Mustika Jajar jadi bertanya-tanya dalam 
    hati. Siapa agaknya orang tua ini?
    "Kau mau membunuhku? Apakah kau 
    mampu?" tanya si gadis dengan senyum 
    menantang.
    "Semula memang.... Tetapi sekarang 
    tidak lagi...!" jawab Datuk Tabala Muka 
    tegas.
    "Hik hik hik...! Mengapa? Apakah 
    karena kau merasa terpikat dengan 
    kecantikanku dan kemulusan tubuhku atau 
    kau takut mampus?" ejek Iblis Betina Dari 
    Neraka.
    "Hak hak hak...! Datuk Tabala Muka 
    tidak pernah mengenal rasa takut kepada 
    siapapun. Jika benar-benar kau muridnya 
    Tua Tengkorak Mata Api. Apakah manusia 
    Maha Sesat itu tidak pernah bercerita 
    kepadamu tentang adik seperguruannya yang 
    tinggal di Pulau Pelebur Dosa?" Mustika 
    Jajar terdiam. Tiba-tiba ia berseru....
    "Guruku memang pernah bercerita 
    tentang adik seperguruannya yang berjuluk 
    Si Burung Bangkai... andakah orangnya?" 
    tanya si gadis.

    "Ha ha ha...! Di dunia ini hanya 
    ada satu julukan Si Burung Bangkai. Tidak 
    kusangka aku punya murid keponakan yang 
    mempunyai ambisi besar sepertimu! Betapa 
    Tua Tengkorak Mata Api akan bangga 
    kepadamu!" Melihat kenyataan bahwa Datuk 
    Tabala Muka masih merupakan paman gurunya 
    sendiri, maka Mustika Jajar segera 
    menjura hormat dan sikapnya pun berubah 
    menjadi ramah.


    SEPULUH


    "Setelah mengetahui keinginan apa 
    yang terkandung dalam niatku. Apakah 
    paman guru kini bersedia bergabung 
    denganku?" tanya si gadis sambil 
    membasahi bibirnya yang kemerahan dan 
    mengedipkan matanya yang nakal.
    "Mengapa tidak. Jika telah 
    kuketahui siapa kau. Tentu aku turut 
    mendukung usahamu untuk mendirikan sebuah 
    kerajaan persilatan. Aku akan membantumu 
    sekuat kemampuanku!" kata Datuk Tabala 
    Muka.
    Iblis Betina Dari Neraka merasa 
    senang mendengar keputusan Datuk Tabala 
    Muka. Ia kemudian mendekati sang Datuk 
    tanpa ragu-ragu lagi.
    "Bersama pasukan Mayat ini aku 
    telah mendirikan sebuah bangunan merah

    tidak jauh dari sini. Paman bisa 
    melihatnya betapa megahnya kerajaan 
    persilatan yang kubangun. Jika paman mau, 
    mari kita ke sana. Sementara ini kita 
    biarkan pasukan mayat hidup ini bertahan 
    di Bukit Cadas Siluman. Mereka akan 
    menjadi ujung tombak di barisan depan."
    "Jauhkah tempat itu dari sini?" 
    tanya Datuk Tabala Muka.
    "Tidak jauh. Hanya dua jam dari 
    bukit ini."
    "Mengapa pasukan mayat hidup 
    ditinggalkan disini. Bukankah lebih baik 
    mereka menjaga singgasana mu?"
    "Semua ini kulakukan untuk mengecoh 
    perhatian musuh-musuhku! Singgasana megah 
    dari batu pualam putih itu dibangun 
    dengan bantuan iblis. Jika sampai rusak. 
    Aku akan meratapinya seumur hidup!"
    "Ha ha ha...! Ternyata kau sangat 
    cerdik dalam mengatur siasat. Aku yakin 
    bocah tolol itu tidak akan lolos bila 
    telah sampai disini!"
    "Siapa yang paman guru maksudkan?" 
    tanya Mustika Jajar dengan kening 
    berkerut.
    "Siapa lagi kalau bukan si tolol 
    Suro Blondo."
    "Oh itu, aku sendiri memang ingin 
    menangkapnya hidup atau mati. Pernah dia 
    dan kawannya termakan jebakanku, tetapi 
    entah mengapa ia dapat meloloskan diri!"

    ujar Mustika Jajar, geram.
    "Jangan takut. Aku akan membantumu. 
    Kelak aku akan menangkapi tokoh-tokoh 
    rimba persilatan yang tidak mau tunduk 
    kepadamu!" janji Datuk Tabala Muka.
    "Aku senang mendengarnya." sahut si 
    gadis sambil mengedipkan matanya. "Paman 
    guru tahu, bahwa guru Suro Blondo adalah 
    musuh besar guruku. Bahkan guru telah 
    berpesan padaku agar mencari Malaikat 
    Berambut Api. Cuma aku belum bisa 
    melaksanakan perintah guru, karena 
    sekarang ini aku harus melakukan tugas 
    utama yang menjadi cita-citaku selama 
    ini!"
    "Dan cita-citamu hampir berhasil, 
    bukan?"
    "Memang. Tetapi hanya sebagian 
    saja. Oh ya... sekarang kita lihat betapa 
    megahnya singgasana yang dibangun hanya 
    dalam waktu semalam itu." ujar si gadis. 
    Tanpa menunggu lebih lama lagi, Iblis 
    Betina Dari Neraka dengan diikuti oleh 
    Datuk Tabala Muka dan Perkasa segera 
    meninggalkan Bukit Cadas Siluman. 
    Sehingga di atas bukit itu sekarang yang 
    tertinggal hanya pasukan Mayat Hidup dan 
    juga pasukan hitam yang jumlahnya tidak 
    lebih hanya lima belas orang saja. 
    Sedangkan mayat-mayat hidup tampaknya 
    jumlah mereka tidak berkurang dan 
    mencapai ratusan.

    * * *
    Menjelang sore hari, di Bukit Cadas 
    Siluman tampak sosok berbadan pendek 
    berlari-lari seperti sedang bermain 
    kucing-kucingan. Gerakannya lincah dan 
    cepat. Sehingga sekilas seperti setan 
    gentayangan yang sedang memburu waktu. 
    Tingkah kakek yang cuma berselempang kain 
    putih ini memang mirip dengan seorang 
    bocah kecil yang nakal. Cuma yang 
    membedakannya, kakek ini berambut putih, 
    kumis dan janggutnya juga berwarna putih. 
    Kakek bertampang lucu ini seperti kita 
    ketahui bernama Wiro Suryo alias 
    Tenggiling Kedil.
    Ia menyisir Bukit Cadas Siluman 
    semata-mata karena mendapat keterangan 
    bahwa Betina Dari Neraka membangun sebuah 
    kekuatan baru disana. Setelah sampai di 
    puncak bukit sebelah selatan. Tenggiling 
    Kedil sekonyong-konyong hentikan larinya. 
    Karena badannya yang setinggi setengah 
    meter, maka ia tidak melihat keadaan di 
    depannya.
    "Susahnya jadi manusia adalah 
    seperti diriku ini. Ingin menggapai 
    langit, langit begitu tinggi. Mau 
    menggapai matahari, tubuhku pasti hangus. 
    Ingin melihat ke depan, terpaksa memanjat 
    pohon dulu ah!" kata Wiro Suryo kesal.
    Lalu dia menghampiri sebatang pohon

    berukuran sedang-sedang saja. Dengan 
    gerakan cepat sulit diikuti mata ia mulai 
    memanjat.
    "Heh... ternyata aku sudah sampai 
    di pucuk. Mengapa harus ke pucuk, kalau 
    jatuhkan bisa mampus." gerutu Tenggiling 
    Kedil. Ia bergerak agak turun. Di depan 
    sana ia melihat sebuah bangunan yang 
    tidak begitu mewah. Di depan bangunan 
    terbuat dari kayu itu tampak ratusan 
    laki-laki bertampang aneh-aneh sedang 
    berjaga-jaga.
    "Di situ rupanya manusia setan 
    bersembunyi. Aku hampir kena di tipu jika 
    Wiku Palawa tidak kasih petunjuk. Aku 
    harus kesana!" pikir Wiro Suryo.
    Ia bermaksud menuruni pohon yang 
    dipanjatnya. Namun gerakannya terhenti 
    ketika melihat dua sosok tubuh bergerak 
    mengendap-endap di bawah pohon tersebut.
    "Kurasa kita sudah hampir sampai!" 
    kata yang berada di bawah pohon berbisik 
    pada gadis baju putih yang berada di 
    sampingnya.
    "Lihatlah, penjagaan begitu ketat. 
    Aku heran dalam waktu tidak lama Betina 
    Dari Neraka mampu mengumpulkan pengikut-
    pengikut yang cukup besar." gadis baju 
    putih menyahuti. Pemuda di sampingnya 
    julurkan kepala sambil mengangguk-angguk 
    macam burung perkutut. Lalu digaruknya 
    belakang kepala berulang-ulang.

    "Tidak heran. Orang-orang yang 
    tidak mau berpihak padanya pasti dibunuh. 
    Kita juga harus berhati-hati, aku 
    khawatir gurunya yang dapat menghidupkan 
    patung ada bersamanya. Urusan bisa jadi 
    kapiran jika mata sumplung itu ada 
    bersama Mustika Jajar."
    "Kau takut, Suro? Kita berdua 
    kurasa bisa mengatasi mereka." menyahuti 
    gadis baju putih penuh keyakinan.
    "Jangan kelewat memandang rendah 
    dengan kemampuan lawan. Kau tahu tidak. 
    Aku sendiri bersama bocah tua bangka 
    berambut putih dan berkumis cuma beberapa 
    lembar itu pernah masuk dalam perangkap 
    iblis Betina. Sebenarnya bukan 
    kesalahanku, tapi kesalahan si tolol itu. 
    Untung gurumu memisahkan kami. Kalau 
    tidak bocah sinting itu bisa membuat aku 
    semakin miring!" dengus pemuda berambut 
    hitam kemerahan.
    Walaupun kata-kata Suro Blondo 
    terdengar pelan, tetapi sempat didengar 
    oleh Wiro Suryo.
    "Pemuda edan ini kalau nggak 
    dibikin babak belur pasti selalu menghina 
    orang lain. Dia kira dirinya itu siapa!" 
    dengus Tenggiling Kedil dalam hati.
    Set! Ser,...!
    Wiro Suryo tiba-tiba melakukan 
    sesuatu.
    "Hah... hujan gerimis." Suro Blondo

    menyeka tangannya yang terkena air.
    "Tidak ada mendung mengapa ada 
    hujan?" tanya Dewi Arimbi.
    "Nah hujan lagi...!" kata si 
    pemuda.
    Lalu ia menyeka air yang bergulir 
    di atas batang hidungnya. Tetapi ia 
    mengendus bau pesing menyengat.
    "Kurang ajar, bukan hujan. Tapi air 
    kencing. Mana ada Malaikat kencing secara 
    kurang ajar begini !" dengus Pendekar 
    Blo'on.
    Suro Blondo tidak disangka-sangka 
    memungut batu di bawah kakinya. Sedangkan 
    Wiro Suryo terpaksa menahan nafas dan 
    menahan tawa.
    "Kalau bukan perbuatan tua bangka 
    edan kejepit bumi. Pasti ini perbuatan 
    setan! Setiap setan usil harus dikasih 
    mampus!" Pendekar Blo'on secepat cahaya 
    melemparkan dua buah batu ke atas pohon.
    Wuut!
    Jdaak!
    "Aduh...!"
    Di atas pohon terdengar suara 
    mengadu disertai melayangnya sosok tubuh 
    pendek ke bawah.
    Gubrak ..!
    Tenggiling Kedil jatuh tepat di 
    depan kaki murid Penghulu Siluman Kera 
    Putih dan Malaikat Berambut Api. Begitu 
    mengenali orang yang mengusilinya. Maka

    Suro tertawa membahak.
    "Oh... rupanya kau setan yang telah 
    mengirimkan hujan padaku! Manusia macam 
    kau memang selalu bikin jengkel orang 
    lain. Dasar tua bangka sinting." dengus 
    Pendekar Blo'on sambil pencongkan 
    mulutnya.
    "Pemuda sinting! Jangan kau berani 
    kurang ajar padaku. Kau punya kesalahan 
    sudah melebihi takaran. Kini setelah kau 
    bergandengan dengan seorang gadis cantik. 
    Kau berpura-pura tidak mengenal kawan 
    lama."
    "Apa salahku Tenggiling Kedil. Kau 
    hendak mengatakan bahwa berjalan seorang 
    diri tidak enak atau kau malah merasa 
    iri? Besarkan dulu badanmu, nanti kalau 
    sudah besar dan dewasa baru kau boleh 
    punya pasangan." ejek Wiro Suryo.
    "Bukan... bukan itu...! Aku mau tau 
    kau punya jawaban, mengapa tempo hari kau 
    meninggalkan aku di pinggir sungai. Hayo 
    mengapa, coba jawab?"
    "Oh... itu. Kurasa hanya kebetulan 
    saja guru Dewi Arimbi menyukai aku. 
    Beliau tidak mau mengajakmu karena walau 
    kau sudah berjenggot dianggapnya kau 
    masih bocah kecil."
    Dewi Arimbi hanya diam saja melihat 
    Suro dan Wiro berdebat. Ia rupanya sadar 
    bahwa kedua manusia yang dihadapinya 
    benar-benar sinting.

    "Kau jangan meledekku. Sekarang 
    kita punya tugas besar dan pesta 
    pembantaian yang besar pula."
    "Apa maksudmu?"
    "Di depan sana ada sebuah bangunan. 
    Turut Wiku Palawa yang sudah kojor di 
    tanganku. Katanya Betina Dari Neraka 
    sekarang menghimpun kekuatan di Bukit 
    Cadas Siluman ini. Apa pendapatmu, 
    sobatku?" desah Wiro Suryo ingin tahu.
    "Wiku Palawa sudah mampus, aku 
    sendiri hampir membunuh Perkasa. Sayang 
    dia melarikan diri setelah terluka 
    parah."
    "Kurasa Perkasa segera pulih 
    setelah mendapat kehangatan dari Mustika 
    Jajar." sahut Tenggiling Kedil.
    "Bagaimana kau tahu?"
    "Menurut ramalanku begitu."
    "Sudahlah, sekarang lebih baik kita 
    santroni manusia setan itu." tegas Suro 
    Blondo memutuskan.
    "Tunggu dulu...!"
    "Ada apa lagi?" tanya Suro, seraya 
    menghentikan langkah tanpa menoleh ke 
    belakang.
    "Kau belum memperkenalkan aku pada 
    gadis cantik ini. Apakah dia sekarang 
    telah menjadi sobatmu atau kekasihmu?"
    Memerah wajah Dewi Arimbi mendengar 
    ucapan Wiro Suryo. Lalu matanya melotot, 
    namun Tenggiling Kedil malah tertawa.

    "Tanyakan saja padanya, aku tidak 
    layak menjawab pertanyaanmu, orang tua 
    gila." dengus si pemuda kemudian 
    melanjutkan langkahnya kembali.
    Karena berulangkali Dewi Arimbi 
    terus memelototi Wiro Suryo. Maka kakek 
    pendek itu tidak berani mengajukan 
    pertanyaan. Lebih kurang dua puluh tombak 
    berjalan. Akhirnya mereka sampai di depan 
    bangunan yang belum jadi sepenuhnya itu. 
    Serentak mayat-mayat hidup dan pasukan 
    hitam mengepung mereka.
    "Gila... orang-orang ini tidak 
    ramah pada tamunya." bisik Wiro Suryo 
    pada Pendekar Blo'on.
    "Kurasa mereka bangkai berjalan. 
    Cobalah rasakan bau yang sangat busuk 
    ini." desis Suro sambil garuk-garuk 
    kepalanya. Dewi Arimbi tidak menyahut. 
    Sebaliknya tampak bersikap waspada 
    menghadapi segala kemungkinan.


    SEBELAS


    Hidung Tenggiling Kedil kembang 
    kempis. Ternyata memang tercium bau 
    bangkai di situ.
    "Aku tahu cara mengatasinya. 
    Sekarang kita hadapi mereka bersama-
    sama...!" kata Wiro Suryo. Tidak seorang 
    pun yang sempat menanggapi kata-kata
    Tenggiling Kedil. Karena pada saat itu 
    mayat-mayat hidup tersebut telah 
    menyerang mereka dari seluruh penjuru 
    arah.
    "Groak...! Hraaagh...!"
    Terdengar suara-suara aneh di sana-
    sini. Mayat-mayat hidup yang jumlahnya 
    mencapai ratusan itu menghujani mereka
    dengan pukulan, tendangan maupun cakaran 
    dengan mempergunakan kuku-kukunya yang 
    panjang.
    "Hiyaa...!"
    Sambil berteriak keras, Dewi Arimbi 
    tiba-tiba melentik ke udara. Ia berputar-
    putar di sana, lalu ketika tubuhnya 
    meluncur ke bawah. Maka kedua tangannya 
    dihentakkan ke arah mayat-mayat hidup 
    yang mengeroyoknya.
    Wuut!
    Selarik sinar merah laksana bara 
    melesat dengan cepat ke arah lawan-
    lawannya. Beberapa saat kemudian pukulan 
    yang dilepaskan oleh Dewi menghantam 
    sasaran.
    Buum...!
    "Aaaa...!"
    Terdengar jeritan keras. Beberapa 
    mayat hidup jatuh terjungkal dengan 
    sekujur tubuh hangus dan tidak bangkit-
    bangkit lagi.
    "Gunakan pukulanmu, Suro!" teriak 
    Tenggiling Kedil.

    Begitu mendengar aba-aba dari 
    kawannya, maka Pendekar Blo'on sambil 
    menghindari setiap serangan yang datang 
    segera melepaskan pukulan 'Matahari 
    Rembulan Tidak Bersinar'. Ketika pemuda 
    berambut hitam kemerahan-merahan menghen-
    takkan kedua tangannya ke arah mayat-
    mayat itu. Tampak selarik sinar redup 
    menderu keluar dari telapak tangan 
    Pendekar Blo'on. Detik itu juga pukulan 
    yang dilepaskan oleh Pendekar Blo'on 
    menghantam ke arah sasaran.
    Glaar!
    "Hraaakh...!"
    Terdengar jerit kesakitan disana 
    sini. Tampak beberapa sosok mayat 
    tergelimpang roboh. Hawa panas yang 
    keluar dari telapak tangan si pemuda itu 
    ternyata membuat mayat-mayat itu tidak 
    dapat bertahan hidup. Setelah mengetahui 
    kelemahan mayat-mayat hidup ini. Maka 
    Suro, Wiro maupun Dewi segera melepaskan 
    pukulan mautnya berulang-ulang. Korban 
    dipihak mayat hidup terus berjatuhan. 
    Tetapi mereka yang masih tetap bertahan 
    tampak menjadi semakin bertambah 
    beringas. Melihat keganasan mereka, Suro 
    Blondo terpaksa mempergunakan jurus 
    'Kacau Balau' yaitu sebuah jurus khusus 
    menghindar yang diwariskan oleh Malaikat 
    Berambut Api. Suro meliuk-liukkan badan-
    nya, setiap langkahnya tidak beraturan.

    Terkadang tubuhnya terhuyung ke depan 
    atau condong ke belakang. Tetapi 
    terkadang dengan cepat ia menerjang ke 
    depan sambil melepaskan tendangan 
    beruntun ke arah mayat-mayat tersebut.
    Duuk!.
    "Hegkh...!"
    Satu dua sosok mayat hidup jatuh 
    terpelanting. Tetapi kawan-kawannya yang 
    berada di samping dan dari belakang 
    menghujani si pemuda dengan serangan-
    serangan menggeledek.
    "Hraaakh...!"
    "Wadoww...!"
    Pendekar Blo'on jatuh tunggang 
    langgang. Pukulan mayat-mayat hidup yang 
    menghantam dada dan punggung serta 
    perutnya, membuat pemuda ini merasa 
    tubuhnya seperti remuk. Walaupun begitu 
    Suro cepat bangkit berdiri. Sementara 
    Tenggiling Kedil entah pergi kemana.
    "Sialan. Si pendek malah merat di 
    saat aku dan Dewi sibuk menghadapi 
    bangkai-bangkai berjalan ini." gerutu si 
    pemuda.
    Baru saja Pendekar Blo'on mencoba 
    melepaskan pukulannya yang paling ampuh. 
    Pada saat itu pula dari dalam bangunan 
    keluar Tenggiling Kedil dengan membawa 
    obor menyala dengan jumlah besar.
    "Sisakan tenaga kalian untuk 
    menghadapi Betina Dari Neraka. Sekarang

    kita serang mayat-mayat bau ini dengan 
    api!" teriak Wiro Suryo. Seraya kemudian 
    melemparkan api ke tengah-tengah mayat 
    yang mengeroyok Suro dan Dewi.
    "Huaaah...!"
    Mayat-mayat hidup tersebut 
    berserabutan menyelamatkan diri dari 
    amukan api.
    "Melemparkannya pelan-pelan, bocah 
    tua. Salah-salah mengenai diriku!" teriak 
    si pemuda. Ia lalu menangkap salah satu 
    obor yang melayang-layang di udara. 
    Dengan mempergunakan obor menyala 
    tersebut Suro menerjang ke arah lawan-
    lawannya. Setiap sosok mayat yang terkena 
    api, pasti mereka mengeluarkan jeritan 
    aneh. Lalu tubuhnya ambruk dan tidak 
    dapat bangun lagi. Walaupun pasukan mayat 
    hidup ini jumlahnya cukup banyak. Tetapi 
    karena ketiga lawan mereka mengetahui 
    kelemahannya. Maka dalam waktu yang agak 
    lama, mayat-mayat hidup ini terkapar dan 
    kembali ke ujud aslinya.
    Sekarang tinggallah lima belas 
    sosok berpakaian serba hitam. Ternyata 
    mereka ini tidak takut api. Kenyataan ini 
    membuat Suro Blondo jadi golang-golengkan 
    kepalanya.
    "Tenggiling Kedil, bagaimana ini! 
    Mereka tidak mampus kena api!" kata si 
    pemuda sambil garuk-garuk kepala.
    "Ha ha ha...! Tololnya kau. Mereka

    bukan mayat, tapi manusia hidup seperti 
    kita juga. Hadapilah dengan kemampuan 
    yang kau miliki!" sahut Wiro Suryo.
    Dewi Arimbi yang juga sedang 
    menyerang laki-laki berpakaian hitam 
    menjadi geli hatinya. Pemuda yang telah 
    menyita perhatiannya itu terlalu polos 
    dan lugu. Walau kadang-kadang juga 
    memperlihatkan kecerdikannya yang tersem-
    bunyi. Bagi Dewi sendiri menghadapi 
    pasukan hitam ini tidak begitu mendapat 
    kesulitan yang berarti. Karena tampaknya 
    kekuatan, baik berupa tenaga dalam maupun 
    ilmu silat yang dimilikinya jauh lebih 
    tinggi dibandingkan lawan-lawannya. 
    Walaupun begitu, untuk tidak membuang 
    tenaga terlalu banyak. Dewi Arimbi 
    kemudian melepaskan selendang yang 
    melilit di pinggangnya yang ramping.
    Ctar! Ctar!
    Saat Selendang Api melecut di 
    udara. Maka terlihat pijaran bunga api 
    kemana-mana. Selendang itu kemudian 
    meliuk-liuk bagaikan seekor ular. Lalu 
    mematuk ke enam jalan kematian. Melihat 
    keganasan senjata lawannya. Maka pasukan 
    hitam ini mencabut golok besar yang 
    tergantung di pinggang.
    Sriing!
    Bet! Bet!
    Laki-laki berpakaian hitam tersebut 
    langsung mengibaskan golok besarnya

    menyambuti setiap serangan yang datang. 
    Tetapi Dewi bertindak cukup cerdik. 
    Ketika golok-golok lawannya menebas 
    selendang mautnya. Maka ia menarik balik 
    serangan, disaat lawan lengah maka 
    selendang itu berubah kaku seperti 
    pedang. Selendang meluncur deras 
    menghantam perut dan wajah lawannya.
    Jless!
    Praat!
    "Auukh...!"
    Tiga orang laki-laki berpakaian 
    hitam menjerit keras. Perut mereka ada 
    yang tertembus ujung selendang. Dua di 
    antara mereka mukanya hancur terhantam 
    selendang.
    Melihat kawan-kawannya berkaparan 
    di atas tanah secara mengerikan. Maka 
    lima orang lainnya dengan garang 
    menerjang ke arah Dewi sejengkal lagi 
    senjata-senjata lawan mencincang 
    tubuhnya. Maka Dewi segera melentingkan 
    tubuhnya di udara. Walau pun begitu salah 
    satu golok lawan masih mengenai betis si 
    gadis.
    Sret!
    "Akh...!" Dewi Arimbi keluarkan 
    jerit tertahan. Tetapi tanpa menghiraukan 
    rasa sakit di bagian kakinya ia 
    berjumpalitan di udara. Sedangkan 
    selendang di tangannya secepat kilat 
    menghantam dua orang lawan yang terus

    bergerak mengejarnya. Karena kedua laki-
    laki itu sedang mengambang di udara, 
    tentu sangat sulit bagi mereka untuk 
    menghindari serangan selendang. Mereka 
    kemudian membabatkan golok dengan maksud 
    menangkis.
    Tetapi Selendang Api milik Dewi 
    Arimbi seakan tertahan di udara. Golok 
    kedua laki-laki itu menebas angin, 
    barulah setelah sabetan golok berlalu. 
    Selendang itu meluncur kembali dan 
    bergerak ke dua arah sekaligus.
    Clep! Cleep!
    "Hekh...!"
    Kedua anak buah Mustika Jajar ini 
    melotot, suara tercekat karena teng-
    gorokannya tertembus selendang Dewi. 
    Mereka langsung jatuh ke semak-semak. 
    Darah mengucur deras, tubuhnya berke-
    lojotan sebentar kemudian terdiam untuk 
    selama-lamanya.
    Sementara itu Wiro Suryo yang juga 
    sedang menghadapi pasukan hitam tanpa 
    mengalami hambatan yang berarti segera 
    menyudahi perlawanan dua orang lawan.
    "Sudah bosan aku main-main 
    denganmu. Hiii...!" 
    Kakek berbadan sangat pendek ini 
    segera berguling-guling ke samping kiri. 
    Lawan mengejarnya dengan sabetan golok 
    bertubi-tubi. Kalaulah Wiro Suryo 
    memiliki kepandaian biasa-biasa saja.

    Niscaya tubuhnya telah tercabik-cabik 
    terkena sabetan golok. Namun tokoh dari 
    Gunung Sembung ini punya segudang 
    pengalaman di samping memang memiliki 
    ajian 'Suket Sekilen'. Sehingga semakin 
    sulitlah bagi kedua lawannya untuk 
    melukai Wiro Suryo.
    Tenggiling Kedil tiba-tiba saja 
    bangkit berdiri. Kemudian ia melompat 
    sejauh dua tombak ke belakang. Di saat 
    itu kedua tangan maupun sekujur tubuhnya 
    telah memancarkan cahaya putih. Itulah 
    ilmu 'Pancar Cahaya' yang tidak ada 
    duanya ini.
    "Suuuit....!"
    Wiro Suryo bersuit nyaring. Lalu 
    kedua tangannya dikibaskan ke depan.
    Wuus!
    Detik itu juga meluncur dua larik 
    sinar putih membutakan mata ke arah 
    lawan-lawannya. Karena silau, tentu kedua 
    orang ini melindungi matanya dengan 
    telapak tangan. Mereka baru sadar bahwa 
    maut mengancam jiwa mereka pada saat ilmu 
    pukulan 'Pancar Cahaya' menghantam tubuh 
    mereka.
    Buuum!
    "Aaaa...!"
    Jeritan panjang disertai dengan 
    terpentalnya dua sosok tubuh beberapa 
    batang tombak ke belakang. Mereka tewas 
    detik itu juga dengan sekujur tubuh

    berubah putih macam debu. Di lain pihak 
    Suro Blondo dan Dewi Arimbi juga baru 
    saja selesai mengakhiri perlawanan 
    pasukan hitam. Mereka jelas tampak sangat 
    kelelahan.
    "Bagaimana bocah tua. Apakah kau 
    melihat ada manusia setan di dalam 
    bangunan itu?" tanya Pendekar Blo'on 
    serius. Wiro Suryo menggelengkan 
    kepalanya. Suro menggaruk-garuk kepalanya 
    karena bingung. Namun pada saat itulah 
    secara tiba-tiba terdengar bentakan-
    bentakan keras menulikan telinga. Ketiga 
    orang ini serentak berpaling ke arah 
    datangnya suara.


    DUA BELAS


    Dengan jelas mereka melihat ada 
    tiga sosok bayangan bergerak cepat ke 
    arah mereka. Hanya dalam beberapa detik 
    saja, terlihat ada dua orang laki-laki 
    dan seorang gadis berwajah cantik telah 
    berdiri di depan mereka. Suro Blondo 
    walaupun terkejut, namun tetap berusaha 
    tersenyum.
    "Manusia setan dan kekasihnya telah 
    datang. Yang satunya lagi kalau tidak 
    salah adalah Datuk Tabala Muka. 
    Tenggiling Kedil, lihatlah tampang orang 
    bercaping itu. Menurutmu apakah dia bukan 
    sebangsanya siluman juga?" tanya Suro.
    Sambil bicara ia melirik ke arah Si 
    Burung Bangkai.
    "Iblis dan siluman bagiku hampir 
    sama. Mari kita sikat saja!" tegas 
    Tenggiling Kedil. Belum sempat Suro 
    Blondo bicara, Mustika Jajar telah 
    memotong.
    "Kalian bertiga merupakan peng-
    halang yang harus dienyahkan dari muka 
    bumi ini. Sejak dulu aku menginginkan 
    kematianmu dan juga kematian gurumu 
    Pendekar Blo'on. Jika gurunya belum aku 
    dapatkan, membunuh muridnya yang tolol 
    pun bagiku sudah merupakan kesenangan 
    tersendiri."
    Secepat kilat tanpa disangka-sangka 
    Betina Dari Neraka menyerang Pendekar 
    Blo'on. Tinju kanan kirinya menderu 
    menghantam pelipis dan dada si pemuda. 
    Itulah sebuah jurus 'Gempa Di Lereng 
    Cilawu'. Suro menyadari serangan lawannya 
    ini sangat berbahaya. Sehingga ia segera 
    mempergunakan jurus 'Seribu Kera Putih 
    Mengecoh Harimau'.
    "Nguk...! Nguuk!"
    Suro Blondo berjingkrak-jingkrak, 
    atau berjongkok sambil berguling-guling. 
    Sesekali ia tampak menggaruk-garuk 
    kepalanya seperti seekor monyet. Kemudian 
    ia melompat ke depan. Tangannya 
    terpentang menyambut tinju lawannya.
    Tap!

    "Heh...!"
    Mustika Jajar terkejut. Ia terus 
    mendorongkan tinjunya ke arah lawan, 
    tetapi lawannya tidak bergeming. Dengan 
    licik gadis berpakaian merangsang ini 
    kemudian menghantam perut lawannya dengan 
    lutut terlipat.
    Des!
    "Hekh...!"
    Suro Blondo terbungkuk-bungkuk. 
    Perutnya mual bukan main. Ketika ia 
    menarik nafas, maka dari lubang hidungnya 
    tampak darah menetes. Rupanya lawan telah 
    mengerahkan tenaga dalam penuh dalam 
    gebrakan pertama tadi.
    Sementara itu Dewi Arimbi sendiri 
    merasa terheran-heran melihat Datuk 
    Tabala Muka malah bergabung dengan Betina 
    Dari Neraka. Ketika bertemu beberapa 
    waktu lalu Datuk Tabala Muka ingin 
    membunuh Mustika Jajar karena dirinya 
    merasa tersaingi, tetapi kini?
    "Rupanya kau ular berkepala dua. 
    Katanya kau ingin membunuh manusia setan 
    itu, tidak tahunya kini kau malah 
    menyeberang ke pihaknya." dengus Dewi 
    gusar.
    "Ha ha ha...! Waktu itu aku tidak 
    tahu bahwa Betina Dari Neraka adalah 
    murid keponakanku. Setelah kuketahui 
    siapa dia. Maka kini tentu saja aku 
    membelanya sekuat tenagaku!" sahut Datuk

    Tabala Muka.
    "Iblis selamanya tetap iblis, Dewi. 
    Dia tidak bisa berubah menjadi kambing, 
    sapi atau kerbau, apalagi manusia seperti 
    kita. Dia musuh kita yang nyata, mengapa 
    sekarang kita tidak menggebuknya?" ujar 
    Wiro Suryo.
    Mendapat aba-aba dari kakek 
    berbadan sangat pendek ini. Tentu saja 
    Dewi tidak mau menunggu lebih lama. Ia 
    segera menyerang Datuk Tabala Muka. 
    Karena menyadari lawannya sangat tangguh. 
    Maka begitu melancarkan serangan Dewi 
    Arimbi langsung mengerahkan jurus-jurus 
    andalannya. Datuk Tabala Muka tertawa 
    mengekeh.
    "Aku lebih suka berkelahi dengan 
    gadis secantikmu. Kau pasti masih 
    perawan. Jika kau nanti kalah, maka aku 
    akan mengajakmu bermain cinta sampai kau 
    merengek-rengek minta ampun!" ujar sang 
    Datuk.
    "Manusia cabul, makanlah selen-
    dangku!" teriak Dewi Arimbi dengan 
    marahnya. Datuk Tabala Muka yang baru 
    saja hendak bicara lagi langsung menutup 
    mulut rapat-rapat. Terlebih-lebih ketika 
    melihat lecutan selendang di tangan lawan 
    menimbulkan percikan bunga api. Dengan 
    cepat Datuk Tabala Muka alias si Burung 
    Bangkai melepas capingnya dan langsung 
    melemparkannya ke arah Dewi.

    Gadis ini tidak mau mengambil 
    resiko. Segera ia mengerahkan tiga 
    perempat dari seluruh tenaga dalam yang 
    dimilikinya ke bagian selendang. Setelah 
    itu selendang kembali dilecutkan ke arah 
    topi bambu yang melayang-layang mengincar 
    leher Dewi. Topi caping bambu seperti ada 
    kekuatan yang menggerakkannya langsung 
    berkelit. Namun Selendang Api terus 
    bergerak mengejar, hingga akhirnya 
    benturan keras terjadi.
    Braak!
    Caping bambu milik Datuk Tabala 
    Muka hancur berkeping-keping. Tentu 
    pemiliknya yang memandang enteng lawan 
    jadi terkejut.
    "Keparat! Makanlah ini...!" teriak 
    si Burung Bangkai.
    Kemudian jari tangannya dirapatkan. 
    Setelah sepuluh jari tangan menyatu. 
    Tubuhnya menerjang ke depan. Sedangkan 
    tangan terus meluncur ke dada Dewi. 
    Serangan ini sangat dahsyat, karena si 
    Burung Bangkai mengerahkan jurus 'Jari 
    Maut Bermata Satu'.
    Dewi Arimbi segera dapat merasakan 
    adanya satu tekanan hawa dingin 
    menghimpitnya. Tetapi rupanya Wiro Suryo 
    yang sedang bertarung melawan Perkasa 
    sempat melihat serangan yang dihadapi 
    Dewi. Tenggiling Kedil walaupun sedang 
    repot segera menolong Dewi dengan

    melepaskan ajian 'Pancar Cahaya' ke arah 
    Datuk Tabala Muka.
    "Serangan keji!" dengus Wiro 
    ditujukan pada si Burung Bangkai. 
    Wuut!
    Segulung cahaya putih menderu-deru 
    ke arah Datuk Tabala Muka. Ajian 'Pancar 
    Cahaya' yang melesat dari tangan Wiro 
    Suryo memotong tangan Datuk Tabala Muka. 
    Jika kakek berwajah aneh ini tidak cepat 
    menarik tangannya. Tentu tangan itu 
    buntung atau paling tidak hangus terkena 
    pukulan yang dilepaskan oleh Wiro Suryo.
    "Jadah...!"
    Si Burung Bangkai mengumpat sambil 
    membanting dirinya ke samping. 
    Buum!
    Terjadi guncangan keras ketika 
    serangan Tenggiling Kedil mengenai tempat 
    kosong.
    Sebuah lubang menganga di samping 
    Datuk Tabala Muka. Ia tidak dapat 
    membayangkan apa yang terjadi dengan 
    dirinya jika pukulan tadi menghantam 
    tangan. Sambil memaki-maki dihati, Datuk 
    Tabala Muka bangkit berdiri. Dewi yang 
    selamat dari maut tanpa memberi 
    kesempatan lagi langsung menyerang Datuk 
    Tabala Muka.
    Di lain pihak perkelahian antara 
    Mustika Jajar dan Pendekar Blo'on sudah 
    memakan waktu hampir enam puluh jurus.

    Tampaknya kedua belah pihak sudah sama-
    sama terluka. Apalagi ketika itu Mustika 
    Jajar telah mempergunakan senjatanya yang 
    berbentuk aneh macam bulan sabit ini. 
    Senjata itu menderu-deru mengeluarkan 
    sinar menyilaukan. Kemana Pendekar Blo'on 
    menghindar, maka kesitu pula senjata 
    Betina Dari Neraka mengejarnya. Suro 
    merasa mati kutu, ia terus saja 
    mengerahkan jurus 'Kacau Balau' dan jurus 
    'Seribu Kera Putih Mengecoh Harimau'. 
    Dengan mengerahkan kedua jurus ini, 
    serangan-serangan lawan dapat diatasinya.
    Namun tiba-tiba saja Mustika Jajar 
    membentak garang. Serentak tubuh gadis 
    itu berkelebat lenyap dari pandangan mata 
    Suro. Pemuda berambut hitam kemerah-
    merahan ini segera menyadari bahaya 
    sedang mengancamnya. Untuk itu ketika 
    merasakan sambaran angin dingin di bagian 
    punggungnya. Ia segera melenting ke 
    udara. Tetapi gerakannya itu kalah cepat 
    dengan luncuran senjata Mustika Jajar. 
    Sehingga bagian iganya kena dilukai oleh 
    lawan.
    Crees!
    "Akh...!"
    Tanpa menghiraukan sakit yang ia 
    derita. Pendekar Blo'on terus berputar-
    putar di udara. Kemudian ketika tubuhnya 
    meluncur deras ke bawah. Maka ia 
    mengibaskan kedua tangan ke arah sasaran.

    "'Neraka Hari Terakhir'! Hiya...!" 
    teriak si pemuda.
    Buum!
    "Arkh...!"
    Tidak dapat dihindari lagi, Mustika 
    Jajar jatuh terpelanting. Kalau bukan dia 
    yang terkena pukulan itu. Tentu sudah 
    tewas meregang nyawa. Tanpa menghiraukan 
    darah yang mengucur dari sudut-sudut 
    bibirnya. Maka Betina Dari Neraka bangkit 
    berdiri. Tiba-tiba ia tertawa, suara 
    tawanya semakin lama semakin meninggi. 
    Tentu saja Suro jadi terheran-heran. Ia 
    tidak tahu bahwa tawa si gadis sebenarnya 
    cara aneh yang mungkin jarang ditemui di 
    rimba persilatan untuk menyembuhkan luka 
    dalam yang dideritanya.
    Ternyata sekejab kemudian memang 
    tampak Mustika Jajar seperti tidak 
    menderita luka dalam. Sekarang ia malah 
    menghimpun tenaga dalam untuk melepaskan 
    pukulan 'Segala Racun Segala Bisa'. 
    Inilah salah satu pukulan maut yang 
    paling diandalkannya. Hanya dalam waktu 
    sekejab kedua telapak tangan Betina Dari 
    Neraka telah berubah menghitam. Suro 
    terkesiap. Namun segera mencabut Mandau 
    Jantan dari balik bajunya. Mandan 
    berwarna hitam dengan empat sisi lubang 
    miring di tengah-tengahnya langsung 
    dikibaskan ke depan.
    Terlihat sinar hitam berkelebat.

    Lalu terdengar suara mendengung disertai 
    rintihan semacam tangis dari senjata itu. 
    Pada waktunya Mustika Jajar telah 
    mengibaskan tangannya ke arah sasaran. 
    Sinar hitam terus meluncur, lalu 
    membentur senjata milik si pemuda.
    Wees!
    Anehnya begitu pukulan 'Segala 
    Racun Segala Bisa' mengenai senjata milik 
    Suro. Pukulan tersebut seperti menembus 
    ruang hampa. Tidak ada suara ledakan 
    terdengar. Betina Dari Neraka terkejut 
    setengah mati. Kelengahannya yang cuma 
    sebentar ini langsung dipergunakan oleh 
    Suro Blondo. Tubuhnya tiba-tiba meluruk 
    deras ke arah lawan. Sedangkan Mandau 
    Jantan di tangan ia kibaskan.
    Betina Dari Neraka sempat terkejut. 
    Ia cepat menggeser tubuhnya ke kiri. 
    Namun ujung Mandau membabat putus 
    tangannya.
    Craas!
    "Akh...!"
    Mustika Jajar menjerit tertahan. 
    Ia mengambil putusan tangan yang 
    tergeletak di depannya. Tetapi ketika itu 
    Suro telah berputar. Kembali Mandau 
    berkelebat. 
    Cres!
    "Huaakg...!"
    Mustika Jajar tampak terhuyung-
    huyung. Perutnya robek, ususnya

    berbusaian. Gadis itu merasa sekaranglah 
    ajalnya tiba. Tetapi pada saat yang 
    kritis itu sebuah bayangan berkelebat 
    menyambar tubuh Iblis Betina Dari Neraka. 
    Hanya sekejab saja bayangan lenyap, Suro 
    bermaksud mengejar. Namun pada saat itu 
    ia mendengar suara jeritan si Dewi 
    Arimbi. Ketika ia menoleh ke arah 
    datangnya suara. Kiranya ia melihat Dewi 
    yang dalam keadaan tertotok sedang 
    ditindih oleh Datuk Tabala Muka.
    Masih memegang Mandau Suro Blondo 
    memburu. Datuk Tabala Muka yang hampir 
    saja dapat merenggut kesucian si gadis 
    memang sempat merasakan sambaran angin 
    dingin di punggungnya. Namun begitu ia 
    menoleh senjata lawan langsung menebas 
    lehernya. Datuk Tabala Muka tidak sempat 
    menghindar lagi. Karena ia begitu 
    terkesima melihat keindahan tubuh Arimbi.
    Crees!
    Dhel...!
    Kepala Datuk Tabala Muka langsung 
    menggelinding dan menimpa dada si gadis 
    yang tidak berpenutup apa-apa. Dewi 
    Arimbi menjerit. Suro segera menendang 
    kepala berikut tubuh sang Datuk yang 
    menindih tubuh telanjang Dewi. Suro 
    kemudian membebaskan totokan di tubuh si 
    gadis. Begitu terbebas dari totokan Dewi 
    Arimbi langsung menyambar pakaiannya yang 
    tercabik-cabik. Karena pakaian itu tidak

    pantas dipakai maka Suro Blondo sambil 
    cengar-cengir memberikan pakaiannya.
    "Pakailah! Untung iblis itu tidak 
    sempat membuatmu malu!" kata si pemuda 
    berambut hitam kemerahan. Kemudian ia 
    memandang ke arah Wiro Suryo alias 
    Tenggiling Kedil. Ternyata kakek tua itu 
    sedang berjuang habis-habisan menghadapi 
    Perkasa. Manusia penjelmaan patung itu 
    ternyata mempunyai daya tahan yang 
    sungguh sangat luar biasa.
    Dihadapan Perkasa, ternyata 
    Tenggiling Kedil untuk sekian jurus 
    lamanya terpaksa bergerak mundur. Ketika 
    Perkasa mendesak dengan pukulan-pukulan 
    yang mematikan. Ternyata Tenggiling Kedil 
    ini memapakinya dengan sebelah tangan. 
    Benturan keras tidak dapat dihindari 
    lagi.
    Duuk!
    "Wei... eudan...!" dengus si kakek 
    pendek. Sebenarnya tenaga dalam yang 
    dimiliki oleh pemuda ini tidak lebih 
    tinggi dari tenaga dalam yang dimiliki si 
    kakek. Namun karena tubuhnya yang pendek 
    dan agak kurus. Sehingga ia tidak dapat 
    mempertahankan kuda-kudanya.
    Dengan cepat ia bangkit berdiri 
    lagi. 
    Ketika itu Perkasa mulai menginjak-
    injak dirinya. Bocah tua kerdil ini lalu 
    menggelundung seperti bola kian kemari.

    "Hiaa...!"
    Perkasa berteriak murka karena 
    setiap injakannya hanya menghancurkan 
    batu dan tampak seperti tidak teratur. 
    Tiba-tiba saja laki-laki penjelmaan 
    patung ini melepaskan pukulan dahsyat 
    yang bersumber dari inti api.
    "Hei... orang tua pendek jelek! 
    Awas! Lawanmu kelihatannya tidak main-
    main. Kau bisa gosong jadi ubi bakar, 
    jika kau tetap membiarkan dia melepaskan 
    pukulan!" Suro Blondo mengingatkan.
    "Tidak usah takut. Aku akan 
    menahannya dengan ajian Pancar Cahaya!" 
    sahut si kakek aneh.
    Benar saja, ketika sinar merah 
    menderu cepat ke arah Wiro Suryo. Maka 
    sekujur tubuh si kakek berubah putih di 
    selimuti cahaya. Lalu tangannya yang juga 
    telah berwarna putih segera 
    dihentakkannya ke depan
    Buum! Buum!
    "Aaaaa...!"
    Terdengar jeritan keras di tengah-
    tengah suara ledakan dahsyat yang 
    terjadi. Wiro Suryo terjengkang sambil 
    muntahkan darah kental. Lalu terdengar 
    ledakan lagi. Ketika semua mata memandang 
    ke arah Perkasa. Maka terlihatlah tubuh 
    sosok patung itu hancur berkeping-keping 
    menjadi batu terkena ajian Pancar Cahaya.
    "Hmm, bukan main-main!" desis

    Pendekar Blo'on memuji.
    Dengan terpincang-pincang Teng-
    giling Kedil menghampiri dan langsung 
    bertanya.
    "Kemana Iblis Betina itu?"
    "Dia sudah terluka parah. Tapi 
    seseorang telah menyelamatkannya!" sahut 
    Pendekar Blo'on.
    "Pasti perbuatan gurunya!"
    "Aku harus pergi! Tidak baik mata 
    tua melihat sepasang muda-mudi yang 
    sedang lirik-lirikan!"
    Pendekar Blo'on baru saja mau 
    memaki. Namun ternyata sahabatnya yang 
    super pendek itu telah menghilang dari 
    pandangan mata.
    "Pakaian itu cocok denganmu, 
    Rimbi?"
    "Jangan menghina, baju jelek 
    begini!"
    "Ha ha ha! Yang terpenting bagian-
    bagian yang terbuka dapat ditutupi. 
    Hampir saja kau menjadi pengantin 
    kesiangan Datuk Tabala Muka! Aduh... mana 
    tahan aku membayangkannya!"
    Dewi Arimbi cemberut. Lalu dengan 
    wajah memerah ia segera berlalu 
    meninggalkan Suro Blondo.
    "Hei... tunggu.... Jangan kau 
    tinggalkan aku...!"
    "Hi hi hi! Kalau punya kaki mengapa 
    tidak mengejar?" tantang si gadis sambil

    tertawa.
    "Nantang nih! Awas kalau dapat aku 
    pasti menciummu!" kata si pemuda lalu 
    menyusul Dewi Arimbi.



                              T A M A T




     

    Leave a Reply

    Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

  • - Copyright © matjenuhkhairil.blogspot.com - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -